Anda di halaman 1dari 3

EVALUASI PRAKTIKUM

HUKUM KETENAGAKERJAAN
MATERI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA & PESANGON
MITRA JUSTITIA DAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA

1. Jelaskan perbedaan penerapan PHK dengan alasan efisiensi sebelum dan pasca
pemberlakuan PP 35 Tahun 2020 berikut hak pekerja/buruh!
2. Sebut dan jelaskan hukum materiil dan formil dalam Ketenagakerjaan!
3. Sebutkan perbedaan hak karyawan terkait penutupan perusahaan sebelum dan sesudah PP
35 Tahun 2020!
4. Apa yang dimaksud dengan hubungan kerja dan jelaskan pengertian unsur upah dalam
hubungan kerja?
5. Apa yang dikamksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja dan dalam hal apa saja
Pemutusan Hubungan Kerja dilarang jelaskan akibat hukumnya?

Surabaya, 15 Oktober 2021

Selamat Bekerja ,Semoga Sukses..

Jawaban:
1. Sebelum pemberlakuan: PHK sebelum PKWT Berakhir
Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 dikatakan bahwa, Apabila
salah satu pihak dalam hal ini pekerja ataupun perusahaan mengakhiri hubungan kerja
yang mana masa kontrak belum berakhir, maka pihak yg mengakhiri hubungan kerja
diwajibkan membayar ganti rugi sesuai dengan perhitungan jangka waktu perjanjian
kerja.
Setelah pembelakuan: PHK sebelum PKWT Berakhir
Apabila salah satu pihak dalam hal ini pekerja ataupun perusahaan mengakhiri hubungan
kerja yang mana masa kontrak belum berakhir, maka pengusaha wajib memberikan uang
kompensasi yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah
dilaksanakan oleh pekerja. Berdasarkan PP No. 35 Tahun 2021 Pasal 17
2. Hukum Materiil diatur dalam, UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, UU Cipta Kerja
No. 11 Tahun 2020, Peraturan Pelaksanaan, dan PK, PP, PKB. Syarat Materiil berkaitan
dengan berbagai hal tentang substansi PKWT yang wajib dipenuhi para pihak. Jika syarat
materil tidak dipenuhi akibatnya bisa batal demi hukum atau mendapat konsekuensi
hukum yang dapat merugikan pelaksanaan PKWT
Hukum Formil diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentan Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, dan Hukum Acara Perdata. syarat yang berkaitan dengan tata cara
penyusunan atau bentuk PKWT. Syarat formil itu, antara lain nama, alamat perusahaan
dan jenis usaha; nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh; jabatan atau jenis
pekerjaan; tempat pekerjaan; besarnya upah dan cara pembayaran; syarat kerja yang
memuat hak dan kewajiban para pihak; jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; tempat
dan tanggal perjanjian kerja; tanda tangan para pihak
3. Menurut Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan
Kerja (“PP 35/2021”), pekerja berhak atas:
A. Uang pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan uang pesangon yang berlaku;
B. Uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) sebesar 1 kali ketentuan UMPK yang
berlaku; dan
C. Uang penggantian hak (“UPH”).
4. Hubungan kerja adalah hubungan (hukum) antara pengusaha daengan pekerja/buruh
(karyawan) berdasarkan perjanjian kerja. Dengan demikian hubungan kerja tersebut
adalah merupakan sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu yang
konkrit, nyata.
Upah berperan penting dalam hubungan kerja, bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan
utama seorang pekerja dalam bekerja adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika
unsur upah tidak ada maka tidak tercipta sebuah hubungan kerja. Upah adalah imbalan
prestasi yang wajib dibayarkan oleh majikan untuk pekerjaan yang dilakukan oleh
pekerja. Ada beberapa kebijakan pemerintah yang perlu diperhatikan dalam menetapkan
upah pekerja. Contohnya adalah kebijakan tentang Upah Minimum Provinsi (UMP),
tentang struktur dan skala pengupahan, dan lain sebagainya. Umumnya pembayaran upah
diberikan dalam bentuk uang, namun tidak menutup kemungkinan pemberian upah dalam
bentuk barang. 
5. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja yang disebabkan karena
suatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja /buruh dan
pengusaha/majikan. Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja diatur dalam
Undang Undang Republik Indonesia no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Alasan-alasan perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja termaktub
dalam Pasal 153 UU Ketenagakerjaan, yakni:
1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter
selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus. Setelah
12 (dua belas) bulan pengusaha dapat melakukan PHK sesuai dengan ketentuan
yang berlaku atau pekerja/buruh tetap bekerja dengan upah 25%, (dua puluh
limaperseratus) pada keadaan ini bila pekerja/buruh merasa berkeberatan untuk
melanjutkan hubungan kerja maka pekerja/buruh Dapat mengajukan pengakhiran
hubungan kerja sesuai Dengan peraturan perundang-undangan.
2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi
kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
4. Pekerja/buruh menikah.
5. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
bayinya.
6. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; (frasa ?
kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama? sudah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Mahkamah Konstutusi
melalui putusan MK Nomor 13/PUU-XV/2017).
7. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat
pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat
buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama.
8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
10. Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Anda mungkin juga menyukai