Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di masa sekarang ini, hubungan kerja merupakan suatu fenomena

yang sudah sangat banyak menyita perhatian berbagai pihak baik itu

didalam negeri maupun diluar negeri. Sangat sering kita mendengar

masalah mengenai dunia ketenagakerjaan di lingkungan kita ini. Yang

mana hal tersebut merupakan salah satu masalah yang dipengaruhi oleh

perjanjian kerja. Perjanjian kerja khususnya dalam dunia ketenagakerjaan

tentunya merupakan hal yang sangat penting agar ada ikatan antara pihak

yang satu dengan pihak yang lainnya.

“Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha

atau pemberi kerja yang memuat syarat kerja, hak, dan kewajiban para

pihak”1

Perjanjian kerja pada dasarnya dibuat untuk mencegah adanya

permasalahan atau sengketa diantara para pihak yang terlibat dalam suatu

hubungan kerja yakni pihak perusahaan dan pihak karyawan. Oleh karena

itu, penerapannya dalam suatu masyarakat haruslah diwujudkan dengan

sebaik-baiknya, atau dalam arti lain perjanjian kerja harus memberikan

keadilan bagi semua pihak (bagi pengusaha ataupun bagi karyawan).

Namun, sampai saat ini masih ada juga permasalahan yang timbul akibat

1
UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

5
perjanjian kerja yang hanya menguntungkan satu pihak saja dan

merugikan pihak lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis mencoba

mengangkat judul “Perjanjian kerja” pada makalah ini untuk dibahas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu perjanjian kerja?

2. Apa penyebab berakhirnya perjanjian kerja?

3. Bagaimana bentuk perlindungan hukum dalam suatu perjanjian kerja?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu perjanjian kerja

2. Untuk mengetahui apa penyebab berakhirnya suatu perjanjian kerja

3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pelindungan hukum dalam suatu

perjanjian kerja

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

istilah overeenkomst dalam bahas belanda atau agreement dalam bahasa inggris.

Menurut teori klasik, perjanjian merupakan een tweezijdige overeenkomst atau

suatu perbuatan hukum yang bersisi dua yang didasarkan atas kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum. Istilah hukum perjanjian mempunyai cakupan yang

lebih sempit dari istilah hukum perikatan.

Dalam buku Pokok-Pokok Hukum Perikatan yang ditulis oleh R. Setiawan

memberikan pemaparan mengenai istilah verbintenis dan overeenkomst.

Verbintenis dikenal tiga istilah Indonesia, yaitu: Perikatan, Perutangan dan

Perjanjian. Untuk Overeenkomst dipakai dua istilah, yaitu: Perjanjian dan

Persetujuan. Verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat.

Jadi, verbintenis menunjuk kepada adanya ikatan atau hubungan. Hal ini memang

sesuai dengan definisnya sebagai suatu hubungan hukum. Overeenkomst berasal

dari kata kerja overeenkomen yang artinya setuju atau sepakat. Jadi, overeenkomst

mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh

BW.

Apabila menyimak pengertian perjanjian kerja menurut KUHPerdata dan

UU Ketenagakerjaan, maka tampak bahwa pengertian perjanjian kerja menurut

KUHPerdata mempunyai ciri khas yaitu adanya unsur “dibawah perintah pihak

lain”. Kata “dibawah perintah” ini menunjukkan bahwa hubungan hukum yang

terjadi adalah “subordinatif”. Pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara

7
social-ekonomi memberikan perintah kepada pekerja yang secara social-ekonomi

mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk melakukan pekerjaan tertentu.

Kata “dibawah perintah” merupakan norma dalam perjanjian kerja yang

membuatnya berbeda dengan perjanjian lain. Ketentuan “dibawah perintah”

mengindikasikan adanya salah satu pihak yang harus tunduk kepada pihak lainnya

atau dibawah perintah atau pimpinan orang lain. Singkatnya, hubungan yang

terjadi adalah hubungan atasan dan bawahan.2

Pengertian kontrak/perjanjian kerja diatas melahirkan ciri-ciri perjanjian

kerja sebagai berikut:

1. Adanya perjanjian antara pekerja dengan pengusaha

2. Perjanjian dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis

3. Perjanjian dilakukan untuk waktu tertentu dan untuk waktu tidak

tertentu

4. Perjanjian memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para

pihak.

Didalamnya juga memuat mengenai prosedur kerja dan kode disiplin yang

ditetapkan perusahaan. Unsur-unsur yang sama dalam perjanjian dan kontrak

mengikat kedua belah pihak, ada hak dan kewajiban untuk memenuhi prestasi,

ada akibat hukum (wanprestasi).

2
Nomor 1, Cristoforus Valentino Alexander Putra, Urgensi klausula definisi dalam perjanjian
kerja, vol.39, 2017, hlm. 67-68

8
BAB III

PEMBAHASAN

A. Perjanjian kerja

1. Definisi perjanjian kerja

a. Perjanjian kerja menurut pasal 1601a KUHPerdata adalah suatu

perjanjian dimana pihak kesatu (buruh atau pekerja) mengikatkan

dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk

suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.

b. Perjanjian kerja menurut Pasal 14 UU No. 13 Tahun 2003 adalah

perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi

kerja yang memuat syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

c. Menurut Subekti, perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang

buruh dengan majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri

adanya suatu upah atau gaji tertentu yang di perjanjikan dan

adanya suatu hubungan di peratas (bahasa Belanda

“dierstverhanding”) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak

yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang

harus ditaati oleh pihak yang lain (buruh).

d. Menurut Salim H.S, perjanjian atau kontrak kerja adalah suatu

peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau

dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

e. Menurut Wiwoho Soedjono menyebutkan bahwa perjanjian kerja

adalah suatu perjanjian antara orang perorang pada satu pihak

9
dengan pihak lain sebagai pengusaha untuk melaksanakan suatu

pekerjaan dengan mendapatkan upah.

f. Lalu Husni menjelaskan bahwa perjanjian kerja adalah suatu

perjanjian dimana pihak kesatu, si buruh mengikatkan dirinya pada

pihak lain, si majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah,

dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan si

buruh dengan membayar upah.

2. Tujuan dan fungsi perjanjian kerja

a) Tujuan perjanjian kerja, yaitu:

Tujuan dibuatnya perjanjian kerja adalah untuk mempertegas

dan memperjelas hak serta kewajiban yang dimiliki oleh pekerja

maupun perusahaan. Lebih jelasnya, artikel berikut ini akan

menguraikan manfaat-manfaat lain dari PKB dalam perusahaan,

beserta ketentuan pembuatannya dan perbedaannya dengan

perjanjian kerja.

b) Fungsi perjanjian kerja, diantaranya:

1. Aspek keamanan

Surat perjanjian kerjasama dibuat agar seluruh pihak yang

terlibat dalam suatu kegiatan kerjasama dapat merasa tenang

dan aman. Hal ini dapat terjadi karena surat perjanjian ini

bersifat mengikat dan menjamin seluruh pihak terlibat untuk

melakukan kewajiban dan mendapatkan haknya.

10
2. Hak dan kewajiban

Dalam surat perjanjian kerjasama biasanya tertulis dengan

jelas batasan dari hak serta kewajiban yang harus dilakukan

oleh pihak terkait. Maka dari itu, semua perjanjian kerjasama

tentu akan lebih terjamin.

3. Mengurangi risiko

Risiko terjadinya perselisihan antar pihak yang bekerjasama

tentu sangat mungkin terjadi. Dengan surat perjanjian ini,

kemungkinan terjadinya risiko-risiko tersebut bisa jadi semakin

kecil.

4. Acuan penyelesaian

Adanya surat perjanjian kerjasama juga berguna untuk

menyelesaikan masalah jika terjadi perselisihan atau

perdebatan antara pihak dalam kerjasama. Surat ini bisa

menjadi acuan penyelesaian. Bahkan, surat ini dapat dijadikan

bukti konkret di pengadilan resmi dan ditunjukkan kepada

hakim yang memimpin proses persidangan.

Hal ini sangat penting dan fundamental dalam setiap urusan

kerjasama. Anda bisa melakukan kerjasama dengan aman dan

11
nyaman hanya dengan berbekal surat perjanjian yang

disepakati kedua belah pihak ini. 3

3. Unsur-unsur perjanjian kerja

a. Adanya unsur work atau pekerjaan

Dalam suatu perjanjian kerja, harus ada pekerjaan yang

diperjanjikan (obyek perjanjian). Pekerjaan tersebut haruslah

dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin pengusaha, ia

dapat menyuruh orang lain (Pasal 1603a KUHPerdata).

Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi

karena bersangkutan dengan keterampilan atau keahliannya. Maka,

menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian

kerja tersebut putus demi hukum.

b. Adanya unsur perintah

Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh

pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada

perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan apa

yang diperjanjikan.

c. Adanya upah

Upah merupakan peranan paling penting dalam hubungan kerja

(perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama

seorang bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah.

3
https://www.cimbniaga.co.id/id/inspirasi/bisnis/surat-perjanjian-kerjasama-pahami-jenis-dan-
fungsinya#:~:text=Surat%20perjanjian%20kerjasama%20dibuat%20agar,melakukan%20kewajiba
n%20dan%20mendapatkan%20haknya.

12
Sehingga jika tidak ada unsur upah dalam perjanjian kerja, maka

suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.

d. Waktu tertentu

Maksud dari waktu tertentu disini yaitu dalam hubungan kerja

antara pengusaha dan pekerja tidak berlangsung secara terus

menerus atau abadi, tetapi harus ada waktunya.

Waktu tersebut dapat ditetapkan dalam perjanjian kerja, namun

dapat pula tidak ditetapkan. Jika waktu tersebut tidak ditetapkan

dalam perjanjian kerja, maka dapat didasarkan pada peraturan

perundang-undangan atau kebiasaan.4

4. Jenis-jenis perjanjian kerja

Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh

para pihak dalam bentuk tertulis, sedangkan perjanjian lisan adalah

suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan

(kesepakatan para pihak).5

Perjanjian kerja termasuk dalam perjanjian tertulis dan lisan.

Namun dalam penerapannya, perjanjian kerja lebih efisien jika

dilakukan secara tertulis karena buktinya nyata (hitam diatas putih).

Sedangkan jika secara lisan, tidak ada bukti konkret nya.

Jenis perjanjian kerja terbagi menjadi empat, diantaranya:


4
http://www.definisi-pengertian.com/2015/07/pengertian-hubungan-kerja-dan.html?m=1,
diakses pada 03 desember 2022, pukul 19:33.
5
KUHPerdata (Pasal 1313)

13
a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Perjanjian kerja waktu tertentu didasarkan atas: jangka waktu,

atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Perjanjian ini dibuat

secara tertulis dalam huruf latin dengan menggunakan bahasa

Indonesia. Kewajiban menuangkan perjanjian kerja jenis ini ke

dalam bentuk tertulis adalah untuk melindungi salah satu pihak

apabila ada tuntutan dari pihak lainnya setelah selesainya

perjanjian kerja.6

Berdasarkan pasal 59 ayat (4) UU Ketenagakerjaan bahwa

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya dapat dilakukan

paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali

untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan jika bermaksud

memperpanjang maka pengusaha harus memberitahukan secara

tertulis kepada pekerja paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum

perjanjian berakhir. Jika ketentuan tersebut tidak dipenuhi maka

perjanjian kerjanya batal demi hukum dan menjadi Perjanjian

Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Perjanjian kerja waktu tidak tertentu adalah perjanjian kerja

antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan

kerja yang bersifat tetap. Pekerjanya disebut karyawan tetap.

6
Ahmadi Miru & Sakka pati, Hukum Perjanjian: penjelasan makna pasal-pasal perjanjian
bernama dalam kuhperdata, (Jakarta Timur: Sinar grafika, 2020), hlm. 94.

14
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu memang tidak harus

dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis, akan tetapi perusahaan

wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerjanya, surat

pengangkatan tersebut sekurang-kurangnya memuat keterangan:7

1. Nama dan alamat pekerja/buruh

2. Tanggal mulai bekerja

3. Jenis pekerjaan, dan

4. Besarnya upah.

c. Perjanjian Kerja Paruh waktu (part time)

Perjanjian kerja paruh waktu adalah jenis perjanjian yang

dibuat hanya bagi pekerjaan yang memiliki durasi kurang dari 8

(delapan) jam setiap harinya. Sebagai contohnya bila seorang

karyawan bekerja selama 7-8 jam perharinya di kantor atau tempat

kerja, maka pekerja paruh waktu hanya bekerja selama 3-4 jam

saja.

d. Perjanjian pemborongan pekerjaan

Perjanjian pemborongan pekerjaan biasanya dibuat saat pihak

perusahaan bekerja sama dengan penyedia jasa tenaga kerja.

Perjanjian jenis ini biasanya digunakan untuk jumlah pekerjaan

dalam skala besar seperti pabrik. Namun, dalam penerapan

perjanjian ini, pihak perusahaan juga harus membuat perjanjian

7
Ibid, hlm. 95.

15
kerja PKWT dan PKWTT agar menguatkan hukum perjanjian

pemborongan kekuasaan ini.

5. Syarat sah perjanjian kerja

Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian

kerja harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana

diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini juga tertuang

didalam pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yang menyebutkan

bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar:

a. Kesepakatan kedua belah pihak

Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut

kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya maksudnya bahwa

pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian kerja harus

setuju atau sepakat terhadap hal-hal yang diperjanjikan. Apa

yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki pihak yang lain.

Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, dan pihak

pengusaha menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan.

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum

Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang

membuat perjanjian, maksudnya pihak pekerja maupun

pengusaha harus cakap dalam membuat perjanjian. Seseorang

dipandang cakap membuat perjanjian jika yang bersangkutan

telah cukup umur. Ketentuan hukum ketenagakerjaan

16
memberikan batasan umur minimal 18 tahun (Pasal 1 angka 26

UU Ketenagakerjaan). Selain itu seseorang dikatakan cakap

membuat perjanjian jika orang tesebut tidak terganggu jiwanya

atau waras.

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan

Dalam istilah pasal 1320 KUHPerdata adalah hal tertentu.

Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan obyek dari perjanjian

kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya

melahirkan hak dan kewajiban para pihak.

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan

ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Dalam istilah pasal 1320 KUHPerdata adalah sebab yang halal

yang artinya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang,

ketertiban umum, dan kesusilaan. Jenis pekerjaan yang diperjanjikan

merupakan salah satu unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan

secara jelas.

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya keempat syarat

tersebut harus terpenuhi agar dapat dikatakan bahwa perjanjian

tersebut sah.8

Dalam hukum perdata, syarat pertama dan kedua disebut sebagai

syarat subyektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat

8
http://www.definisi-pengertian.com/2015/07/pengertian-hubungan-kerja-dan.html?m=1,
diakses pada 03 desember 2022, pukul 19:48.

17
perjanjian. Jika syarat subyektif tidak terpenuhi, maka akibat hukum

dari perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Artinya perjanjian tersebut

dapat dinyatakan batal apabila dikehendaki oleh pihak yang

bersangkutan saja, jika pihak yang bersangkutan tidak meminta

pembatalan maka perjanjian tersebut tidak dapat dinyatakan batal.

Dengan demikian, perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum

selama belum dibatalkan oleh hakim.

Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat

obyektif karena menyangkut obyek perjanjian. Jika syarat obyektif ini

tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dinyatakan batal demi hukum.

Artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada.

6. Isi Perjanjian Kerja

Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun

2003, perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya

memuat:

a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;

c. Jabatan atau jenis pekerjaan;

d. Tempat pekerjaan;

e. Besarnya upah dan cara pembayarannya;

f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha

dan pekerja/buruh;

18
g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan

i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Isi dari perjanjian kerja bersifat mengatur hubungan individual

antara pekerja dengan perusahaan/pengusaha.

B. Penyebab berakhirnya perjanjian kerja

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang RI No.13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa “pemutusan

hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal

tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara

pekerja/buruh dan pengusaha”.

Salah satu permasalahan yang sering muncul dalam hubungan

kerja adalah permasalahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menurut

pasal 1 ayat (25) Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan PHK adalah pemutusan hubungan kerja karena suatu hal

tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara

pekerja/buruh dan pengusaha. Berakhirnya hubungan kerja bagi pekerja

berarti kehilangan mata pencaharian yang berarti pula permulaan masa

pengagguran dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian

dan ketentraman hidup tenaga kerja seharusnya tidak ada pemutusan

19
hubungan kerja. Akan tetapi dalam kenyataannya membuktikan bahwa

pemutusan hubungan kerja tidak dapat dicegah seluruhnya.9

Dalam hal pemutusan hubungan kerja karena berakhirnya waktu

yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak menimbulkan

permasalahan terhadap kedua belah pihak, karena para pihak telah

menyepakati kapan berakhirnya hubungan kerja tersebut. Namun lain

halnya terhadap pemutusan hubungan kerja yang disebabkan adanya

perselisihan, alasan pemutusan hubungan kerja yang disebabkan adanya

perselisihan akan berdampak pada kedua belah pihak. Dampak tersebut

lebih dirasakan oleh pihak pekerja/buruh, karena mempunyai kedudukan

yang lebih lemah dibandingkan dengan kedudukan pengusaha. Bagi

pekerja/buruh, pemutusan hubungan kerja akan memberikan pengaruh

secara psikologis, ekonomi, dan finansial.

