Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENGANTAR ILMU HUKUM

PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Di susun oleh:

Ellysa Kartika Widayanti (1302180993)

Elvira Septiana Hasbi (1302181786)

Euricco Khrisna Anugrah (1302180523)

Mifta Sofyan (1302180641)

Sania Media Nosa (1302180848)

Akuntansi 1-24

Politeknik Keuangan Negara STAN

2018/2019
BAB I PENDAHULUAN

Pengadilan Hubungan Industrial adalah bagian dari upaya reformasi hukum di


Indonesia, khususnya di bidang hukum ketenagakerjaan. Hadirnya Pengadilan Hubungan
Industrial ini diharapkan membawa perubahan bagi perjuangan kaum buruh dalam rangka
memperjuangkan hak-haknya yang selama ini dirasakan tidak mendapatkan suatu kepastian
hukum karena diakibatkan perangkat hukumnya yang kurang mendukung.

Sebelum lahir Pengadilan Hubungan Industrial, yang menyelesaikan sengketa


perburuhan adalah lembaga P4D (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah)
dan P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat) sebagai institusi yang
merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan, akan tetapi sudah dianggap tidak lagi layak dan karena sudah tidak
mengakomodir perselisihan pekerja/buruh karena pesatnya perkembangan perburuhan di
Indonesia maupun internasional saat ini.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 sebagai hukum formal menggantikan Undang-


Undang Nomor 22 Tahun 1957, maka penyelesaian sengketa perburuhan saat ini dikenal
dengan sebutan penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada Pengadilan Hubungan
Industrial. Sedangkan lembaga Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) Daerah
dan Pusat tidak berfungsi lagi akan tetapi diselesaikan lewat jalur litigasi atau Pengadilan
yang tentunya setelah melewati proses non litigasi yakni perundingan Bipartit dan Tripartit
(Mediasi dan Konsiliasi).

Pengadilan yang menyelesaikan perselisihan hubungan industrial ini dinamakan


Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), merupakan Pengadilan Khusus yang berada pada
lingkungan Peradilan Umum, dan untuk pertama sekali dibentuk pada setiap Pengadilan
Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap ibukota provinsi dan daerah hukumnya
meliputi provinsi yang bersangkutan. Pembentukan Pengadilan khusus seperti ini memang
dibenarkan menurut Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman.

Tugas dan wewenang Pengadilan Hubungan Industrial hanya pada lingkup


penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang meliputi perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Hukum acara yang digunakan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial


adalah hukum acara perdata umum yang berlaku dalam persidangan perkara perdata yakni
HIR dan RBg., kecuali terhadap sesuatu hal yang diatur khusus di dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004, maka yang berlaku adalah ketentuan khusus tersebut sesuai azas “lex
specialis derogate lex generalis”.

Kekhususan yang terpenting dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dapat dilihat
antara lain :

1. Tidak dikenakan biaya perkara termasuk biaya eksekusi yang nilai gugatannya di bawah
Rp 150.000.000,- (seratus limapuluh juta rupiah), sesuai Pasal 58 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004.

2. Jangka waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial tingkat pertama harus


selesai selambat - lambatnya 50 (lima puluh) hari kerja.

3. Penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan PHK di tingkat kasasi selambat –


lambatnya 30 (tiga puluh) hari sudah diputus.

Dari penjelasan di atas, maka harapan akan singkatnya waktu penyelesaian sengketa
/ perselisihan hubungan industrial lewat jalur litigasi ini akan dapat diwujudkan, dan apabila
dihitung, hanya perlu waktu paling lama 3 (tiga) bulan. Hal ini tentunya sejalan dengan azas
peradilan Indonesia yakni sederhana, cepat dan berbiaya ringan sebagaimana digariskan di
dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.

Pengadilan Hubungan Indutrial yang memakai hukum acara khusus yaitu Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
adalah Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang
berada di setiap ibukota provinsi yang daerah hukumnya meliputi propinsi yang
bersangkutan.
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Peradilan Hubungan Industrial

Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para
pelaku dalam proses produksi barang dan atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja atau buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UU No.13 Tahun 2013 tentang
Ketenagakerjaan).

