Anda di halaman 1dari 17

PENGERTIAN PHK.

-Sumber 1:

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan/majikan. Artinya harus adanya hal/alasan tertentu yang mendasari pengakhiran
hubungan kerja ini. 

Dalam aturan perburuhan, alasan yang mendasari PHK dapat ditemukan dalam pasal 154A
ayat (1) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) jo. Undang-undang
No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2021) dan peraturan pelaksananya yakni pasal
36 Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih
Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021).

BAGAIMANA UNDANG–UNDANG MENGATUR MENGENAI PHK?

Ketentuan dalam aturan perburuhan Nasional pada prinsipnya mengenai PHK


menyatakan bahwa berbagai pihak dalam hal ini pengusaha, pekerja, serikat pekerja,
dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK (pasal 151 ayat (1) UU
13/2003 jo. pasal 37 ayat (1) PP 35/2021) 

Lebih lanjut PP 35/2021 pada Bab V, khusus mengatur pemutusan hubungan kerja,
dengan rincian:  

1. Pasal 36 mengenai berbagai alasan yang mendasari terjadinya PHK. Alasan


PHK mendasari ditentukannya penghitungan hak akibat PHK yang bisa
didapatkan oleh pekerja.
2. Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 mengenai Tata Cara Pemutusan Hubungan
Kerja sejak tahap pemberitahuan PHK disampaikan hingga proses PHK di
dalam perusahaan dijalankan. Lebih lanjut bila PHK tidak mencapai
kesepakatan tahap berikutnya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian
perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Pasal 40 sampai dengan Pasal 59 mengenai Hak Akibat Pemutusan Hubungan
Kerja yakni berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang
penggantian hak, dan uang pisah. Penghitungannya berdasarkan alasan/dasar
dijatuhkannya PHK. 

BAGAIMANA STANDAR PERBURUHAN INTERNASIONAL


MENGATUR MENGENAI PHK?

Instrumen hukum perburuhan internasional juga mengakui perlindungan dari PHK


yang sewenang-wenang. Konvensi ILO No. 158 tahun 1982 tentang Pemutusan
Hubungan Kerja, menyebutkan hal-hal yang harus diperhatikan pada tindakan PHK,
yakni:

1. Pada dasarnya mengenai PHK harus dilakukan sehati-hati mungkin karena


keputusan PHK terhadap pekerja berpengaruh pada anggota keluarga (yang
menjadi tanggungan pekerja). Oleh karena efek sosial PHK berdampak sangat
luas bagi kehidupan pekerja dan keluarganya, maka diperlukan prinsip kehati-
hatian. 
2. Seorang pekerja tidak dapat diputus hubungan kerjanya kecuali ada alasan yang
sah untuk pemutusan tersebut dan diatur dalam perundang-undangan masing-
masing Negara. 
3. Selain itu masing-masing Negara harus mengatur pula aturan PHK yang
mencakup prosedur dalam melakukan PHK, alasan PHK, dan kompensasi yang
berhak diterima pekerja menurut jenis alasan PHK yang dijatuhkan.  

APA YANG MENYEBABKAN HUBUNGAN KERJA DAPAT


BERAKHIR?

Menurut pasal 61 UU 13/2003 jo. UU 11/2021 perjanjian kerja dapat berakhir, atau
artinya hubungan kerja berakhir, apabila:

1. Pekerja meninggal dunia


2. Jangka waktu kontrak kerja telah berakhir
3. Selesainya suatu pekerjaan tertentu
4. Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
5. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat
menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Lebih lanjut pasal 154A ayat (1) UU 13/2003 jo. UU 11/2021 dan pasal 36 PP 35/2021
juga mengatur berbagai alasan PHK dapat dilakukan/diperbolehkan.  

BAGAIMANA JIKA PHK TIDAK DAPAT DIHINDARI OLEH


PENGUSAHA?

Dalam hal PHK tidak dapat dihindari, berdasarkan pasal 37 PP 35/2021, pengusaha
diwajibkan untuk memberitahukan maksud dan alasan PHK kepada Pekerja/Buruh
dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di dalam Perusahaan apabila Pekerja/Buruh
yang bersangkutan merupakan anggota dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Pemberitahuan PHK dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara
sah dan patut oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat
Buruh paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum PHK. 

Bila PHK dilakukan dalam masa percobaan, surat pemberitahuan disampaikan paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum PHK. 

BAGAIMANA JIKA PEKERJA TIDAK MENERIMA PEMUTUSAN


HUBUNGAN KERJA YANG DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA?

Apabila pekerja yang telah diberitahu mengenai PHK, menolak atas putusan tersebut,
maka pekerja harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 hari kerja
setelah diterimanya surat pemberitahuan PHK. Dan kemudian harus melalui
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dalam hal ini perselisihan
PHK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 39 PP 35/2021)
APAKAH PEKERJA DAPAT MENGAJUKAN PHK ATAU
MENGUNDURKAN DIRI? BAGAIMANA PROSEDURNYA?

