Anda di halaman 1dari 20

A.

Latar Belakang

Semakin berkembangnya suatu perusahaan atau bisnis maka

dibutuhkan pula sumber daya manusia yang cukup banyak demi

membantu perusahaan untuk lebih berkembang serta mencapai tujuan dari

perusahaan tersebut. Hal itu menimbulkan suatu hubungan

ketenagakerjaan antara pekerja atau karyawan dengan atasan.

Sebagaimana dikatakan dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut “Bahwa

hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara

pengusaha dan pekerja atau buruhnya”.

Hubungan keduanya merupakan suatu hubungan yang

menghasilkan suatu perikatan. Dalam satu perikatan terdapat hak disatu

pihak dan kewajiban di pihak lain. Jadi, dalam perjanjian timbal balik

dimana hak dan kewajiban di satu pihak saling berhadapan di pihak lain

terdapat dua perikatan. Maka hak dan kewajiban tersebut merupakan

akibat hubungan hukum yaitu hubungan yang diatur oleh hukum.1

Perjanjian yang dibuat antara pekerja dan perusahaan

lazimnya disebut dengan perjanjian kerja atau kontrak kerja. Dimana

perjanjian kerja tersebut harus memiliki ketentuan-ketentuan yang sesuai

dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan serta aturan-aturan umum

lainnya.

1
Rustam Magun P, Hukum Perikatan, (IAIN Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press, 2019),
hlm. 4

1
Kontrak Kerja atau Perjanjian Kerja menurut Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah perjanjian antara

pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Dalam hal ini

pengusaha memiliki pilihan untuk melakukan perjanjian kerja dengan

calon pekerjanya yaitu dengan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tidak

Tertentu (PKWTT) atau Sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Tidak sedikit perusahaan yang menerapkan Sistem KerjaWaktu

Tertentu (PKWT) karena dengan menerapkan sistem tersebut

memungkinkan perusahaan efisiensi dari pengurangan biaya tenaga kerja

sementara disisi lain cukup fleksibel untuk menghadapi kebutuhan yang

baru dan berubah. Secara tradisional, pekerja waktu tertentu sering

mendapatkan pembayaran yang lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja

tetap dan mereka juga tidak mendapatkan berbagai tunjangan dan tidak

mendapatkan akses untuk mendapatkan program dana pensiun yang

disponsori oleh perusahaan (pemberi kerja).2

Dalam perjanjian kerja tersebut biasanya memuat klausula-klausula

tertentu yang akan diperjanjikan. Akan tetapi tidak sedikit para pekerja

yang mengetahui dan memeriksanya dengan seksama akan klausula-

klausula tersebut yang nantinya akan jadi prestasinya apabila ia langgar,

sehingga langsung saja menyetujuinya dan segera menandatangani

perjanjian kerja tersebut.

2
Hal ini memungkinkan terjadinya kerugian terhadap kedua belah

pihak tersebut apabila salah satu dari mereka ada yang telah melanggar isi

perjanjian tersebut. Salah satu kalusula yang biasanya termuat dalam

perjanjian kerja ialah klausula non kompetisi atau biasa disebut non-

competition clause dengan catatan tidak semua perjanjian terdapat

klausula tersebut.

Dalam klausula ini diatur bahwa pekerja setuju untuk tidak akan

bekerja sebagai karyawan atau agen perusahaan yang dianggap sebagai

pesaing atau bergerak pada bidang usaha yang sama untuk periode atau

jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan) setelah tanggal pemberhentian

atau pemutusan hubungan kerja. Biasanya perusahaan yang menerapkan

kalusul ini ialah perusahaan-perusahaan yang besar dan ternama yang

memiliki pesaing guna melindungi bisnisnya dari kompetitor lain. 3 Hal

berkaitan erat dengan rahasia dagang milik perusahaan yang

dikhawatirkan akan digunakan atau dibocorkan oleh mantan karyawan ke

kompetitor apabila mantan karyawan ini bekerja di kompetitor

perusahaan.4

Di beberapa negara misalnya Jerman, Amerika, Belanda, Spanyol

dan Prancis, non-competition clause ditanggapi beragam. Meskipun

negara-negara tersebut memperbolehkan adanya kalusul tersebut, tetapi

terdapat batasan-batasan yang jelas. Contoh dengan adanya pembatasann

3
Rizky Amalia, “Non-Competition Clause Dalam Perjanjian Kerja”, Vol. 26 No.2 , Mei-Agustus
2011, hal 117.
4
https://libera.id/blogs/klausul-non-kompetisi-dalam-perjanjian-kerja/ diakses pada Kamis 24
September 2020 pukul.02.11 WIB.

