Anda di halaman 1dari 16

Jurnal Mercatoria Vol.7 No.

1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

PENERAPAN HUKUM ACARA KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA


PENGADILAN NEGERI MEDAN
(Studi Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan)

Benri Sitinjak1, Ediwarman2


1Pengadilan Negeri Medan
2Universitas Sumatera Utara
1
benritinjak@yahoo.com
2prof.ediwarman@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pengadilan Hubungan Industrial merupakan Pengadilan Khusus yang berada pada


lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Hubungan Industrial adalah bagian dari upaya
reformasi hukum di Indonesia khususnya di bidang hukum ketenagakerjaan. Pengadilan
Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang diatur secara normatif akan diselesaikan melalui mekanisme hukum formil.
Hadirnya Pengadilan Hubungan Industrial ini diharapkan membawa perubahan bagi
perjuangan kaum buruh dalam rangka memperjuangkan hak-haknya yang selama ini
dirasakan tidak mendapatkan suatu kepastian hukum karena diakibatkan perangkat hukum
yang kurang mendukung. Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan
adalah Pengadilan khusus yang memeriksa dan memutus atau mengadili perkara yang
mempunyai hubungan hukum antara majikan dan perkerja atauburuh. Hubungan hukum
antara majikan dan pekerja atau buruh yang mempunyai unsur hak dan kewajiban. Secara
yuridis normatif, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial masih
memerlukan revisi sebab dianggap belum dapat mengakomodir dan belum mencerminkan
azas peradilan cepat, tepat, adil dan murah.
.
Kata kunci: Pengadilan Hubungan Industrial, Pengadilan Negeri

ABSTRACT

Industrial Relation Court is a special court which is in General Court. Industrial Relation Court is
a part of law reform effort in Indonesia especially in the part of employment law. Industrial
Relation Court is a special court settlement of industrial disputes which are dealt in normative
and will be resolved through formal legal mechanism. The presence of The Industrial Relation
Court is expected to bring a change for the struggle of the workers in order to fight for their
rights that had been perceived which is not obtain a legal assurance because of unsupported
legal instruments. Industrial Relation Court in Court of first instance in Medan is a special court
which checks and decides or hearing a case which has a relation between employer and worker
or labor. Legal relationship between employer and worker or labor has element of right and
duty. In normative, Law of procedure in settlement of industrial disputes still need a revision it is
because it deem that can’t accommodate and reflect the principle of fast, precise, fair and
inexpensive justice.

Keywords: Industrial Relation Court, Court of First Instance

I. Pendahuluan membawa perubahan bagi perjuangan kaum


Pengadilan Hubungan Industrial buruh dalam rangka memperjuangkan hak-
adalah bagian dari upaya reformasi hukum haknya yang selama ini dirasakan tidak
di Indonesia khususnya di bidang hukum mendapatkan suatu kepastian hukum karena
ketenagakerjaan. Hadirnya Pengadilan diakibatkan perangkat hukumnya yang
Hubungan Industrial ini diharapkan kurang mendukung.

14
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

Imam Soepomo mendefinisikan hukum pekerjaatau buruh karena pesatnya


perburuhan (arbeidsrecht) sebagai perkembangan perburuhan di Indonesia
himpunan peraturan, baik tertulis maupun maupun internasional saat ini.
tidak tertulis, yang berkenaan dengan Putusan P4D dan P4P, bukanlah
kejadian dimana seseorang bekerja pada merupakan putusan lembaga pengadilan
orang lain dengan menerima upah.1 tetapi putusan yang bersifat administratif.
Hukum perburuhan atau Oleh karena itu, putusan tersebut
ketenagakerjaan bisa digolongkan dalam dua merupakan objek yang dapat digugat di
bagian, yaitu hukum materil dan hukum Pengadilan Tata Usaha Negara dan dapat
formil. Hukum materil adalah seperangkat pula dimohonkan kasasi ke Mahkamah
aturan yang memuat hak-hak atau kewajiban Agung, 3 sehingga mekanisme penyelesaian
buruh dan majikan dalam hubungan kerja perselisihan hubungan industrial menjadi
serta sanksi-sanksi yang dikenakan apabila tidak efektif dan memerlukan waktu yang
ada pihak yang melakukan pelanggaran. lama, yang dimulai dari sejak penyelesaian
Sebagai contoh adalah Undang-Undang secara Bipartit.4 Panjangnya waktu yang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang harus dilalui dalam proses berperkara
Ketenagakerjaan. Pada Pasal 165 Undang- maupun putusan P4P yang hanya memiliki
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang sanksi administratif dan tidak memiliki
Ketenagakerjaan diatur bahwa pengusaha kekuatan eksekutorial terhadap putusannya
dapat melakukan PHK terhadap pekerja atau sendiri, bertolak belakang dengan masalah
buruh apabila pailit, dengan ketentuan ketenagakerjaan yang harus diselesaikan
pekerja atau buruh berhak atas uang secara cepat.
pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pengadilan yang menyelesaikan
Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Nomor perselisihan hubungan industrial ini
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan dinamakan Pengadilan Hubungan Industrial
uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (PHI), merupakan Pengadilan Khusus yang
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) berada pada lingkungan Peradilan Umum,
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan untuk pertama sekali dibentuk pada
tentang Ketenagakerjaan dan uang setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota
penggantian hak sesuai dengan Pasal 156 yang berada di setiap ibukota provinsi dan
ayat (4)Undang-Undang Nomor 13 Tahun daerah hukumnya meliputi provinsi yang
2003 tentang Ketenagakerjaan.2 bersangkutan.5 Pembentukan Pengadilan
Lembaga P4D (Panitia Penyelesaian khusus seperti ini memang dibenarkan
Perselisihan Perburuhan Daerah) dan P4P menurut Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48
(Panitia Penyelesaian Perselisihan Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Perburuhan Pusat) adalah lembaga yang Hukum acara yang digunakan dalam
menyelesaikan sengketa perburuhan penyelesaian perselisihan hubungan
sebelum lahirnya Pengadilan Hubungan industrial adalah hukum acara perdata
Industrial. Sebagai institusi yang merupakan umum yang berlaku dalam persidangan
implementasi dari Undang-Undang Nomor perkara perdata yakni HIR dan RBg, kecuali
22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian terhadap sesuatu hal yang diatur khusus di
Perselisihan Perburuhan, akan tetapi sudah dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
dianggap tidak lagi layak dan karena sudah tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
tidak mengakomodir perselisihan

1 Imam Soepomo, Pengantar Hukum

Perburuhan, Cetakan kesepuluh, (Djambatan, 3Ida Hanafiah Lubis, Pengantar Hukum

1992), halaman 3 Ketenagakerjaan di Indonesia, (Ratu Jaya,


2 Sehat Damanik, Hukum Acara 2009).Halaman 22, 23
Perburuhan, Menyelesaikan Perselisihan 4Ibid,halaman 23

Hubungan Industrial Menurut UU No.2 Tahun 5Lihat Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang

2004,Cetakan Pertama (Dss Publishing, 2005), Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
halaman 3-4 Perselisihan Hubungan Industrial.

