Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TENTANG

HUKUM PERJANJIAN KERJA

Nama : Rioly Andika Putra

NIM : 2022174201011

Semester : 3 ( Tiga)

Mata Kuliah : Hukum Perjanjian

Fakultas : Hukum

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS 45 MATARAM

TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja atau buruh dengan pengusaha/ pemberi
kerja yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja atau berdasarkan perjanjian kerja yang
mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Oleh karena itu hubungan kerja merupakan
hubungan hukum antara pekerja dan pemberi kerja, yang terikat dengan adanya perjanjian kerja.

Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja
atau buruh. Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain. Perjanjian kerja yaitu perjanjian antara pekerja atau buruh dengan
pengusaha atau pemberi pekerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak,
perjanjian kerja bisa dibuat secara tertulis maka harus dibuat sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja sebagai sarana pendahulu sebelum berlangsungnya hubungan kerja,


harus diwujudkan dengan sebaik-baiknya, dalam arti mencerminkan keadilan baik bagi
pengusaha maupun bagi buruh, karena keduanya akan terlibat dalam suatu hubungan kerja.

Di dunia barat kehidupan masyarakat seperti halnya merupakan arena pertarungan antara
kepentingan-kepentingan perseorangan yang saling bertentangan, sedangkan didalam lingkungan
masyarakat Indonesia adalah tempat kerjasama dimana anggota melakukan tugas tertentu
menurut pembagian kerja yang tertatur menuju tercapainya cita-cita bersama, yaitu masyarakat
adil dan makmur.

Dalam masyarakat Indonesia yang demikian itu, misalnya dicerminkan dalam asas
pokok yang mengatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas
asas kekeluargaan, soal pemburuhan nanti bukan lagi semata-mata soal melindungi pihak yang
perekonomiannya lemah terhadap pihak yang perekonomiannya kuat untuk mencapai adanya
keseimbangan antara kepentingan yang berlainan, melainkan juga soal menemukan jalan dan
cara yang sebaik-baiknya, dengan tidak meninggalakan sifat kepribadian dan kemanusiaan, bagi
setiap orang yang melakukan pekerjaan, untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya dari tiap
pekerjaan yang sudah ditentukan menjadi tugasnya dan sebagai imbalan atas jerih payanhnya itu
mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu harus diatur dan perlu
adanya suatu ikatan antara pekerja dan majikan.

Masa pembangunan nasional sekarang ini faktor tenaga kerja merupakan sarana sangat
dominan di dalam kehidupan bangsa. Landasan Konstitusional yang mengatur ketenagakerjaan
telah dituangkan pada pembukaan dan batang tubuh undang-undang dasar 1945. Perihal isi
ketentuan dalam batang tubuh yang ada relevansinya dengan masalah ketenagakerjaan, terutama
ditentukan dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Di negara kita Republik Indonesia didalam segi kehidupan ketenagakerjaan terbentang


berbagai masalah dan kendala. Misalnya tentang kesenjangan antara semakin membengkaknya
jumlah pencari kerja dengan sedikitnya kesempatan kerja yang tersedia, kurang tersedianya
tenaga kerja yang terampil dan berpengalaman

Bentuk kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja dilakukan melalui
pelaksanaan dan penerapan perjanjian kerja. Karena dengan adanya perjanjian kerja diharapkan
para pengusaha atau majikan tidak lagi memperlakukan para pekerja dengan sewenang-wenang,
memutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa memperhatikan kebutuhan para pekerja serta
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Di dalam perjanjian kerja diletakkan segala hak dan kewajiban secara timbal balik antara
pengusaha / majikan dan pekerja. Dengan demikian kedua belah pihak dalam melaksanakan
hubungan kerja telah terikat pada apa yang mereka sepakati dalam perjanjian kerja maupun
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Suatu perjanjian kerja, baik dalam bentuk
sederhana maupun secara formal. Hubungan kerja sebagai realisasi dari perjanjian kerja
hendaknya menentukan kedudukan masing-masing pihak pada dasarnya akan menggambarkan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengusaha / majikan terhadap pekerja secara timbal balik.
2.1 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja?


