Anda di halaman 1dari 18

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Hubungan Kerja ................................................................................ 3

2.2 Pengertian Perjanjian Kerja ................................................................................ 3

2.3 Unsur – unsur Perjanjian Kerja ........................................................................... 5

2.4 Syarat Sah Perjanjian Kerja ................................................................................ 6

2.5 Hubungan Industrial............................................................................................ 9

2.6 Perjanjian Kerja Bersama.................................................................................. 11

2.7 Hubungan antara Perjanjian Kerja dengan Perjanjian Kerja Bersama .............. 12

2.8 Peraturan Perusahaan ........................................................................................ 13

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 15

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 17


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perjanjian kerja sebagai sarana pendahulu sebelum berlangsungnya
hubungan kerja, harus diwujudkan dengan sebaik-baiknya, dalam arti
mencerminkan keadilan baik bagi pengusaha maupun bagi buruh, karena
keduanya akan terlibat dalam suatu hubungan kerja.
Di dunia barat kehidupan masyarakat seperti halnya merupakan arena
pertarungan antara kepentingan-kepentingan perseorangan yang saling
bertentangan, sedangkan didalam lingkungan masyarakat Indonesia adalah
tempat kerjasama dimana anggota melakukan tugas tertentu menurut
pembagian kerja yang tertatur menuju tercapainya cita-cita bersama, yaitu
masyarakat adil dan makmur.
Dalam masyarakat Indonesia yang demikian itu, misalnya
dicerminkan dalam asas pokok yang mengatakan bahwa perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, soal
pemburuhan nanti bukan lagi semata-mata soal melindungi pihak yang
perekonomiannya lemah terhadap pihak yang perekonomiannya kuat untuk
mencapai adanya keseimbangan antara kepentingan yang berlainan,
melainkan juga soal menemukan jalan dan cara yang sebaik-baiknya,
dengan tidak meninggalakan sifat kepribadian dan kemanusiaan, bagi setiap
orang yang melakukan pekerjaan, untuk mendapatkan hasil yang sebaik-
baiknya dari tiap pekerjaan yang sudah ditentukan menjadi tugasnya dan
sebagai imbalan atas jerih payanhnya itu mendapatkan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu harus diatur dan perlu adanya
suatu ikatan antara pekerja dan majikan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pengertian hubungan kerja?
2. Apa yang dimaksud dengan pengertian perjanjian kerja?
3. Apa saja yang menjadi unsur – unsur perjanjian kerja?
4. Apa saja syarat sah perjanjian kerja?
5. Apa yang dimaksud dengan hubungan industrial?
6. Apa yang dimaksud dengan perjanjian kerja bersama?
7. Bagaimanakah hubungan antara perjanjian kerja dengan perjanjian
kerja bersama?
8. Apa yang dimaksud dengan peraturan perusahaan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian hubungan kerja
2. Untuk mengetahui pengertian perjanjian kerja
3. Untuk mengetahui unsur – unsur perjanjian kerja
4. Untuk mengetahui syarat sah perjanjian kerja
5. Untuk mengetahui hubungan industrial
6. Untuk mengetahui perjanjian kerja bersama
7. Untuk mengetahui hubungan antara perjanjian kerja dengan perjanjian
kerja bersama
8. Untuk mengetahui peraturan perusahaan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hubungan Kerja


Hubungan kerja merupakan suatu hubungan hukum yang dilakukan
oleh minimal dua subjek hukum yaitu pengusaha dan pekerja/buruh
mengenai suatu pekerjaan. Hal tersebut menunjukan kedudukan dari para
pihak yaitu pengusaha dan pekerja/buruh yang di dalamnya terdapat hak dan
kewajiban dari masing-masing pihak.
Berdasarkan ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja terjadi karena adanya
perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Setiap hubungan
kerja diawali dengan kesepakatan perjanjian kerja.
Menurut buku pengantar hukum ketenagakerjaan karya lalu husni,
hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang
terjadi setelah adanya perjanjian kerja.
Dalam pasal 1 ayat 15 UU No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menjelaskan hubungan kerja adalah hubungan antara
pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai
unsur pekerjaan, upah dan perintah.
Menurut Iman Soepomo dalam bukunya Sendjun H. Manulang
menyebutkan bahwa, pengertian hubungan kerja adalah hubungan antara
pekerja/buruh dengan pengusaha, dimana pekerja/buruh menyatakan
kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan
pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh
dengan membayar upah.

2.2 Pengertian Perjanjian Kerja


Dalam suatu perjanjian tentunya ada para pihak yang melakukan
perjanjian tersebut. Begitu juga halnya dengan perjanjian kerja, dalam

3
perjanjian kerja pihak-pihak itu adalah pekerja dan pemberi kerja
(pengusaha/majikan).
Dalam undang-undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan
menyebutkan pekerja adalah “tenaga kerja yang bekerja diluar maupun
didalam hubungan orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh”.
Disini yang dimaksud dengan buruh adalah pekerja.
Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms,
yang artinya perjanjian kerja. Kemudian dalam pasal 1601 a KHUPerdata
secara khusus mendefinisikan mengenai perjanjian kerja. “Perjanjian kerja
adalah perjanjian dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya
untuk di bawah perintahnya pihak lain, si majikan untuk suatu waktu
tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.
Pengertian perjanjian kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni Perjanjian kerja adalah perjanjian
antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat – syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Prof. Subekti, S.H. menyatakan dalam bukunya aneka perjanjian,
disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh
dengan seorang majikan, perjanjian ditandai dengan adanya suatu upah atau
gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas
(bahasa Belanda “dierstverhanding”) yaitu suatu hubungan berdasarkan
mana pihak satu (majikan) berhak memberi perintah-perintah yang harus
ditaati oleh pihak lain (buruh).
A.Ridwanhalim, S.H. dalam bukunya sari hukum perburuhan aktual,
menyatakan pengertian perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang
diadakan antara majikan tertentu dan karyawan, yang umumnya berkenaan
dengan persyaratan yang secara timba lbalik harusdi penuhi oleh kedua
belah pihak.
Wiwohosoedjono, S.H. dalam bukunya hukum perjanjian kerja,
menyatakan bahwa pengertian perjanjian kerja adalah hubungan antaras
seorang yang bertindak sebagai pekerja atau buruh dengan seseorang yang
bertindak sebagai majikan.

4
2.3 Unsur – unsur Perjanjian Kerja
Unsur-unsur perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan kerja
sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan adalah :
a. Adanya unsur work atau pekerjaan.
Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang
diperjanjikan (objek perjanjian), pekerja tersebut haruslah dilakukan
sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh
orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata pasal 1603 a yang
berbunyi :
“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya : hanya dengan
seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”.
Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi
karena bersangkutan dengan keterampilan atau keahliannya,maka
menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja
tersebut putus demi hukum.
b. Adanya unsur perintah (Commend)
Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh
pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan haruslah tunduk pada
perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang
diperjanjikan. Disinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan
lainnya. misalnya hubungan antara dokter dengan pasien, pengacara
dan klien. Hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja, karena
dokter dan pengacara tidak tunduk pada perintah pasien dan klien.
c. Unsur waktu (Time)
Bahwa dalam melakukan hubungan kerja tersebut, haruslah
dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian
kerja atau perundang-undangan.
d. Unsur upah (pay)
Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja
(perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang

5
pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah.
Sehingga jika tidk ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan
merupakan hubungan .
Upah maksudnya adalah imbalan prestasi yang wajib dibayar
oleh majikan untuk pekerjaan itu yang dilakukan oleh pekerja. Jika
pekerja diharuskan memenuhi prestasinya melakukan pekerjaan di
bawah perintah orang lain (majikan/ pengusaha), maka pihak pemberi
kerja wajib pula memenuhi prestasinya, berupa pembayaran atas upah.
Upah merupakan hubungan kontraktual antara penerima kerja dan
pemberi kerja. Pemberian majikan yang tidak wajib kepada pekerja
tidak dikategorikan sebagai upah. Lazimnya pembayaran upah
diberikan dalam bentuk uang. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan
pemberian upah dalam bentuk barang.

2.4 Syarat Sah Perjanjian Kerja


Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja
harus memenuhi syarat sah nya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam
Pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini juga tertuang dalam Pasal 51 ayat
(1) dan (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, perjanjian kerja dibuat
secara tertulis dan lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:
1. Kesepakatan dari mereka yang mengikatkan diri,
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
3. Suatu hal tertentu, dan
4. Suatu sebab yang halal.
Dalam pasal 51 ayat 1 disebutkan bahwa sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat, yaitu
1. Kesepakatan kedua belah pihak
2. Kemampuan atau kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan,dan

6
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja
yang dibuat secara lisan hanya untuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Terentu
(PKWTT) dan harus disertai dengan surat pengangkatan. Sementara untuk
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) wajib dibuat secara tertulis.
PKWT yang dibuat secara lisan adalah bertentangan dan menjadi PKWTT.
1. Kesepakatan para pihak
Suatu perjanjian harus mensyaratkan adanya kesepakatan
dari para pihak. Hal ini berarti bahwa suatu perjanjian tidak bisa
dibuat secara sepihak. Suatu pihak tidak dapat mengakui adanya
suatu perjanjian bila pihak lain tidak menyepakati adanya
perjanjian tersebut. Kesepakatan ini bermakna bahwa isi dari
perjanjian yang dibuat telah diketahui dan sesuai dengan keinginan
para pihak.
Sebagai hal mendasar dari suatu perjanjian adalah adanya
keinginan secara bebas. Tanpa kekhilafan, paksaan, ataupun
penipuan. Apabila yang sebaliknya yang terjadi, maka perjanjian
tersebut menjadi tidak sah dan menjadi sebuah perjanjian yang
cacad dan dapat dibatalkan.
2. Kecakapan
Mengenai perjanjian kerja, ketentuan yang berlaku sangat
berbeda dengan ketentuan perjanjian secara umum berdsarkan
KUHPerdata yang mensyaratkan batasan usia 21 tahun. Hukum
Ketenagakerjaan mensyaratkan batasan usia anak yang boleh
diperkerjakan yaitu usia antara 13 sampai dengan 15 tahun untuk
melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan fisik, mental, dan sosial (pasal 69 ayat 1 UUK).
Serta beberarapa ketentuan lain mengenai batasan usia anak.
Mengenai kriteria anak, UU Perlindungan anak menyebutkan
bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

7
belas) tahun. Selama tidak ada peraturan perundang-undangan
yang melarang, setiap orang berhak mengadakan suatu perjanjian
kerja.
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
Suatu perjanjian kerja harus secara tegas menyebutkan jenis
pekerjaan yang akan dikerjakan oleh pihak pekerja. Hal ini tentu
saja untuk menghindari perbedaan atau permasalahan yang
mungkin timbul kemudian. Sebagaimana disebutkan dalam pasal
54 ayat 1 UUK, perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis
sekurang-kurangnya memuat:
− Nama, alamat, dan jenis perusahaan,
− Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh,
− Jabatan atau jenis pekerjaan,
− Tempat pekerjaan,
− Besarnya upah dan cara pembayaran,
− Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban
pengusaha dan pekerja,
− Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja,
− Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, dan
− Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pada dasarnya, hukum harus menjamin adanya ketertiban
umum. Juga menjamin tidak terjadi tumpang tindih dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam sebuah perjanjian kerja,
tidak diperkenankan adanya sebuah perjanjian yang bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-
undangan lainnya. Misalnya; pengusaha tidak boleh mepekerjakan
seorang pekerja untuk melakukan pencurian, membuat bom, atau
perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan lainnya.

8
Setiap perjanjian kerja dapat dibatalkan bila bertentangan
dengan ketentuan mengenai syarat adanya kesepakatan kedua
belah pihak dan kemampuan atau kecakapan dalam melakukan
perbuatan hukum. Begitu juga bila syarat adanya pekerjaan yang
diperjanjikan,dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, tidak dipenuhi, maka
perjanjian tersebut batal demi hukum (Pasal 52 ayat 2 dan 3).

2.5 Hubungan Industrial


Pengertian hubungan industrial berdasarkan Pasal 1 angka 16
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”) adalah suatu sistem hubungan yang berbentuk antara
para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari
unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang berdasarkan pada
nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945.
Hubungan industrial adalah keseimbangan antara tujuan dan
kepentingan bagi pekerja dan pengusaha dalam proses produksi barang dan
jasa di perusahaan. Artinya para pekerja dan pengusaha secara individu dan
kolektif mempunyai tujuan dan tanggung jawab yang sama, karena dengan
sukses hubungan industrial, baik pekerja maupun pengusaha akan mendapat
manfaat baik secara individual maupun bagi organisasi perusahaan.
Pasal 103 UU Ketenagakerjaan mengatur bentuk-bentuk sarana
hubungan industrial adalah:
1. Serikat pekerja/serikat buruh
Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang
dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan
maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri,
demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh
serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

9
2. Organisasi pengusaha
Sama halnya dengan pekerja, para pengusaha juga
mempunyai hak dan kebebasan untuk membentuk atau menjadi
anggota organisasi atau asosiasi pengusaha. Asosiasi pengusaha
sebagai organisasi atau perhimpunan wakil pimpinan perusahaan-
perusahaan merupakan mitra kerja serikat pekerja dan Pemerintah
dalam penanganan masalah-masalah ketenagakerjaan dan
hubungan industrial. Asosiasi pengusaha dapat dibentuk menurut
sektor industri atau jenis usaha, mulai dari tingkat lokal sampai ke
tingkat kabupaten, propinsi hingga tingkat pusat atau tingkat
nasional.
3. Lembaga kerja sama bipartit
Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan
konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan
industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari
pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau
unsur pekerja/buruh. Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50
(lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk
lembaga kerja sama bipartit.
4. Lembaga kerja sama tripartit
Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi,
konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang
anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha, serikat
pekerja/serikat buruh dan pemerintah. Lembaga Kerja sama
Tripartit terdiri dari:
− Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi dan
Kabupataen/Kota; dan
− Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
− Peraturan perusahaan;

10
Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat
secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-
syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan
yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau
Pejabat yang ditunjuk.
5. Perjanjian kerja bersama
Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan
hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau
beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha
yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah
pihak.
6. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
Peraturan-perundangan ketenagakerjaan pada dasarnya
mencakup ketentuan sebelum bekerja, selama bekerja dan sesudah
bekerja. Peraturan selama bekerja mencakup ketentuan jam kerja
dan istirahat, pengupahan, perlindungan, penyelesaian perselisihan
industrial dan lain-lain.
7. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Perselisihan hubungan industrial diharapkan dapat
diselesaikan melalui perundingan bipartit, Dalam hal perundingan
bipartit gagal, maka penyelesaian dilakukan melalui mekanisme
mediasi atau konsiliasi. Bila mediasi dan konsiliasi gagal, maka
perselisihan hubungan industrial dapat dimintakan untuk
diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.

2.6 Perjanjian Kerja Bersama


Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1601 ayat 1
disebutkan bahwa perjanjian perburuhan adalah Peraturan yang dibuat oleh

11
seorang atau beberapa orang perkumpulan majikan yang berbadan hukum,
mengenai syarat-syarat kerja yang harus di indahkan pada waktu membuat
perjanjian kerja.
Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Bersama
adalah Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat
pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang
tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha
yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Masa berlakunya Perjanjian Kerja Bersama paling lama 2 tahun dan
hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama 1 tahun dan
pelaksanaannya harus disetujui secara tertulis oleh pengusaha dan serikat
pekerja. Menurut Lalu Husni PKB sekurang-kurangnya menurut :
− Hak dan kewajiban pengusaha;
− Tata tertib perusahaan;
− Hak dan Kewajiban serikat pekerja serta pekerja;
− Jangka waktu berlakunya PKB
− Tanggal mulai berlakunya PKB; dan
− Tanda tangan para pihak pembuat PKB.

2.7 Hubungan antara Perjanjian Kerja dengan Perjanjian Kerja Bersama


Hubungan perjanjian kerja dengan PKB menurut Lalu Husni adalah
− Perjanjian perburuan/PKB merupakan perjanjian induk dari perjanjian
kerja;
− Perjanjian kerja tidak dapat mengenyampingkan perjanjian perburuan,
bahkan sebaliknya perjanjian kerja dapat dikesampingkan oleh perjanjian
perburuhan/PKB jika isinya bertentangan;
− Ketentuan yang ada dalam perjanjian perburuhan/PKB secara otomatis
beralih dalam isi perjanjian yang dibuat; dan
− Perjanjian perburuan/PKB merupakan jembatan untuk menuju perjanjian
kerja yang baik.

12
2.8 Peraturan Perusahaan
Pengertian peraturan perusahaan berdasarkan Pasal 1 angka 20
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah
peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-
syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Peraturan perusahaan disusun oleh
pengusaha dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan.
Penyusunan peraturan perusahaan dilakukan dengan memperhatikan saran
dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang
bersangkutan.
Peraturan perusahaan bertujuan untuk menjamin keseimbangan antara
hak dan kewajiban pekerja, serta antara kewenangan dan kewajiban
pengusaha, memberikan pedoman bagi pengusaha dan pekerja untuk
melaksanakan tugas kewajibannya masing-masing, menciptakan hubungan
kerja harmonis, aman dan dinamis antara pekerja dan pengusaha, dalam
usaha bersama memajukan dan menjamin kelangsungan perusahaan, serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Menurut Pasal 111 UU Ketenegakerjaan, Peraturan perusahaan
sekurang – kurangnya memuat:
− Hak dan kewajiban pengusaha;
− Hak dan kewajiban pekerja/buruh;
− Syarat kerja;
− Tata tertib perusahaan; dan
− Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Pengusaha yang mempekerjakan paling sedikit 10 (sepuluh) orang
pekerja/buruh wajib membuat peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan
mulai berlaku setelah mendapat pengesahan dari Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk dan peraturan perusahaan berlaku untuk jangka waktu paling lama
2 (dua) tahun serta wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya.
Peraturan perusahaan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja sejak naskah peraturan perusahaan diterima harus sudah mendapat
pengesahan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Apabila peraturan

13
perusahaan telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU
Ketenagakerjaan, tetapi dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
belum mendapatkan pengesahan dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk,
maka peraturan perusahaan dianggap telah mendapatkan pengesahan.
Namun, apabila peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan
dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan, maka Menteri atau
pejabat yang ditunjuk harus memberitahukan secara tertulis kepada
pengusaha mengenai perbaikan peraturan perusahaan. Dan dalam waktu
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan
diterima oleh pengusaha, pengusaha wajib menyampaikan kembali
peraturan perusahaan yang telah diperbaiki tersebut kepada Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
Pasal 113 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perubahan peraturan
perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya dapat
dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja /
buruh. Hasil perubahan peraturan perusahaan harus mendapat pengesahan
dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pengusaha wajib memberitahukan
dan menjelaskan isi peraturan perusahaan, serta memberikan naskah
peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja / buruh.
Pasal 188 UU Ketenagakerjaan mengatur ketentuan sanksi pidana
pelanggaran berupa denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atas
pelanggaran Pasal 111 ayat (3) UU Ketenagakerjaan mengenai jangka
waktu berlakunya peraturan perusahaan dan Pasal 114 UU Ketenagakerjaan
tentang kewajiban pengusaha untuk memberitahukan dan menjelaskan isi
peraturan perusahaan serta memberikan naskah peraturan perusahaan
kepada pekerja/buruh.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Hubungan kerja merupakan suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh
minimal dua subjek hukum yaitu pengusaha dan pekerja/buruh mengenai
suatu pekerjaan. Hal tersebut menunjukan kedudukan dari para pihak
yaitu pengusaha dan pekerja/buruh yang di dalamnya terdapat hak dan
kewajiban dari masing-masing pihak.
2. Dalam suatu perjanjian tentunya ada para pihak yang melakukan
perjanjian tersebut. Begitu juga halnya dengan perjanjian kerja, dalam
perjanjian kerja pihak-pihak itu adalah pekerja dan pemberi kerja
(pengusaha/majikan).
3. Unsur - unsur perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan kerja ada 4
yaitu, adanya unsur pekerjaan, adanya unsur perintah, adanya unsur
waktu, dan adanya unsur upah.
4. Syarat sahnya perjanjian kerja ada 4 yaitu kesepakatan dari mereka yang
mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal
tertentu, dan suatu sebab yang halal.
5. Hubungan industrial adalah keseimbangan antara tujuan dan kepentingan
bagi pekerja dan pengusaha dalam proses produksi barang dan jasa di
perusahaan.
6. Perjanjian perburuhan adalah peraturan yang dibuat oleh seorang atau
beberapa orang perkumpulan majikan yang berbadan hukum, mengenai
syarat-syarat kerja yang harus di indahkan pada waktu membuat
perjanjian kerja.
7. Hubungan antara perjanjian kerja dengan perjanjian kerja bersama,
perjanjian perburuan/pkb merupakan perjanjian induk dari perjanjian
kerja; perjanjian kerja tidak dapat mengenyampingkan perjanjian
perburuan, bahkan sebaliknya perjanjian kerja dapat dikesampingkan
oleh perjanjian perburuhan/pkb jika isinya bertentangan; ketentuan yang
ada dalam perjanjian perburuhan/pkb secara otomatis beralih dalam isi

15
perjanjian yang dibuat; dan perjanjian perburuan/pkb merupakan
jembatan untuk menuju perjanjian kerja yang baik.
8. Peraturan perusahaan bertujuan untuk menjamin keseimbangan antara
hak dan kewajiban pekerja, serta antara kewenangan dan kewajiban
pengusaha, memberikan pedoman bagi pengusaha dan pekerja untuk
melaksanakan tugas kewajibannya masing-masing, menciptakan
hubungan kerja harmonis, aman dan dinamis antara pekerja dan
pengusaha, dalam usaha bersama memajukan dan menjamin
kelangsungan perusahaan, serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan
keluarganya.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://irman-jx.blogspot.com/p/syarat-sah-perjanjian-kerja.html

http://telingasemut.blogspot.com/2016/03/perjanjian-kerja-perjanjian-kerja.html

http://artikelddk.com/hubungan-kerja/

https://www.academia.edu/36834689/Perjanjian_kerja

17

Anda mungkin juga menyukai