15
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

Industrial6, maka yang berlaku adalah hubungan kerja. Hal ini di sebabkan karena
ketentuan khusus tersebut sesuai asas “lex hubungan antara pekerja/buruh dan
specialis derogate lex generalis”. pengusaha merupakan hubungan yang
Undang-undang No. 2 Tahun 2004 didasari oleh kesepakatan para pihak untuk
Tentang Penyelesaian Perselisihan meningkatkan diri dalam suatu hubungan
Hubungan Industrial mengatur penyelesaian kerja.Dalam hal salah satu pihak tidak
perselisihan hubungan industrial di luar menghendaki lagi untuk terikat dalam
pengadilan maupun di dalam Pengadilan hubungan kerja tersebut, maka sulit bagi
Hubungan Industrial.Penyelesaian para pihak untuk tetap mempertahankan
perselisihan hubungan industrial di luar hubungan yang harmonis. Oleh karena itu
pengadilan merupakan penyelesaian wajib perlu dicari jalan keluar yang terbaik bagi
yang harus ditempuh para pihak sebelum kedua belah pihak untuk menentukan
para pihak menempuh penyelesaian melalui bentuk penyelesaian, sehingga Pengadilan
pengadilan hubungan Hubungan Industrial yang diatur dalam
industrial.Penyelesaian perselisihan di luar Undang-undang ini akan dapat
pengadilan mengutamakan musyawarah menyelesaikan kasus-kasus pemutusan
untuk mufakat. UU No. 2 Tahun 2004, hubunga kerja yang tidak diterima oleh salah
menetapkan 4(empat) jenis perselisihan satu pihak.
yaitu: Sejalan dengan era keterbukaan dan
1. Perselisihan Hak; demokratisasi dalam dunia industri yang
2. Perselisihan Kepentingan; diwujudkan dengan adanya kebebasan untuk
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan berserikat bagi pekerja/buruh, maka jumlah
Kerja; dan serikat pekerja/serkat buruh di satu
4. Perselisihan Antar Serikat perusahaan tidak dapat di batasi.Persaingan
Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam diantara serikat pekerja/serikat buruh di
1(satu) perusahaan. satu perusahaan ini dapat mengakibatkan
Hubungan Industrial, yang perselisihan di antara serikat
merupakan keterkaitan kepentingan antara pekerja/serikat buruh yang pada umumnya
pekerja/buruh dengan pengusaha, terkaitan dengan masalah keanggotaan dan
berpotensi menimbulkan perbedaan keterwakilan di dalam perundingan
pendapat, bahkan perselisihan antara kedua pembuatan perjanjian kerja bersama.
belah pihak. Perselisihan di bidang Peraturan perundang-undangan yang
hubungan industrial yang selama ini dikenal mengatur tentang penyelesaian perselisihan
dapat terjadi mengenai hak yang telah hubungan industrial selama ini ternyata
ditetapkan, atau mengenal keadaan belum mewujudkan penyelesaian
ketenagakerjaan yang belum ditetapkan baik perselisihan secara cepat, tepat, adil, dan
dalam perjanjian kerja, peraturan murah.Undang-undang Nomor 22 Tahun
perusahaan, perjanjian kerja bersama 1957 yang selama ini digunakan sebagai
maupun peraturan perundang-undangan. dasar hukum penyelesaian perselisihan
Perselisihan hubungan industrial hubungan dirasa tidak dapat lagi
dapat pula disebabkan oleh pemutusan mengakomodasi perkembangan-
hubungan kerja. Ketentuan mengenai perkembangan yang terjadi, karena hak-hak
pemutusan hubungan kerja yang selama ini pekerja/buruh perseorangan belum
diatur di dalam Undang-undang Nomor 12 terakomodasi untuk menjadi pihak dalam
Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan perselisihan hubungan industrial.
Kerja di Perusahaan Swasta, ternyata tidak Undang-undang Nomor 22 Tahun
efektif lagi untuk mencegah serta 1957 yang selama ini digunakan sebagai
menanggulangi kasus-kasus pemutusan dasar hukum penyelesaian perselisihan
hubungan industrial hanya mengatur
penyelesaian perselisihan hak dan
6Lihat Pasal 57 Undang-Undang Nomor 2 perselisihan kepentingan secara kolektif,
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan sedangkan penyelesaian perselisihan
Hubungan Industrial.

16
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

hubungan industrial pekerja/buruh secara penyelesaian secara bipartiti tidak berhasil,


perseorangan belum terakomodasi. Hal maka salah satu atau kedua pihak yang
lainnya yang sangat mendasar adalah dengan berselisih mencatatkan kasus
ditetapkannya putusan P4P sebagai objek perselisihannya kepada Instansi yang
sengketa Tata Usaha Negara, sebagaimana bertanggung jawab dibidang
diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Ketenagakerjaan setempat dilengkapi
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha dengan bukti-bukti upaya penyelesaian
Negara. Dengan adanya ketentuan ini, maka secara bipartit yang telah dilakukan.
jalan yang harus ditempuh baik oleh pihak Penyelesaian perselisihan di tingkat bipartit
pekerja/buruh maupun oleh pengusaha dapat dinyatakan tidak mencapai
untuk mencari keadilan menjadi semakin kesepakatan atau gagal bila :
panjang. 1. Salah satu pihak dalam waktu 30
Penyelesaian perselisihan yang (tigapuluh) hari kerja telah mengajak
terbaik adalah penyelesaian oleh para pihak berunding akan tetapi pihak lain tidak
yang berselisih sehingga dapat diperoleh memberikan respon atau tidak bersedia
hasil yang menguntungkan kedua belah berunding, atau
pihak.Penyelesaian biparti ini dilakukan 2. Telah dilakukan perundingan sesuai
melalui musyawarah mufakat oleh para dengan agenda dan jadwal yang
pihak tanpa dicampuri oleh pihak disepakati, akan tetapi pihak-pihak yang
manapun.Namun demikian Pemerintah berunding tidak mencapai kesepakatan
dalam upayanya untuk memberikan atas sebagian atau semua masalah yang
pelayanan masyarakat khususnya kepada dirundingkan.
masyarakat pekerja/buruh dan pengusaha, 3. Instansi yang bertanggungjawab di
berkewajiban memfasilitasi penyelesaian bidang ketengakerjaan, provinsi atau
perselisihan hubungan industrial kabupaten/kota, setelah meneliti berkas
tersebut.Upaya fasilitasi dilakukan dengan perselisihan, bila perselisihan berkaitan
menyediakan tenaga mediator yang bertugas dengan perselisihan hak maka
untuk mempertemukan kepentingan kedua perselisihan tersebut dilimpahkan
belah pihak yang berselisih. kepada mediator untuk segera
Penyelesaian perselisihan hubungan melakukan mediasi.
industrial yang disebabkan oleh : Dalam hal perselisihan kepentingan
1. Perbedaan pendapat atau kepentingan dan perselisihan antar serikat
mengenai keadaan ketenagakerjaan pekerja/serikat buruh dalam 1(satu)
yang belum diatur dalam perjanjian perusahaan, Instansi yang bertanggungjawab
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian di bidang ketengakerjaan menawarkan
kerja bersama, atau peraturan kepada kedua belah pihak untuk
perundang-undangan; diselesaikan oleh Arbiter atau melalui
2. kelalaian atau ketidakpatuhan salah satu Konsiliator.Bila kedua belah pihak dalam
atau para pihak dalam melaksanakan waktu 7(tujuh) hari kerja tidak sepakat
ketentuan normatif yang telah diatur memilih Arbiter atau Konsiliator, maka
dalam perjanjian kerja, pertauran Instansi yang bertanggungjawab di bidang
perusaahaan, perjanjian kerja bersama, ketengakerjaan melimpahkan penyelesaian
atau peraturan perundang-undangan; kasusnya untuk ditangani oleh Mediator.
3. pengakhiran hubungan kerja; Demikian juga untuk menyelesaikan
perbedaan pendapat antar serikat perselisihan pemutusan hubungan kerja
pekerja/serikat buruh dalam satu (PHK), Instansi yang bertanggungjawab di
perusahaanmengenai pelaksanaan hak bidang Ketengakerjaan menawarkan kepada
dan kewajiban keserikat pekerjaan. pihak yang berselisih untuk menggunakan
Setiap perselisihan yang terjadi di penyelesaian konsiliator dan bila salah satu
suatu perusahaan, wajib diselesaikan secara pihak menolak tawaran tersebut, Instansi
bipartit antara pengusaha dengan yang bertanggungjawab di bidang
pekerja/buruh dan atau dengan serikat ketengakerjaan secara otomatis
pekerja/serikat buruh.Bila upaya