2. Apa Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja ?
3. Apa saja unsur-unsur hukum perjanjian kerja?
4. Bagaimana Kewajiban Pihak-Pihak dalam suatu Perjanjian Kerja?
5. Tuliskan contoh kasus dalam hukum perjanjian kerja

3.1 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian perjanjian kerja.
2. Untuk mengetahui ketentuan hukum perjanjian kerja.
3. Untuk mengetahui unsur- unsur dalam suatu perjanjian kerja.
4. Untuk mengetahui kewajiban pihak – pihak dalam suatu perjanjian kerja.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja merupakan salah satu turunan dari perjanjian pada umumnya, dimana
masing-masing perjanjian memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan perjanjian yang
lain. Namun seluruh jenis perjanjian memiliki ketentuan yang umum yang dimiliki secara
universal oleh segala jenis perjanjian, yaitu mengenai asas hukum, sahnya perjanjian, subyek
serta obyek yang diperjanjikan, sebagaimana telah diterangkan sebelumnya. Ketentuan dan
syarat-syarat pada perjanjian yang dibuat oleh para pihak berisi hak dan kewajiban dari masing-
masing pihak yang harus dipenuhi. Dalam hal ini tercantum asas kebebasan berkontrak (idea of
freedom of contract), yaitu seberapa jauh pihak-pihak dapat mengadakan perjanjian, hubungan-
hubungan apa yang terjadi antara mereka dalam perjanjian itu serta seberapa jauh hukum
mengatur hubungan antara para pihak.

Pengertian Perjanjian Kerja Perjanjian kerja diatur secara khusus pada Bab VII
KUHPerdata tentang persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan. Menurut Pasal 1601a
KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang
satu, pekerja, mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain, pemberi kerja, selama suatu
waktu tertentu, dengan menerima upah.

Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan, perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

Dalam Pasal 1313 KUHPerdata, bahwa suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. Selanjutnya ada pula
beberapa syarat untuk perjanjian atau kontrak yang berlaku umum tetapi diatur di luar Pasal 1320
KUHPerdata, yaitu sebagai berikut :

a. Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik, artinya kedua bela pihak yang melakukan
perjanjian harus melaksanakan isi perjanjian itu dengan suka rela dan tanpa paksaan,
serta dengan itikad yang benar- benar mau melaksanakan isi perjajian yang disepakati.
b. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku, artinya dari perjanjian
tidak dibenarkan bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku ditengah-tengah
masyarakat, tidak boleh bertentangan dengan kondisi yang ada dalam masyarakt.
c. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan, artinya perjanjian telah di sepakati
harus mengikuti asas yang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam
masyarakat, tidak boleh melanggar hak- hak masyarakat.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Perjanjian Kerja

Dalam suatu perjanjian tentunya ada para pihak yang melakukan perjanjian tersebut.
Begitu juga halnya dengan perjanjian kerja, dalam perjanjian kerja pihak-pihak itu adalah
pekerja dan pemberi kerja (pengusaha / majikan). Dalam undang-undang No. 25 tahun 1997
tentang ketenagakerjaan menyebutkan pekerja adalah “tenaga kerja yang bekerja diluar maupun
didalam hubungan orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh”. Di sini yang dimaksud
dengan buruh adalah pekerja.

Hubungan antara pihak-pihak dalam ketenagakerjaan tidak dapat diserahkan sepenuhnya


kepada para pihak (pekerja dan pemberi kerja), apalagi dalam hal terjadinya permasalahan dalam
hubungan kerja. Tujuannya adalah untuk menciptakan keadilan sosial di bidang ketenagakerjaan.
Karena dapat dipastikan pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai pihak yang lemah (homo
homoni lupus). Atas dasar inilah pemerintah perlu turut serta dalam masalah ketenagakerjaan
melalui peraturan perundang-undangan yang menjadi objek keikutsertaan pemerintah
terutamanya menyangkut keselamatan, kesehatannya, upah yang layak dan sebagainya. Akan
tetapi tentunya pemerintah juga memperhatikan kepentingan pengusaha yakni kelangsungan
perusahaannya.

