Anda di halaman 1dari 6

Aspek Hukum Dalam Bisnis

BAB 02
Aspek-Aspek dari Pelaksanaan Perjanjian dan Hal-Hal yang
Membatasi Perjanjian serta Pembebanan Tanggung Jawab

KELAS G
Nova Aliya Faizah – 041611233061

S1 Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga
Tahun 2019
Pengertian Perjanjian dan Perikatan
Dalam Undang-Undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa hubungan
kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja. Perjanjian kerja yang
dimaksud adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha/pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua pihak.
Perjanjian adalah suatu peristiwa hokum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua
orang saling berjanji untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Pengertian
perjanjian dalam setiap literatur didasarkan pada Pasal 1313, yakni suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain.
Sedangkan perikatan adalah suatu perhubungan hokum antara dua orang atau dua pihak
berdasarkan pihak satu berhak menuntut sesuatu hal kepada pihak lain, dan pihak lain
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Di Indonesia, pemerintah telah menetapkan ketentuan hukum seperti KUHPerdata (Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata) yang dapat disebut juga BW (Burgerlijk Wetboek) yaitu
suatu produk hukum yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan-hubungan
yang bersifat perdata (bukan bersifat public) di antara para pelaku usaha (sipil).

Syarat Sah Perjanjian


Dari aspek hukumnya, perjanjian yang sudah dibuat dan disepakati oleh para pihak berlaku
sebagai undang-undang dan mengikat para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata/KUHper). Oleh karenanya setiap perjanjian yang dibuat
harus benar-benar dilaksanakan. Kalau tidak, maka akan diategorikan sebagai perbuatan
wanprestasi atau ingkar janji yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk
menuntut ganti rugi.
Syarat-syarat tersebut dikenal dengan “syarat sahnya perjanjian” sebagaimana diatur dalam
Pasal 1320 KUHPer, sebagai berikut:
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Para pihak yang membuat perjanjian harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok
atau materi yang diperjanjikan, dimana kesepakatan itu harus dicapai dengan tanpa ada
paksaan, penipuan atau kekhilafan (Pasal 1321 KUH Perdata). Misalnya, sepakat untuk
melakukan jual-beli tanah, harganya, cara pembayarannya, penyelesaian sengketanya,
dsb.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan


Pasal 1330 KUHper sudah mengatur pihak-pihak mana saja yang boleh atau dianggap
cakap untuk membuat perjanjian, yakni sebagai berikut:
Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:
- Orang yang belum dewasa.
- Orang yang ditaruh dibawah pengampuan (seperti cacat, gila, boros, telah
dinyatakan pailit oleh pengadilan, dsb)
- Seorang istri. (Namun, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun
1963, seorang isteri sekarang sudah dianggap cakap untuk melakukan perbuatan
hukum)
Dengan kata lain, yang cakap atau yang dibolehkan oleh hukum untuk membuat
perjanjian adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur genap 21 tahun (Pasal
330 KUHPerdata), dan orang yang tidak sedang di bawah pengampuan.

3. Suatu hal tertentu


Dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan (objek perikatannnya) harus jelas.
Setidaknya jenis barangnya itu harus ada (lihat Pasal 1333 ayat 1).

4. Suatu sebab yang halal


Tidak boleh memperjanjikan sesuatu yang dilarang undang-undang atau
yang bertentangan dengan hukum, nilai-nilai kesopanan ataupun ketertiban umum
(Pasal 1337 KUH Perdata). Misalnya melakukan perjanjian jual beli Narkoba, atau
perjanjian jual beli orang/manusia, dsb. Perjanjian semacam ini adalah dilarang dan
tidak sah.

Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena berkenaan dengan para subjek
yang membuat perjanjian itu Sedangkan syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif
karena berkenaan dengan objek dalam perjanjian tersebut.
Jika sudah memenuhi ke empat syarat di atas, maka perjanjian tersebut adalah sah. Tapi,
perjanjian bisa diminta dibatalkan bahkan batal demi hukum jika tidak memenuhi syarat ini
Kasus 1
Karyawan Pabrik iPhone yang Palsukan Jam Kerja Naik Empat
Kali Lipat