Prosedur pemutusan hubungan kerja adalah sebagai berikut:

a) Wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja atau

dengan pekerja, maksud pemutusan hubungan kerja tersebut

b) Bila perundingan gagal atau tidak menghasilkan persetujuan, maka

pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan

pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian

perselisihan hubungan industrial; permohonan penetapan

pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga

999
Berliana Destrie Aisha, “PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA YANG DIDASARKAN
PADA PELANGGARAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA”, Vol.2, 2019, hlm. 65.

20
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan disertai

alasan yang menjadi dasarnya

c) Permohonan penetapan dapat diterima bila telah dirundingkan

terlebih dahulu dan perundingan itu gagal. Pemutusan hubungan

kerja tanpa penetapan adalah batal demi hukum dan pengusaha

wajib mempekerjakan pekerja yang bersangkutan serta membayar

seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima, serta selama

putusan belum ditetapkan, maka baik pengusaha maupun pekerja

harus tetap melaksanakan segala kewajibannya (Pasal 155 ayat 2

dan 3; pasal 170 UU No.13 Tahun 2003).10

Penyebab berakhirnya suatu perjanjian kerja sudah diatur didalam

UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 pasal 61 dan Pasal 62.

Pasal 61 UU Ketenagakerjaan, berbunyi :

(1) Perjanjian Kerja berakhir apabila:

a. Pekerja meninggal dunia;

b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja

c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan

lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

10
Rusli, Hardijan, Hukum Ketenagakerjaan 2003, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm.180

21
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja

bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja

(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau

beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan,

atau hibah.

(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh

menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain

dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak

pekerja/buruh

(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli

waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah

merundingkan dengan pekerja/buruh

(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh

berhak mendapatkn hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 62 UU Ketenagakerjaan, berbunyi :

“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum

berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu

tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri

hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya

22
sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu

perjanjian kerja.”

C. Bentuk perlindungan hukum dalam suatu perjanjian kerja

Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untk memperoleh perlindungan

atas:

a) Keselamatan dan kesehatan kerja;

b) Moral dan kesusilaan;

c) Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta

nilai-nilai agama11

Menyadari akan pentingnya pekerja bagi perusahaan, maka dalam

dunia kerja, perusahaan diwajibkan menjamin perlindungan/jaminan

terhadap hak-hak pekerja/buruh. Perlindungan yang diberikan bagi para

pihak terdapat dalam perjanjian itu sendiri, yaitu didalam klausula-

klausula yang telah disepakati para pihak, dan terdapat juga diluar

perjanjian, yaitu didalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat

ini.

Berbicara masalah perlindungan hukum bagi tenaga kerja yang terkait

dengan syarat-syarat kerja, maka hal ini merupakan masalah yang sangat

kompleks, karena berkaitan dengan kesehatan kerja, keselamatan kerja,

upah, kesejahteraan dan jaminan sosial ketenagakerjaan.

11
Rusli, Hardijan, Hukum Ketenagakerjaan 2003, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm.108

23
Menurut Soepomo, perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga )

jenis, yaitu:

a. perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam

bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak

mampu bekerja di luar kehendaknya;

b. perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk

jaminan kesehatan kerja dan kebebasan berserikat dan perlindungan

hak untuk berorganisasi; dan

c. perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk

keamanan dan keselamatan kerja.

Apabila perusahaan tidak ada mempergunakan perjanjian tertulis yang

dibuat bersama pekerja maka pihak peruasahaan atau pengusaha dapat

dituntut untuk terus memberikan pekerjaan pada pekerja/ buruh sehingga

hubungan kerja berubah menjadi hubungan kerja untuk waktu tidak

tertentu (PKWTT) yang dikenal dengan pekerja/ buruh tetap.

Hal ini dijabarkan dalam Pasal 57 ayat (1) dan (2) UU

Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja harus di buat secara tertulis dan wajib

untuk nantinya akan disepakati oleh kedua belah pihak. Proses

pembentukan perjanjian kerja diperlukannya syarat tertentu, dimana syarat

tertentu tersebut harus mengikuti peraturan dan atau aturan perundang-

undangan yang sesuai dengan tata cara pembuatan perjanjian kontrak yang

saling menguntungkan bagi pengusaha dan buruh, pekerja tetap akan

24
memiliki haknya agar memperoleh upah dan penghidupan yang layak

tanpa membedakan jenis kelamin (gender), agama, suku, ras (SARA) yang

sesuai dengan minat dan kemampuan buruh atau tenaga kerja yang

bersangkutan termasuk perlakuan yang didapat yang sama terhadap

penyandang cacat(disabilitas) yang mana hal tersebut merupakan

pengertian dari perlindungan hukum kepada tenagakerja. Tempat

berlindung, perbuatan melindungi, pertolongan dan penjagaan merupakan

aspek penting dalam perlindungan tenaga kerja di Indonesia.