3
tidak melebihi waktu 2 tahun, hal itu tidak pula bertentangan dengan

kebutuhan atau kepentingan orang banyak, tidak boleh memberikan

pembatasan yang berlebihan terhadap pekerja sehingga menghambat

pekerja dalam mencari sumber pendapatan.5 Sementara itu di Indonesia

sendiri belum adanya peraturan terkait boleh atau tidaknya pencantuman

non-competition clause dalam perjanjian kerja.

Dalam penerapannya di Indonesia masih banyak yang melanggar

dan tidak setuju dengan adanya klausula tersebut, dengan alasan non-

competition clause dalam suatu perjanjian kerja bertentangan dengan

Undang-Undang Ketenagakerjaan serta Undang-Undang yang mengatur

tentang Hak Asasi Manusia. Bagi pekerja untuk melakukan negoisasi

terhadap isi perjanjian kerja tersebut peluangnya sangat lah kecil, mau

tidak mau mereka harus tunduk pada perjanjian tersebut demi

mendapat pekerjaan tersebut tanpa memperhatikan hal merugikan apa

yang akan terjadi kedepannya akibat adanya perjanjian tersebut.

Karna pada dasarnya perusahaan tidak memaksa untuk menyetuji

perjanjian tersebut, karena apabila pekerja tidak menyetujuinya

perusahaan akan mencari pekerja lainnya yang setuju akan perjanjian

tersebut. Dalam hal itu tidak jarang menimbulkan sengketa mengenai

pelanggaran perjanjian kerja dimana pekerja merasa dirugikan akibat

adanya perjanjian tersebut dan merasa sangat merugikan dirinya setelah

berjalannya waktu. Padahal sebelumnya megenai perjanjian kerja

5
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4be0fde6504fa/menyoal-inoncompetition-clausei-
dalam-perjanjian-kerja-broleh-chandra-kurniawan-/ diakses pada pukul 01.34 Wib

4
tersebut sudah ditandatangani oleh pihak pekerja sebagai tanda

persetujuan akan tunduk terhadap peraturan tersebut. Tidak sedikit juga

kasus mengenai hal tersebut tidak dapat diselesaikan melalui mediasi,

yang kemudian diajukan ke pengadilan untuk diselesaikan.

Untuk itu penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini karena

menarik sekali untuk dikaji kembali megenai non-competition clause

dalam suatu perjanjian kerja. Karena dalam hal ini kewajiban tersebut

bukan hanya dilakukan pada saat karyawan tersebut sedang melakukan

pekerjaan disuatu perusahaan tersebut, tetapi perjanjian tersebut juga

mengatur apa yang tidak boleh dilakukan setelah bekerja di Perusahaan

tersebut. Serta adanya non-competition clause dalam suatu perjanjian kerja

sangat tidak adil bagi karyawan. Yang mana pada dasarnya karyawan

tersebut memang memiliki keahlian di bidang itu sendiri, maka dari itu ia

bekerja pada perusahaan dibidang yang sejenis sesuai dengan keahliannya.

