Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 3

HUKUM KETENAGAKERJAAN

Disusun oleh :

ADHI SAIFUDDIN
NIM : 044265131
PRODI S1 ILMU HUKUM
1. Uraikan perkembangan Peraturan Perundang-undangan penyelesaian hubungan industrial yang
pernah dan masih berlaku di Indonesia !
Jawab :
Perkembangan Peraturan terkait perundangan tentang penyelesaian hubungan industrial di
Indonesia dibagi menjadi 7 (tujuh) bagian perkembangan, sebagai berikut:
a. Instruksi Menteri No.P.B.U 1022-45/U-4091 Tahun 1950
Peraturan tentang penyelesaian sengketa hubungan industrial ini sendiri diawali dengan
dibentuknya Instruksi Menteri No.P.B.U 1022-45/U-4091 Tahun 1950 tentang Tata Cara
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan tepat pada tanggal 20 oktober 1950. Dalam instruksi
tersebut dibedakan antara perselisihan perburuhan yang bersifat perorangan dan perselisihan
perburuhan yang tidak perorangan/kolektif. Perselisihan yang tidak berakibat pemogokan akan
diselesaikan oleh Kantor Daerah Jawatan Pengawasan Perburuhan. Perselisihan perburuhan
diatara buruh dan pengusaha tentang soal-soal yang tidak diatur dalam undnag-undang dan
peraturan perburuhan yang timbul dalam suatu wilayah diselesaikan oleh :
1) Kantor-Kantor penyuluh perburuhan di Jawa Kecuali Jakarta Raya
2) Kanotr-Kantor urusan perselisihan perburuhan didaerah Jakarta Raya
3) Kantor-Kantor penyuluh perburuhan di Sumatera
4) Kantor-Kantor penyuluh perburuhan di Kalimantan
5) Kantor-Kantor penyuluh perburuhan di Indonesia Timur
Jika dipandang perselisihan tersbeut berkaitan dengan keprntingan Negara maka akan
diselesaikan oleh Kantor Pusat Perselisihan Perburuhan di Jakarta. Namun jika perselisihan
Antara buruh dan pengusaha tidak dalam wilayah yang sama maka akan diselesaikan oleh
Kepala Kantor Urusan Perselisihan Perburuhan atau menunjuk salah satu kantor dalam jajaran
Kementerian Perburuhan.
b. Surat Edaran Kementerian Perburuhan No.PP.3-8-14/U.3994 Tahun 1950
Tahapan kedua dalam perkembangan peraturan perundangan penyelesaian hubungan
industrial adalah dengan dibentuknya Surat Edaran Kementerian Perburuhan No.PP.3-8-
14/U.3994 Tahun 1950. Dalam hal ini, Jika pengusaha melakukan PHK besar-besaran, minimal
10 orang buruh dalam satu bulan, pengusaha diharuskan terlebih dahulu merundingkan
maksud dan tujuan pemutusan hubungan kerja tersebut dengan Kepala Kantor Penempatan
Kerja di daerah masing-masing.
c. Peraturan Kekuasaan Militer Pusat No.1. Tahun 1951
Tahapan perkembangan ketiga adalah dengan berlakunya Peraturan Kekuasaan Militer Pusat
No.1. Tahun 1951 dikeluarkan dengan maksud untuk mengatasi keadaan perburuhan yang pada
waktu itu dianggap sangat rawan dan membahayakan ketertiban umum. Peraturan yang
dibentuk ini,mengatur tentang tata cara penyelesaian perburuhan dengan jalan membentuk
sebuah panitia penyelesaian petikaian perburuhan atau disingkat dengan nama pantia
penyelesaian, dimana terdiri atas beberpa instansi terkait seperti Menteri perburuhan ebagai
ketua, menteri perhubungan, menteri perdagangan, menteri perindustrian, menteri keuangan
dan menteri pekerjaan umum masing-masing sebagai anggota.
d. Undang-Undang Darurat No 16 Tahun 1951
Perkembangan selanjutnya kemudian melahirkan Undang-Undang Darurat No 16 Tahun 1951
Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuan. Undang-undang darurat ini mengatur tentang
adanya tiga lembaga penyelesaian perselisihan perburuhan yaitu pegawai, juru/dewan pemisah
dan panitia daerah/panitia pusat.
e. Undang-Undang No 22 Tahun 1957
UU No 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuan ini merupakan pengganti
UU Darurat No 16 Tahun 1951. Hal pokok yang ada dalam UU No 22 Tahun 1957 adalah
ketentuan tentang pegawai yang diberi tugas untuk memberikan perantaraan.
f. Undang-Undang No 12 Tahun 1964 Tentang PHK di Perusahaan Swasta
UU No 12 Tahun 1964 Tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta mengatur
tentang pemutusan hubungan kerja di perusahaan swasta. UU ini sekaligus mencabut
ketentuan PHK dalam Staatsblad 1941 No 396 dan peraturan-peraturan lain seperti terdapat
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1601 sampai Pasal 1603. Melalui UU ini
diharapkan proses PHK tidak lambat, setelah perundingan bipatrid gagal, dapat langsung
diajukan ke P4-Daerah/Pusat.
g. Undang-Undang No 2 Tahun 2004 Tentang Pernyeleaian PErselisihan HUbungan Industrial
(PPHI)
UU No 2 Tahun 2004 mengatur tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
Melalui UU ini kemudian terbentuk Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Setelah terbentuk
PHI, maka P4D/P dengan sendirinya bubar. UU PPHI ini memuat beberapa jenis perselisihan
antara lain adalah :
1) Perselisihan hak
2) Perselisihan kepentingan
3) Perselisihan pemutusan hubungan kerja
4) Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan

2. Uraikan bagaimana prosedur dan tahapan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial !


Jawab :
UU yang mengatur tetang Penyelesaian Hubungan Industrial adalah UU No 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dalam menyelesaikan perselisihan yang
hubungannya dengan dalam lingkup industry, dilalui beberapa tahapan. Tahapan tahapan tersebut
dijelaskan pada bagian penjelasan atas UU tersebut mengenai penyelesaian perselisihan hubungan
industrial pada romawi I bagian umum yaitu Setiap perselisihan hubungan industrial pada awalnya
diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat oleh para pihak yang berselisih (bipartit). Dalam
hal perundingan oleh para pihak yang berselisih (bipartit) gagal, maka salah satu pihak atau kedua
belah pihak mencatatkan perselisihannya pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat. Perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau
perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh yang telah dicatat pada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan dapat diselesaikan melalui konsiliasi atas kesepakatan kedua
belah pihak, sedangkan penyelesaian perselisihan melalui arbitrase atas kesepakatan kedua belah
pihak hanya perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh. Apabila
tidak ada kesepakatan kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihannya melalui konsiliasi
atau arbitrase, maka sebelum diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial terlebih dahulu melalui
mediasi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari menumpuknya perkara perselisihan hubungan
industrial di pengadilan. Dalam hal mediasi atau konsiliasi tidak mencapai kesepakatan yang
dituangkan dalam perjanjian bersama, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial. jika dirinci maka sebagai berikut :
a. Sesuai dengan pasal 3 UU No 2 Tahun 2004 penyelesaian sengketa/perselisihan hubungan
industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipatrit
seara musyawarah untuk mencapai mufakat, "Perundingan bipartit adalah perundingan antara
pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial" sesuai dengan bunyi pasal 1 ketentuan umum nomor 10
.dimana penyelesaian ini paling lama diselesaikan 30 hari sejak dimulainya perundingan
tersbeut (UU No 2 Tahun 2004 pasal 3 ayat 2). jika perundingan tersebut melebihi 30 hari dan
belum mencapai kesepakatan maka penyelesaian dengan cara bipatrit ini diangap gagal (ayat
3).
b. Apabila penyelesaian secara bipatrit gagal maka tahapan selanjutnya diberikan kesempatan
pada kedua belah pihak untuk melakukan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbritase. sesuai
dengan pasal 1 ketentuan umum UU No 2 tahun 2004 konsiliasi adalah penyelesaian
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang
ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Penyelesaian melalui konsiliasi
dilakukan untuk penye-lesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan
kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh (Pasal 4 ayat (5)). sedaangkan
arbritase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial
melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian
perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
Penyelesaian melalui arbitrase dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan atau
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh (pasal 4 ayat(6)).
c. Jika penyelesaian secara konsiliasi atau arbritase gagal, sebelum diajukan kepada Pengadilan
Hubungan Industrial dilakukan tahapan penyelesaian secara Mediasi, mediasi adalah
penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan
kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan
melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral (pasal 1
ketentuan umum UU No 2 Tahun 2004). sesuai dengan pasal 8 UU Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, tentang Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh
mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota.
d. Penyelesaian perselisihan melalui Pengadian Hubungan Industrial dilakukan jika penyelesaian
perselisihan secara mediasi tidak menemukan titik terang. Pengadilan Hubungan Industrial
adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang
memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial
penjelasan tersebut sesuai dengan pasal 1 ketentuan umum UU No 2 Tahun 2004. dalam UU
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tersebut, penyelesaian perselisihan
melalui Pengadilan Hubungan Industrial diatur mulai pada pasal 55 hingga pasal 80.

Sumber :
BMP ADBI4336
Instruksi Menteri No.P.B.U 1022-45/U-4091 Tahun 1950 Tata Cara Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan
Surat Edaran Kementerian Perburuhan No.PP.3-8-14/U.3994 Tahun 1950
Peraturan Kekuasaan Militer Pusat No.1. Tahun 1951
Undang-Undang Darurat No 16 Tahun 1951 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuan
Undang-Undang No 2 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuan
Undang-Undang No 12 Tahun 1964 Tentang PHK di Perusahaan Swasta
UU No 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Anda mungkin juga menyukai