Menurut Sudikno Mertokusumo, Perjanjian adalah subjek hukum antara dua pihak atau
lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Pasal 1313 KUHPerdata
mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Oleh karena itu, pengertian seperti
ini mengandung makna dan cakupan yang luas atau umum sekali sifatnya.

Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms, yang artinya


perjanjian kerja. Kemudian dalam pasal 1601 a KHUPerdata secara khusus mendefinisikan
mengenai perjanjian kerja. “Perjanjian kerja adalah perjanjian dimana pihak yang satu si buruh,
mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak lain, si majikan untuk suatu waktu
tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.
DalamUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, menyatakan : Perjanjian kerja adalah
perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat
kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Ada pendapat para ahli tentang pengertian perjanjian kerja,
yaitu :

a. Prof. Subekti, S.H. menyatakan dalam bukunya aneka perjanjian, disebutkan bahwa
perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan,
perjanjian ditandai dengan adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan
adanya suatu hubungan di peratas (bahasa Belanda “dierstverhanding”) yaitu suatu
hubungan berdasarkan mana pihak satu (majikan) berhak memberi perintah-perintah
yang harus ditaati oleh pihak lain (buruh).
b. A.Ridwanhalim, S.H. dalam bukunya sari hukum perburuhan aktual, menyatakan
pengertian perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang diadakan antara majikan tertentu
dan karyawan, yang umumnya berkenaan dengan persyaratan yang secara timba lbalik
harusdi penuhi oleh kedua belah pihak.
c. Wiwohosoedjono, S.H. dalam bukunya hukum perjanjian kerja, menyatakan bahwa
pengertian perjanjian kerja adalah hubungan antaras seorang yang bertindak sebagai
pekerja atau buruh dengan seseorang yang bertindak sebagai majikan.
d. Pakar hukum perburuhan Indonesia, yaitu Prof. R. Iman soepomo, S.H yang
menerangkan bahwa perihal pengertian tentang perjanjian kerja. Perjanjian kerja adalah
suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan
menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri mengerjakan buruh
itu dengan membayar upah.

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian


terdapat dua pihak, dimana hanya satu pihak yang memberikan perintah sedangkan pihak lain
menjalankan perintah tersebut dengan mendapatkan upah. Kedudukan yang tidak sama ini
disebut sebagai subordinasi.

Oleh karena itu adanya perbedaan yang prinsip antara perjanjian umum dengan perjanjian
kerja tidak dapat dipungkiri. Sebab dalam perjanjian pada umumnya yang membuat perjanjian
mempunyai derajat yang sama serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama atau seimbang.
Perjanjian kerja juga dikatakan hampir mirip dengan perjanjian pemborongan yaitu sama-sama
menyebutkan bahwa pihak-pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan bagi
pihak yang lain dengan pembayaran tertentu.

3.2 Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja

Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan sebagai suatu
perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-
undang (legally concluded contract) haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh undang-undang. Sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan ini juga
tertuang dalam pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar :

1. Sepakat kedua belah pihak;

2. Kemampuan atau Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;

3. Adanya pekerja yang diperjanjikan;

4. Pekerja yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum,


kesusilaan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian haruslah bersepakat setuju dengan
tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain. Tidak adanya kekeliruan atau penipuan oleh
salah satu pihak. Oleh karena itu kesepakatan adalah unsur utama.

Kecakapan membuat suatu perjanjian maksudnya mereka yang dikategorikan sebagai


pendukung hak dan kewajiban adalah orang atau badan hukum. Sedangkan suatu sebab yang
halal maksudnya ialah tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan
dan ketertiban umum.
3.3 Unsur-Unsur Dalam Perjanjian Kerja

Berdasarkan penjelasan pengertian tentang perjanjian kerja yang dijelaskan sebelumnya


dapat ditentukan unsur-unsur dari perjanjian kerja yaitu:

a. Adanya unsur work atau pekerjaan, Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang
diperjanjikan (objek perjanjian), pekerja tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja,
hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam
KUHPerdata pasal 1603 a yang berbunyi : “Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya :
hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”. Sifat
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan
keterampilan atau keahliannya,maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka
perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.

b. Adanya unsur perintah (Commend), Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada
pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan haruslah tunduk pada perintah
pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Disinilah perbedaan
hubungan kerja dengan hubungan lainnya. misalnya hubungan antara dokter dengan pasien,
pengacara dan klien. Hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja, karena dokter dan
pengacara tidak tunduk pada perintah pasien dan klien.

c. Unsur waktu (Time). Bahwa dalam melakukan hubungan kerja tersebut, haruslah dilakukan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja atau perundang-undangan.

d. Unsur upah (pay), Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian
kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha
adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidk ada unsur upah, maka suatu hubungan
tersebut bukan merupakan hubungan . Upah maksudnya adalah imbalan prestasi yang wajib
dibayar oleh majikan untuk pekerjaan itu yang dilakukan oleh pekerja. Jika pekerja
diharuskan memenuhi prestasinya melakukan pekerjaan di bawah perintah orang lain
(majikan / pengusaha), maka pihak pemberi kerja wajib pula memenuhi prestasinya, berupa
pembayaran atas upah.
3.4 Kewajiban Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kerja

Hak dan kewajiban antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya merupakan suatu
kebalikan, jika disatu pihak merupakan hak maka dipihak lain adalah sebuah kewajiban.

a. Kewajiban-kewajiban pihak pekerja/Buruh, Dalam KUHPerdata ketentuan mengenai


kewajiban buruh/pekerja diatur dalam pasal 1603, 1203 a, 1603 b, dan 1603 c KUHPerdata yang
pada intinya dari kewajiban-kewajiban pihak pekerja, yaitu:

 Pekerja wajib melakukan pekerjaannya, melakukan pekerjaan adalah tugas utama dari
seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun demikian dengan seizin
majikan dapat diwakilkan. Hal ini mengingat bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh
pekerja itu sangat pribadi sifatnya karena berkaitan dengan masalah keterampilan atau
keahlian.
 Pekerja wajib menaati peraturan dan petunjuk majikan / pengusaha, aturan
perusahaan sehingga menjadi lebih jelas.
 Kewajiban membayar ganti rugi dan denda, jika pekerja melakukan perbuatan yang
merugikan perusahaan baik karena kesengajaan / kelalaian maka sesuai dengan
prinsip hukum wajib membayar ganti rugi. Ada Azas yang menyatakan perbuatan
melanggar hukum dapat menimbulkan ganti rugi (Azas demnum in iura datum)

b. Kewajiban-kewajiban majikan / pengusaha

 Kewajiban membayar upah, Kewajiban yang utama adalah pembayaran upah sebagai
akibat langsung pelaksanaan perjanjian oleh pekerja. Pembayaran upah ahrus dilakukan
tepat waktu. Pembayaran upah diatur pula jika si pekerja berhalangan karena alasan
tertentu misalnya alasan sakit, menjalankan cuti, melakukan tugas negara dan lain
sebagainya.
 Kewajiban untuk memberikan istirahat/cuti, Pihak majikan atau pengusaha diwajibkan
untuk memberikan istirahat kepada pekerja. Seperti istirahat antara jam kerja selama 4
jam terus menerus dan waktu tersebut tidak termasuk jam kerja. Selain itu pengusaha
juga berkewajiban untuk meberikan cuti tahunan kepada pekerja secara teratur. Hak atas
cuti ini penting, tujuannya untuk menghilangkan kejenuhan pekerja dalam melakukan
pekerjaan. Dengan demikian, diharapkan gairah kerja akan tetap stabil. Cuti tahunan
yang lamanya 12 hari kerja. Selain itu pekerja juga berhak atas cuti panjang selama 2
bulan setelah bekerja terus-menerus selama 6 tahun pada suatu perusahaan (Pasal 79 ayat
2 Undang-Undang No 13 Tahun 2003).
 Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan, Majikan wajib mengurus
perawatan/pengobatan bagi pekerja yang bertempat tinggal dirumah majikan (Pasal
1602x KUHPerdata). Dalam perkembangan hukum ketenagakerjaan, kewajiban ini tidak
hanya terbatas bagi pekerja yang tidak bertempat tinggal dirumah majikan. Perlindungan
bagi tenaga kerja yang sakit, kecelakaan, kematian telah dijamin melalui perlindungan
Jamsostek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Terhadap Tenaga Kerja (Jamsostek).
 Kewajiban memberikan surat keterangan, Kewajiban ini didasarkan pada ketentuan Pasal
1602 a KUHPerdata yang menentukan bahwa majikan/pengusaha wajib memberikan
surat keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi tanda tangan. Dalam surat pekerjaan
yang dilakukan, lamanya hubungan kerja (masa kerja) surat keterngan itu juga diberikan
meskipun inisiatif pemutusan hubungan kerja datangnya dari pihak pekerja surat
keterangan tersebut sangat penting artinya sebagai bekal pekerja dalam mencari
pekerjaan baru, sehingga ia diperlakukan sesuai dengan pengalaman kerjanya.