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka penulis

tertarik untuk membuat suatu kajian dengan judul “

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

penulis tertarik untuk meneliti beberapa hal diantaranya :

1. Bagaimana keabsahan pencantuman klausul non-kompetisi dalam

suatu perjanjian kerja jika dihubungkan dengan Undang-Undang

Ketenagakerjaan daan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

5
2. Bagaimana upaya perlindungan terhadap hak pekerja kontrak dalam

pespektif memilih pekerjaan terkait pencantuman klausul non-

kompetisi dalam perjanjian kerja?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini

diantaranya adalah :

1. Untuk mengetahui keabsahan pencantuman klausul non-kompetisi

dalam suatu perjanjian kerja ditinjau dari Undang-Undang

Ketenagakerjaan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Untuk mengetahui bagaimana upaya perlindungan hukum terhadap

hak pekerja kontrak dalam persektif memilih pekerjaan terkait

pencantuman klausul non-komppetisi dalam suatu perjanjian kerja.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari penulis

skripsi ini diantaranya sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

a. Kiranya dapat memberikan manfaat bagi keilmuan di bidang

hukum secara umum dan hukum perikatan dan ketenagakerjaan

secara khusus.

b. Serta diharapkan juga dapat memberikan ilmu pengetahuan kepada

para pekerja mengenai non-competition clause dalam suatu

perjanjian kerja agar mereka dapat berhati-hati, teliti dan

memahami risiko dalam hal menyetujui suatu perjanjian kerja yang

6
didalamnya termuat klausula-klausula tertentu yang nantinya akan

jadi prestasinya apabila ia langgar.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

pembentuk undang-undang, penegak hukum dan pelaku usaha untuk

menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan perjanjian kerja yang

memuan non-competition clause dalam perjanjian kerja.

E. Kerangka Pemikiran

Dalam kerangka pemikiran ini, penulis akan berusaha membahas

permasalahan yang diangkat oleh penulis. Pembahasan tersebut akan

dijelaskan dengan menggunakan teori-teori yang ada hubungannya untuk

membantu menjawab masalah penelitian ini. Berdasarkan latar belakang

yang dikemukakan di atas maka penulis menggunakan 3 (tiga) teori

penelitian yaitu teori perjanjian, kepastian hukum dan keadilan.

Teori perjanjian digunakan karena dalam penelitian ini membahas

mengenai perjanjian kerja atau kontrak kerja yang mana adanya hubungan

hukum antara pekerja dan pengusaha diwujudkan dengan perjajian kerja

dimana perjanjian tersebut mengatur hak-hak dan keajiban pekerja dan

pengusaha.

Secara teori pengertian perjanjian memang disamakan dengan

pengertian kontrak. Hal ini mengacu pada Pasal 1313 KUH Perdata yang

berbunyi : “ kontrak atau persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu

orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.”

7
Menurut pasal ini, kontrak sama dengan perjanjian obligatoir, yaitu pihak

yang melakukan perjanjian.6

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan perjanjian kerja atau kontrak kerja adalah perjanjian

antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang

memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Menurut M. Yahya Harahap: “Suatu perjanjian adalah suatu

hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberikan

kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus

mewajibkan pada pihak lain untuk melaksanakan prestasi.”7

Suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat

kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat-

syarat tertentu. Syarat-syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320

KUHPerdata ialah :

1. Cakap hukum dalam melakukannya

2. Kesepakatan para pihak

3. Pokok persoalan tertentu

4. Kausa halal

Undang-undang memberikan hak kepada setiap orang untuk secara

bebas membuat dan melaksanakan perjanjian, selama keempat unsur

diatas terpenuhi. Pihak-pihak dalam perjanjian kerja bebas menentukan

aturan main yang dikehendaki dalam perjanjian tersebut, dan


6
Much.Nurachmad, Buku Pintar Memahami & Membuat Surat Peranjian, ( Jakarta : VisiMedia,
2010), hlm. 4
7
Syahmin AK , Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta : Rjagrafindo Persada, 2006) , hlm. 1

8
melaksanakannya sesuai dengan kesepakakatan yang telah tercapai

diantara mereka.