Apple mengungkap hasil auditnya yang mendapati sejumlah pelanggaran di lingkungan kerja
pabrik pemasok iPhone dan produk Apple lainnya. Pelanggaran dimaksud di antaranya adalah
pemalsuan data jam kerja karyawan yang merakit komponen produk-produk Apple.
Apple menemukan ada 44 pelanggaran inti peraturan ketenagakerjaan. Jumlah ini meningkat
dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Salah satunya pelanggaran dimaksud, tiga
karyawan dipaksa membayar tinggi untuk mendapat pekerjaan. Padahal, praktik tersebut sudah
dilarang Apple sejak 2015. Dalam satu kasus bahkan lebih dari 700 pekerja kontrak asing yang
direkrut dari Filipina dikenai US$ 1 juta (Rp 13,7 miliar) untuk mendapatkan pekerjaan di
pabrik iPhone. Apple pun memaksa supplier-nya untuk mengembalikan uang tersebut kepada
para kerja kontrak dari Filipina.
Pelanggaran terhadap jam kerja di pabrik pun cukup tinggi. Apple menemukan ada 38 kasus
pemalsuan data jam kerja pada 2017, angka ini naik dibandingkan tahun 2016 yang hanya
sembilan kasus atau naik lebih dari empat kali lipat. Apple memberitahukan kepada CEO
perusahaan pemasok dan menghentikan kontrak sementara hingga si pemasok melakukan
peninjauan terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut. Menurut CEO Apple, Jeff Williams
mengatakan bahwa meningkatnya pelanggaran ini didorong oleh banyaknya supplier baru pada
tahun 2017.
Apple juga melacak jam kerja dari 1,3 juta karyawan yang bekerja di pabrik supplier mereka.
Hasilnya jam kerjanya meningkat 30 persen lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Tidak hanya itu, perusahaan yang bermarkas di Cupertino itu juga menggarisbawahi peraturan
tentang para pekerja yang masih sekolah. Hal ini dilakukan setelah penemuan tahun lalu
ditemukan sejumlah siswa Tiongkok bekerja 11 jam sehari di pabrik perakitan iPhone.
ANALISIS KASUS 1
Umumnya pelanggaran yang terjadi mengenati kontrak kerja dilakukan oleh manajemen
perusahaan untuk kepentingan pribadi. Namun kasus di atas sedikit berbeda yakni terdapat
beberapa pelanggaran yang terjadi dan hal ini dilakukan oleh karyawan. Karyawan Apple atau
dengan kata lain supplier Apple melakukan praktik kecurangan terhadap bawahannya yakni
dengan menambah jam kerja berkali lipat dari jam kerja yang sesuai dengan kontrak (yakni
maks 8 jam, terkecuali untuk jam lembur). Selain itu, supplier juga membuat para calon pekerja
yang dengan membayar lebih agar bisa bekerja di perusahaan Apple.
Menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenai UU Ketenagakerjaan,
terdapat dua macam sanksi mengenai ketenagakerjaan yakni sanksi administrative dan sanksi
pidana. Kasus ini termasuk dalam sanksi administrative karena telah melakukan diskriminasi
dalam memperoleh pekerjaan (pasal 5) dan diskriminasi dalam bekerja (pasal 6). Oleh karena
itu, menurut saya apa yang telah dilakukan oleh Apple kepada suppliernya yang telah
melakukan pelanggaran yakni dengan menghentikan kontrak sementara hingga si pemasok
melakukan peninjauan terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut sudah benar. Karena jika
dikaitkan dengan sanksi administrative yakni pihak yang melanggar diberikan dapat berbentuk
teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha,
pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau seluruh
alat produksi, hingga pencabutan ijin.
Kasus 2
PHK Sepihak yang Dilakukan Oleh PT Aice
PT Alpen Food Industry menjadi salah satu jantung pagelaran olahraga antarcabang yang
mempertaruhkan kredibilitas Indonesia. Es krim Aice, nama produk PT AFI, terpampang
sebagai sponsor Asian Games 2018. Di sisi lain, PT AFI mengalirkan es krim Aice ke 106
daerah di Indonesia, salah satunya ke minimarket OK OCE daerah Cikajang, Jakarta Selatan.
Padahal PT AFI diduga melanggar hukum karena menghargai hak buruh dengan murah.
Kronologi berawal dari Agus yang tergiur ditawari oleh rekannya untuk bekerja di PT AFI. Ia
menyiapkan surat lamaran dan surat keterangan catatan kepolisian. Tak sampai 24 jam, ia
menerima panggilan telepon dari PT AFI untuk wawancara. Usai wawancara selama hanya 5
menit, ia disuruh datang ke pabrik PT AFI di kawasan industri MM2100, Cibitung, Bekasi.
Agus bekerja tanpa kontrak, dan langsung diminta ke bagian kualitas produk. Hari-hari
berikutnya tenaga Agus diperas oleh PT AFI. Ia hanya mendapatkan libur sehari setiap tiga
minggu. Gajinya di bawah upah minimum Kabupaten Bekasi tahun 2016, yakni Rp2,7 juta dari
seharusnya Rp3,3 juta.
Saat itu, ia mulai mengorganisir buruh untuk sekadar bertanya soal hak pekerja. Ia lantas
mampu membangun relasi senasib sepengalaman dengan 440 buruh lain. Tapi, perusahaan
memutus kontrak kerjanya pada awal Agustus 2017. Pola PHK terhadap Agus pun janggal: ia
tak diberitahu minimal tujuh hari sebelum masa kontrak berakhir. Dalam aturan hukum
perburuhan di Indonesia, Agus seharusnya jadi pegawai tetap karena ia telah bekerja 25 hari
dalam sebulan selama tiga bulan berturut-turut.

ANALISIS KASUS 2
Dalam Undang-Undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa hubungan
kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja. Perjanjian kerja yang
dimaksud adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha/pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua pihak. Namun dalam kasus di atas, PT
AFI tidak memberikan kontrak kerja terhadap Agus dan melakukan ‘semena-mena’ seolah-
olah ingin memanfaatkan kinerja Agus dengan membayar lebih rendah dari upah minimum.
Menurut saya, Agus tidak bisa melaporkan hal ini karena tidak terjadi tanda-tangan
kontrak yang artinya Agus tidak dapat membuktikan bahwa PT AFI telah melanggar kontrak
kerja. Karena di awal memang Agus telah bekerja tanpa kontrak. Seharusnya, jika memang
ingin bekerja di sana (meskipun bekerja karena mendapatkan rekomendasi dari seorang teman),
Agus seharusnya tetap menanyakan perihal kontrak kerja kepada perusahaan untuk
menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai