Anda di halaman 1dari 12

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA YANG MELANGGAR

PERJANJIAN KERJA

MAKALAH

DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH HUKUM KETENAGAKERJAAN

( DOSEN : MUHAMMAD LUTHFI RADIAN )

OLEH:

PATRICIO EDUARDO MATTHEW

SALEH SAEPULOH

VIVIAN DHEA SALSABILA

KRISMAN FERDINAN SIHOTANG

BERRY CHRISTIANUS SIHOTANG

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS PELITA BANGSA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

kesehatan dan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini

dengan sebaik-baiknya. Makalah tentang penegakan hukum terhadap tenaga kerja yang

melanggar perjanjian kerja ini disusun sebagai salahsatu syarat dalam menyelesaikan tugas

kelompok Mata Kuliah Hukum Ketenagakerjaan.

Demikian pula kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini kami masih banyak

kekurangan dan kesalahan baik dalam segi substansi maupun tata bahasa. Namun, kami tetap

berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tenaga kerja adalah setiap laki-laki atau perempuan yang sedang, dalam, dan/atau akan
melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Halim, tenaga kerja
adalah tenaga kerja yang bekerja pada atau untuk perusahaan, upah dibayar oleh perusahaan
dan secara resmi mengadakan hubungan kerja dengan perusahaan baik untuk waktu tertentu
maupun untuk jangka waktu tidak tertentu lamanya.
Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat
pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan
rakyat termasuk tenaga kerja.Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin
haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga
kerja pada waktu sebelum, selama, dan setelah selesainya masa hubungan kerja. Bentuk
perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib di laksanakan oleh setiap pengusaha atau
perusahaan yang mempekerjakan orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus sangat
diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan di maksud
diselenggarakan dalam bentuk jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat umum untuk
dilaksanakan atau bersifat dasar, dengan bersaskan usaha bersama, kekeluargaan dan
kegotong royongan sebagai mana yang tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Dapat dilihat pengertian perjanjian kerja menurut KUHPerdata menunjukan bahwa
hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan bawahan dan atasan serta adanya
wewenang perintah yang membedakan antara perjanjian kerja dan perjanjian lainnya. Dalam
undang undang ketenagakerjaan pengertiannya lebih umum karena menunjuk pada hubungan
antara pekerja dan pengusaha yang memu at syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para
pihak. Serta pada ketentuan undang-undang No. 13 tahun 2003 tidak menyebutkan bentuk
perjanjian kerja tersebut, demikian juga mengenai jangka waktu kerjanya.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana penegakan hukum terhadap tenaga kerja yang melanggar perjanjian kerja?
1.3. Tujuan Masalah
Supaya kita mengetahui penegakan hukum terhadap tenaga kerja yang melanggar
perjanjian kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Syarat Sah Perjanjian Kerja Antara Pengusaha Dengan Pekerja
Secara umum pelanggaran yang biasa terjadi dalam hubungan kerja dapat disebabkan oleh
1) Tingkah laku dan atau tindakan pengusaha terhadap karyawan.
2) Tingkah laku dan atau tindakan karyawan terhadap pengusaha.
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang telah memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1320 yang menyatakan empat
syarat yang harus dipenuhi, yaitu: Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Cakap untuk
membuat suatu perjanjian; Mengenai hal atau objek tertentu; Suatu sebab (causal) yang
halal.
Ketentuan ini juga tertuang dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja
dibuat atas dasar: Kesepakatan kedua belah pihak; Kemampuan atau kecakapan melakukan
perbuatan hukum; Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; Pekerjaan yang diperjanjikan tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam praktek secara empiris, pihak perusahaan dengan pihak pekerja dalam
menyepakati perjanjian kerja dibuat secara mandiri dalam bentuk tertulis yang berupa
perjanjian baku (yaitu perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh pihak perusahaan dan
pihak pekerja akan menandatangani apabila disepakati perjanjian kerja tersebut), perjanjian
baku masa berlaku selama 1 tahun, dan akan dapat diperpanjang dengan berdasarkan
persetujuan kedua belah pihak, dan perjanjiannya masih dalam bentuk di bawah tangan.