Ya, Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri. Mengundurkan diri merupakan salah


satu alasan PHK yang diperbolehkan, dengan ketentuan pekerja mengundurkan diri
atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat (pasal  36 ayat (1) huruf i PP
35/2021):

1. Pekerja mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-


lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri.
2. Pekerja tidak sedang berada dalam ikatan dinas.
3. Pekerja tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran
diri.

Berdasarkan ketentuan di atas, bila pekerja telah memenuhi persyaratan, selanjutnya


perusahaan harus menerima pengunduran diri tersebut, menyelesaikan proses
pengakhiran hubungan kerja dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal
mulai pengunduran diri, serta memenuhi kompensasi pekerja yang mengundurkan diri
yakni: uang penggantian hak yang diatur dalam pasal 40 ayat (4) PP 35/2021 dan uang
pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau
Perjanjian Kerja Bersama (pasal 50 PP 35/2021).

APA SAJA KOMPENSASI YANG BERHAK DITERIMA OLEH


PEKERJA APABILA PERUSAHAAN MELAKUKAN PHK?

Apabila terjadi PHK, pengusaha wajib membayar kompensasi yang besarannya sesuai
dengan alasan PHK yang dijatuhkan. Adapun kompensasi tersebut berupa: uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang pisah,
dengan ketentuan sebagai berikut:

Uang pesangon, diberikan dengan ketentuan:

1. masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;


2. masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;
3. masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;
4. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;
5. masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;
6. masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;
7. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;
8. masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah;
9. masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

Uang penghargaan masa kerja, diberikan dengan ketentuan:

1. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;
2. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;
3. masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;
4. masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;
5. masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah;
6. masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;
7. masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah;
8. masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.

Uang penggantian hak, berupa:

1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;


2. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja
diterima bekerja;
3. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.

Uang pisah yang besarannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan


Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama

APAKAH KOMPENSASI PHK INI BERLAKU JUGA BAGI PEKERJA


PADA USAHA MIKRO DAN USAHA KECIL?

Tidak. Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil memang wajib membayar uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan/atau uang pisah
bagi Pekerja/Buruh yang mengalami PHK namun besarannya ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil dengan
Pekerja/Buruh.
-Sumber 2:

Pengertian PHK
Pengertian PHK merupakan sebuah konsep yang dilakukan oleh perusahaan untuk
mengakhiri hubungan kerja, yang mana dapat disebabkan oleh berbagai macam hal. Dengan
demikian, hak serta kewajiban antara karyawan dan juga perusahaan bisa hilang. Pengertian
tersebut sudah tercantum di dalam Pasal 1 Nomor 25 dari Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 mengenai Ketenagakerjaan. Secara umum, hal yang bisa menyebabkan adanya PHK
ada tiga. Pertama yaitu karena demi hukum, seperti misalnya pensiun, meninggal dunia,
ataupun PKWT telah berakhir.

Kemudian yang kedua adalah karena keputusan pengadilan. Terakhir adalah karena
pengunduran diri dari pihak karyawan. Jika perusahaan ingin melakukan PHK kepada para
karyawannya, maka penyebabnya yaitu karena keputusan pengadilan.

Sebab, PHK tidak dapat dilakukan secara sepihak. Hal itu telah tercantum di dalam Pasal 151
UUK 13/2003. Jika memang hubungan kerja tersebut harus diakhiri, maka karyawan dan juga
perusahaan harus melakukan musyawarah. Namun jika tidak kunjung memperoleh titik
tengah dari musyawarah tersebut, maka pengadilan hubungan industrial juga dapat dilibatkan.

Untuk itu, PHK yang dilakukan oleh pihak perusahaan adalah keputusan pengadilan. Di
dalamnya, terdapat berbagai macam proses yang harus dilakukan, salah satunya yaitu melalui
jalur meja hijau. Tak hanya itu saja, untuk pemutusan kerja karena karyawan memang ingin
berhenti, maka karyawan tersebut harus melakukannya tanpa adanya tekanan atau paksaan.
Mereka harus melakukannya karena kemauan mereka sendiri. Hal itu sudah tercantum di
dalam Pasal 162 Ayat 2 UUK 13/2003.

Aturan Alasan PHK


Setelah penjelasan mengenai pengertian PHK di atas, tentu kita menjadi tahu bahwa PHK
tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ada berbagai macam langkah yang harus
dilakukan. Selain itu, alasan tersebut juga harus diregulasi. Ada beberapa hal yang memang
tidak boleh menjadi sebab terjadinya PHK, akan tetapi disisi lain ada juga beberapa hal yang
dapat dijadikan dasarnya. Berikut ini adalah penjelasan selengkapnya:

1. Alasan PHK yang Dilarang


Menurut Pasal 153 Ayat UUK 13/2003, ada beberapa hal yang tidak dapat dijadikan sebagai
alasan PHK yaitu sebagai berikut:

a. Sakit sesuai keterangan dokter dalam kurun waktu kurang dari 12 bulan secara berturut-
turut.
b. Sedang memenuhi kewajiban ataupun tugas negara.
c. Sedang melakukan ibadah.
d. Menikah.
e. Sedang hamil, melahirkan, menyusui, ataupun keguguran.
f. Satu kantor, satu perusahaan dengan pasangan ataupun anggota keluarga lain.
g. Membuat atau menjadi anggota atau pengurus dan mengikuti kegiatan serikat pekerja.
h. Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwenang atas adanya tindak pidana.
i. Ada perbedaan dalam hal ideologi, agama, suku, ras, warna kulit, golongan, kondisi fisik,
status perkawinan, aliran politik, dan lainnya.
j. Cacat tetap atau sakit yang mana proses penyembuhannya tidak tentu, hal itu terjadi karena
adanya kecelakaan kerja.

