Anda di halaman 1dari 5

Nama : Natasha H.

Alhabsyi

NIM : 041911333140

Kelas : N

Hukum Korporasi :

Pekerja, Perjanjian Kerja, dan Perlindungan Data Pekerja

A. Subjek dan Objek Kerja


Dalam hukum perdata, subjek hukum yaitu orang yang cakap dalam melakukan perbuatan yang
dapat menimbulkan akibat hukum. Subjek hukum terbagi atas dua, yaitu orang dan badan
hukum. Apabila dilihat dari sisi perjanjian kerja, maka subjek perjanjian kerja ada dua, yaitu
antara pekerja dan pemberi kerja. Dijelaskan oleh Iman Soepomo, perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian di mana PIHAK KESATU, BURUH, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima
upah pada PIHAK LAINNYA, MAJIKAN, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu
dengan membayar upah. Sedangkan, objek perjanjian kerja yaitu isi dari perjanjian kerja yang
disepakati antara pihak pekerja dan pihak pemberi kerja. Agar perjanjian kerja bisa dinyatakan
sah dan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, haruslah memenuhi
ketentuan-ketentuan yang ada pada pasal 1320 KUHPerdata.

B. – Jenis – jenis outsourcing


1. Personnel Employment Outsourcing
2. Business Process Outsourcing (BPO)
3. Information Technology Outsourcing (ITO)
4. Knowledge Process Outsourcing (KPO)

- Jenis – jenis pekerjaan outsourcing


Pelaksanaan pekerjaan alih daya atau outsourcing dilakukan dengan dua cara yakni dengan
pemborongan pekerjaan pada perusahaan yang ditunjuk atau dengan penyediaan jasa
pekerja/buruh pada perusahaan lain.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 64 menjelaskan pengaturan menyerahkan
sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, atau penyediaan pekerja/buruh oleh
perusahaan lain dengan ketentuan pekerja/buruh harus tidak dirugikan akibat dari setiap
sistem penyerahan kerja kepada pihak luar yang dilakukan oleh perusahaan utama.
Jenis pekerjaan yang diizinkan untuk diserahkan pada pihak luar dengan sistem outsourcing ,
diantaranya yaitu:
1. Pekerjaan yang dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama.
2. Pekerjaan yang dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung oleh pemberi
pekerjaan.
3. Pekerjaan yang merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan.
4. Pekerjaan yang tidak menghambat proses produksi secara langsung.
- Contohnya seperti : cleaning service, keamanan, transportasi, catering, pemborongan
pertambangan.
C. Perjanjian kerja dan akibat hukumnya
Pada dasarnya, sahnya suatu perjanjian dibuat berdasarkan syarat-syarat sebagaimana dalam
Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yaitu :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.
Syarat-syarat perjanjian sebagaimana tersebut di atas, meliputi syarat subyektif dan syarat
obyektif. Apabila perjanjian tidak sesuai dengan syarat subyektif pada angka 1 dan angka 2,
maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dan apabila perjanjian tidak sesuai dengan syarat
obyektif pada angka 3 dan angka 4, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

Pasal 52 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(“UU Ketenagakerjaan”), mengatur mengenai akibat hukum terhadap perjanjian kerja yang
bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan.

Perjanjian kerja dibuat atas dasar:


1. kesepakatan kedua belah pihak;
2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 52 ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan, sendagkan perjanjian kerja
yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.

Pengertian dapat dibatalkan (vernietigbaar) adalah salah satu pihak dapat memintakan
pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak
dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak
yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).

Sedangkan pengertian batal demi hukum (Null and Void) adalah dari awal perjanjian itu telah
batal, atau dianggap tidak pernah ada, apabila syarat objektif tidak dipenuhi. Perjanjian kerja itu
batal demi hukum, dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan/atau tidak pernah
ada suatu perikatan.

Dalam Pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi,
menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-
olah tidak penah terjadi perjanjian.
D. Perlindungan data pekerja
Negara berkewajiban memberi perlindungan data pribadi setiap penduduk. Mulai NIK dalam
Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan semua data pribadi penduduk. Kewajiban
ini diatur dalam Pasal 84 ayat (1) dan Pasal 85 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.

Pasal 84

(1) Data Pribadi Penduduk yang harus dilindungi memuat:


a. nomor KK;
b. NIK;
c. tanggal/bulan/tahun lahir;
d. keterangan tentang kecacatan fisik dan/atau mental;
e. NIK ibu kandung;
f. NIK ayah; dan
g. beberapa isi catatan Peristiwa Penting.

Pasal 85

(1) Data Pribadi Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 wajib disimpan dan dilindungi
oleh negara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan dan perlindungan terhadap Data Pribadi
Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(3) Data Pribadi Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijaga kebenarannya dan
dilindungi kerahasiaannya oleh Penyelenggara dan Instansi Pelaksana.

Pasal 17

Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk
mendapatkan Informasi Publik, kecuali informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
4. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi
kemampuan seseorang; dan/atau
5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan
pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.