17
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

melimpahkan berkas perselisihan PHK persoalan-persoalan yang timbul pada


kepada mediator. pekerja atau buruh dan perusahaan di saat
1. Dalam proses penyelesaian secara sekarang ini dan bagaimana penyelesaian
Bipartit perlu dibuat : hubungan industrial secara sederhana, cepat
a. Risalah Hasil Perundingan; dan biaya ringan.
b. Daftar hadir perundingan; Undang-Undang Nomor 13 Tahun
c. Permintaan dan pemberitahuan 2003 tentang Ketenagakerjaan lahir dan
perundingan dari salah satu pihak; diundangkan pada tanggal 25 Maret 2003,
2. Perjanjian Bersama bila tercapai dapat disebutkan sebagai hukum
penyelesaian perselisihan didaftarkan perburuhan materil mengatur tentang
oleh para pihak pada Pengadilan perbuatan apa yang harus dilakukan dan
Hubungan Industrial; sanksi apa yang dikenakan. Sedangkan,
Apabila tidak selesai penyelesaian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
perselisihan maka salah satu atau kedua tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
belah pihak mencatatkan secara langsung Industrial dapat disebut hukum perburuhan
perselisihannya kepada Instansi yang formil yang mengatur tentang bagaimana
bertanggung jawab dibidang cara penerapan hukum terhadap pihak-pihak
Ketenagakerjaan setempat; yang melakukan pelanggaran hukum materil.
Kekhususan yang terpenting dari Hukum formil atau hukum acara
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 perburuhan adalah seperangkat aturan yang
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan memuat tentang tata cara melakukan
Industrial dapat dilihat antara lain : penyelesaian perselisihan pekerja / buruh
1. Tidak dikenakan biaya perkara dan majikan.
termasuk biaya eksekusi yang nilai Penyelesaian perselisihan
gugatannya di bawah Rp 150.000.000,- perburuhan dianggap terlalu panjang, dan
(seratus limapuluh juta rupiah), sesuai sangat lama sehingga pemerintah dan DPR
Pasal 58 Undang-Undang Nomor 2 membuat Undang-Undang yang khusus
Tahun 2004 tentang Penyelesaian mengatur tata pelaksanaan Pengadilan
Perselisihan Hubungan Industrial. Hubungan Industrial yakni Undang-Undang
2. Jangka waktu penyelesaian perselisihan Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
hubungan industrial tingkat pertama Perselisihan Hubungan Industrial.
harus selesai selambat-lambatnya 50 Pada bagian konsiderans menimbang
(lima puluh) hari kerja. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
Penyelesaian perselisihan hak dan tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
perselisihan PHK di tingkat kasasi selambat- Industrial terdapat azas cepat, tepat, adil dan
lambatnya 30 (tiga puluh) hari sudah murah, hal ini juga secara eksplisit
diputus. dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 48
Pengadilan Hubungan Industrial Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
adalah pengadilan khusus penyelesaian sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4)
perselisihan hubungan industrial yang diatur menyatakan bahwa peradilan dilakukan
secara normatif akan diselesaikan melalui dengan sederhana, cepat dan biaya ringan,
mekanisme hukum formil oleh Undang- namun azas-azas tersebut tidak dapat
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang terlaksana pada gugatan perkara yang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan dimohonkan oleh para pekerja atau buruh
Industrial, Undang-Undang ini lahir adalah walaupun secara nyata telah diatur sesuai
menggantikan Undang-Undang Nomor 22 dengan penjelasan diatas.
Tahun 1957 tentang Penyelesaian Gugatan atau perkara yang diajukan
Perselisihan Perburuhan, karena pemerintah ke pengadilan mulai dari tingkat pertama
dan DPR menganggap Undang-Undang sampai dengan tingkat kasasi telah dibuat
Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian secara lengkap, tetapi untuk menunggu
Perselisihan Perburuhan tidak lagi sanggup putusan yang berkekuatan hukum tetap
menciptakan dan tidak dapat mengakomodir (inkracht) sangat menunggu waktu lama, hal

18
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

ini salah satu penyebab bahwa pekerja atau sengketa pekerja atau buruh dan
buruh merasa tidak pernah mendapat pengusahaan, pada hal substansi yang
keadilan. menjadi harapan pekerja atau buruh dan
Harapan pekerja atau buruh perusahaan, dan selama ini menjadi
terhadap keberadaan Pengadilan Hubungan persoalan krusial bagi kaum pekerja atau
Industrial pada Pengadilan Negeri Medan buruh dan perusahaan disamping lamanya
adalah agar sengketa-sengketa perselisihan proses berperkara adalah juga mandulnya
dapat diselesaikan dengan tepat waktu, proses pelaksanaan putusan (eksekusi).
harapan bahwa pengadilan adalah lembaga Meskipun perselisihan itu telah
penyelesaian sengketa semakin pudar bagi diputus oleh P4D atau P4P dan telah
pencari keadilan. berkekuatan hukum tetap (inkracht), namun
Ada beberapa faktor yang tetap saja terkendala pada proses
menyebabkan lamanya menunggu satu pelaksanaan eksekusinya. Hal ini disebabkan
putusan yang sudah berkekuatan hukum karena P4P sendiri tidak berwenang
tetap.Hal ini dapat saja disebabkan melakukan eksekusi. Proses eksekusi
penumpukan perkara yang masuk ke diserahkan kepada Dinas Tenaga Kerja
pengadilan tidak didukung oleh sarana setempat yang dalam prakteknya sangat
maupun prasarana, sehingga menimbulkan jarang dapat terlaksana.
asumsi publik yang negatif terhadap Pengadilan Hubungan Industrial
putusan-putusan yang diputus oleh melaksanakan putusan yang telah
pengadilan. berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka
Lambatnya badan peradilan dalam tatacara yang berlaku adalah sama dengan
menyelesaikan perkara dan seringnya terjadi pelaksanaan putusan pengadilan dalam
penumpukan perkara menimbulkan rasa perkara yang dalam hal ini dilakukan oleh
tidak percaya yang tinggi dari masyarakat Panitera dan Juru Sita dipimpin oleh Ketua
pencari keadilan, karena peradilan dianggap Pengadilan (Pasal 36 ayat (3) Undang-
tidak lagi memenuhi harapan ideal mereka Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
akan hukum. Padahal peradilan sebagai Penyelesaian Perselisihan Hubungan
pelaksanaan kekuasaan yang resmi dalam Industrial).
negara memiliki peran penting. Hal ini setidaknya dapat menepis
M. Yahya Harahap menyebutkan ada keraguan para aktivis buruh jikalau putusan
2 (dua) peran penting badan peradilan inkracht tersebut akan bersifat hampa
dalam negara hukum dan masyarakat (illusoir) karena perangkat hukum untuk itu
demokrasi yaitu : 7 memang sudah sangat jelas. Terutama
1. Peradilan berperan sebagai katup adanya kewenangan Majelis Hakim
penekan (pressure valve) atas segala Pengadilan Industrial atas dasar
pelanggaran hukum, ketertiban permohonan para pihak untuk menjatuhkan
masyarakat, dan pelanggaran ketertiban putusan sela maupun sita jaminan
umum. (conservatoir beslag) bahkan penerapan
2. Peradilan sebagai tempat terakhir putusan serta merta (uitvoerbaar bij
mencari kebenaran dan keadilan (to voorraad) yang tentunya akan lebih
enforce the truth and enforce justice). memuluskan jalan proses eksekusi.
Perkara diputus ditingkat pertama, dan Pengadilan Hubungan Industrial
tingkat kasasi, serta murah dalam biaya diharapkan dapat membawa perubahan
perkara, hal ini membuat pekerja atau bagi pekerja atau buruh dan pengusaha dan
buruh dapat terbantu baik kecepatan perusahaan untuk mempermudah
waktu perkara dan biaya perkara. penyelesaian perselisihan antara pekerja
Perbandingan pelaksanaan putusan atau buruh dan pengusaha dan perusahaan
pada saat Lembaga P4D penyelesaian terutama mengenai hak-hak dan
kewajibannya agar mendapat suatu
7 M. Yahya Harahap, Hukum Acara kepastian hukum (Rechtssicherheit),
Perdata, cetakan kedua, (Jakarta: Sinar Grafika kemanfaatan (Zweckmassigheit) dan keadilan
Offset, , 2005), halaman 853 (Gerechtheit).