Perselisihan Hubungan Industrial adalah suatu perbedaan pendapat yang


mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja
atau buruh atau serikat pekerja atau serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai
hak, perselisihan kepentingan, peselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan
pekerja atau serikat buruh dalam suatu perusahaan.

Sedangkan yang dimaksud dengan Pengadilan Hubungan Industrial adalah


pengadilan khusus di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili,
dan memberikan putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Dari yang telah kita
ketahui terdapat empat lingkungan badan peradilan yang ada, dimungkinkan diadakannya
pengadilan khusus berdasarkan undang-undang (Pasal 27 UU No.48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman). Selanjutnya Undang-Undang Peradilan Umum, yaitu UU No.49
Tahun 2009 Pasal 8 ayat (1) juga menentukan bahwa di lingkungan peradilan umum dapat
dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan undang-undang. Karena masalah
perselisihan hubungan industrial yang terjadi semakin kompleks, maka dalam rangka untuk
memenuhi kebutuhan peradilan yang bebas dari intervensi pihak mana pun dibutuhkan
suatu pengadilan khusus untuk menangani, memeriksa, mengadili dan memutus
perselisihan hubungan industrial. Maka dari itu, pada tahun 2004 telah dibentuk Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial (UUPPHI), yang
dengan undang-undang tersebut dibentuklah pengadilan khusus yang diberi nama
Pengadilan Hubungan Industrial.

Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) merupakan pengadilan khusus yang berada


pada lingkungan peradian umum (Pasal 55 UUPPHI). Pengadilan Hubungan Industrial ters
ebut dibentuk dilingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa,
mengadili, dan memutus terhadap perselisihan hubungan industrial. Jadi, meskipun
Pegadilan Hubungan Industrial adalah badan peradilan yang berwenang khusus mengadili
perkara hubungan industrial, namun posisi dari pengadilan hubungan industrial berada pada
lingkungan peradilan umum yakni Pengadilan Negeri dan berpuncak pada Mahkamah Agung
.

Pengadilan Hubungan Industrial dibentuk pada Pengadilan Negeri di setiap Ibukota


Provinsi yang daerah hukumnya meliputi provinsi yang bersangkutan. Sampai saat ini ada 33
PHI yang telahdiresmikan di seluriuh Indonesia. Di Kabupaten atau Kota yang pada industri
nantinya akan dibentuk PHI pada Pengadilan Negeri setempat.

B. Dasar Hukum Peradilan Hubungan Industrial

Dasar hukum yang mendasari keberadaan Pengadilan Hubungan Industrial adalah


termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Peraturan-peraturang lainnya yang mengatur mengenai penyelesaian hubungan industri,


yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung,

5. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum.

C. Tugas dan Wewenang Peradilan Hubungan Industrial

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004,

Pasal 55 “Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada
lingkungan peradilan umum”
Pasal 56 “Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan
memutus:

1. Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;

2. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;

3. Di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan kerja;

4. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antarserikat pekerja/serikat


buruh dalam satu perusahaan.”

D. Jenis-jenis Perselisihan Hubungan Industrial

Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), yakni makhluk yang tidak dapat
melepaskan diri dari berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari. Dalam melakukan suatu hubungan pastinya terkadang berjalan sebagaimana
yang kita inginkan dan tidak kita inginkan. Begitunpula di dalam hubungan industrial, yakni
hubungan antara pekerja atau buruh dan pengusaha adakalanya juga dapat terjadi
pertentangan-pertentangan, perbedaan-perbedaan atau konflik, sehingga menimbulkan
apa yang dinamakan perselisihan hubungan industrial. Oleh sebab itu, adanya pengadilan
hubungan industrial ini bertujuan untuk meminimalisir adanya tindakan-tindakan diluar
hukum, aturan hukum inilah yang digunakan untuk menyelesaikan segala macam
perselisihan yang berhubungan dengan masalah-masalah ketenagakerjaan atau hukum
acaranya yang telah diatur di dalam UUPPHI.

