HUBUNGAN KERJA
Hubungan Kerja merupakan hubungan yang terjadi dikarenakan adanya perjanjian antara
perjanjian kerja bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada buruh/pekerja yang menerima
adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Hal ini menunjukkan bahwa suatu
perjanjian kerja merupakan hal yang sangat penting dimana dapat diartikan sebagai suatu
kesepakatan dengan mana buruh/pekerja mengikatkan diri sendiri untuk bekerja di bawah
buruh dan majikan dalam suatu hubungan kerja, karena hubungan kerja pada dasarnya akan
memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dimana hak dan kewajiban kedua belah pihak
termuat dalam syarat-syarat kerja. Syarat-syarat kerja yang dimaksud adalah petunjuk yang harus
ditata/diatur oleh pihak buruh maupun majikan dalam suatu hubungan kerja serta dituangkan
3) Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
Dalam ketentuan diatas disebutkan bahwa pekerja menerima upah/imbalan, dan pemberi
kerja membayar upah/imbalan. Yang dapat diartikan bahwa selain upah dalam bentuk uang,
Hubungan kerja adalah hubungan perdata yang didasarkan pada kesepakatan antara
pekerja dengan pemberi pekerjaan atau pengusaha. Perjanjian kerja berisikan hak dan kewajiban
masing-masing pihak baik pengusaha maupun pekerja. Ketentuan dasar dari perjanjian kerja
kesusilaan,
Dalam pasal 51 ayat (2) dan (3) disebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat oleh para
pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b
dapat dibatalkan. Serta Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum. Pada saat
melakukan perjanjian kerja, biaya yang dikeluarkan akibat dari kegiatan tersebut merupakan
Merupakan pekerja dengan status bukan pekerja tetap, mengerjakan pekerjaan yang
Merupakan pekerja dengan status pekerja tetap, mengerjakan pekerjaan yang bersifat
tetap dan kontinyu, atau pekerjaan yang tidak selesai dalam waktu tertentu.
Surat Perjanjian Kerja yang ditandatangani oleh Pengusaha dan Pekerja yang bersangkutan.
Selain itu PKWT harus didaftarkan di instansi pemerintah yang berwenang serta PKWT tidak
Sesuai dengan pasal 59 UUK, bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat
dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan
b) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan
d) pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan
bersifat tetap. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk
paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling
paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah
kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, maka dapat dilakukan pembaruan
perjanjian. Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi
masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama,
dimana selama 30 (tiga puluh) hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja dan
pengusaha. Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali
Para pihak dapat mengatur lain dari ketentuan yang dituangkan dalam perjanjian
pembaruan. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi
perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Di luar ketentuan di atas maka demi hukum perjanjian kerja
waktu tertentu tersebut otomatis menjadi Perjanjian Waktu Tidak Tentu (PKWTT) dan
pekerja/buruh menjadi karyawan tetap. Apabila suatu pekerjaan dengan perjanjian waktu tertentu
dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum
memenuhi pesanan atau target tertentu, maka harus membuat daftar nama pekerja/buruh, dan
tidak dapat dilakukan pembaharuan. PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk
baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan, maka
kontrak paling lama adalah 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang satu kali paling lama 1 (satu)
Untuk pekerja dengan upah berdasar kehadiran (buruh lepas), pekerjaan tertentu yang
berubah-ubah dalam hal waktu, dan volume, maka pengusaha wajib membuat perjanjian kerja
harian lepas secara tertulis. Pengusaha juga harus memiliki daftar pekerja/buruh dan menerapkan
waktu bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu ) hari dalam 1 (satu) bulan. Jika pengusaha
mempekerjaan lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, maka pekerja secara otomatis
Pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan
merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan
musiman.
Satu aspek penting dari perjanjian kerja ialah tidak diwajibkan untuk dituangkan dalam
wujud tertulis. Menurut pasal 51 ayat (1), Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
Perjanjian kerja tak tertulis/lisan, diperbolehkan akan tetapi wajib membuat surat pengangkatan
bagi pekerja yang bersangkutan, yang memuat: nama dan alamat pekerja, tanggal mulai bekerja,
jenis pekerjaan, besarnya upah, besarnya upah dan cara pembayarannya, syarat-syarat kerja yang
memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh, mulai dan jangka waktu berlakunya
perjanjian kerja, tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, tanda tangan para pihak dalam
perjanjian kerja.