19
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

Kepastian hukum merupakan keadilan dari setiap orang yang telah


perlindungan yustisiabel terhadap tindakan memperoleh rasa keadilan, khususnya
sewenang-wenang, yang berarti bahwa masyarakat lemah. 9
seseorang akan dapat memperoleh sesuatu Sehubungan dengan pendapat John
yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Rawls di atas, maka kebajikan utama
Masyarakat mengharapkan adanya kepastian kehadiran Pengadilan Hubungan Industrial
hukumkarena dengan adanya kepastian sebagai social institution adalah dapat
hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum memberi keadilan bagi seluruh masyarakat,
bertugas menciptakan kepastian hukum khususnya bagi masyarakat buruh yang
karena bertujuan ketertiban masyarakat. 8 posisinya adalah lemah. Akan tetapi, seiring
Kemanfaatan, masyarakat dengan perjalanannya keberadaan
mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan Pengadilan Hubungan Industrial sebagai
atau penegakan hukum. Hukum adalah institusi banyak dikritik dan diprotes bahkan
untuk manusia, maka pelaksanaan hukum didemo oleh kalangan pekerja atau buruh
atau penegakan hukum harus memberi karena dirasakan tidak ada manfaat bagi
manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. mereka. Sehubungan dengan itu penulis
Jangan sampai justru karena hukumnya tertarik untuk meneliti faktor-faktor apa saja
dilaksanakan atau ditegakkan timbul yang menjadi masalah dalam penerapan
keresahan di dalam masyarakat. hukum acara khusus untuk penyelesaian
Keadilan, masyarakat sangat sengketa antara pekerja atau buruh dengan
berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan pengusaha dan perusahaan.
atau penegakan hukum keadilan
diperhatikan. Pada pelaksanaan atau I. Penerapan Hukum Acara Khusus di
penegakan hukum harus adil, karena hukum Pengadilan Hubungan Industrial
tidak identik dengan keadilan. Hukum itu Pada Pengadilan Negeri Medan
bersifat umum mengikat setiap orang,
bersifat menyamaratakan. Barang siapa 1. Analisis tentang penerapan
mencuri harus dihukum, setiap orang yang ketentuan ongkos perkara vide Pasal
mencuri harus dihukum, tanpa membeda- 58 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
bedakan siapa yang melakukan pencurian. 2004 tentang Penyelesaian
Sebaliknya keadilan bersifat subyektif, Perselisihan Hubungan Industrial
induvidualis dan tidak menyamaratakan, adil Kepastian hukum merupakan
bagi si A belum tentu dirasakan adil bagi si B. perlindungan yustisiabel terhadap tindakan
Berbicara tentang konsep keadilan sewenang-wenang, yang berarti bahwa
adalah didasari suatu pemikiran ilmu yang seseorang akan dapat memperoleh sesuatu
mendalam. John Rawls menganalisa kembali yang diharapkan dalam keadaan tertentu.
permasalahan mendasar dari kajian filsafat Masyarakat mengharapkan adanya kepastian
politik dengan merekonsiliasi antara prinsip hukum, karena dengan adanya kepastian
kebebasan dan prinsip persamaan. Kaum hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum
utilitaris mengusung konsep keadilan bertugas menciptakan kepastian hukum
sebagai suatu keadaan dimana masyarakat karena bertujuan ketertiban masyarakat. 10
dapat memperoleh kebaikan dan Menurut Molenaar, Hukum
kebahagiaan secara sama rata. Ketenagakerjaan (arbeidrecht) adalah bagian
John Rawls berpendapat bahwa dari hukum yang berlaku yang pada
keadilan adalah kebajikan utama dari
hadirnya institusi-institusi (social institusi), 9Pan MohamadFaiz, , Teori Keadilan John
akan tetapi, menurutnya keadilan bagi
Rawls Dan Relevansi Konstitusi Indonesia, (Ikatan
seluruh masyarakat tidak dapat Peneliti Hukum Indonesia, 2013), diakses 27
mengenyampingkan atau mengganggu rasa April 2013, Ipenhi.blogspot.com/2013/01/teori-
keadilan-johnrawls-dan-relevansi.html
8 Sudikno Mertukusumo, Suatu 10 Sudikno Mertukusumo, Suatu
Pengantar Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Pengantar Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty
Liberty, 1985). Halaman 160 – 161 1985) Halaman 160 – 161

20
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

pokoknya mengatur hubungan antara tenaga yang nota bene lebih mampu dari pekerja
kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja diberikan kedudukan yang sama oleh
dengan penguasa.11 undang-undang dalam beban biaya perkara.
Menurut N.E.H van Esveld, Hukum Hal ini akan dapat terlihat nyata ketika
Perburuhan adalah hukum yang mengatur, pengusaha melakukan pemutusan hubungan
baik di dalam hubungan kerja yaitu kerja terhadap pekerjanya secara sepihak
hubungan kerja itu dilakukan di bawah dan/atau memohon penetapan pemutusan
pimpinan orang lain, maupun di luar hubungan kerja kepada Pengadilan
hubungan kerja yang pekerjaannya Hubungan Industrial vide ketentuan Pasal
dilakukan atas tanggung jawab sendiri.12 151 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13
Perselisihan hubungan industrial Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tanpa
(untuk selanjutnya disingkat PHI) adalah dikenakan biaya perkara, sehingga
perselisihan khas. Khas karena subjek pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja
hukumnya maupun objek hukumnya. akan dapat cenderung dilakukan oleh
Kekhasan ini melahirkan sesuatu yang pengusaha secara semena-mena.
menarik dari sisi socio-legal, karena tujuan Berdasarkan analisa yuridis normatif
perilaku pengusaha dan tujuan perilaku di atas, maka penerapannya dapat dianalisis
pekerja kadang-kadang sulit diharmonikan dari sisi sosiologi hukum (legal social) dalam
persoalan keadilan dalam penyelesaian hal ini perilaku (behaviour) pengusaha
perselisihan hubungan industrial bukan adalah perilaku ekonomi yang berupaya
persoalan “hakim ad hoc” atau “hakim karir”, menghindari pengeluaran biaya perkara.
melainkan bersumber pada kekhasan Perilaku pengusaha akan menjadi lebih kuat
Perselisihan Hubungan Industrial.13 karena didukung oleh ketentuan normatif
Salah satu ketentuan khusus dalam yang sudah membuka celah perilaku
hukum acara penyelesaian perselisihan pengusaha tersebut untuk melakukan
hubungan industrial adalah tentang ongkos pemutusan hubungan kerja semena-mena,
perkara yakni ketentuan Pasal 58 Undang- tanpa penetapan Lembaga Penyelesaian
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial, sebab
Penyelesaian Perselisihan Hubungan kalaupun digugat di pengadilan oleh pekerja
Industrial yang menyatakan: ”Dalam proses atau buruh maka pengusaha akan tidak
beracara di Pengadilan Hubungan Industrial dikenakan biaya apapun. Hal ini dapat
Industrial pihak-pihak yang berperkara tidak dibuktikan dari data yang ada bahwa
dikenakan biaya, termasuk biaya eksekusi perkara yang masuk ke Pengadilan
yang nilai gugatannya di bawah Rp Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
150.000.000,- (seratus lima puluh juta Medan hampir seluruhnya adalah
rupiah)”. perselisihan pemutusan hubungan kerja.
Secara yuridis normatif, ketentuan Pada prakteknyaberdasarkan hasil
ini terlihat adil bagi pekerja sebagai pihak dari pengalaman penulis sendiri selaku salah
yang lebih lemah dan perlu dilindungi, tetapi satu Hakim Adhoc Pengadilan Hubungan
dari sisi pengusaha atau perusahaan tidak Industrial, ternyata untuk menetapkan nilai
mencerminkan keadilan, sebab perusahaan gugatan Rp.150.000.000,- dari Penggugat
terdapat kendala. Dalam petitum gugatan
11 Senjun Manullang, Pokok-Pokok Penggugat, sering dituntut upah proses yang
Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: harus dibayar tiap bulannya sampai putusan
Rineka Cipta, 1990), halaman 1 berkekuatan hukum tetap tanpa ada
12 Iman Sjahputra Tunggal, Hukum perhitungan berapa nilainya, sehingga tidak
Ketenagakerjaan, (Jakarta: Harvarindo, 2013), pasti berapa jumlahnya dan kemungkinan
halaman 5 nilai gugatan dapat saja menjadi lebih dari
13Abdul Rachmad Budiono, Makalah :
Rp.150.000.000,- apabila tuntutan
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Dalam Perspektif Socio-Legal, disampaikan pada dikabulkan.
“Silaturrohim Nasional Hakim Ad Hoc Pengadilan Teerhadap tuntutan dwangsoom
Hubungan Industrial” di Hotel Garden Palace, berupa tuntutan pembayaran sejumlah uang
Surabaya,tanggal 6 April 2013 apabila putusan tidak dijalankan oleh pihak

21
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

yang dihukum untuk melaksanakannya, juga Ini juga menjadi kendala dalam praktek
dapat menjadikan nilai gugatan di atas penerapan hukum acara khusus di
Rp.150.000.000,- apabila dikabulkan. Pengadilan Hubungan Industrial.
Hasil wawancara penulis dengan Buruh atau Pekerja tidak dapat
pihak pengurus serikat pekerja dan pekerja, merasakan keadilan pada dirinya sendiri
akibat adanya tuntutan upah proses dan dikarenakan setelah putusan dijatuhkan oleh
dwangsoom yang tidak diterakan atau Majelis Hakim, walaupun biaya perkara
dipastikan jumlahnya tersebut, Kepaniteraan ditanggung oleh Negara, untuk mendapatkan
Muda Pengadilan Hubungan Industrial pada haknya melalui eksekusi juga dapat
Pengadilan Negeri Medan menolak terhambat oleh pembiayaan yang harus
menerima pendaftaran gugatan prodeo dikeluarkan karena nilai putusan bertambah
(tanpa pembayaran atau SKUM) dengan melebihi Rp.150.000.000,-.
alasan nilai gugatan dapat melebihi Menurut analisa penulis, kalaupun
Rp.150.000.000,- sebagaimana diuraikan di nilai putusan melebihi Rp.150.000.000,-
atas, sehingga sering sekali pekerja kecewa melampaui nilai gugatan yang dituntut oleh
atau bahkan timbul adu argumen bahkan penggugat, hal ini dapat saja terjadi sebab
sampai timbul amarah di kantor memang terbukti di persidangan dan
Kepaniteraan Muda Pengadilan Hubungan berdasarkan menurut hukum upah proses
Industrial pada Pengadilan Negeri Medan. dapat dikabulkan yang merupakan hak
Ketentuan khusus ini dibuat negara normatif pekerja. Apabila dilihat dari azas
pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hukum acara perdata umumnya, seolah-olah
pekerja dari beban pembiayaan perkara, Majelis Hakim mengabulkan melebihi yang
agar pekerja dapat menuntut haknya dengan dituntut oleh Penggugat (ultra petita), tetapi
beracara di pengadilan tanpa harus dalam perselisihan hak atau perselisihan
membayar ongkos perkara. pemutusan hubungan kerja, secara tegas
Berdasarkan hasil wawancara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
penulis dengan Panitera Muda Pengadilan 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tentang apa saja hak-hak normatif pekerja di
Medan, Ibu Martinah Hanum, SH.MH, 14 dalam hubungan kerja maupun setelah
beliau pernah mendapat teguran dari hubungan kerja yang berkaitan dengan
Mahkamah Agung karena tidak kelangsungan hidup atau nafkah pekerja
membebankan biaya perkara kepada berserta keluarganya yang tidak dapat
penggugat sebab jumlah putusan Majelis disimpangi.
Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Berdasarkan hal tersebut perlu
Pengadilan Negeri Medan melebihi adanya pedoman dari Mahkamah Agung atau
Rp.150.000.000,- antara lain karena setidaknya Ketua Pengadilan Hubungan
dikabulkannya tuntutan upah proses, Industrial mengenai ketentuan ini, apakah
padahal ketika didaftarkan atau diajukan tuntutan upah proses dan dwangsoom harus
gugatan nilainya di bawah Rp.150.000.000,-. jelas tertera jumlahnya dan diperhitungkan
Masalah berikutnya adalah ketika dengan nilai gugatan, sehingga dalam
putusan itu akan dieksekusi, oleh pelaksanaannya tidak menimbulkan
Kepaniteraan Pengadilan dikenakan biaya pertentangan.
sebab nilainya telah melebihi Apabila nilai putusan menjadilebih
Rp.150.000.000,-. Hal ini sangat dari Rp.150.000.000,- berdasarkan
membingungkan pekerja dan/atau serikat ketentuan Pasal 58 Undang-Undang Nomor
pekerja pencari keadilan dan menimbulkan 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
perdebatan dan sinisme dari kaum buruh Hubungan Industrial, maka dalam diskusi
terhadap Pengadilan Hubungan Industrial. Para Hakim Karir dan Hakim Adhoc
Pengadilan Hubungan Industrial pada
14Hasil Wawancara penulis dengan Ibu Pengadilan Negeri Medan, yang menjadi
Martinah Hanum, SH.MH selaku Panitera Muda patokan apakah ongkos perkara sampai
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan dengan eksekusi dibebankan kepada negara
Negeri Medan, 24 Maret 2013

22
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

atau tidak adalah nilai gugatan bukan nilai 115 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
putusan. Hal inilah yang telah dilakukan oleh tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Panitera Muda Pengadilan Hubungan Industrial di atas sudah mencerminkan
Industrial menjawab teguran Mahkamah reformasi ketentuan hukum dalam rangka
Agung dan ternyata dapat diterima dan mewujudkan azas peradilan yang cepat
eksekusi dapat dijalankan tanpa dibebani menjawab kebutuhan kepastian,
ongkos, akan tetapi alangkah baiknya apabila kemanfaatan serta keadilan hukum yang
Mahkamah Agung mengeluarkan pedoman berkembang di dalam masyarakat, terutama
mengenai hal ini, sehingga tidak lagi untuk kaum pekerja atau buruh, akan tetapi
menimbulkan polemik, dan juga kepada dalam prakteknya atau penerapan
Penggugat agar mencantumkan besar upah hukumnya belum tentu terwujud harapan
proses ataupun dwangsoom yang dimaksud.
dituntutnya, sehingga nilai gugatan menjadi Berikut ini akan dianalisis
jelas. penerapannya berdasarkan tingkat
1. Analisis penerapan ketentuan tentang penyelesaian perselisihan hubungan
batas waktu penyelesaian perselisihan industrial yakni:
hubungan industrial vide Pasal 3 ayat 1. Batas waktu di tingkat non litigasi.
(2) jo. Pasal 15 jo. Pasal 103 jo. Pasal Ketentuan Pasal 3 ayat (2) jo. Pasal 15
115 Undang-Undang Nomor 2 Tahun Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Hubungan Industrial Industrial adalah batas waktu penyelesaian
Dasar hukum Hukum Acara di perselisihan di tingkat non litigasi yakni
Pengadilan Hubungan Industrial adalah bipartite dan mediasi atau konsiliasi. Di
sebagai berikut:15 tingkat bipartit dan mediasi atau konsiliasi
a. HIR (Het Herziene Indonesisch masing-masing maksimal selama 30 hari
Reglemen) Staatblad 1941 No. 44 yo. kerja sejak dimulainya perundingan.
Stb 1941 No.32 yo. 98 yo. Stb 1926
No.496, yaitu Hukum Acara Perdata 2. Batas waktu di tingkat litigasi.
bagi Bangsa Indonesia dan Timur a. Tingkat Pertama
Asing di Jawa dan Madura (sering Mengenai penerapan batas waktu
juga disebut RIB - Reglemen penyelesaian di tingkat litigasi atau
Indonesia Yang Diperbarui); Pengadilan Hubungan Industrial pada
b. RBg. (Reglement Tot Regeling Van Het Pengadilan Negeri, untuk tingkat pertama
Rechtswezen in De Gewesten Buiten batas waktunya adalah 50 hari kerja
Java en Madura) Stb. 1927 No. 227, terhitung sejak sidang pertama sebagaimana
yaitu Reglemen Acara Perdata untuk ditetapkan dalam ketentuan Pasal 103
daerah luar Jawa dan Madura (HIR Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
dan RBg berlaku berdasarkan Psl. 57 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
UU No. 2 tahun 2004). Industrial.
c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 b. Tingkat kasasi
tentang Penyelesaian Perselisihan Menurut ketentuan Pasal 115
Hubungan Industrial Psl 55 s/d 115; Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
d. Yurisprudensi. tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Apabila dianalisa secara yuridis Industrial, batas waktu penyelesaian di
normatif, maka seluruh ketentuan Pasal 3 tingkat kasasi adalah 30 hari kerja terhitung
ayat (2) jo. Pasal 15 jo. Pasal 103 jo. Pasal sejak tanggal penerimaan permohonan
kasasi.
15 Suparno, (Direktur Hukum dan
II. Analisis Pelaksanaan Eksekusi
Peradilan Mahkamah Agung R.I), Makalah :
Hukum Acara Perdata, (Jakarta:disampaikan
Ceramah disampaikan pada Pendidikan dan
Latihan Calon Hakim ad Hoc Pengadilan
Hubungan Industrial, Oktober 2006)

23
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

Azas putusan yang dapat dieksekusi Hasil wawancara penulis dengan


adalah :16 pengurus serikat pekerja dan pekerja17 yang
1. Telah berkekuatan hukum tetap; telah mengalami hambatan dalam proses
2. Dalam putusan yang berkekuatan eksekusi putusan Pengadilan Hubungan
hukum tetap telah mengandung Industrial yang telah inkracht, maka kendala
hubungan hukum yang tetap dan pasti dari pelaksanaan eksekusi putusan adalah
antara pihak yang berperkara; menetapkan sita jaminan, dimana biasanya
3. Karena hubungan hukum sudah tetap pekerja kurang dapat memperoleh data-data
dan pasti maka hubungan hukum tentang harta kekayaan milik pengusaha
tersebut mesti ditaati dan dipenuhi oleh atau perusahaan yang dapat dilelang.
pihak yang dihukum;
4. Cara menaati ditentukan di dalam amar III. Analisis Hukum terhadap Putusan
putusan yang telah berkuatan hukum Perkara Nomor : 23/G/2007/PHI.
tetap. Mdn. jo. Putusan Perkara Nomor : 261
Berdasarkan data yang diperoleh K/Pdt.Sus/2010 pada Mahkamah
sampai dengan Maret 2013 hampir seluruh Agung dan Eksekusinya
gugatan diajukan oleh kaum pekerja atau Pasal 207 R.Bg menyatakan : “Jika
buruh dan sekitar 90% persen putusannya pihak yang dikalahkan tidak atau lalai untuk
adalah dimenangkan kaum pekerja atau memenuhi isi putusan itu dengan
buruh dengan amar pembayaran hak-hak kemauannya sendiri maka pihak yang
normatif buruh, sehingga pelaksanaan dimenangkan dapat memasukkan
eksekusi lebih banyak ditujukan terhadap permintaan baik dengan lisan maupun
pengusaha untuk melakukan pembayaran, dengan surat kepada Ketua Pengadilan
akan tetapi hanya 7 pengusaha saja yang Negeri yang tersebut pada ayat pertama
secara sukarela mau melaksanakan putusan Pasal 206 R.Bg. ayat (1) Pasal 195 H.I.R,18
pengadilan hubungan industrial, selebihnya untuk menjalankan putusan itu, Ketua
harus dengan upaya paksa baik melalui menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan
aanmaning dan penyitaan yang jelas-jelas itu serta memperingatkan supaya ia
memperpanjang waktu pelaksanaan memenuhi putusan itu didalam tempo yang
putusan. ditentukan oleh ketua, selama-lamanya 8
Berdasarkan hal tersebut jelaslah (delapan) hari.19
perilaku hukum dan budaya hukum Guna memperjelas bagaimana
masyarakat pencari keadilan di pengadilan penerapan hukum acara khusus
hubungan industrial khususnya pengusaha, penyelesaian perselisihan hubungan
masih belum menghormati dan mentaati industrial dalam hukum in concrito dapat
hukum yakni putusan Pengadilan Hubungan dilihat dari studi terhadap suatu kasus, mulai
Industrial sebab tidak mau dengan sukarela dari proses bipartit, mediasi hingga putusan
melaksanakannya. Untuk itu perlu ditinjau Pengadilan Hubungan Industrial pada
kembali untuk memberlakukan lembaga tingkat pertama dan kasasi sampai proses
gijzeling sebagai upaya paksa kepada pihak
yang tidak bersedia melaksanakan putusan 17 Hasil wawancara dengan Wisker

Pengadilan Hubungan Industrial, sebab Pakpahan (Direktur Hukum LBH SBSI SU) dan
perolehan hak-hak pekerja untuk Agus Butar-butar (Pengurus SPTI
kelangsungan kehidupannya dan Pematangsiantar)
18 Pasal 206 RBg/195 HIR menyatakan :
keluarganya harus cepat diberikan demi
keadilan dan kepastian hukum. Tentang menjalankan putusan dalam perkara
yang pada tingkat pertama diperiksa oleh
Pengadilan Negeri adalah atas perintah dan
dengan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang
16 Djoko Sarwoko, bahan ceramah : pada tingkat pertama memeriksa perkara itu
”Pelaksanaan Putusan Perdata”, (Jakarta Selatan: menurut cara yang diatur dalam pasal - pasal
disampaikan pada : Pelatihan Tehnis Calon berikut ini.
Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial , 19 K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata

3-20 Oktober 2005) RGB/HIR, (Jakarta: Ghalia Indonesia)

24
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

eksekusi, maka penulis mengambil satu memberikan putusan penyelesaian


putusan yang sudah inkracht sebagai contoh Perselisihan Hubungan Industrial dalam
untuk dianalisis, yakni putusan perkara waktu selambat lambatnya 50 (lima puluh)
Nomor : 23/G/2007/PHI jo. No. 261 hari kerja terhitung sejak sidang pertama”.
K/Pdt.Sus/2010 pada Mahkamah Agung Nilai gugatan yang dituntut kepada
yang dapat dianggap representatif untuk Tergugat adalah sebesar Rp 89.055.000,-
analisis yang lengkap. (delapan puluh Sembilan juta lima puluh
Perkara Nomor : 23/G/2007/PHI. lima ribu rupiah), oleh karena gugatan yang
Mdn. para Penggugat adalah dari pihak tidak melibihi Rp 150.000.000,- (seratus lima
pekerja sebanyak 8 (delapan) orang puluh juta rupiah) maka biaya perkara
melawan Firma PMH sebagai Tergugat ditanggung oleh Negara sebagaimana diatur
sebuah perusahaan yang bergerak di bidang dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 2
usaha bus pengangkutan umum antar kota. Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan
Perkara ini adalah perkara tentang Hubungan Industrial, termasuk biaya
pemutusan hubungan kerja oleh tergugat eksekusi.
atas pelanggaran yang dituduhkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Hubungan
para penggugat, sedangkan tuntutan yang Industrial pada Pengadilan Negeri Medan
dilakukan adalah tuntutan hak-hak normatif memutus perkara tersebut pada tanggal 01
sesuai ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Mei 2007. Isi putusannya adalah
Nomor 13 Tahun 2003 tentang mengabulkan sebagian tuntutan Penggugat
Ketenagakerjaan. dengan perincian sebagai berikut:
Sebelum perkara disidangkan di 1. Menghukum Tergugat untuk membayar
Pengadilan lebih dahulu diperiksa oleh hak Penggugat atas nama Maurit
Panitera Muda Pengadilan Hubungan Nainggolan sebesar Rp 19.000.000,-
Industrial, tujuannya apakah perkara (Sembilan belas juta rupiah);
tersebut sudah pernah Bipartit dan Mediasi, 2. Menghukum tergugat untuk membayar
karena hal ini adalah salah satu syarat formil hak Penggugat atas nama Pangaduan
sebelum dilanjutkan ke Pengadilan Nainggolan sebesar Rp 19.614.651,-
Hubungan Industrial. (Sembilan belas juta enam ratus empat
Berdasarkan adanya anjuran yang belas ribu enam ratus limapuluh satu
dilampirkan pada gugatan para penggugat rupiah);
maka jelaslah proses penyelesaian 3. Menolak gugatan Penggugat untuk
perselisihan melalui Bipartit dan Mediasi selain dan selebihnya;
telah dilalui, tetapi gagal mencapai 4. Membebankan Biaya Perkara kepada
kesepakatan. Dalam praktek di Pengadilan Negara;
Hubungan Industrial, anjuran dianggap Putusan No. 23/G/2007/PHI.Mdn
sebagai risalah perundingan mediasi, tidak diterima oleh Tergugat, sehingga
sehingga gugatan sudah memenuhi salah Tergugat melakukan upaya hukum kasasi ke
satu syarat formil untuk diselesaikan di Mahkamah Agung, sebagaimana diatur pada
tingkat litigasi. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
Perkara Nomor : 23/2007/PHI.Mdn Penyelesaian Perselisihan Hubungan
disidangkan pada hari pertama adalah Industrial, dan Tergugat menyiapkan
tanggal 26 Februari 2007 lengkap hadir memori kasasi dalam tempo 14 (empat
kedua belah pihak dengan pembacaan belas) hari setelah diterimanya salinan
gugatan, sejak persidangan pertama hadir Putusan. Setelah dipersiapkan Tergugat
lengkap sejak hari itu pula dihitung tenggang memori kasasi dan Penggugat menyiapkan
waktu perkara. kontra memori kasasi, perkara tersebut
Tenggang waktu atau lama perkara disampaikan ke Pengadilan Negeri untuk
di Pengadilan tingkat pertama dibatasi oleh diteruskan ke Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Perkara setelah diterima di
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Mahkamah Agung, perkara tersebut akan
Industrial sebagaimana diatur Pasal 103 diregistrasi ulang oleh Panitera Perdata
menyatakan: ”Majelis Hakim wajib Khusus untuk dapat disidangkan oleh Majelis

