Anda di halaman 1dari 2

RSCO Legal Brief: No. 011/RS.

Co/LB/VII/2021
Hukum Ketenagakerjaan 16 Juli 2021

KETENTUAN LARANGAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PASCA UU CIPTA KERJA

I. Dasar Hukum.

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.


2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

II. Ringkasan.

Pemerintah Indonesia sebelumnya telah mengatur ketentuan Pemutusan


Hubungan Kerja (PHK) dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Dimana disebutkan bahwa permohonan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) dapat dilakukan dengan permohonan tertulis yang disertai dengan
alasan. Namun dalam prakteknya, terdapat beberapa contoh kasus terjadi PHK
yang secara sepihak/sewenang-wenang terhadap pekerja/buruh yang dilakukan
tanpa melalui prosedur dan tidak memenuhi hak yang harus diterima oleh
pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasca berlakunya UU Cipta Kerja, ketentuan mengenai PHK telah diatur lebih
lanjut di dalam Pasal 153 ayat (1) dan (2) (Bab IV Tentang Ketenagakerjaan)
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), dimana
ketentuan tersebut mengatur bahwa pengusaha dilarang melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) kepada pekerja/buruh dengan alasan-alasan, sebagai
berikut:
a. Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama
waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. Menikah;
e. Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan;
g. Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat
buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di
luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja sama;
h. Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan
pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

Halaman | 1
i. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan
j. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan dengan alasan-alasan


sebagaimana dimaksud diatas terjadi, maka menjadi batal demi hukum, dan
pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

Untuk informasi lebih lanjut terkait Hukum Ketenagakerjaan silahkan menghubungi:

Regginaldo Sultan, S.H. M.M. Advocate – Managing Partner.


regginaldosultan@gmail.com

Aguslan Daulay, S.H. Advocate - Associate Lawyer.


daulayaguslan@gmail.com

_________________________________________
Epicentrum Walk, 5th Floor, Office Suite A-529
Jl. H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan 12940, Indonesia
P. (+6221) 5682703 | H/P: 081380821818 |
E. regginaldosultanlawfirm@gmail.com | W: www.regginaldosultanlawfirm.com

Halaman | 2

Anda mungkin juga menyukai