2. Alasan yang Diperbolehkan


Menurut UUK 13/2003, ada beberapa alasan yang diperbolehkan perusahaan untuk
melakukan PHK, yaitu sebagai berikut:

a. Tidak lulus masa probation atau masa percobaan.


b. Kontrak atau PKWT sudah berakhir.
c. Sanksi karena karyawan melakukan kesalahan atau pelanggaran berat.
d. Karyawan ditahan ataupun diputuskan bersalah oleh pihak pengadilan.
e. Karyawan terbukti melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, ataupun
melanggar aturan perusahaan.
f. Mengundurkan diri tanpa adanya paksaan dan tekanan.
g. Penggabungan, peleburan, atau perubahan status kerja, jika pihak pekerja atau pemilik
usaha sudah tidak ingin melanjutkan hubungan kerja.
h. PHK massal karena perusahaan mengalami kerugian.
i. Perusahaan bangkrut atau pailit.
j. Karyawan dinyatakan meninggal dunia.
k. Karyawan pensiun.
l. Karyawan bolos ataupun mangkir selama 5 hari atau lebih setelah dipanggil sebanyak dua
kali.
m. Karyawan sakit lebih dari 1 tahun atau 12 bulan.

Jenis-jenis PHK
Dari penjelasan di atas, kita bisa mengetahui bahwa pemutusan hubungan kerja bisa
disebabkan oleh berbagai hal. Bergantung pada faktor penyebab tersebut, jenis-jenis PHK
juga bisa berbeda-beda. Undang-undang menyebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja
dibagi menjadi empat jenis, antara lain:

1. Pemutusan Hubungan Kerja Karena Hukum


Contoh dari pemutusan hubungan kerja karena hukum adalah pekerja dinyatakan meninggal
dunia atau perjanjian kerja telah berakhir. Sehingga, perusahaan tidak perlu mengirimkan
surat pemutusan hubungan kerja karena hubungan kerja tersebut sudah otomatis berakhir
secara hukum karena kondisi yang terjadi.

2. Pemutusan Hubungan Kerja Secara Sepihak


Walaupun pemutusan hubungan kerja tidak bisa dilakukan secara sembarangan, perusahaan
tetap memiliki hak untuk memberhentikan karyawan secara sepihak. Jenis pemutusan
hubungan kerja ini umumnya disebabkan oleh pelanggaran terhadap perjanjian kerja.
Pengunduran diri karyawan juga termasuk ke dalam jenis PHK yang dilakukan secara
sepihak. Dengan kata lain, pemutusan hubungan kerja secara sepihak ini terjadi atas
keinginan salah satu pihak, baik itu perusahaan ataupun karyawan.

3. Pemutusan Hubungan Kerja Karena Kondisi Khusus


Terdapat banyak sekali kondisi khusus yang dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan
hubungan kerja. Misalnya saja, karyawan sakit dalam waktu yang cukup lama, terjadi
efisiensi perusahaan, perusahaan mengalami kebangkrutan, atau perusahaan mengalami
kerugian secara terus menerus.

4. Pemutusan Hubungan Kerja Karena Kesalahan Berat


Ketika karyawan melakukan sebuah kesalahan, perusahaan memang tidak bisa langsung
memutuskan hubungan kerja. Akan tetapi, jika kesalahan yang dilakukan termasuk kesalahan
yang berat, maka pemutusan hubungan kerja boleh dilakukan. Misalnya saja penipuan,
penggelapan dana, penganiayaan terhadap rekan kerja, dan juga peretasan data rahasia
perusahaan adalah beberapa contoh kesalahan berat yang dapat berujung pada pemutusan
hubungan kerja.

Perhitungan Pesangon PHK atau Uang Penghargaan dan Uang Penggantian Hak
Perlu dipahami bahwa jika perusahaan melakukan hubungan kerja, maka perusahaan wajib
memberikan uang pesangon. Pemberian uang pesangon ini sudah diatur di dalam Undang-
undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Akan tetapi, sekarang sudah ada beberapa
perubahan perhitungan pesangon PHK seperti yang sudah diatur di dalam Undang-undang
Cipta Kerja. Salah satu perubahannya yaitu ada di Pasal 156.

Pasal 156 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 ayat 2 menjelaskan tentang besaran
pesangon paling sedikit yang diterima oleh korban PHK. Sedangkan di dalam UU Cipta
Kerja besaran tersebut diubah menjadi besaran pesangon paling besar yang diterima korban
PHK.