25
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

Hakim Kasasi. Perkara Nomor : Hubungan Industrial pada Pengadilan


23/G/2007/PHI. Mdn, mendapat Registrasi Negeri Medan No. 23/G/2007/PHI. Mdn.
pada Mahkamah Agung Nomor : 261 dalam tempo 8 (delapan) hari secara
K/Pdt.Sus/2010, dan diputus pada tanggal sukarela mau melaksanakan
31 Agustus 2010, yang amar putusannya kewajibannya untuk memenuhi bunyi
menguatkan putusan Pengadilan Negeri atau isi putusan tersebut.
Medan sebagaimana terdapat pada Salinan 3. Setelah dilakukan peneguran terhadap
Putusan Nomor : 261.K/Pdt.Sus/2010 yang termohon Kasasi, dilakukan Penetapan
ditanda tangani oleh Majelis Hakim dan Sita Eksekusi, oleh Ketua Pengadilan
Panitera Pengganti. Negeri Medan, Penetapan ini adalah
Waktu penyelesaian perkara ini untuk menetapkan sita eksekusi
mulai perundingan bipartit, mediasi, terhadap harga bergerak terhadap
pengadilan tingkat pertama sampai dengan termohon eksekusi.
putusan kasasi adalah kurang lebih 3 (tiga) 4. Setelah diletakkan sita eksekusi
tahun.Undang-undang mengatur tersebut, kemudian hasilnya diserahkan
bahwaperkara harus selesai dalam tempo kepada pemohon eksekusi.
waktu 140 (seratus empat puluh) hari dari Pada panggilan ini dibuat
Pengadilan Hubugan Industrial pada terdokumentasi dengan Berita Acara
Pengadilan Negeri sampai ke Mahkamah Peneguran, baik Penetapan Sita Eksekusi,
Agung. Disini terbukti hukum acara khusus bahwa segala sesuatu isi Berita Acara
dalam penyelesaian perselisihan hubungan tersebut akan menjadi dokumen hukum
industrial yang dibentuk untuk menjawab sampai selesainya pelaksanan eksekusi
permasalahan hukum acara yang lama, tidak tersebut.
terwujud, tidak ada kepastian hukum. Pelaksanaan Sita Eksekusi diletakan
Penulis menganalisa asas Hukum satu unit Bus PMH (dalam keadaan rusak),
Perburuhan dengan putusan Perkara No. karena Sita Eksekusi adalah sebuah Bus yang
23/G/2007/PHI.Mdn Putusan Pengadilan izinnya mempunyai hubungan kerja kepada
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Polisi dan Departemen Perhubungan, maka
Medan, tertanggal 01 Mei 2007 dapat pemohon Eksekusi harus mendapat atau
diterima oleh Para Penggugat walaupun memberikan isi putusan untuk dapat
lewat waktu melebihi 50 (lima puluh) hari, dikeluarkan dari registrasi nomor kendaraan
dikarena pemanggilan dilaksanakan dengan tersebut.
delegasi.20 Pemohon eksekusi mendaftar sita
Para penggugat telah mengajukan eksekusi tersebut kepada Badan Lelang
permohonan Eksekusi terhadap isi putusan Negara, untuk membuat nilai estimasi
Kasasi yang sudah inkracht sebagaimana barang dan melakukan lelang dihadapan
pada Resume Nomor : 23/G/2007/PHI. Mdn. umum setelah pemohon eksekusi mendapat
yang diajukan tanggal 5 April 2011 kepada dokumen lengkap terhadap sita jaminan.
Ketua Pengadilan Negeri Medan. Hasil atau uang hasil lelang akan
Sebelum dapat dilaksanakan diserahkan kepada pemohon eksekusi,
eksekusi oleh Pengadilan, terlebih dahulu sebagai hak-hak para penggugat
dilakukan proses-proses sebagai berikut : sebagaimana tertera pada bunyi atau isi
1. Para Penggugat atau Kuasanya putusan setelah dilakukan lelang oleh Badan
memohonkan kepada Ketua Pengadilan Lelang Negara.
untuk dapat melaksanakan bunyi atau Apabila kurang nilai lelang dengan
isi putusan. jumlah pada bunyi atau isi putusan siapa
2. Ketua Pengadilan memanggil pihak yang menanggung kekurangannya. Hal ini
Termohon Eksekusi, dipanggil untuk menjadi polimik bagi pemohon eksekusi,
ditegur atau Aanmaning agar memenuhi merupakan juga kelemahan dalam aturan
bunyi atau isi putusan Pengadilan dan peraturan perundang-undangan yang
mengatur pelaksanan eksekusi adalah Badan
Lelang Negara.
20 . Putusan No. 23/G/2007/PHI. Mdn

26
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

Para pemohon eksekusi tetap dilihat putusan 60 (enam puluh) hari,


dibebani biaya-biaya resmi maupun yang walaupun dapat diterima oleh para pihak
tidak resmi demi untuk mendapatkan hak- karena adanya faktor panggilan delegasi ke
hak para Penggugat sesuai bunyi atau isi daerah kota Siantar.
putusan, biaya-biaya ini tidak lagi dibeban Dihubungkan dengan asas hukum
kepada para pihak sesuai dengan Pasal 58 yang cepat, tepat adil dan murah sangat jauh
Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2004 dari harapan pekerja atau buruh dan
Penyelesaian Perselisihan Hubungan pengusaha, hal seperti ini dapat saja
Industrial menyatakan : “Dalam proses menyebabkan terganggunya keadaan
beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, stabilitas pekerja atau buruh.
pihak - pihak yang berperkara tidak John Rawls berpendapat bahwa
dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi keadilan sosial tersebut dapat ditegakkan
yang nilai gugatannya dibawah Rp melalui koreks terhadap pencapaian
150.000.000,- (Seratus lima puluh juta keadilan dengan cara memperbaiki struktur
rupiah)”. dasar dari institusi-institusi sosial yang
utama, seperti misalnya pengadilan, pasar
IV. Analisis Hukum Keadilan Terhadap dan konstitusi Negara.21
Putusan No. 23/G/2007/PHI. Mdn. Hasil penelitian yang dilakukan
Pada putusan No.21/G/2007/PHI. mengenai lamanya putusan kasasi yang
Mdn, setelah diputus pada tingkat diterima oleh pekerja atau buruh dan
pengadilan negeri, terlihat bahwa posisi pengusaha adalah disebabkan oleh beberapa
pekerja atau buruh dan pengusaha sangat faktor yang mempengaruhinya yakni,
timpang, hasil putusan tidak dapat perkara yang masuk tidak sebanding sarana
dilaksanakan oleh pengusaha dengan suka yang tersedia pada Mahkamah Agung.
rela, walau nilai putusan hanya sebesar Rp Terbatasnya sarana antara lain jumlah
39.029.302,-, kemudian pengusaha masih hakim yang terbatas dan sarana pendukung
menggunakan haknya yakni kasasi ke lainnya juga serba terbatas, misalnya sarana
Mahkamah Agung, sekalipun hak dan alat kerja, hal ini juga dapat mempengaruhi
kewajiban masing-masing pihak telah diatur percepatan putusannya perkara - perkara
oleh Undang - Undang Nomor 13 Tahun yang masuk ke Mahkamah Agung.
2003 tentang Ketenagakerjaan secara tegas. Jhon Rawl dalam pendapatnya, untuk
Pada putusan perkara yang diteliti mewujudkan masyarakat yang adil harus
oleh penulis, terlihat pihak pekerja atau dapat diposisikan kebebasan akan hak-hak
buruh yang tidak mendapat keadilan dasar sebagai nilai tertinggi dan kemudian
sebagaimana dari kajian John Rawls, harus diikuti dengan adanya jaminan
disebabkan tidak ada sama dan kesetaraan kesempatan yang sama bagi setiap
hak terutama disertai rasa perbandingan orang.22Ketidaksamaan kesempatan akibat
ekonomi yang jauh. adanya perbedaan kualitas kemampuan,
Prinsip yang berbeda berangkat dari kemauan, dan kebutuhan dapat dipandang
prinsip ketidaksamaan yang dapat sebagai suatu nilai yang adil berdasarkan
dibenarkan melalui kebijaksanaan terkontrol pendapat John Rawls.
sepanjang mengguntungkan kelompok Pelaksanaan putusan Mahkamah
masyarakat yang lemah, sementara prinsip Agung, terhadap putusan No.
persamaan kesempatan yang terkandung 261.K/Pdt.Sus/2010 juga sangat
pada adanya prinsip kualitas kemampuan memerlukan waktu panjang, Langkah
semata, namun juga adanya dasar kemauan pertama Pemohon Eksekusi menyurati Ketua
dan kebutuhan dari kualitasnya. Pengadilan Negeri Medan untuk memohon
Apabila diperhatikan dari sisi waktu eksekusi, sebelum proses ini, lebih awal
sejak perkara tersebut pertama didaftarkan dimohonkan surat permohonan teguran /
sampai dengan adanya putusan sudah tidak Aanmaining terhadap termohon eksekusi.
sesuai hukum acara formil yang mengatur
putusan tingkat pertama hanya diperlukan 21Ibid

