Anda di halaman 1dari 3

Nama : Melisa Ratna Sari

NPM : 1812011018
Mata Kuliah : Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Dosen : Dr. H. Soerya Tisnanta, S.H., M. Hum.
: Rifka Yudhi, S.H., M.H.

TUGAS
Soal :
Silakan dibaca PP Nomor 35 Tahun 2021, kemudian menarasikan :
a. PKWT
b. PKWTT
c. Alih Daya
d. Waktu Kerja
e. Pemutusan Hubungan Kerja
Jawaban :
Salah satu peraturan perjanjian kerja diatur didalam Undang-Undang Cipta Kerja yakni
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih
Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Peraturan ini
dibentuk dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia yang produktif dan
berdaya saing, kemudian pemerintah membuat kebijakan pembanguan bidang ketenagakerjaan
fokus pada upaya penciptaan lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan peningkatan perlindungan
hak dan kesejahteraan bagi pekerja atau buruh, baik pada saat bekerja, maupun pasca
berakhirnya hubungan kerja.
Berikut narasi lebih lanjut mengenai beberapa pengertian yang terdapat didalam PP Noomor
35 Tahun 2021 :
a. PKWT
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja atau
buruh untuk mengadakan suatu hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk suatu
pekerjaan tertentu. Menurut Kementerian Ketenagakerjaan PKWT sendiri adalah Hubungan
kerja dalam waktu tertentu yang didasarkan pada jangka waktu selesainya suatu pekerjaan
tertentu yang didalamnya tidak ada masa percobaan, tidak dapat diadakaannya suatu perjanjian
yang bersifat tetap. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis dan harus mengggunakan Bahasa
Indonesia serta huruf latin. Didalam PP Nomor 35 Tahun 2021 menyebutkan bahwa pekerjaan
yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu tidak terlalu lama dan dilaksanakan paling
lama lima tahun. Oleh karena itu suatu karyawan yang sudah terikat kedalam perjanjian kerja
waktu tertentu bukanlah sebuah pekerjaan yang tetap tetapi apabila jangka waktu PKWT akan
berakhir dan pekerjaan yang dilaksanakan dirasa belum selesai maka dapat dilakukan
perpanjangan PKWT dengan jangka waktu sesuai kesepakatan antara Pengusaha dengan paraa
Pekerja atau Buruh. Hal tersebut berbeda dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan sebelum Omnimbus Law Cipta Kerja yang disebutkan bahwa batas maksimal
PKWT adalah 3 tahun.
b. PKWTT
Perjanjian Kerja Waktu tidak Tertentu atau PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja
atau buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja sebagaimana telah diatur
didalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100 Tahun 2004.
Kemnaker juga menjelaskan mengenai PKWT merupakan suatu hubungan yang bersifat tetap,
tidak ada batasan waktu (hinggaa usia pensiun atau sampai pekerja meninggal dunia), boleh
diadakannya masa percobaan dan perjanjian kerja yang dibuat boleh secara tertulis maupun
tidak tertulis. Dalam PKWTT para pekerja atau buruh yanag direkrut perusahaan untuk
melakukan jenis-jenis pekerjaan dengan jangka waktu tidak tertentu yang sifatnya tetap dan
terus menerus. Seringkali ditemukan beberapa contoh kasus dimana perusahaan seringkali
menetapkan perjanjian PKWTT atau mengangkat karyawan tetap tanpa melalui masa kontrak
dalam PKWT. Oleh karena itu perusahaan diwajibkan untuk membayar uang pesangon apabila
terdapat karyawan yang hendak diberhentikan.
c. Alih Daya
Sebelumnya apabila melihat UU Nomor 13 Tahun 2003 mendefinisikan Outsourcing
sebagai penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain. Penyerahan sebagian
pekerjaan itu dilakukan melaui 2 mekanisme yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja atau buruh. Kemudian setelah keluarnya UU Cipta Kerja pada PP
Nomor 35 Tahun 2021 yang mengubah ketentuan outsourcing dengan menghapus Pasal 64
dan Pasal 65 serta mengubah Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Outsourcing dalam
UU Cipta Kerja dikenal dengan istilah alih daya. PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan
Hubungan Kerja menyebutkan bahwa perusahaan alih daya adalah badan usaha yang
berbentuk badan hukum yang telah memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan tertentu
berdasarkan perjanjian yang disepakati dengan perusahaan pemberi pekerjaan. Dalam hal
perusahaan alih daya mempekerjakan buruh berdasarkan PKWT, perjanjian kerja itu harus
mencantumkan syarat pengalihan perlindungan hak-hak bagi buruh ketika terjadi pergantian
perusahaan alih daya sepanjang obyek pekerjaannya tetap ada. Jadi perkerja atau buruh pada
perushaan alih daya ini tetap mendapat perlindungan atas hak-haknya.
d. Waktu Kerja
Mengenai ketentuan waktu kerja setelah dikeluarkannya UU Cipta Kerja tidak ada
perubahan sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 dan hanya terdapat penambahan
pengaturan waktu kerja yang lebih fleksibel untuk pekerjaan tertentu. Yakni waktu kerja
lembur yang sebelumnya dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1
minggu menjadi 4 jam per hari dan 18 jam per minggu. Selain itu, didalam UU Cipta Kerja ini
tidak mengatur soal adanya waktu istirahat panjang dan diserahkan pengaturannya dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
e. Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan
atau majikan. Berdasarkan PP Nomor 35 Tahun 2021 yang mengatur pengusaha
menyempaikan pemberitahuan PHK dalam bentuk surat dan disampaikan secara sah dan patut
kepada pekerja dan atau serikat pekerja paling lama 14 hari kerja sebelum PHK. Jika pekerja
menyetujui hal tersebtu maka PHK dapat dilakukan, tetapi apabila pekerja menolak PHK maka
pekerja harus membuat surat penolakan disertai alasannya paling lama 7 hari kerja setelah
diterimanya surat pemberitahuan tersebut. Undang-Undang Cipta Kerja membagi Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan efisien menjadi 2 yakni dikarenakan merugi dan
mencegah terjadinya kerugian. Efisiensi karena perusahaan mengalami kerugian dan buruh
berhak mendapatkan uang pesangon sebasar 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2); uang
penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 40 ayat (4). Kemudian yang kedua, efisien untuk mencegah terjadinya
kerugian dimana pekerja yang mengalami PHK karena alasan ini mendapat uang pesangon
sebesar 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (2); uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal
40 ayat (3); dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 40 ayat (4).

Anda mungkin juga menyukai