3.5 Contoh kasus perjanjian kerja

1. Prestasi, Prestasi adalah elemen utama dalam perjanjian kerja. Ini mengacu pada
kewajiban pihak-pihak dalam kontrak untuk melaksanakan apa yang telah disepakati.
Misalnya, dalam perjanjian kerja, pihak pengusaha berkewajiban memberikan gaji
kepada pekerja sesuai dengan kesepakatan.
2. Wanprestasi, Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak tidak memenuhi
kewajibannya sesuai dengan perjanjian. Contoh kasusnya adalah jika pengusaha tidak
membayar gaji pekerja sesuai dengan perjanjian, maka ini dianggap wanprestasi.
3. Somasi, Somasi adalah tindakan hukum yang diambil untuk mengingatkan pihak yang
wanprestasi agar memenuhi kewajibannya. Sebagai contoh, pekerja dapat mengirim
somasi kepada pengusaha jika gaji mereka tidak dibayar sesuai perjanjian.
4. Keadaan Memaksa, Dalam beberapa kasus, perjanjian kerja dapat dianggap tidak sah
jika ada unsur keadaan memaksa. Contoh kasusnya adalah jika seorang pekerja
dipaksa untuk menandatangani perjanjian dengan ancaman fisik atau kehilangan
pekerjaan.
5. Berakhirnya Hukum Perjanjian, Hukum perjanjian kerja juga mengatur bagaimana dan
kapan perjanjian tersebut berakhir. Ini bisa terjadi karena pemutusan hubungan kerja,
penyelesaian kontrak, atau berbagai alasan lain sesuai dengan ketentuan dalam
perjanjian.

Dalam praktiknya, kasus-kasus hukum perjanjian kerja dapat bervariasi tergantung pada
hukum dan peraturan di suatu negara. Penting bagi pihak-pihak yang terlibat untuk memahami
hak dan kewajiban mereka dalam perjanjian kerja serta hak mereka jika terjadi perselisihan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perjanjian kerja pihak-pihak itu adalah pekerja dan pemberi kerja (pengusaha / majikan).
Dalam undang-undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan menyebutkan pekerja adalah
“tenaga kerja yang bekerja diluar maupun didalam hubungan orang atau badan hukum yang
mempekerjakan buruh”.Dalamperjanjiankerjahanya satu pihak yang memberikan perintah
sedangkan pihak lain menjalankan perintah tersebut dengan mendapatkan upah. Kedudukan yang
tidak sama ini disebut sebagai subordinasi.

Dalam hukum perjajian kerja juga tidak boleh ada paksaan ada dua belah pihak baik
pengusaha maupun pekerja yang dipekerjaan disuatu perusahaan karena sudah ada aturan yang
berlaku juga.

Dalam Unsur-Unsur Perjanjian Kerja harus jelas apa aja yang termasuk dalam unsurnya yaitu,
adanya unsur work atau pekerjaa, adanya unsur perintah, unsur waktu (Time), unsur upah (pay),
dan sudah diaturjugapasal 14 undang-undang No. 25 tahun 197 tentang ketenagakerjaan .
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau kontrak bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu
atau kontrak hanya dapat dilakukan untuk jenis dan sifat pekerjaan seperti disebutkan diatas dan
tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

4.2 Saran

Berdasarkan beberapa pemahaman yang telah dituliskan dalam makalah ini, penulis
berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis serta para pembaca dan semoga makalah ini
bisa menjadi refrensi dalam melakukan penelitian berlanjut.

Anda mungkin juga menyukai