Perhitungan pesangon apabila dilihat dari Pasal 156 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun
2003 Pasal 2 yakni sebagai berikut:

1. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;


2. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
3. masa kerja 2 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
4. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan
upah;
5. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan
upah;
6. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan
upah;
7. masa kerja 6 (enam) atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
8. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan)
bulan upah;
9. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Karyawan yang terkena PHK tetap akan memperoleh benefit karyawan. Misalnya saja, selain
perhitungan pesangon PHK, ternyata juga ada ketentuan uang penghargaan masa kerja yang
diatur di dalam Pasal 3 UU tersebut, yakni sebagai berikut:

1. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
2. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan
upah;
3. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat)
bulan upah;
4. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima)
bulan upah;
5. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6
(enam) bulan upah;
6. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun,
7 (tujuh) bulan upah;
7. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat)
tahun, 8 (delapan) bulan upah;
8. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.

Kemudian, di dalam Pasal 4, ada uang penggantian hak yang bisa diberikan kepada karyawan
dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Cuti tahunan yang belum sempat diambil dan belum gugur.


2. Biaya ataupun ongkos pulang untuk karyawan dan keluarganya ke tempat dimana mereka
diterima bekerja.
3. Pengganti perumahan dan juga pengobatan dan perawatan ditetapkan 15 persen dari uang
pesangon atau uang penggantian masa kerja untuk yang memenuhi syarat.
4. Hal-hal lainnya yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.

Agar Grameds memiliki gambaran jelas mengenai cara perhitungan pesangon PHK, yuk lihat
contoh di bawah ini!

Rani menerima gaji pokok Rp8.000.000 dengan tunjangan transportasi sebesar Rp1.000.000.
Setelah bekerja selama empat tahun tiga bulan, perusahaan tempat Rani bekerja mengalami
kebangkrutan dan melakukan PHK massal.

Waktu terakhir Rani bekerja ialah Oktober 2021. Rani sudah mengambil cuti selama 8 hari
dari total hak cuti tahunan, yaitu 12 hari. Di bawah ini cara menghitung pesangon yang
berhak diterima oleh Rani.

– Upah Rani per bulan = Gaji pokok + tunjangan tetap = Upah per bulan
= Rp8.000.000 + Rp1.000.000 = Rp9.000.000
– Pesangon berdasarkan masa kerja 4 tahun 3 bulan (5 bulan upah)
= 5 x Rp9.000.000 = Rp45.000.000
– UPMK untuk masa kerja 4 tahun 3 bulan (2 bulan upah)
= 2 x Rp9.000.000 = Rp18.000.000
– UPH = (Jumlah hak cuti tidak terpakai/Jumlah hari kerja sebulan) x Upah
= (7/22) x Rp9.000.00 = Rp2.863.636

Demikian cara menghitung pesangon bila perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja.

Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa pengertian PHK merupakan sebuah
ancaman yang akan selalu mengintai semua karyawan. Tak hanya itu saja, perusahaan dan
juga karyawan mempunyai hak untuk menerapkan kebijakan tersebut.

Bagi Grameds yang ingin mengetahui secara lebih mendalam tentang pengertian PHK atau
peraturan ketenagakerjaan lainnya dapat membaca buku-buku terkait dengan mengunjungi
Gramedia.com. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu
menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi

MEKANISME TERJADINYA PHK

Prosedur pemutusan hubungan kerja terbagi menjadi dua, yaitu untuk karyawan kontrak
dan tetap. 

1. Mekanisme PHK untuk Karyawan Kontrak


Berikut ini adalah tahapan prosedur PHK untuk karyawan kontrak.

1. Menyiapkan data pendukung.

2. Memberikan informasi kepada karyawan yang bersangkutan.

3. Melakukan musyawarah.

4. Melakukan mediasi hukum.

5. Menyiapkan kompensasi

2. Mekanisme PHK untuk Karyawan Tetap


Kemudian, berikut ini adalah mekanisme pemutusan hubungan kerja untuk karyawan tetap.
1. Musyawarah. Musyawarah dilakukan untuk menemukan jalan tengah antara karyawan
dengan perusahaan. Sekaligus menemukan solusi terbaik dari permasalahan yang dihadapi.

2. Mediasi dengan Disnaker. Jika musyawarah tidak membuahkan hasil, maka akan dibawa
untuk mediasi dengan Disnaker. Tujuannya untuk membantu menyelesaikan masalah.

3. Mediasi hukum. Apabila mediasi dengan Disnaker juga menemukan jalan buntu, ajukan
upaya hukum ke pengadilan. Ketika solusinya tetap PHK, maka diajukan permohonan
secara tertulis kepada lembaga penyelesaian hubungan industrial, disertai alasan pemutusan
hubungan kerja. 

4. Perjanjian bersama. Perjanjian kerja bersama dapat ditandatangani setelah persetujuan


bipartit disetujui. 

5. Memberikan uang pesangon. Pesangon wajib diberikan setelah karyawan resmi di-PHK.
Pesangon diberikan sesuai aturan dalam UU Ketenagakerjaan.

------
Karena mengenai PHK diatur dalam perundang-undangan Indonesia, dalam mengerjakan
prosesnya tidaklah boleh sembarang tanpa mekanisme yang benar. Salah langkah mungkin
bisa memperburuk keadaan dan memberikan kerugian bagi kedua belah pihak. Berikut adalah
enam tahapan yang bisa dijalankan perusahaan yang memutuskan untuk melakukan
pemutusan hubungan kerja.

1. Menyiapkan Data Pendukung yang Lengkap


Tahapan pertama dalam melakukan PHK karyawan, sebaiknya perusahaan memiliki data atau
dokumen pendukung. Dokumen tersebut berisi tentang faktor alasan atau penyebab perlunya
melakukan pemutusan hubungan kerja karyawan. Misalnya bentuk pelanggaran seperti apa
yang sudah dilakukan karyawan, atau bagaimana keadaan perusahaan sehingga perlu
melakukan PHK. Dan beberapa dokumen lain yang memang berkaitan dengan prosedur
PHK.

2. Pemberitahuan kepada Karyawan yang Bersangkutan


Setelah menyiapkan data atau dokumen-dokumen pendukung, selanjutnya Anda harus
melakukan pemberitahuan kepada karyawan yang bersangkutan. Karena hubungan industrial
ini merupakan hubungan dua pihak, jangan sampai karyawan tiba-tiba diberhentikan tanpa
pemberitahuan. Atau jika terdapat serikat pekerja, maka sebelum melakukan PHK perusahaan
harus mengkomunikasikan rencana itu kepada serikat pekerja. Jika dalam perusahaan tidak
ada serikat pekerja maka PHK menjadi kebijakan perusahaan.

3. Musyawarah
Prosedur selanjutnya yang harus ditempuh adalah melakukan musyawarah. Musyawarah
dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu pihak karyawan dan perusahaan. Musyawarah ini
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan pemufakatan yang dikenal dengan istilah
bipartit.
Melalui musyawarah ini, kedua belah pihak melakukan pembicaraan untuk menemukan
solusi terbaik baik untuk perusahaan maupun karyawan. Jika dalam proses musyawarah telah
mencapai suatu kesepakatan jangan lupa untuk membuat Perjanjian Bersama.

4. Bantuan Pihak Ketiga Seperti dari Dinas Tenaga Kerja


Apabila ternyata dalam permasalah yang terjadi tidak bisa diselesaikan dengan cara
musyawarah, maka bantuan pihak ketiga, yaitu dinas tenaga kerja (disnaker) setempat
diperlukan. Tujuannya adalah untuk menemukan cara penyelesaian yang adil dan tidak
memihak, apakah melalui mediasi atau rekonsiliasi.

5. Melakukan Mediasi Hukum


Jika dengan bantuan disnaker namun penyelesaian masalah belum ditemukan, maka upaya
hukum bisa dilakukan hingga pengadilan. Jika memang pada hasil akhir PHK tetap
dilaksanakan, maka diajukan dengan melakukan permohonan secara tertulis kepada
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), disertai dengan alasan kenapa PHK dilakukan.

6. Persiapan Uang Kompensasi


Bila akhirnya terjadi pemutusan hubungan kerja, perusahaan wajib memberikan uang
kompensasi, dalam hal ini adalah pesangon atau uang penghargaan masa kerja yang
seharusnya diterima oleh karyawan.

Mekanisme PHK Karyawan Kontrak (PKWT)


Untuk karyawan kontrak, kontrak kerjasama lah yang menjadi dasar hak dan kewajiban
kedua belah pihak. Secara umum, pihak yang mengajukan penghentian kerjasama sebelum
jangka waktu yang telah ditetapkan berkewajiban memberikan ganti rugi kepada pihak
lainnya. Besaran dan rincian ganti rugi juga telah ditentukan sejak pembuatan perjanjian kerja
sama. Biasanya ganti rugi diberikan sesuai dengan sisa masa kontrak yang berlaku.
Misalnya kontrak masih tersisa selama 2 bulan, lalu di-PHK secara sepihak. Perusahaan
wajib memberikan ganti rugi ke karyawan tersebut. Besarnya ganti rugi sesuai dengan sisa
masa kontrak yang berlaku. Misalnya gaji seorang karyawan adalah sebesar Rp3.000.000 per
bulan, berarti perusahaan harus membayar sebesar Rp3.000.000 x 2 bulan = Rp6.000.000.
Jika seorang karyawan sebenarnya adalah pekerja dengan PKWTT (karena pengusaha
melanggar ketentuan peraturan yang berlaku), dan jika terhadap karyawan tersebut dilakukan
pemutusan hubungan kerja, maka karyawan tersebut berhak atas uang pesangon. 
Namun jika PKWT dan kontrak kerja berakhir, tidak ada pesangon untuk karyawan kontrak
sehingga hanya ada uang ganti rugi sesuai dengan sisa masa kontrak yang berlaku.

Berikut langkah-langkah yang harus ditempuh perusahaan yang akan


melakukan PHK karyawan :
Memastikan alasan PHK sah secara hukum
Perusahaan tidak dapat melakukan pemutusan hubungan kerja sembarangan tanpa alasan yang jelas.
PHK hanya dapat dilakukan dengan 15 alasan yang sah secara hukum, sebagaimana disebutkan dalam
UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 maupun PP No 35 Tahun 2021, antara lain efisiensi, pailit,
perusahaan tutup, dan force majeure.

Sementara itu, terdapat 10 alasan yang membuat PHK tidak sah secara hukum. Ini ditegaskan dalam
UU Cipta Kerja, Bab IV poin 40 tentang perubahan Pasal 153 UU Ketenagakerjaan, bahwa pengusaha
dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan karyawan:

1. Tidak dapat bekerja karena sakit menurut keterangan dokter, selama tidak melampaui 12 bulan secara
terus menerus
2. Berhalangan menjalankan pekerjaan karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
3. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
4. Menikah
5. Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayi
6. Mempunyai pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan karyawan lain di satu perusahaan
7. Mendirikan atau menjadi anggota serikat pekerja
8. Mengadukan pengusaha kepada pihak berwajib karena melakukan tindak pidana kejahatan
9. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau
status perkawinan
10. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang
menurut keterangan dokter jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

PHK yang dilakukan karena alasan di atas otomatis batal demi hukum dan pengusaha wajib
mempekerjakan karyawan kembali.

Memberikan surat pemberitahuan


Sebelum PHK, pengusaha wajib memberitahukan maksud dan alasan pemutusan hubungan kerja
secara tertulis kepada karyawan bersangkutan dan/atau serikat pekerja apabila karyawan merupakan
anggota serikat pekerja di perusahaan. Menurut ketentuan Pasal 37 PP No 35 Tahun 2021, surat
pemberitahuan diberikan secara sah dan patuh paling lambat 14 hari sebelum PHK dilakukan.

Apabila PHK dilakukan terhadap karyawan dalam masa percobaan kerja (probation), maka surat
pemberitahuan diberikan paling lambat 7 hari sebelum PHK.

Melaporkan PHK ke Kementerian/Dinas


Ketenagakerjaan
Apabila karyawan telah menerima surat pemberitahuan dan tidak menolak pemutusan hubungan
kerja, maka pengusaha harus melaporkan PHK kepada Kementerian Ketenagakerjaan atau Dinas
Ketenagakerjaan di provinsi dan kabupaten/kota.

 Melakukan perundingan bipartit


Apabila karyawan telah menerima surat pemberitahuan namun menyatakan menolak PHK, maka
karyawan harus membuat dan menyerahkan surat penolakan disertai alasan paling lama 7 hari setelah
mereka menerima surat pemberitahuan PHK. Selanjutnya, perbedaan pendapat mengenai PHK antara
pengusaha dan karyawan diselesaikan melalui perundingan dua pihak atau bipartit antara pengusaha
dengan karyawan dan/atau serikat pekerja.
 Melakukan perundingan tripartit
Jika perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian PHK dilakukan melalui
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai peraturan perundang-undangan.

Menurut UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, apabila


perundingan bipartit gagal, maka dilakukan perundingan tripartit yang melibatkan perwakilan dari
Kementerian atau Dinas Ketenagakerjaan. Perundingan atau musyawarah dilakukan dengan mediasi
atau konsiliasi untuk menemukan kesepakatan.

 Mengajukan perselisihan PHK ke


pengadilan hubungan industrial
Apabila perundingan tripartit gagal mencapai kesepakatan, maka langkah terakhir adalah pengajuan
perselisihan PHK ke lembaga hukum atau pengadilan hubungan industrial (PHI). Hasilnya bergantung
pada putusan hakim.

 Membayar pesangon
Pengusaha wajib membayar pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak
kepada karyawan yang di-PHK. Ketentuan mengenai besaran kompensasi tersebut diatur dalam Pasal
156 UU Ketenagakerjaan. Pesangon yang diterima karyawan ditentukan oleh masa kerja serta alasan
PHK.

SYARAT SYARAT TERJADINYA PHK

Alasan Diperbolehkan PHK

Alasan diperbolehkannya PHK adalah hal-hal yang memperbolehkan pengusaha melakukan


pemutusan hubungan kerja. Berikut ini alasan PHK menurut peraturan perundang-undangan.

1. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, peleburan, dan pemisahaan perusahaan


sedangkan pekerja tidak mau melanjutkan hubungan kerja atau perusahaan memutuskan
memberhentikannya.
2. Terjadi efisiensi atau force majeur yang menimbulkan penutupan perusahaan.
3. Adanya kerugian perusahaan hingga 2 tahun terus-menerus.
4. Perusahaan berada di fase pailit dan mengalami penundaan kewajiban pembayaran hutang.
5. Pekerja mengajukan permohonan PHK karena pengusaha melakukan hal-hal berikut.
o Menganiaya, menghina, mengancam, menyuruhnya melakukan perbuatan yang
melawan undang-undang.
o Tidak menjalankan kewajiban, memerintahkan pekerja untuk bekerja di luar yang
diperjanjikan, atau memberikan pekerjaan yang membahayakan keselamatan dan
kesusilaannya.
o Tidak memberikan gajinya tepat waktu selama 3 bulan berturut-turut.
6. Adanya putusan pengadilan atau lembaga penyelesaian sengketa industrial yang menyatakan
bahwa pengusaha tidak melakukan hal-hal yang dituduhkan oleh pekerja lalu perusahaan
melakukan pemutusan hubungan kerja.
7. Pekerja mengundurkan diri setelah mengajukan permohonan tertulis minimal 30 hari
sebelumnya dan tidak terikat ikatan dinas, serta melaksanakan kewajiban sampai tanggal yang
ditetapkan.
8. Karyawan mangkir selama 5 hari kerja berturut-turut atau lebih, tanpa keterangan tertulis
maupun bukti, serta telah dipanggil perusahaan sebanyak 2 kali secara patut dan tertulis.
9. Pekerja melakukan pelanggaran ketentuan perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, maupun
peraturan perusahaan serta telah diberi 3 kali somasi.
10. Karyawan tidak dapat bekerja selama 6 bulan karena ditahan atas dugaan tindak pidana.
11. Pekerja mengalami sakit atau cacat disebabkan kecelakaan kerja sehingga tidak dapat bekerja
setelah 12 bulan.
12. Pekerja memasuki masa pensiun atau meninggal dunia.

Alasan Tidak Diperbolehkan PHK

Selain mengatur sebab-sebab sebagaimana disebutkan di atas, dalam beberapa hal perusahaan
tidak boleh memberhentikan pekerjanya. Adapun alasan pengusaha tidak boleh melakukan
PHK adalah sebagai berikut.

1. Pekerja tidak bisa masuk kerja karena sakit (berdasarkan keterangan dokter) dalam waktu
kurang dari 12 bulan berturut-turut.
2. Pekerja tidak bisa bekerja karena memenuhi kewajiban yang diberikan oleh negara
sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
3. Pekerja mengambil cuti untuk menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, misalnya
naik haji.
4. Karyawannya menikah, hamil, melahirkan, keguguran, atau sedang menyusui bayi.
5. Adanya hubungan darah atau ikatan perkawinan dalam satu perusahaan kecuali telah diatur
dalam perjanjian kerja.
6. Adanya aduan dari pekerja atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh perusahaan.
7. Pekerja memiliki paham, aliran, suku, golongan, kondisi fisik, maupun status yang berbeda
dengan mayoritas karyawan.
8. Pekerja mengalami cacat tetap atau sakit karena kecelakaan kerja dan menurut keterangan
dokter waktu penyembuhannya belum bisa dipastikan.

Jenis-jenis PHK
Pemutusan hubungan kerja dibagi menjadi beberapa macam tergantung pada penyebabnya.
Menurut undang-undang, jenis-jenis PHK adalah sebagai berikut.

1. PHK Demi Hukum


Pada jenis ini, penyebab dilakukannya PHK adalah pekerja meninggal atau jangka
waktu perjanjian kerja telah habis. Oleh karena itu, perusahaan tidak perlu
memberikan surat PHK karena pelaksanaannya sudah otomatis.
2. PHK Karena Melanggar Perjanjian Kerja
Karyawan juga bisa diberhentikan secara sepihak. Nah, pada jenis ini, penyebab PHK
adalah karena mengundurkan diri atau karena pelanggaran terhadap perjanjian kerja.
Jadi tindakan ini dilakukan oleh salah satu pihak atas kemauan sendiri, bukan
diperintahkan oleh aturan.
3. PHK Karena Kondisi Tertentu
Kondisi tertentu yang menyebabkan PHK adalah ketika pekerja mengalami sakit
berkepanjangan, efisiensi perusahaan, kepailitan, maupun kerugian terus-menerus.
4. PHK Karena Kesalahan Berat
Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu alasan diperbolehkannya PHK adalah
karena pekerja melakukan kesalahan berat seperti penipuan, penggelapan barang
perusahaan, menyerang atau menganiaya rekan kerja, membocorkan rahasia
perusahaan selain untuk kepentingan negara, dan sebagainya.

------

Mengapa Perusahaan membutuhkan kebijakan PHK?


Dari sudut pandang hukum, memiliki kebijakan pemutusan hubungan kerja tertulis sangat penting
untuk melindungi perusahaan dari tanggung jawab dan risiko tuntutan hukum. Dari perspektif etika,
kebijakan pemutusan hubungan kerja juga merinci bagaimana seorang karyawan yang harus di-PHK
juga harus tetap dihormati.