Perlindungan hukum bagi pekerja pada dasarnya mengandung dua

unsur yaitu: perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum

represif. Tujuan perlindungan hukum prefentif adalah untuk menghindari

sengketa, salah satu wujudnya melalui pelibatan peran serta masyarakat

terhadap peraturan perundang-undangan yang belum disahkan. Ironisnya

hal ini belum berjalan di Indonesia, bahkan seringkali terjadi bahwa suatu

undang-undang yang telah disahkan tidak pernah mempunyai naskah

akademis.

Penerapan teori hukum dan filsafat hukum dalam suatu peraturan

perundang-undangan terkadang dianggap kurang penting. Peraturan sering

hanya untuk memenuhi kebutuhan pragmatis dan hanya dianggap sebagai

suatu proyek yang patut untuk diperebutkan dananya.12

Lingkup perlindungan terhadap pekerja / buruh menurut Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003,antara lain secara garis besar meliputi:

12
Amelia Syafira Parinduri, “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA DALAM PERJANJIAN
KERJA OUTSOURCING”, Vol. I Nomor 1, 2019, hlm.94-96

25
1. Perlindungan Upah Dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan ciri

khas dari suatu hubungan kerja bahkan dikatakan upah merupakan

tujuan utama dari seorang pekerja yang melakukan pekerjaan pada

orang atau badan hukum lain. Karena itulah pemerintah turut serta

dalam menangani masalah pengupahan ini melalui berbagai kebijakan

yang dituangkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Setiap tenaga kerja berhak memperoleh penghasilan yang layak

bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan yang layak,

pemerintah menetapkan perlindungan dengan pengupahan bagi

pekerja. Perwujudan penghasilan yang layak dilakukan pemerintah

melalui penetapan upah minimum atas dasar kebutuhan yang layak.

Pengaturan pengupahan ditetapkan atas dasar kesepakatan antara

pengusaha dan pekerja.

Pengupahan termasuk salah satu aspek yang paling penting dalam

perlindungan pekerja atau buruh. Hal ini secara tegas, dijelaskan

dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

bahwa setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan

yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Menurut

Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 yang

dimaksud dengan upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima

dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha

atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan

26
dibayarkan menurut perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan

perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan

keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan

dilakukan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor

PER01/MEN/1999 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 jangkauan wilayah

berlakunya upah minimum meliputi : Upah minimum Provinsi (UMP)

berlakunya diseluruh kabupaten atau kota dalam 1 (satu) wilayah

propinsi; Upah minimum kabupaten atau kota (UMK) berlaku dalam

1 ( satu ) wilayah kabupaten atau kota.

Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu bentuk perlindungan

yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya terhadap berbagai

resiko yang dialami tenagakerja. Jumlah angkatan kerja di Indonesia

sangat besar, yaitu sekitar 100 juta orang akan terus tumbuh lebih dari

2 (dua) persen pertahun.2 Bentuk Perlindungan Jaminan Sosial

Tenaga kerja sekarang diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor :

40 tahun 2004 tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional dan Undang-

Undang Nomor : 24 tahun 2011 tentang BPJS , yang terdiri dari BPJS

Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Jadi Sekarang Bentuk

perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan dalam

masa sekarang ini diselenggarakan oleh Badan Pnyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS).

27
Dan BPJS sekarang ini meliputi BPJS Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan yang merupakan kelanjutan dari Jaminan Sosial

Tenaga kerja yang dahulunya dilaksanakan oleh PT. Jamsostek . Yang

dimaksud dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu

perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk Pemberian Jaminan

kesehatan dan juga santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian

dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai

akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa

kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal

dunia.

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Dalam Pasal 86 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang kesehatan kerja merupakan salah satu hak pekerja

atau buruh untuk itu pengusaha wajib melaksanakan secara sistematis

dan terintergrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Upaya

kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi pekerja atau buruh guna

mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, dengan cara

pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian

bahaya ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan

rehabilitas.

Dengan demikian tujuan kesehatan kerja adalah : Melindungi

pekerja dari resiko kecelakaan kerja; Meningkatkan derajat kesehatan

para pekerja/buruh; Agar pekerja atau buruh dan orang-orang

28
disekitarnya terjamin kesehatannya; Menjamin agar produksi

dipelihara dan dipergunakan secara aman dan berdaya guna.

