M.Bima
SiskaPratiwi
Zuhrufah Jihan Nuroniah
Abstract: Employment problems throughout history have always raised new problems, from work
agreements, wages, protection, welfare, and labor inspection issues. Among these problems, one
of the most crucial is the issue of work agreements. Employment agreements that are not clear are
often against the will of the company, if the government does not intervene, a social order,
especially in the economic field, will be controlled by capitalists. In Islam, the work agreement is
very important. Islam always upholds contracts or agreements between workers/labor and
employers, but as the stronger party, employers are prohibited from taking arbitrary actions
against their employees. For this reason, it is necessary to have a comprehensive discussion in
explaining the work agreement. In this scientific work, we use qualitative research methods with
the aim of knowing the concept of a work agreement according to Islamic and positive law.
1
Pasal 50 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
2
Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 2012), hal. 13
3
Hadi Setia Tunggal, Seluk-Beluk Hukum Ketenagakerjaan, (Tt: Harvarindo, 2014), hal. 48.
4
Hadi Setia Tunggal, Seluk-Beluk Hukum Ketenagakerjaan, (Tt: Harvarindo, 2014), hal. 48-49.
aspek yaitu subyek akad, obyek akad dan sighat akad. Adapun di antara syarat-syarat
akadnya sendiri yaitu ahliyatul ‘ada dan ahliyatul wujub.
Dalam Islam sendiri ketika perjanjian atau waktu ijab-kabul tidak ada keharusan
menggunakan kata-kata khusus karena ketentuan hukumnya ada pada akad dengan tujuan dan
makna bukan dengan kata-kata dan bentuk kata itu sendiri, yang diperlukan adalah saling rela
(‘antaradin), direalisasikan dalam bentuk mengambil dan memberi atau cara lain yang dapat
menunjukkan keridaan makna pemilikan dan mempermilikkan.5
Perjanjian kerja dalam hukum Islam juga membenarkan tertulis tidaknya perjanjian kerja,
namun sebuah keharusan perjanjian kerja tertulis, karena berdasarkan sebuah potongan ayat dalam
al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 282 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (Al-Baqarah:282). Dan terdapat
pula dalam sebuah kaidah al-Kitabah al-Khitab (adapun tulisan dalam perjanjian sama seperti
sebuah ucapan). Selain itu juga dalam hukum Islam, kontrak dalam perjanjian kerja
dipandang sah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a). Tidak menyalahiaturan atau prinsip syariah yang ditetapkan.
b). Harus sama-sama rida dan ada pilihan.
c). Harus jelas dan gamblang.6
Prinsip lain dari perjanjian kerja harussaling jujur dan tidak mengkhianati perjanjian kerja,
hal itu sesuai dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 279 dan al-Maidah ayat 1.
5
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, alih bahasa Kamaluddin A . Marzuki, (Bandung: al-Ma‟arif, 1996), hal. 49.
6
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,
2004), hal. 2-3.
Tidak semua jenis pekerjaan dapat dibuat dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Pasal 57 Ayat 1
UU 13/2003 mensyaratkan bentuk PKWT harus tertulis dan mempunyai kualifikasi yang
didasarkan pada jangka waktu dan PKWT yang didasarkan pada selesainya suatu pekerjaan
tertentu (Pasal 56 Ayat (2) UU 13/2003). Secara limitatif, Pasal 59 juga menyebutkan bahwa
PKWT hanya dapat diterapkan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis, sifat dan kegiatan
pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu pekerjaan yang sekali
selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu
yang tidak terlalu lama, paling lama 3 tahun, pekerjaan yang bersifat musiman dan pekerjaan yang
berhubungan dengan produk baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
penjajagan.7
b) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yaitu perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap. Masa berlakunya
PKWTT berakhir sampai pekerja memasuki usia pensiun, pekerja diputus hubungan kerjanya,
pekerja meninggal dunia. Bentuk PKWTT adalah fakultatif yaitu diserahkan kepada para pihak
untuk merumuskan bentuk perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis. Hanya saja berdasarkan
Pasal 63 Ayat (1) ditetapkan bahwa apabila PKWTT dibuat secara lisan, ada kewajiban
pengusaha untuk membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. PKWTT
dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan dan dalam hal demikian,
pengusaha dilarang untuk membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. Hal ini
dijelaskan dalam Pasal 60 Ayat (1) dan (2) UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. 8
7
YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 2014), hal. 156.
8
YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 2014), hal. 157-158.
a) Sepakat mengikatkan diri,
b) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian,
d) Suatu sebab yang halal.
Kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian haruslah bersepakat setuju
dengan tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain. Tidak adanya kekeliruan atau penipuan
oleh salah satu pihak. Oleh karena itu kesepakatan adalah unsur utama. Kecakapan membuat suatu
perjanjian maksudnya mereka yang dikategorikan sebagai pendukung hak dan kewajiban adalah
orang atau badan hukum. Sedangkan suatu sebab yang halal maksudnya ialah tidak dilarang oleh
undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Ketentuan Pasal 51 (1) UUK menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis
maupun lisan. Meskipun demikian, ketentuan Pasal 54 (1) UUK setidak-tidaknya harus mencakup:
a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha.
b) Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh.
c) Jabatan atau jenis pekerjaan.
d) Tempat pekerjaan.
e) Besarnya upah dan cara pembayarannya.
f) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh.
g) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.
h) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat dan,
i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Ketentuan tentang syarat-syarat di atas tidak diperlengkapi secara memadai dengan sanksi
yang memaksakan pentaatan. Sekalipun begitu, ketentuan perundang-undangan di atas setidak-
tidaknya mengindikasikan apa yang diharapkan termuat dalam perjanjian kerja yang dibuat
tertulis. Fakta bahwa tidak disyaratkan perjanjian kerja dibuat tertulis dilandaskan pemikiran
praktikal, karena dalam banyak kasus para pihak tidak menuliskan kesepakatan yang dibuat antara
mereka. Jika perjanjian lisan demikian dinyatakan cacat hukum, maka artinya pekerja/buruh tidak
akan dapat mendapat perlindungan yang layak.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam hukum positif Pasal 50 Undang-
undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa hubungan kerja terjadi
karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh, senada dengan definisi
perjanjian kerja menurut Undang- undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang
menyebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha
atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Sementara
dalam pasal 1601 A KUH Perdata, perjanjian kerja merupakan suatu perjanjian dimana pihak yang
satu, pekerja mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak pengusaha selama waktu tertentu, dengan
menerima upah.
Dalam hukum islam menurut jumhur ulama unsur-unsur yang membentuk sebuah perjanjian
terdiri dari tiga aspek yaitu subyek akad, obyek akad dan sighat akad. Perjanjian kerja dalam
hukum Islam juga membenarkan tertulis tidaknya perjanjian kerja, namun sebuah keharusan
perjanjian kerja tertulis, karena berdasarkan sebuah potongan ayat dalam al-Qur‟an surat al-
Baqarah ayat 282.
Jenis Perjanjian Kerja:
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 3 syarat (pasal 1320 KUH perdata) yaitu:
1. Sepakat mengikatkan diri,
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian,
3. Suatu sebab yang halal.
DAFTAR PUSTAKA