waktu dalam 50 (lima puluh hari) tetapi bila 22Ibid

27
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

Apabila tidak berhasil Ketua Pengadilan akan penerapannya juga mengalami banyak
memanggil sebagaimana diatur dalam hambatan untuk mencapai kepastian
perundang - undangan yang berlaku dalam hukum,walaupun di dalamnya telah ada
hukum acara perdata umum yakni RBg dan ketentuan khusus (lex specialist) dalam
HIR, jika tidak ada kesediaan Termohon penyelesaian perselisihan hubungan
Kasasi menjalankan bunyi dan isi putusan industrial. Pasal 57 Undang-Undang Nomor 2
selanjutkan akan dilakukan penetapan Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan
eksekusi terhadap barang perusahaan yang Hubungan Industrial membuka berlakunya
diajukan sebagai sita jaminan oleh Pemohon hukum acara perdata umum, terutama dalam
eksekusi. hal pemanggilan termasuk pemanggilan
Berdasarkan putusan tersebut delegasi, proses eksekusi, sita, lelang yang
tercermin pihak Termohon Eksekusi tidak tidak ada bedanya dengan hukum perdata
menjalankan bunyi atau isi putusan dengan umum yang masih menggunakan hukum
suka rela, hal seperti ini tidak mencerminkan produk penjajahan Belanda, yang filosofinya
teori keadilan sebagaimana dijelaskan John kedudukan para pihak adalah seimbang.
Rawls. Prinsip berpijak dari hadirnya kondisi
ketimpangan sosial dan ekonomi yang V. Penutup
kemudian dalam mencapai nilai-nilai Secara yuridis normatif hukum acara
keadilan dapat diperkenankan jika khusus penyelesaian perselisihan hubungan
memberikan manfaat bagi setiap orang, industrial belum dapat menegakkan hukum
khususnya terhadap kelompok masyarakat materil, sebab belum lengkap dan belum
yang kurang beruntung. mencerminkan asas peradilan cepat, tepat,
Menurut informan yang penulis adil dan murah, antara lain tentang biaya
wawancarai, rumit dan sangat panjang perkara masih menimbulkan penafsiran di
proses eksekusi putusan ini, mengakibatkan dalam praktek.
pemohon eksekusi hampir frustasi dan tidak Secara sosiologis penerapan hukum
percaya terhadap penegakan hukum dan acara khusus di Pengadilan Hubungan
sudah apatis terhadap hukum. Pada hukum Industrial masih belum terlaksana efektif
acara khusus penyelesaian perselisihan dan efisien sebagaimana yang seharusnya,
hubungan industrial pada Pengadilan sebab masih terdapat kendala yakni
Hubungan Industrial disebutkan gugatan ketentuan hukumnya membuka peluang
yang nilainya di bawah Rp 150.000.000,- untuk diabaikan karena tidak ada sanksi,
(seratus lima puluh juta) tidak dibebankan juga perilaku hukum pihak-pihak terkait
biaya termasuk eksekusi dalam hal ini yang belum melaksanakan budaya hukum
ditanggung negara, tetapi yang dialami yang baik.
sudah habis biaya separuh dari nilai putusan Eksekusi sebagai harapan terakhir
yang seharusnya diterima pekerja atau dari tegaknya hukum bagi pekerja, masih
buruh. tidak dapat terlaksana dengan berbagai
Sampai dengan Maret 2013 belum hambatan baik ketentuan hukum acaranya
dapat dilakukan lelang eksekusi oleh yang masih menggunakan hukum acara
Pengadilan Negeri Medan karena harus perdata umum, maupun hambatan perilaku
berkoordinasi dengan pelaksana lelang hukum masyarakat dan pelaksananya.
Negara karena aturannya memang demikian. Saran perlu dibentuk atau direvisi
Hal ini dikaitkan dengan teori hukum acara yang khusus di Pengadilan
keadilan sangatlah jauh dari harapan, teori Hubungan Industrial, sehingga hukum acara
keadilan menurut pendapat John Rawls, perdata umum tidak lagi diberlakukan,
perbedaan tertentu juga dapat diterima sehingga semangat dan jiwa penyelesaian
sepanjang meningkatkan atau membawa perselisihan hubungan industrial dapat
manfaat bagi orang-orang yang paling tidak terwujud, caranya dengan merevisi Undang-
beruntung. Undang Nomor 2 Tahun 2004Penyelesaian
Selain ketentuan-ketentuan khusus itu Perselisihan Hubungan Industrial.
sangat sedikit jumlahnya, ternyata

28
Jurnal Mercatoria Vol.7 No.1/Juni 2014 ISSN No:1979-8652

Perlunya dibuat pasal atau ketentuan Saleh, K.W., Hukum Acara Perdata RGB/HIR,
khusus mengatur cara menetapkan nilai Ghalia Indonesia, Jakarta
gugatan berkaitan dengan Pasal 58 Undang- Soepomo, I., 1992, Pengantar Hukum
Undang Nomor 2 Tahun 2004Penyelesaian Perburuhan, Djambatan, cetakan
Perselisihan Hubungan Industrial. kesepuluh
Para pelaku dan penegak hukum Faiz, P.M., Ikatan Peneliti Hukum
termasuk Hakim Pengadilan Hubungan Indonesia,Teori Keadilan John Rawls
Industrial dapat melakukan terobosan Dan Relevansi Konstitusi Indonesia,
dengan budaya hukum mengedepankan diakses 27 April 2013,
keadilan dan kepatutan daripada Ipenhi.blogspot.com/2013/01/teori-
menerapkan hukum normatif secara kaku keadilan-johnrawls-dan-
dan legalistik. relevansi.html
Undang-Undang Nomor : 2 Tahun 2004
DAFTAR PUSTAKA tentang Penyelesaian Perselisihan
Damanik, S., 2005, Hukum Acara Perburuhan, Hubungan Industrial.
Menyelesaikan Perselisihan Hubungan Undang-Undang Nomor : 13 Tahun 2003
Industrial Menurut UU No.2 Tahun tentang Ketenagakerjaan.
2004,Dss Publishing, Cetakan Putusan No. 23/G/2007/PHI. Mdn.
Pertama Putusan Perkara Nomor : 23/G/2007/PHI.
Harahap, M.Y., Hukum Acara Perdata, 2005, Mdn. jo. Putusan Perkara Nomor :
Sinar Grafika Offset,Cetakan Kedua, 261 K/Pdt.Sus/2010 pada
Jakarta Mahkamah Agung.
Lubis, I.H., 2009, Pengantar Hukum Wawancara penulis dengan Ibu Martinah
Ketenagakerjaan di Indonesia, Ratu Hanum, SH.MH selaku Panitera Muda
Jaya Pengadilan Hubungan Industrial
Mertokusumo, S., 1988, Hukum Acara pada Pengadilan Negeri Medan, 24
Perdata Indonesia, Liberty, Edisi III, Maret 2013.
Yogyakarta Wawancara penulis dengan Wisker
Putralie, E.M., Yusrizal A.S., dan Muaz Z., Pakpahan (Direktur Hukum LBH SBSI
(2011), Perlindungan Hukum SU) dan Agus Butar-butar (Pengurus
Investor Di Pasar Modal, SPTI Pematangsiantar).
Mercatoria, 4 (1): 26-36

29

Anda mungkin juga menyukai