Berkaitan dengan kesehatan kerja maka setiap pengusaha wajib

melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Waktu Kerja

Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang meliputi :

a) 7 (tujuh) jam dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh)

jam dalam 1 (satu) minggu, untuk 6 (enam) hari kerja

dalam 1 (satu) minggu ;

b) 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh)

jam dalam 1 (satu) minggu, untuk 5 (lima) hari kerja

dalam 1 (satu) minggu.

Selebihnya dari Waktu kerja itu dimungkinkan utk

kerja lembur maksimal 3 jam dalam 1 hari. Maka untuk

itu, pengusaha wajib membayar upah lembur sesuai

ketentuan Menaker No.102 tahun 2004.

b. Waktu Istirahat

Pengusaha juga wajib memberikan waktu istirahat dan cuti

kepada pekerja atau buruh :

a) Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja

dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari

kerja dalam 1 (satu) minggu;

29
b) Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah

jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus

dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

c) Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari

kerja setelah pekerja atau buruh yang bersangkutan bekerja

selam 12 (duabelas) bulan secara terus menerus;

d) Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan

dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-

masing 1 (satu) bulan bagi pekerja atau buruh yang telah

bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada

perusahaan yang dengan ketentuan pekerja atau buruh

tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam

2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap

kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

Kesehatan kerja ini merupakan cara agar buruh melakukan

pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan dan tidak hanya ditujukan

terhadap pengusaha yang hendak mengeksplotasi pekerja/buruh,

tetapi juga ditujukan terhadap pihak pekerja/ buruh itu sendiri.

c. Keselamatan Kerja

Dengan majunya industrialisasi, mekanisme, dan modernisasi,

maka dalam kebanyakan hak berlangsung pulalah peningkatan

intesitas kerja operasional dan tempat kerja para pekerja. Hal ini

memerlukan pengerahan tenaga kerja secara intensif pula dari

30
para pekerja. Hal tersebut dapat menyebabkan Kelelahan, kurang

perhatian akan hal-hal ini, kehilangan keseimbangan dan lain-lain

merupakan akibat dari padanya dan sebab terjadinya kecelakaan

maka perlu dipahami perlu adanya pengetahuan keselamatan kerja

yang tepat, selanjutnya dengan peraturan yang maju akan dicapai

keamanan yang baik dan realistis yang merupakan faktor yang

sangat penting dalam memberikan rasa tenteram, kegiatan dan

kegairahan bekerja pada tenaga kerja yang bersangkutan dalam

hal ini dapat mempertinggi mutu pekerjaan, peningkatan produksi

dan produktivitas kerja.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan

mesin, pesawat alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,

landasan tempat kerja dan lingkungannya, serta cara-cara

melakukan pekerjaan. Obyek keselamatan kerja adalah segala

tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air,

didalam air maupun di udara. Dalam Pasal 1 UndangUndang

Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, dijelaskan

tentang adanya 3 (tiga) unsur : Tempat dimana dilakukan

pekerjaan bagi sesuatu usaha; Adanya tenaga kerja yang bekerja

disana; Adanya bahaya kerja di tempat itu.

Sedangkan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1970 dijelaskan tentang kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang

terjadi berhubung dengan hubungan kerja, demikian pula

31
kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah

menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan atau

wajar dilalui.

3. Perlindungan Hukum Bagi Pekerja /Buruh Untuk Membentuk dan

Menjadi Anggota Serikat pekerja/serikat buruh

Serikat Pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk

dari, oleh dan untuk pekerja /buruh baik di perusahaan maupun di luar

perusahaan , yang bersifat bebas,terbuka, mandiri, demokratis dan

bertanggungjawab guna memperjuangkan , membela serta melindungi

hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan

pekerja/buruh dan keluarganya.

Perlindungan hukum berkaitan dengan hak pekerja/buruh untuk

membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh

terdapat Pada pasal 104 UU no.13 tahun 2003. Pasal 104 ayat 1

menyebutkan : “ Setiap pekerja/ buruh berhak membentuk dan

menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh”. Pekerja/buruh yang

tergabung dalam serikat pekerja/serikat buruh berhak untuk

mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan

organisasi termasuk dana mogok. Ketentuan dalam pasal 104 UU

No.13 tahun 2003 ini sejalan dengan ketentuan Undang-undang

Nomor . 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh

khususnya pasal 5 ayat 1 yang bunyinya sama dengan pasal 104 ayat

1 UU NO.13 tahun 2003. Bahkan Perlindungan Hukum terhadap

32
pekerja /buruh dalam UU No.21 tahun 2000 diwujudkan dalam

bentuk kemudahan untuk membentu k Serikat / Serikat buruh, di

mana pekerja / Buruh minimal 10 (sepuluh ) orang sudah berhak

membentuk serikat pekerja/serikat buruh.

4. Perlindungan Atas Hak-Hak Dasar Pekerja / Buruh Untuk Berunding

Dengan Pengusaha

Hukum Ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara Pekerja

/ buruh dan pengusaha, yang berarti mengatur kepentingan orang

perorangan. Hubungan kerja yang mengatur antara pekerja/buruh dan

pengusaha pada dasarnya memuat hak dan kewajiban dari para pihak.

Pengertian hak dan kewajiban selalu bersifat timbal balik antara satu

dengan yang lain. Hak pekerja atau buruh merupakan kewajiban bagi

pengusaha, demikian pula sebaliknya hak pengusaha juga merupakan

kewajiban pekerja/buruh.Untuk mewujudkan hal tersebut maka dalam

UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam pasal 106

telah diatur mengenai suatulembaga yang merupakan forum

komunikasi dan berunding bagi pekerja/buruh dengan pengusaha

yaitu dengan adanya suatu lembaga Bipartit.

Lembaga Bipartit ini berfungsi sebagai forum komunikasi dan

konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di suatu Perusahaan .

Adapun keanggotaan Lembaga Bipartit terdiri dari unsur pengusaha

dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara

demokratis untuk mewakili kepentingan dari pekerja/buruh di

33
perusahaan yang bersangkutan.. Lembaga Bipartit juga sebagai

lembaga pertama untuk menyelesaikan sengketa antara pekerja /

buruh dengan pengusaha.

Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

dalam pasal 107 juga mengatur mengenai hak berunding yang lain

dalam sebuah lembaga Kerjasama Tripartit yang berfungsi hampir

sama dengan lembaga Bipartit. Lembaga Tipartit ini berfungsi

memberikan pertimbangan , saran dan pendapat kepada pemerintah

dan pihak terkait termasuk pekerja/buruh dan pengusaha ,dalam

penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan.

Keanggotaan Lembaga Kerjasama Tripartit terdiri dari unsur

pemerintah, organisasi pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh

yang mewakili pekerja/buruh. Lembaga Kerjasama Tripartit ini terdiri

Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional, Propinsi dan Kabupaten

/Kota, serta Lembaga Kerjasama Tripartit Sektoral Nasional, Propinsi

dan Kabupaten/Kota.13

13
Suhartoyo “Perlindungan Hukum Bagi Buruh Dalam Sistem Hukum Ketenagakerjaan Nasional”
Volume 2 Issue 2, June 2019, Hlm 329-335.

34
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perjanjian kerja

Perjanjian kerja menurut pasal 1601a KUHPerdata adalah suatu

perjanjian dimana pihak kesatu (buruh atau pekerja) mengikatkan

dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu

waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.

2. Penyebab berakhirnya perjanjian kerja

a) Pekerja meninggal dunia;

b) Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

c) Adanya putusan pengadilan;

d) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam

perjanjian kerja.

3. Perlindungan hukum dalam suatu perjanjian kerja

a) Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga

kerja;

b) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;

c) Perlindungan hukum untuk membentuk dan menjadi anggota

serikat Pekerja/ serikat buruh;

d) Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja / buruh untuk berunding;

35
B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami

nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

36
DAFTAR PUSTAKA

Destrie, Berliana. Pemutusan hubungan kerja yang didasarkan pada pelanggaran

perjanjian kerja bersama, Vol.2, Januari 2019.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Miru, Ahmadi. Hukum Perjanjian : penjelasan makna pasal-pasal perjanjian

bernama dalam KUHPerdata, Jakarta Timur : Sinar Grafika. 2020

Parinduri, Amelia Syafira. Perlindungan hukum bagi tenaga kerja dalam

perjanjian kerja outsourcing, vol.1, Juli 2019.

Putra, Cristoforus Valentino Alexander. Urgensi klausula definisi dalam

perjanjian kerja, vol.39, 2017.

Rusli, Hardijan. Hukum Ketenagakerjaan 2003. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2004

Suhartoyo Perlindungan Hukum Bagi Buruh Dalam Sistem Hukum

Ketenagakerjaan Nasional, vol. 2, June 2019.

Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

37

Anda mungkin juga menyukai