Berikut beberapa alasan mengapa perusahaan memerlukan pemutusan hubungan kerja formal:       

1. Kepatuhan terhadap undang-undang


ketenagakerjaan  
Perusahaan memiliki cukup banyak tugas hari ini karena mereka fokus pada membangun tim yang
efektif dan produktif. Banyak yang sudah memiliki jaringan luas sehingga memiliki pekerja yang
tersebar dari jarak jauh. Memiliki proses dan kebijakan pemutusan hubungan kerja tertulis membantu
pemberi kerja mencakup aspek hukum penting, seperti apa yang dimaksud dengan pemutusan
hubungan kerja secara sukarela atau  pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan. Ini dapat membantu
menghindari klaim pemutusan hubungan kerja yang salah dan rumit. 

2. Transparansi sebagai pemberi kerja


Karena pemutusan hubungan kerja adalah masalah yang sensitif, hal ini dapat menimbulkan respons
emosional yang kuat dari karyawan. Baik karyawan yang di-PHK maupun karyawan lain yang harus
menerima beban tugas dari yang diberhentikan.

Untuk membuat transisi ini tidak terlalu traumatis bagi semua, pengusaha dapat memastikan bahwa
perusahaan harus berusaha sangat transparan dengan kebijakan tentang PHK.

3. Mengelola PHK Karena Kondisi Ekonomi


Salah satu masa tersulit dalam sebuah organisasi adalah ketika karyawan harus diberhentikan karena
kurangnya pekerjaan. Perekonomian dapat memengaruhi bisnis apa pun, sehingga perlu
memberhentikan sebagian atau seluruh tenaga kerja. Kebijakan PHK yang terkait dengan kondisi
ekonomi perusahaan ini harus dikomunikasikan dengan baik. Bahkan perlu disosialisasikan terkait
rencana PHK dan kriteria yang terpaksa harus di-PHK. Maka perlu kembali mencermati aturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.

4. Melakukan kinerja dan tindakan disipliner

Kebijakan PHK harus terinci dan dilalui setiap tahapannya. Misalnya, teguran pertama bagi karyawan
yang kinerjanya negatif adalah teguran lisan. Jika masih mengulangi kesalahan yang sama, maka bisa
diikuti dengan teguran tertulis pertama. Jika masih berlanjut, diikuti teguran tertulis kedua. Jika masih
berkinerja buruk dan memengaruhi perusahaan, maka bisa dilanjutkan dengan PHK.
HAK HAK KARYAWAN PHK
Pada Pasal 40 Ayat 1 PP Nomor 35 Tahun 2021 disebutkan bahwa dalam hal PHK,
pengusaha wajib membayarkan uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, uang
penggantian hak yang seharusnya diterima. Berikut uang pesangon yang wajib diberikan
pengusaha berdasarkan Pasal 40 Ayat 2 PP Nomor 35 Tahun 2021: masa kerja kurang dari 1
(satu) tahun, 1 (satu) bulan upah; masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2
(dua) tahun, 2 (dua) bulan upah; masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3
(tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah; masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4
(empat) tahun, 4 (empat) bulan upah; masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari
5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah; masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6
(enam) tahun, 6 (enam) bulan upah; masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari7
(tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8
(delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah; dan masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9
(sembilan) bulan upah.

Uang penghargaan dan uang penggantian hak Sementara itu, uang penghargaan dan hak
pengganti juga diberikan sesuai ketentuan sebagai berikut: masa kerja 3 (tiga) tahun atau
lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah; masa kerja 6 (enam) tahun atau
lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah; masa kerja 9 (sembilan)
tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah; masa kerja 12
(dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6
(enam) bulan upah; masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua
puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah; dan masa kerja 24 (dua
puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.

Selanjutnya, perusahaan juga memberikan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Besaran uang penggantian hak ini tercantum dala. Pasal 43 ayat (4), meliputi: cuti tahunan
yang belum diambil dan belum gugur; biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan
keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja; dan hal-hal lain yang
ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Semuanya bergantung pada alasan pemutusan hubungan kerja. Ini dia penjelasan lengkapnya:

1. PHK oleh perusahaan

Secara umum, hak pekerja yang di-PHK oleh adalah uang pesangon, penghargaan masa
kerja, dan penggantian hak (misalnya, cuti tahunan yang belum diambil).
Hal ini diatur dalam Pasal 156 UUK 13/2003. Perhitungan pesangon dan uang PHK
lainnya disesuaikan dengan alasan pemutusan hubungan kerja seseorang.

2. Resign atas kemauan sendiri

Ternyata, orang yang mengundurkan diri juga berhak atas uang, lho. Akan tetapi, tentu saja,
besarnya tak sama dengan yang diputus hubungannya oleh perusahaan.

Uang yang mereka dapatkan juga hanya uang penggantian hak.

3. Meninggal dunia

Ahli waris pekerja juga punya hak bilamana pekerja meninggal. Hal ini tertulis dalam Pasal
61 UUK 13/2003.

Akan tetapi, rincian dari hak tersebut diatur secara terpisah. Misalnya, lewat undang-undang
lain, perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan.

4. Pensiun

Pekerja yang pensiun juga berhak atas uang penghargaan masa kerja. Rincian aturannya
sendiri tertulis dalam Pasal 167 UUK 13/2003.

Anda mungkin juga menyukai