2.2. Akibat Hukum Apabila Terjadi Wanprestasi Terhadap pekerja


Akibat hukum terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran dalam bentuk sanksi yang
akan dijatuhkan terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran diatur dalam perjanjian kerja,
hal ini telah dipertegas dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, bahwa surat perjanjian kerja waktu tertentu yang berbunyi:
Apabila pengusaha atau pekerja mengakhiri perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebelum
waktunya berakhir, maka pihak yang mengakhiri perjanjian kerja tersebut wajib membayar
ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar sisa upah pekerja sampai waktu atau pekerja
seharusnya selesai, kecuali apabila putusnya hubungan kerja karena alasan
memaksa/kesalahan berat pekerja. Maka konsekuensinya perjanjian kerja tersebut menjadi
batal demi hukum dan dapat dibatalkan. pentingnya Perjanjian Kontrak Kerja Untuk Diikuti
Perusahaan dan Karyawan.
Kontrak kerja yang terjalin antara karyawan dengan perusahaan tidak bisa dianggap
remeh, karena apa yang sudah disepakati pada kontrak tersebut tidak bisa dilanggar dan
harus dijalankan oleh kedua belah pihak. Sesuai Pasal 52 Ayat (1) Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, kontrak kerja dibuat atas dasar sebagai berikut:
1) Kesepakatan kedua belah pihak;
2) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kontrak antara perusahaan dan karyawan yang dilakukan secara tertulis
setidaknya harus memuat beberapa poin-poin penting. Berdasarkan Pasal 54 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa
perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat:
1. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
2. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
3. jabatan atau jenis pekerjaan;
4. tempat pekerjaan;
5. besarnya upah dan cara pembayarannya;
6. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
7. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
Sesuai pasal tersebut, bahwa jabatan atau jenis pekerjaan karyawan sudah ditentukan
sejak awal oleh perusahaan untuk calon karyawan. Selanjutnya, ketika kontrak kerja sudah
ditandatangani oleh karyawan maka karyawan telah menyetujui ketentuan kerja mengenai
yang menjadi tugas-tugas pekerjaannya. Oleh sebab itu, karyawan tentunya harus bekerja
sesuai dengan kontrak yang sudah disepakati.
Tak hanya karyawan, pihak perusahaan pun juga turut memberikan hak karyawan sesuai
yang terkandung dalam kontrak tersebut. Perusahaan pun sejak awal sudah harus
memberikan penjelasan mengenai deskripsi pekerjaannya yang tertuang di dalam kontrak
kerjanya. Hal ini penting untuk menjadi acuan bagi karyawan dalam melaksanakan tugas
dari pekerjaannya.
Namun, nyatanya pekerjaan yang tidak sesuai kontrak kerja sering dijumpai di lapangan.
Banyak karyawan yang bekerja dalam melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya tidak
sesuai dengan kontrak kerja. Pastinya hal ini merugikan karyawan, karena karyawan tersebut
akan dihadapkan dengan tugas-tugas yang ketentuannya tidak jelas. Sanksi Karyawan Yang
Melanggar Kontrak Kerja
Karyawan yang melanggar kontrak juga akan diberikan sanksi melanggar kontrak kerja
yang mana jenis sanksi yang diberikan akan disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang
dilakukannya seperti:
1. Karyawan mangkir kerja
Karyawan yang mangkir kerja berarti karyawan yang tidak bisa hadir bekerja tanpa
adanya alasan yang jelas. Misalnya selama beberapa hari tidak masuk kerja secara berturut-
turut tanpa konfirmasi atau alasan dan yang lainnya. Untuk itu akan dikenakan sanksi
seperti:
a. Surat peringatan: pertama yang akan dilakukan perusahaan sebagai sanksi melanggar
kontrak kerja karena mangkir kerja adalah dengan memberikan surat peringatan. Surat
peringatan diberikan maksimal 3 kali dan setelah itu akan diberikan sanksi pemutusan
hubungan kerja atau PHK. Berdasarkan UU Cipta Kerja, pemberian SP tersebut harus
dilakukan secara berurutan dengan jangka waktu maksimal 6 bulan.
b. Demosi: demosi merupakan penurunan jabatan yang diberikan pada karyawan sebagai
sanksi melanggar kontrak kerja. Penurunan jabatan ini bukan hal yang mudah
dikarenakan akan ada pengganti posisi yang baru sehingga lebih baik jika dirundingkan
dengan anggota yang lainnya.
c. Tunjangan dicabut: dalam hal ini akan diterapkan no work no pay untuk karyawan yang
tidak masuk tanpa alasan atau keterangan yang jelas. Untuk besaran jumlah uang yang
dipotong bisa Anda tentukan sendiri berdasarkan jumlah absennya.
d. Pemutusan hubungan kerja: sanksi melanggar kontrak kerja jika dalam bentuk mangkir