Kesepakatan tak tertulis (lisan), dinyatakan cacat hukum yang artinya bahwa
Menurut pasal 54 UUK 20013 menyatakan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara
d. tempat pekerjaan;
pekerja/buruh;
Pada prakteknya, perjanjian kerja memang sudah mencantumkan seluruh unsur diatas,
namun biasanya belum disertai dengan sanksi yang memadai. Sehingga kadang pihak buruh
maupun majikan tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi dikarenakan tidak ada
ketentuan sanksi yang jelas dan disepakati. Untuk itu perlu kiranya jika melakukan suatu
perjanjian kerja, sekaligus dilengkapi dengan sanksi-sanksi yang jelas dan memadai. Perlu
diingat pula bahwa sebuah perjanjian yang sudah kita lakukan, tidak bisa begitu saja kita
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan
bahasa Indonesia dan huruf latin. Jika perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak
tertulis tidak menggunakan Bahasa Indonesia dan huruf latin, maka secara otomatis dinyatakan
sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu/tetap. Dan jika dalam hal perjanjian kerja
dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan
penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku adalah perjanjian kerja yang dibuat dalam
bahasa Indonesia.
Masa Percobaan (A probationary period) adalah suatu jangka waktu, yang disepakati
dalam perjanjian kerja, dimana pekerja maupun pengusaha memiliki waktu untuk memeriksa dan
mengevaluasi kerja sama diantara mereka dan memutuskan kontrak kerja dengan mudah.
Hukum perburuhan mengatur kondisi masa percobaan yang dapat dicantumkan dalam
perjanjian kerja. Masa Percobaan hanya dapat diberlakukan untuk perjanjian waktu kerja tidak
tertentu, untuk perjanjian perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa
percobaan. Jika masa percobaan disyaratkan dan diberlakukan untuk perjanjian waktu tertentu,
maka masa percobaan dinyatakan batal demi hukum. Dalam masa percobaan ini, kedudukan
buruh sangat tidak pasti secara hukum, karena kemungkinan untuk diterima bekerja masih belum
pasti. Tergantung dari pihak pengusaha/majikan yang menentukan. Pada prinsipnya, masa
percobaan dalam suatu hubungan kerja merupakan sarana yang diberikan UUTK bagi
perusahaan untuk dapat melakukan proses rekruitmen yang tepat terhadap pekerjaan yang
bersifat tetap.
Menurut pasal 60 UUK 2003 disebutkan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tidak
tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan, dan tidak boleh
diperpanjang. Dalam masa percobaan kerja ini pengusaha harus membayar upah sesuai UMR
yang berlaku dan dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Jika perusahaan memberikan upah di bawah upah minimum yang berlaku, maka
perusahaan dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp 400 juta (Pasal
Dalam hal pemberlakuan masa percobaan, diperkuat dengan Pasal 1603 KUHPerdata
disebutkan bahwa jika diperjanjikan suatu masa percobaan, maka selama waktu itu tiap pihak
berwenang memutuskan hubungan kerja dengan pernyataan pemutusan. Dan (KUHPerd. 1499.)
yaitu tiap perjanjian yang menetapkan masa percobaan yang tidak sama lamanya bagi kedua
belah pihak atau lebih lama dari tiga bulan, dan juga tiap janji yang mengadakan suatu masa
Syarat masa percobaan kerja harus dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila
perjanjian kerja dilakukan secara lisan, maka syarat masa percobaan kerja harus diberitahukan
kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. Dalam hal tidak
dicantumkan dalam perjanjian kerja atau dalam surat pengangkatan, maka ketentuan masa
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas
(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung
jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak
(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat
(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan
hak haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang
telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Dan menurut pasal 62 UUK 2003 dinyatakan bahwa Pihak yang mengakhiri hubungan
kerja selain yang dimaksud dalam pasal 61 (1) maka diwajibkan membayar ganti rugi kepada
pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu
perjanjian kerja.