Kemudian dalam perjanjian juga dikenal adanya asas-asas hukum

perjanjian yang harus selalu diperhatikan oleh semua pihak yang terlibat

dalam suatu perjanjian. Pada umumnya asas hukum tidak berwujud

peraturan konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang bersifat

abstrak yang terdapat didalam peraturan hukum konkrit. Banyak para

pakar yang memberikan pengertian tentang asas hukum tersebut. Adapun

asas-asas perjanjian adalah sebagai berikut:

1. Asas Konsensualisme

Asas Konsensualisme adalah suatu asas yang menentukan

bahwa perjanjian itu telah terjadi atau lahir dengan adanya kata

sepakat atau kehendak yang bebas dari para pihak yang membuat

perjanjian tanpa harus disertai formalitas tertentu. Asas

konsensualisme terdapat dalam pasal 1320 butir 1 jo pasal 1338

ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa diperlukan adanya

kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya dan tidak

diperlukan formalitas tertentu disamping kesepakatan yang telah

tercapai.

2. Asas Kebebasan berkontrak, yang terdiri dari :8

a. Bebas untuk membuat atau tidak membuat suatu perjanjian

8
Dr.Sukarmi,S.H.,M.H, Cyber law: Kontrak Elektronik Dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha
(Cyberlaw Indonesi), (Bandung : Pustaka Sutra, 2014) , hlm. 29

9
b. Bebas untuk menentuan dengan siapa seseorang akan

mengikatkan diri

c. Bebas menentukan isi perjanjian dan syarat-syaratnya

d. Bebas menentukan bentuk perjanjian

e. Bebas menentukan terhadap hukum yang mana perjanjian

itu akan tunduk.

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini mengajarkan bahwa suatu kontrak yang dibuat

secara sah mempunyai ikatan yang penuh. KUH Perdata juga

menganut prinsip ini dengan melukiskan bahwa suatu kontrak

berlaku seperti undang-undang bagi para pihak (Pasal 1338 KUH

Perdata).9

4. Asas Itikad Baik

Asas itikad baik (good faith) para pihak dalam suatu

perjanjian pun terikat dengan itikad baik, di mana para pihak harus

berlaku terhadap pihak lain secara patut, sopan, tanpa tipu daya,

tanpa tipu muslihat, tanpa akal-akalan, dan tidak hanya melihat

kepentingan diri sendiri, tetapi juga harus melihat kepentingan

orang lain.10

5. Asas kepribadian

Asas kepribadian dalam KUH Perdata diatur dalam pasal

1340 ayat (1) yang menyatakan “ bahwa suatu perjanjian hanya


9
Ibid, hlm.30
10
Abdul Khakim, S.H., M.Hum, Aspek Hukum Perjanjian Kerja, Peraturan Perushaan. Dan
Perjanjian Kerja Bersama (PKB), (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2017), hlm.52

10
berlaku antara pihk yang membuatnya”. Pernyataan ini

mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak

hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.

6. Asas obligator dari suatu perjanjian

Menurut hukum kontrak yang berlaku di Indonesia, suatu

kontrak bersifat obligator. Maksudnya adalah setelah sahnya suatu

kontrak, maka kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi baru

sebatas menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.

7. Asas kepercayaan (vertouwensbeginsel)

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,

menumbuhkan kepercayaan diantara kedua pihak itu bahwa satu

sama lain akan memegang janjinya atau dengan kata lain akan

memenuhi prestasinya di belakang hari. Dengan kepercayaan ini,

kedua belah pihak mengikatkan diri dan untuk keduanya

perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-

undang.11

8. Asas kekuatan mengikat

Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata

terbatas pada apa yang diperjanjikan, tetapi juga terhadap

beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan

kepatutan serta moral.12

9. Asas keseimbangan (asas proposionalitas)


11
Dr.Sukarmi, Cyber law: Kontrak Elektronik Dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha (Cyberlaw
Indonesi), (Bandung : Pustaka Sutra, 2014) , hlm. 31
12
Ibid,hlm.31

11
Asas proposionalitas adalah asas yang mengatur pertukaran

hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya

yang meliputi seluruh proses kontrak, atau pada tahapan

prakontraktual pembentukan kontrak maupun pelaksanaan

kontrak.13

10. Asas kepastian hukum

Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian

hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian

itu, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.

11. Asas Moral

Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu

perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya

untuk menggugat kontra pestasi dari pihak debitur.

12. Asas kepatutan

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata asas

kepatutan berkaitan dengan ketetentuan mengenai isi perjanjian.

Asas kepatutan ini harus dipertahankan karena melalui asas ini

ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalm

masyarakat.14

Kemudian dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teori

kepastian hukum dan keadilan. Demi terwujudnya ketertiban di tengah-

tengah keberlangsungan kehidupan, perlu adanya kepastian hukum yang


13
Subekti, Veronika Nugraheni, Sri Lestari, Op.Cit. hlm.68
14
Dr.Sukarmi, Cyber law: Kontrak Elektronik Dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha (Cyberlaw
Indonesi), Op.Cit, hlm 70

12
lahir dari hukum itu sendiri. Kepastian hukum selalu menghendaki

bagaimana hukum itu berlaku dalam masyarakat agar tidak terjadi

kesewenang-wenangan serta melindungi kepentingan manusia. Hadirnya

kepastian hukum, menjadikan semua orang menjadi semakin teratur. 15

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan

dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan

logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir)

dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma

lainnya sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.16

Selain adanya kepastian hukum diperlukan juga keadilan hukum.

Melakukan telaah kritis atas hubungan kontraktual para pihak khususnya

dalam perjanjian kerja, tentunya harus dilandasi atas pemikiran

proporsional yang terkandung dalam keadilan. Keadilan dalam berkontrak

lebih termanifestasi apabila pertukaran kepentingan para pihak

terdistribusi sesuai dengan hak dan kewajibannya secara proporsional.17

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yang

bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif

dan cenderung menggunakan analisis dengan peendekatan induktif.

Penonjolan proses penelitian dan pemanfaatan landasan teori dilakukan

15
Sudikno Mertukusumo, dan A. Pitlo, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, 2.
16
Aman Suadi dan Mardi Candra, Politik Hukum: Perspektif Hukum Perdata Dan Pidana Islam
Serta Ekonomi Syariah, (Jakarta : Prenada Media, 2016), hlm. 295
17
Subekti, Veronika Nugraheni, Sri Lestari, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Rumah Tapak
Dalam Kontrak Jual Beli Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, (Surabaya : Jakad Media
Publishing, 2020), hlm. 54

13
agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan

teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaraan umum tentang latar

belakang penellitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.18

Tujuan penggunaan metode kualitatif adalah mencari pengertian

yang mendalam tentang suatu gejala, fakta, atau realita. Fakta, realita,

masalah, gejala serta peristia hanya dapat dipahami bila peneliti

menelusurinya secara mendalam dan tidak hanya terbatas pada pandangan

permukaan saja. Kedalaman ini yang mencirikhaskan metode kualitatif,

sekaligus sebagai faktor unggulannya.19

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam mengkaji judul

permasalahan ini, yang didasarkan kepada apa yang dipaparkan pada

bagian latar belakang permasalahan diatas adalah jenis penelitian

secara yuridis normatif. Adapun yang dimaksud dengan metode

penelitin yutidis normatif ialah penelitian terhadap asas-asas hukum

positif yang tertulis dalam perundang-undangan. Penelitian hukum

normatif merupakan penelitian ilmu hukum yang mengkonsepsikan

hukum sebagai kaedah. Soerjono Soekarto mengemukakan bahwa

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka

atau data sekunder belaka dapat dinamakan penelitian hukum normatif

atau penelitian hukum kepustakaan. 20


18
Rukin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Takalar : Yayasan Ahmar Cendikia Indonesia, 2019),
hlm .6
19
Dr.J.R.Raco,M.E.,M.S, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya,
Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,2010), hlm 12-13.
20
Muchamad Chakin, Eksistensi Pasal 28 Ayat I Undang-Undang Advokat: Pasca Diterbitkannya
Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor: 073/Kma/Hk.01/Ix/2015, Putusan Mahkamah Konstitusi

14
2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan

(statute approach). Pendekatan perundang-undangan ialah menelaahh

semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu

hukum yang ditangani.21

3. Sumber Data

Data dalam penulisan penelitian ini ialah data sekunder yaitu data

yang diambil dari berbagai macam sumber seperti, berupa data dari

buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan dan lain-lain yang

berhubungan dengan penelitian ini. Data sekunder dapat dibedakan

menjadi tiga bagian yaitu :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer (primary resource) yaitu bahan

hukum yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dan mengikat

umum. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-

undangan atau putusan badan peradilan yang sesuai dengan isu

hukum (legal issue) yang diteliti. 22 Bahan hukum primer yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.

Nomor: 112/PUU-XII/2014 dan Nomor: 36/PUU-XIIII/2015,CV. (Surabaya : PenerbitQiara


Media, 2013), hlm.7
21
Ampuan Situmeang, Dinamika Hukum Dalam Paradigma Das Sollen Dan Das Sein, Malang :
Inteligensia Media, 2020), hlm. 211
22
Universitas Gresik Fakultas Hukum, Pedoman Penulisan Tugas Akhir, (Surabaya: Jakad Media
Publishing, 2019), hlm.23

15
2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia

3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

4) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

1/Pdt.G/2020 PN PWT.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang

mendukung bahan hukum primer seperti buku-buku teks, kususnya

buku-buku tentang yang terkait dengan issu hukum yang diangkat,

serta artikel dalam berbagai jurnal dan majalah ilmiah di bidang

ilmu hukum.23

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang berfungsi

untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder. Bahan

hukum tersier terdiri dari kamus, kamus hukum dan ensiklopedia,

media internet, dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

Penelitian Kepustakaan (Libary Research), yakni melakukan penelitian

pustaka guna memperoleh data-data yang bersifat primer dan

sekunder. Teknik penelitian secara normatif ini dilakukan dengan cara

studi kepustakaan terhadap perundang-undangan positif yang berlaku

23
Ibid, hlm.24

16
di Indonesia, buku-buku, makalah-makalah, jurnal-jurnal, dokumen-

dokumen dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penelitian.24

5. Analisis Data

Setelah memperoleh data-data dari hasil studi kepustakaan tersebut

kemudian dianalisis kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang

diteliti dan tidak menggunakan rumus maupun data statistik.

G. Sistematika Penulisan

Penelitian ini membahas secara sistematik, untuk mempermudah

dalam memahami isi dan maksud dari penulisan skripsi ini, maka penulis

menyusun skripsi ini ke dalam 5 (lima) bab yang masing-masing saling

menunjang dan melengkapi. Adapun sistematikanya sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab pertama ini merupakan pendahuluan dalam kegiatan

penulisan skripsi. Yang menguraikan tentang latar

belakang, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, kerangka pemikiran, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

KERJA

Dalam bab ini penulis memaparkan mengenai pengertian

kontrak atau perjanjian kerja, syarat-syarat sahnya

24
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006),
hlm. 82

17
perjanjian kerja, unsur-unsur dalam pejanjian dan asas-asas

dalam perjanjian.

BAB III : KEDUDUKAN DAN PENERAPAN KLAUSULA

BAKU DALAM PERJANJIAN KERJA DI NDONESIA

Pada bab ini penulis akan memaparkan mengenai

kedudukan dan penerapan klausula baku dalam perjanjian

kerja di Indonesia yang dianalisis berdasarkan Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

BAB IV : ANALISA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR

1/Pdt.G/2020/PN PWT MENGENAI PELANGGARAN

PERJANJIAN KERJA ANTARA PT NAVERGREEN

INDONESIA DENGAN NY. WULAN DYAH UTAMI

Dalam bab penulis akan menganalisis mengenai keputusan

mahkamah agung Nomor 1/Pdt.G/2020/PN Pwt mengenai

keabsahan non-competition clause dalam perjanjian kerja

antara PT. Navergreen Indonesia dengan Wulan Dyah

Utami menurut hukum positif di Indonesia. Serta

menganalisis implikasi yuridis dari putusan mahkamah

agung Nomor 1/Pdt.G/2020/PN Pw yang berdasarkan teori-

teori pada bab II.

BAB V : PENUTUP

18
Bab ini berisi kesimpulan yang diambil oleh Penulis

terhadap bab-bab sebelumnya, yang telah penulis uraikan

dan ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang

diperlukan untuk pihak-pihak terkait.

19
20

Anda mungkin juga menyukai