kerja juga bisa dilakukan PHK oleh perusahaan. Batas waktu untuk mangkir kerja adalah
5 hari kerja secara berturut-turut. Sehingga sanksinya adalah PHK sesuai yang ada dalam
Pasal 154A UU Cipta Kerja.
Namun perlu diperhatikan juga bahwa PHK tersebut adalah bentuk dari pengunduran
tersebut adalah dari karyawan dan bukan PHK dari perusahaan. Sehingga karyawan tidak
berhak atas uang pesangon dan UPMK sebagaimana pada PHK umumnya. Akan tetapi
karyawan tetap bisa mendapatkan uang pisah.
2. Karyawan Terlambat
Biasanya beberapa perusahaan akan menerapkan sanksi melanggar kontrak kerja
yang berbeda-beda seperti:
a. Denda: biasanya ada juga perusahaan yang menerapkan denda untuk karyawannya
yang terlambat bekerja. Besaran denda yang diberikan tersebut juga sudah pasti akan
disesuaikan dengan kesepakatan bersama.
b. Pemotongan gaji: sanksi yang juga umum diterapkan karena adanya keterlambatan
adalah pemotongan gaji. Berdasarkan PP Pengupahan perusahaan bisa melakukan
pemotongan gaji jika memang kesepakatan mengenai hal tersebut sudah diatur dalam
PP, PKB atau PK.
c. Penambahan waktu kerja: sanksi melanggar kontrak kerja karena terlambat juga bisa
dilakukan dengan penambahan waktu kerja jika tidak ingin melakukan pemotongan
gaji atau denda.
Sebelum itu perlu diketahui terlebih dulu yang dimaksudkan dengan penalti. Penalti
dalam pekerjaan berarti pengenaan biaya yang perlu dibayarkan karyawan jika mengakhiri
atau melakukan resign dengan jangka waktu kurang dari yang disepakati bersama. Dalam hal
ini karyawan melakukan resign sebelum jangka waktu kontrak habis. Aturan hukum
penerapan penalti resign atau kontrak kerja tersebut sudah ada dalam UU Ketenagakerjaan
Pasal 62. Dalam pasal tersebut menyatakan bahwa salah satu pihak mengakhiri hubungan
kerja sebelum jangka waktu tertentu maka diwajibkan untuk membayar ganti rugi pada pihak
yang lainnya. Hal tersebut juga sebagai sanksi melanggar kontrak kerja.
Penalti yang diberikan adalah dalam bentuk denda yang dibayarkan pada perusahaan.
Namun perlu diketahui juga bahwa penalti tersebut tidak berlaku jika karyawan melakukan
pemutusan hubungan kerja karena tidak disengaja. Jika berdasarkan Pasal 61 ayat 1 ada
beberapa bentuk pengecualian untuk membayarkan penalti seperti:
a. Waktu perjanjian kerja yang berakhir
b. Pekerja meninggal dunia
c. Adanya putusan pengadilan
d. Adanya kejadian yang menyebabkan berakhirnya hubungan kerja
Sehingga bisa dikatakan bahwa pemberian penalti tersebut pada karyawan
diperbolehkan karena sama halnya dengan sanksi melanggar kontrak kerja. Lalu, bagaimana
dengan perhitungan ganti rugi karyawan yang melanggar kontrak kerja?
Besarnya penalti yang harus dibayarkan karena resign sebelum kontrak berakhir juga
ada perhitungannya seperti: jika Anda memutuskan untuk resign yang mana masih ada
jangka waktu kontrak 2 bulan maka denda yang harus dibayar adalah 2 bulan x jumlah gaji
satu bulan, maka itulah jumlah denda yang harus dibayarkan.
Jika sudah ada aturan mengenai hal tersebut, bolehkah karyawan resign mendadak?
Sebenarnya syarat wajib untuk mengajukan resign adalah maksimal 30 hari sebelum
pengunduran diri yang dilakukan secara tertulis. Sehingga resign mendadak sebaiknya tidak
dilakukan. Terutama jika sudah ada aturan mengenai one month notice dari perusahaan yang
sudah Anda sepakati juga.
Biasanya sanksi yang diberikan akan berbeda dengan jenis kontrak kerjanya,
dikemukakan Djumialdji bahwa ada pihak yang kedudukannya di atas, ada yang
memerintah dan ada pihak yang kedudukannya di bawah yaitu yang diperintah". Menyimak
pengertian perjanjian kerja menurut KUHPerdata seperti tersebut di atas tampak bahwa ciri
khas perjanjian kerja ialah "di bawah perintah pihak lain", di bawah perintah ini
menunjukkan bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan bawahan dan
atasan (sub ordinasi). Dalam hal ini Lalu Husni mengatakan bahwa: Pengusaha sebagai
pihak yang lebih tinggi secara sosial ekonomi memberikan perintah kepada pihak pekerja
atau buruh yang secara sosial ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk
melakukan pekerjaan tertentu.
Adanya wewenang perintah inilah yang membedakan antara Perjanjian Kerja dengan
perjanjian lainnya. Berdasarkan pengertian perjanjian kerja di atas, dapat ditarik beberapa
unsur dari perjanjian kerja yakni :
a. Adanya unsur work atau pekerjaan Dalam suatu Perjanjian Kerja harus ada pekerjaan
yang diperjanjikan (objek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh
pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan
dalam KUHPerdata Pasal 1603a yang berbunyi : "Buruh wajib melakukan sendiri
pekerjaannya; hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga
menggantikannya".
b. Adanya unsur perintah Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh
pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha
untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
c. Adanya upah Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (Perjanjian
Kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada
pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Suatu hal yang menjadi ciri khas pada
perjanjian kerja tidak ditemui pada perjanjian lain, yaitu adanya pengaturan tentang
penyelesaian perselisihan perburuhan. Para pihak yang membuat perjanjian kerja
biasanya menentukan sendiri lembaga perselisihan mereka.
Sedangkan mengenai syarat sahnya perjanjian kerja mengikuti ketentuan sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dimana “untuk sahnya suatu perjanjian harus
memenuhi 4 (empat) syarat”, yaitu (1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, (2)
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, (3) Suatu hal tertentu dan (4) Suatu sebab yang
halal. Ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian ini juga dipakai sebagai dasar dibuatnya
suatu Perjanjian Kerja. Hal ini tertuang dalam Pasal 52 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas
dasar : 1. Kesepakatan kedua belah pihak; 2. Kemampuan atau kecakapan melakukan
perbuatan hukum; 3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; 4. Pekerjaan yang diperjanjikan
tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.16 Hubungan kerja juga dilakukan sesuai dengan waktu
yang ditentukan.
Pada unsur waktu ini dapat dibedakan atas : a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk melakukan kerjaan tertentu. b. Perjanjian
Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) Perjanjian Kerja antara pekerja atau buruh dengan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap. PKWTT ini diatur didalam Peraturan
Perusahaan. c. Perjanjian Kerja Harian atau Borongan Perjanjian pemborongan pekerjaan
adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (pemborong) mengikatkan diri untuk membuat
suatu karya tertentu bagi pihak yang lain yang memborongkan dengan menerima bayaran
tertentu dan dimana pihak yang lain yang memborongkan mengikatkan diri untuk
memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborong dengan bayaran tertentu.Perjanjan
Kerja, Walaupun syarat dan ketentuan isi dari suatu perjanjian kerja telah diatur dengan
ketentuan perundang-undangan, namun tetap saja perjanjian kerja tersebut masih memiliki
kelemahan di dalam penerapannya.
Dalam perjanjian kerja yang dibuat secara sukarela dengan tertulis tidak diatur ketentuan
yang menguntungkan pekerja, bahkan cenderung merugikan bagi pekerja, dimana
perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja apabila terjadi suatu peristiwa yang
merugikan perusahaan tanpa memberikan surat peringatan maupun hak apapun bagi tenaga
kerja. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa tenaga kerja dan perusahaanmerupakan 2
(dua) faktor yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan terjadinya
sinergi kedua faktor itu baru perusahaan akan berjalan dengan baik. Namun demikian, dalam
praktek terjadinya hubungan hukum antara tenaga kerja dan dan perusahaan dituangkan
dalam bentuk perjanjian kerja yang terlebih dahulu dipersiapkan oleh perusahaan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Syarat sahnya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja diatur dalam Pasal 1320
KUH Perdata yang menyatakan empat syarat, yaitu: sepakat mereka yang mengikatkan
diri, capak untuk membuat suatu perjanjian, mengenai hal atau objek tertentu dan suatu
sebab (causal) yang halal. Perjanjian kerja antara pihak perusahaan dengan pihak
pekerja dibuat secara mandiri dalam bentuk tertulis yang berupa perjanjian baku.
2. Akibat hukum terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran dalam bentuk sanksi yang
akan dijatuhkan terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran diatur dalam perjanjian
kerja dengan konsekuensi perjanjian kerja tersebut menjadi batal demi hukum dan dapat
dibatalkan.
DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutedy, 2008, Hukum Perburuhan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Hal.
39.
Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20,
Alumni, Bandung, Hal. 131-141.
Edy Sutrisna Sidabutar, 2007, Pedoman Penyelesaian PHK, Banten: Express,
Tangerang, Hal. 10
F.X. Djumialdji, Perjanjian Kerja, Edisi kedua, Cetakan Pertama, Sinar
Grafika,Jakarta, 1992
https://docs.google.com/viewerng/viewer?url=http://openjournal.unpam.ac.id/
index.php/sks/article/viewFile/3175/2476

Anda mungkin juga menyukai