Pasal 58
Menyebutkan, “Instansi pemerintah dan swasta sebagai pengguna data pribadi penduduk,
dilarang menjadikan data pribadi penduduk sebagai bahan informasi publik.” Karena itu,
menurut Arwani, pemerintah mesti memastikan data pribadi ketika pendaftaran Sim Card ke
pihak operator telekomunikasi dalam kondisi aman dan terlindungi.
Contoh kasus :
1. Andita adalah karyawan di salah satu perusahaan swasta, menurut Andita banyak ketentuan
yang di dalam perjanjian kerjanya yang tidak sesuai atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan khususnya UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun
mau tidak mau ia tetap harus melaksanakan perjanjian kerja tersebut karena sudah ia
sepakati sehingga terikat walaupun sebenarnya sangat tidak adil bagi para karyawan.
Pertanyaannya apakah boleh perjanjian kerja itu mengatur hal-hal yang bertentangan
dengan UU? dan apa akibatnya terhadap perjanjian tersebut?
Analisa kasus :
Syarat sahnya perjanjian kerja diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, berbunyi:
1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Pasal 52 ayat (3) di atas telah jelas menyatakan perjanjian kerja yang dibuat bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
mengakibatkan perjanjian kerja tersebut batal demi hukum.
Dikaitkan dengan kasus Andita, jelas perjanjian kerja yang ia buat dengan perusahaan itu
batal demi hukum. Perlu diingat, yang batal itu bisa perjanjiannya sebagai satu kesatuan
atau bisa juga yang batal hanya pasal-pasal atau ketentuan dalam perjanjian yang
bertentangan dengan UU saja.
Batal demi hukum berarti perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. Sehingga acuannya
kembali lagi kepada apa yang sudah diatur dalam UU.
Berdasarkan dasar hukum tersebut Andita bisa menyampaikan ke perusahaan agar
menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam perjanjian kerja dengan UU yang
berlaku sehingga hak-hak Andita sebagai karyawan tidak dilanggar.
Jika tidak ada kesepakatan antara Andita (karyawan) dan pengusaha terkait hal ini, ia bisa
mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial atas dasar gugatan perselisihan hak
dan meminta agar perjanjian kerja tersebut disesuaikan dengan UU atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kesimpulan, perjanjian kerja yang bertentangan dengan UU berakibat perjanjian tersebut
batal demi hukum sehingga dianggap tidak pernah ada.
Seharusnya yang perlu diatur dalam perjanjian kerja itu adalah hal-hal yang belum diatur
dalam UU. Jika sudah diatur secara tegas dalam UU, tidak diijinkan adanya penyimpangan
lagi kecuali jika penyimpangan itu jelas dibolehkan oleh UU.
2. Pelanggaran Kontrak di PT Framas
Setelah ribuan pekerja diberhentikan tanpa pesangon PT Panarub, lagi lagi sebuah
perusahaan subkontraktor Adidas lain yaitu, PT Framas, Bekasi memPHK 300 pekerja tanpa
mengikuti aturan hukum ketenagakerjaan yang berlaku. PT Framas berdalih bahwa para
pekerja telah melebihi durasi kontrak , PT Framas kemudian tidak memperpanjang kontrak
kerja dan melanggar semua hak para pekerja. PT Framas melakukan 3 bulan kontrak kerja
dan terus memperpanjang status mereka sebagai pekerja tidak tetap (pekerja kontrak) per 3
bulan, selama lebih dari 3 tahun. Sejak Desember 2012, kontrak mereka tidak diperpanjang
dan mereka semua kehilangan pekerjaan tanpa pesangon.
Sekitar 300 pekerja menjadi korban dari kontrak kerja berkepanjangan yang tidak sesuai
ketentuan hukum tanpa jaminan kesejahteraan dan keamanan kerja. Dan pada akhirnya,
mereka dipecat secara tidak adil. Dari 300 pekerja, karena PT Framas melakukan intimidasi
dan tekanan, maka hanya 40 orang pekerja memutuskan untuk memperjuangkan nasib
mereka. Para pekerja ini, sebagian besar adalah para pekerja yang tidak berserikat, sebagian
lagi merupakan anggota sebuah Serikat Pekerja di PT Framas namun menurut para
anggotanya tidak mau memperjuangkan nasib mereka. Proses bipartite dan aksi telah
dilakukan oleh para pekerja yang didampingin oleh TURC. Pihak pengusaha secara terang-
terang telah mengakui bahwa mereka memang melanggar ketentuan hukum mengenai
kontrak namun tidak ada upaya untuk memperbaiki. Setalah proses bipartite tidak
membuahkan hasil, para pekerja menempuh proses penyelesaian perkara hubungan
industrial , dengan meminta Dinas Tenaga Kerja Daerah Bekasi untuk menjadi mediator
antara pekerja dan perusahaan.
Proses ini juga disertai desakan kepada brand, yaitu Adidas pada tanggal aksi di depan
Kantor Adidas Indonesia, Jalan Jendral Sudirman, Jakarta Selatan 12920 pada 18 Maret,
2013 pukul 12.00 WIB. Dalam aksi tersebut para pekerja menyampaikan tuntutan antara
lain :
1. Adidas menekan PT Framas untuk menjamin hak-hak pekerja dan menaati hukum
ketenagakerjaan yang berlaku.
2. Mempekerjakan kembali buruh kontrak yang dipecat sebagai pekerja tetap
3. Keselamatan dan kesehatan di tempat kerja harus dijamin
4. Menghilangkan praktek union busting yang dilakukan oleh PT Framas
Dari aksi tersebut , manager adidas Indonesia berjanji untuk menjembatani permasalahan
yang ada dengan PT Adidas. Sampai tulisan ini diturunkan, proses mediasi masih berjalan
dan menunggu adanya anjuran dari mediator.

Anda mungkin juga menyukai