Anda di halaman 1dari 2

NAMA : ANDI SAHRUL AKBARSYAH

NIM : B011181476

MATA KULIAH : HUKUM PERBURUHAN-G

Artikel yang saya jadikan referensi dalam analisis ini berjudul “Urgensi Terhadap
RUU Pengadilan Hubungan Industrial” yang ditulis oleh Johan Imanuel, dan dimuat
pada laman website berikut: Urgensi Terhadap RUU Pengadilan Hubungan Industrial -
Hukumonline.com

Indonesia telah memiliki tiga dasar hukum berkaitan dengan hubungan industrial, yaitu
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja, serta Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial. Adapun terkait dengan Pengadilan Hubungan Industrial
sendiri telah diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial. Pengadilan Hubungan Industrial diatur secara khusus pada Bab III tentang
Pengadilan Hubungan Industrial, yaitu pada Pasal 55 sampai dengan Pasal 80. Pengertian
mengenai Pengadilan Hubungan Industrial diatur dalam Pasal 1 Angka 17, yaitu pengadilan
khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili,
dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Pengadilan Hubungan
Industrial memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa dan memutus; a) ditingkat pertama
mengenai perselisihan hak; b) di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
kepentingan; c) di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja; d) di
tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan. Untuk hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial
adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
kecuali yang diatur secara khusus dalam UU PPHI. Pengadilan Hubungan Industrial ini
merupakan pengadilan khusus. Namun kedudukannya sampai saat ini masih berada di dalam
Pengadilan Negeri. Hal tersebut bersesuaian dengan Pasal 59 UU PPHI yang menyatakan bahwa
Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di
setiap Ibukota Provinsi yang daerah hukumnya meliputi provinsi yang bersangkutan. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa jika ada perselisihan hubungan industrial yang diterjadi di suatu
kabupaten namun belum ada Pengadilan Hubungan Industrial, maka pihak yang berperkara
wajib menyelesaikan di Pengadilan Negeri tingkat Provinsi. Dari hal tersebut kita bisa
membayangkan jarak antara lokasi para pihak yang berperkara ketika terjadi perselisihan
hubungan industrial dengan Pengadilan Hubungan Industrial itu sendiri ternyata menjadi
hambatan dan justru tidak mencerminkan asas pengadilan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan “sederhana” ialah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan
dengan cara efisien dan efektif. Kemudian yang dimaksud dengan “biaya ringan” yaitu biaya
perkara yang dapat dijangkau oleh Masyarakat. Jika kita melihat penjelasan tersebut serta
melihat fakta yang terjadi, maka kedudukan Pengadilan Hubungan Industrial menjadi suatu
permasalahan serius.

Anda mungkin juga menyukai