Jenis-jenis perselisihan menurut Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan


Industrial adalah:

1. Perselisihan Hak,

2. Perselisihan Kepentingan,

3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan

4. Perselisihan antar-Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan.


Sebelum dibahas mengenai jenis-jenis perselisihan pada hubungan Industrial, harus
diketahui dahulu pihak-pihak yang berselisih, yaitu:

a. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain.

b. Serikat Pekerja adalah suatu organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan baik bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

c. Pengusaha adalah:

1) Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu


perusahaan milik sendiri.

2) Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalakan perusahaan bukan miliknya.

3) Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia


mewakili perusahaan yang sebagaimana dimaksud diatas yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.

d. Perusahaan adalah:

1) Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik
persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swastamaupun milik negara yang
memperkerjakan pekerja/buruh degan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

2) Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengusaha dan


memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

3) Persekutuan atau badan hukum yang dimaksud disini adalah Perusahaan Swasta, Badan
Usaha milik Negara/Daerah, usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang tidak terbentuk
perusahaan, tetapi mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan
membayar upah.
1. Perselisihan Hak
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama
(Pasal 1 ayat 2 UUPPHI).

Berdasarkan pengertian diatas, maka perselisihan hak merupakan suatu kejadian di


mana hak salah satu pihak yang sudah diatur atau ditentukan oleh peraturan
perundundang-undangan, penjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama, tidak didapatkannya. Oleh sebab iu, maka pihak yang haknya dilanggar tersebut,
berhak untuk menuntut terhadap pihak yang merugikan, dengan alasan berdasarkan
perselisihan hak.

2. Perselisihan Kepentingan
Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan
syarat-syarat karja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaanm
atau perjanjian kerja bersama (pasal 1 ayat 3 UUPPHI).

Dari pengertian di atas, maka perselisihan kepentingan adalah perselisihan terhadap


hal-hal atau masalah-masalah yang belum diatur dalamperjanjian kerja, atau peraturan
perusahaan, atau penjanjian bersama. Perselisihan kepentingan merupakan
perselisihan/perbedaan dalam hal membuat/merubah suatu peraturan antara pekerja
dengan pengusaha, yang mana peraturan tersebut akan diberlakukan di dalam perusahaan.
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


Sebelum dibahas mengenai apa itu Perselisihan Hubungan Kerja (PHK), terlebih
dahulu kita mengetahui apa perbedaan dari PHK dengan Perselisihan PHK. Menurut UU No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Sedangkan Perselisihan PHK menurut UU
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah
perselisihan yang timbl karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

Jadi, Perselisihan PHK itu timbul stelah adanya PHK yang dilakukan oleh salah satu
pihak, yang mana ada salah satu pihak yang tidak menyetujui atau keberatan atas adanya
PHK tersebut. Dengan kata lain, setelah adanya PHK, maka timbullah perselisihan PHK.

4. Perselisihan antar-Serikat Pekerja/Serikat Buruh


Perselisihan antar-serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu
perusahaan, karena tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan
hak, dan kewajiban keserikat pekerjaan.

Berdasarkan pengertian diatas, berarti bahwa di dalam sebuah perusahaan bisa saja
terdapat beberapa serikat pekerja/serikat buruh. Dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh menentukan bahwa pendirian
organisasi buruh sudah dapat dilakukan apabila mempunyai 10 orang anggota.

E. Jenis-jenis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan


Hubungan Industrial (UUPPHI) telah diterangkan bagaimana cara untuk menyelesaikan
suatu permasalahan yang terjadi dalam hubungan industrial, dalam undang-undang ini pula
telah diatur bahwa setiap perselisihan dapat diselesaikan hanya dalam waktu tidak lebih 140
hari, waktu ini termasuk lebih cepat dengan penyelesaian perselisihan pada umumnya.
Waktu yang tidak lebih dari 140 hari untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial
tersebut digunakan 30 hari kerja untuk bipartit, 30 hari kerja untuk
mediasi/konsiliasi/arbritase, 50 hari kerja untuk pengadilan hubungan industrial dan 30 hari
kerja untuk Mahkamah Agung.

Berdasakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dalam menyelesaiankan


perselisihan hubungan industrial, dapat ditempuh melalui 3 (tiga) tahap, yaitu:

1. Tahap Pertama : Perundingan Bipartit;


2. Tahap Kedua : Penyelesaian di luar Pengadilan, yaitu Mediasi atau Konsiliasi atau
Arbritase;

3. Tahap Ketiga : Penyelesaian melalui Pengadilan.

a. Perundingan Bipartite
Perundingan bipartite sama dengan negosiasi, yaitu menyelesaikan sengketa oleh
para pihak tanpa melibatkan pihak lain dengan tujuan mencari kesepakatan bersama atas
dasar kerjasama yang harmonis dan kreatif. [14] Menurut UU No.2 Tahun 2004 pengertian
perundingan bipartite merupakan perundingan antara pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial. Undang-undang secara tegas telah menentukan bahwa setiap perselisihan dalam
hubungan indutrial antara pekerja dan pengusaha wajib hukumnya untuk diselesaikan
sendiri oleh pihak-pihak yang berselisih, yaitu secara bipartite sebelum menempuh jalur
penyelesaian yang lain.

b. Penyelesaian di Luar Pengadilan


Apabila dalam penyelesaian melalui perundingan bipartite tidak dapatlah ditemukan
titik temu suatu perselisihan, maka para pihak dapat menempuh penyelesaian perselisihan
di luar pengadilan yang telah disediakan oleh pemerintah dalam upayanya untuk
memberikan pelayanan masyarakat pekerja/buruh dan pengusaha. Yang mana para pihak
yang berselisih telah disediakan 3 (tiga) pilihan lembaga penyelesaian perselisihan di luar
pengadilan, yaitu: [15]

1. Mediasi, adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, PHK,


perselisihan antar-serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan melalui
musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Mediator adalah
pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang
memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang telah ditetapkan oleh menteri untuk
bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis
kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan suatu perselisihan.

2. Konsiliasi, adalah suatu cara penyelesaian suatu perselisihan hak, Kepentingan PHK dan
antar-serikat pekerja/serikat buruh dengan musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau
lebih konsiliator yang netral. Konsiliator seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat
sebagai konsiliator yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan
mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan suatu perselisihan.

3. Arbitrase, adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan


antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar pengadilan
Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk
menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para
pihak dan bersifat final. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang
berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh menteri untuk memberikan putusan
mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya kepada arbitrase yang
putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

c. Penyelesaian Melalui Pengadilan


Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan
Industrial yang pada pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
pekerja/buruh bekerja. Pengajuan gugatan penggugat dimaksud harus melampirkan risalah
penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi. Hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib
mengembalikan gugatan kepadapihak penggugat apabila gugatan penggugat tidak
melampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi. Penggugat dapat
sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban, apabila
tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan, pencabutan gugatan akan dikabulkan
pengadilan apabila disetujui tergugat.
III. PENUTUP

Kesimpulan
Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di
lingkungan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memberikan putusan sebagai
paksa terhadap perselisihan hubungan industrial. Seperti yang telah dijelaskan diatas tugas
dan wewenang yang termuat dalam Pasal 56 UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial bahwa pengadilin ini berwenang memeriksa, mengadili,
dan memutus suatu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan
perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Dasar hukum
terbentuknya pengadilan hubungan industrial adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Jenis-jenis dari perselisihan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2


Tahun 2004, adalah perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan
perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh dalah satu perusahaan. Sedangkan ada
beberapa cara penyelesaian sengketa hubungan industrial adalah, penyelesaian dengan cara
bipartite, melalui di luar pengadilan dengan cara mediasi/konsiliasi/arbitrase, dan terakhir
melalui pengadilan hubungan industrial.

Daftar Pustaka

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial

http://ferantiknowledge.blogspot.com/2015/05/peradilan-hubungan-industrial.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai