Anda di halaman 1dari 11

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Disusun guna memenuhi tugas : Analisa Industri

Disusun Oleh :
Maya Andini 21601081473
Muhammad Risalul Huda 21501081189
Roni 21601081578
Badrus Sholeh 21601081009

FAKULTAS EKONOMI BISNIS


UNIVERSITAS ISLAM ISLAM MALANG
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Perselisihan atau perkara dimungkinkan terjadi dalam setiap hubungan antar manusia,
bahkan mengingat subjek hukumpun telah lama mengenal badan hukum, maka para pihak
yang terlibat di dalamnya pun semakin banyak. Dengan semakin kompleksnya corak
kehidupan masyarakat, maka ruang lingkup kejadian atau peristiwa perselisihanpun meliputi
ruang lingkup semakin luas, diantaranya yang sering mendapat sorotan adalah perselisihan
hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial biasanya terjadi antara pekerja/buruh
dan perusahaan atau antara organisasi buruh dengan organisasi perusahaan. Dari sekian
banyak kejadian atau peristiwa konflik atau perselisihan yang penting adalah solusi untuk
penyelesaiannya yang harus betul-betul objektif dan adil.
Penyelesaian perselisihan pada dasarnya dapat diselesaikan oleh para pihak sendiri,
dan dapat juga diselesaikan dengan hadirnya pihak ketiga, baik yang disediakan oleh negara
atau para pihak sendiri. Dalam masyarakat modern yang diwadahi organisasi kekuatan publik
berbentuk negara, forum resmi yang disediakan oleh negara untuk penyelesaian perkara atau
perselisihan biasanya adalah lembaga peradilan.
Sejalan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, pada saat ini penyelesaian
hubungan industrial secara normatif telah mengalami banyak perubahan, yang terakhir
dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Berdasarkan UU ini telah ada peradilan khusus
yang menangani penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yaitu Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI),Seperti yang dimaksud oleh UU PPHI ini, bahwa Perselisihan hubungan
industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha
atau gabungan pengusaha dengan pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai
hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan
antara serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan

2
2. Rumusan Masalah
Permasalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

 Apa yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial ?

 Bagaimana penyelesaian perselisihan hubungan industrial pancasila ?

 Apa sajakah pencegahan perselisihan perburuhan ?

3. Tujuan dan Maksud

 Untuk mengetahui pengertian perselisihan hubungan industrial.

 Untuk mengetahui penyelesaian perselisihan hubungan industrial


pancasila.

 Untuk mengetahui pencegahan perselisihan perburuhan.

6
BAB II
Tinjauan Materi

A. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial


Hubungan industrial pada dasarnya merupakan suatu hubungan hukum
yang dilakukan antara pengusaha dengan pekerja. Adakalanya hubungan itu
mengalami suatu perselisihan. Perselisihan itu dapat terjadi pada siapapun yang
sedang melakukan hubungan hukum.
Perselisihan dibidang hubungan industrial yang selama ini dikenal dapaat
terjadi mengenai hak yang telah ditetapkan, atau mengenai keadaan
ketenagakerjaan yang belum ditetapkan, baik dalam perjanjian kerja, peraturan
perushaan, perjanjian kerja bersama, maupun peraturan perundang-undangan.
Perselisihan hubungan industrial dapat pula disebabkan oleh pemutusan
hubungan kerja. Hal ini terjadi karena hubungan pekerja/buruh dan pengusaha
merupakan hubungan yang didasari oleh kesepakatan para pihak untuk mengikat
diri dalam suatu hubungan kerja. Apabila salah satu pihak tidak menghendaki lagi
untuk tetap mempertahankan hubungan yang harmonis. Oleh karena itu, perlu
dicari jalan keluar yang terbaik bagi kedua belah pihak untuk menentukan bentuk
penyelesaian, sehingga Pengadilan Hubungan Industrial yang diatur dalam
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 akan dapat menyelesaikan kasus-kasus
pemutusan hubungan kerja yang tidak diterima oleh salah satu pihak.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undnag-Undang No. 2 Tahun 2004
tentang Pengadilan Hubungan Industrial, yang dimaksud dengan Perselisihan
Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh
atau serikat pekerja/ serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan
antarserikat/serikat buruh dalam satu perusahaan.

B. Jenis Perselisihan Hubungan Industrial


Berdasarkan ketentuan Pasal 2 undang-Undang No. 2 Tahun 2004, jenis
Perselisihan Hubungan Industrial meliputi :
a. Perselisihan hak
Perselisihan ini adalah Perselisihan yang timbul karena tidak terpenuhinya
HAK, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap
ketentuan Perundang-undangan, Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau
Perjanjian Kerja Bersama.
b. Perselisihan kepentingan
Perselisihan ini adalah Perselisihan yang timbul dalam Hubungan Kerja
karena tidak adanya Kesesuian Pendapat mengenai pembuatan atau Pembuatan
syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja atau Peraturan
Perusahaan atau Perjanjian kerja Bersama.
c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja
Perselisihan ini adalah Perselisihan yang timbul akibat tidak adanya

7
Kesesuaian Pendapat mengenai Pengakhiran Hubungan Kerja yang dilakukan
oleh salah satu Pihak.
d. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan.
Perselisihan antara SP dengan SP lainnya hanya dalam satu Perusahaan,
karena tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan
Hak dan kewajiban keserikat pekerjaan.

C. Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial


Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dibagi dua bagian, yaitu:
Penyelesaian diluar Pengadilan Hubungan Industrial melalui Penyelesaian secara
Bipartit dan penyelesaian melalui Tripartit (mediasi, konsolidasi dan Arbitrase).
a) Perundingan Bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial. Kedudukan hukum perundingan Bipartit merupakan
penyelesaian yang bersifat wajib. Adapun ketentuan perundingan Bipartit
adalah : 1. Perselisihan hubungan industrial wajib diselesaikan secara
musyawarah untuk mufakat. 2. Diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak
tanggal dimulainya perundingan. 3. Dibuat perjanjian bersama yang
ditandatangani oleh para pihak, sifatnya mengikat dan menjadi hukum serta
wajib dilaksanakan oleh para pihak. 4. Wajib didaftarkan oleh para pihak
kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah
para pihak mengadakan perjanjian bersama. 5. Diberikan akte pendaftaran
perjanjian bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan demi
perjanjian bersama. 6. Salah satu pihak atau pihak yang dirugikan dapat
mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah perjanjian bersama didaftarkan. 7.
Permohonan eksekusi dapat dilakukan melalui PHI di Pengadilan Negeri di
wilayah domisili pemohon untuk diteruskan ke PHI di Pengadilan Negeri
yang berkompeten melakukan eksekusi. 8. Perundingan dianggap gagal
apabila salah satu pihak menolak perundingan atau tidak tercapai
kesepakatan. 9. Salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan
perselisihan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian
melalui perundingan Bipartit telah dilakukan. Berkas-berkas yang harus
disiapkan dalam proses bipartit : kronologis kejadian (dilampiri bukti-
bukti), surat kuasa/mandat (kedua belah pihak), nota pembelaan, surat
permohonan bipartit, berita acara bipartit, risalah bipartit (kalau gagal),
perjanjian bersama (kalau sepakat) dan daftar hadir perundingan.

b) Perundingan Tripartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat


pekerja/serikat buruh dengan pengusaha yang difasilitasi oleh

8
mediator/konsiliator/arbiter sebagai tindak lanjut dari gagalnya
perundingan bipartit. Dalam menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial ada 3 bentuk Tripartit yaitu : 1. Mediasi hubungan industrial
yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih
mediator yang netral. 2. Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar
sp/sb hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi
oleh seseorang atau lebih konsiliator yang netral. 3. Arbitrase adalah
penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar sp/sb
hanya dalam satu perusahaan diluar pengadilan hubungan industrial
melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk
menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya
mengikat para pihak dan bersifat final. Berkas-berkas yang harus disiapkan
untuk Tripartit yaitu : surat kuasa, SK Organisasi dan surat Pencatatan
Organisasi, keterangan tertulis tentang duduk perkara perselisihan
(dilampiri bukti-bukti tertulis), surat permohonan pencatatan perselisihan
hubungan industrial, surat panggilan/undangan dari Disnaker setempat,
aurat permohonan/penunjukkan mediasi/konsiliasi/arbitrase, peraturan
perusahaan/pkb (pihak perusahaan), surat perjanjian bersama (kalau
sepakat), anjuran mediator (kalau tidak sepakat), jawaban anjuran dan
putusan arbiter kalau melalui proses arbitrasePenyelesaian melalui
Pengaduan Hubungan Industrial Hukum acara yang dipakai adalah Hukum
Acara Perdata Pengadilan hubungan industrial adalah pengadilan khusus
yang dibentuk dilingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang
memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap perselisihan
hubungan industrial. Hukum acara yang dipakai adalah Hukum acara
perdata. Komposisi Majelis Hakim PHI adalah 3 orang Hakim yang terdiri
dari 1 Hakim Karir dari Pengadilan Negeri sebagai Hakim Ketua dan 2
orang Hakim Ad-Hock yang berasal dari sp/sb atau Asosiasi Pengusaha
sebagai Hakim anggota. Berkas-berkas yang perlu disiapkan dalam
beracara di PHI adalah : surat gugatan yang dibubuhi materai Rp 6.000,,-
dan dilampiri Risalah mediasi/konsiliasi dan anjuran tertulis (penggugat),
surat kuasa khusus (kedua belah pihak), jawaban gugatan (tergugat), replik
(penggugat), duplik (penggugat), daftar bukti tertulis dan berkas bukti yang
sudah diberi materai Rp 6.000,- serta berstempel pos (kedua belah pihak),
daftar kesaksian yang dilampiri KTP calon saksi dan menghadirkan saksi
(kedua belah pihak), kesimpulan (kedua belah pihak), putusan (Majelis
Hakim PHI) dan pengiriman salinan resmi putusan PHI (Panitera PHI)

9
D. Ringkasan Jurnal
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hukum
ketenagakerjaan setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dikenal dengan model
penyelesaian secara sukarela melalui bipartit, konsiliasi, mediasi, dan arbitrase;
dan model penyelesaian secara wajib, yaitu melalui Pengadilan Hubungan
Industrial. Selain itu, adanya pembatasan bahwa hanya penyelesaian perselisihan
hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja saja yang dapat diajukan kasasi ke
Mahkamah Agung tanpa melalui prosedur banding.

10
BAB III

STUDI KASUS

Contoh nyata dari perbedaan kepentingan salah satunya adalah pada gugatan yang
masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Semarang, dalam
kasus perselisihan yang terjadi antara pihak perusahaan PT. Holcim Indonesia Tbk yang
beralamat di Jln Ir. H Juanda, Cilacap, Jawa Tengah, selaku Tergugat dengan Serikat
Pekerja/buruh Nusantara-F.SP.ISI, yang beralamat di Perum Bayur Blok B1 No 7
Kelurahan Gumilir, Kecamatan Cilacap Utara, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang
bertindak sebagai Penggugat. Dimana obyek yang diperselisihkan ialah karena perbedaan
penafsiran/pendapat dalam hal pemberian bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada
pekerja atau buruh. Bonus merupakan pendapatan di luar upah, sebagai prestasi yang
diterima oleh pekerja atau buruh atas kinerjanya dalam tercapainya beban target yang
ditentukan oleh perusahaan. Dalam kasus tersebut, pada awalnya antara Penggugat dengan
Tergugat tidak pernah ada masalah tentang pemberian bonus karena beban target pada
tahun 2009, 2010, 2011, 2012 yang ditetapkan oleh Tergugat masih relatif stabil yaitu
10% sampai dengan 15%.
Namun pada tahun 2013 secara sepihak Tergugat menetapkan beban target untuk
sebagai penghitungan bonus, dengan menaikannya menjadi sebesar 36,8% dari tahun
sebelumnya (tahun 2012). Suatu lonjakan yang luar biasa sehingga sudah bisa dipastikan
bahwa Penggugat tidak mungkin menerima bonus dari Tergugat. Hingga pada akhirnya
memang apa yang dikhawatirkan oleh Penggugat terbukti bahwa pada tahun 2013 ketika
beban target itu tidak tercapai sehingga bonus tidak diberikan oleh Tergugat. Hal ini yang
menimbulkan permasalahan bagi Penggugat yang merasa bahwa itu merupakan tindakan
sepihak dari Tergugat, dengan alasan tidak memenuhi target, padahal pemberian bonus
tersebut merupakan hasil dari kesepakatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara
Penggugat dengan Tergugat. Merasa dirugikan oleh tindakan Tergugat, dan upaya-upaya
untuk penyelesaian perselisihan tersebut tidak berhasil dan tidak ada tanggapan dari
Tergugat, maka Penggugat akhirnya menggugat Tergugat melalui jalur Litigasi yakni
melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
Berdasarkan uraian di atas tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pertimbangan Hakim dalam menentukan pembuktian atas perkara perselisihan
kepentingan di PT Holcim Indonesia Tbk, untuk mengetahui bagaimana Hakim dalam
menentukan putusan atas pembuktian perkara perselisihan kepentingan di PT Holcim
Indonesia Tbk, dan untuk mengetahui bagaimana akibat hukumnya terhadap putusan
Hakim dalam perkara perselisihan kepentingan PT Holcim Indonesia Tb

11
BAB IV
PEMBAHASAN JURNAL BERDASARKAN TEORI

 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan


Hubungan Industrial (UU PPHI).
Apabila didalam suatu Perusahaan terdapat suatu perseslisihan Hak ,
Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, Perselisihan Kepentingan, dan
Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
maka perusahaan Diwajiibkan Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut
melalui perundingan.
 Mekanisme Penyelesaian Masalah Disuatu Perusahaan
Penyelesaian permasalahan didalam perusahaan bisa dilakukan dengan
cara melakukan perundingan secara internal terlebih dahulu, apabila
perundingan internal tidak bisa maka serikat perkerja dan perushaan yang
memiliki perselisihan dengan ini bisa melakukan penyelesain masalah ke jalur
hukum yang mana telah diatur didalam UUD dengan cara melakukan
perundingan Bipatrit dan Tripatrit.

12
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat/serikat buruh dalam satu
perusahaan.
Menurut Pasal 2 undang-Undang No. 2 Tahun 2004 perselisihan
hubungan industrial itu memiliki 4 jenis yaitu Perselisihan Hak, Perselisihan
Kepentingan, Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, dan Perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.Dan apabila
disuatu perusahaan memiliki suatu persilihan maka harus diselesain dengan
cara yang telah ditetap kan oleh pemerintah.
Mekanisme penyelsaian masalah Perselisihan Hubungan Industrial
bisa dilakukan dengan melakukan rundingan antara pihak perusahaan dengan
serikat pekerja / buruh yang memiliki masalah, apabila tidak ada titik temu
maka perusahaan dan serikat kerja akan menggunakan jalur hukum yang telah
ditentukan didalam uud dengan melakukan perundingan Bipatrit dan Tripatrit.

13
Lampiran..
DAFTAR PUSTAKA

- https://www.bphn.go.id/data/documents/AE%20UU%20NO

%202%20Tahun%202004%20Tentang%20Penyelesaian

%20Perselisihan%20Hubungan%20Industrial%202011.pdf

- Damanik, Sehat. 2006, Hukum Acara Perburuhan, Menyelesaikan

Perselisihan Hubungan Industrial Menurut Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2004, Jakarta: DSS Publishing.

- https://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/beberapa-cara-penyelesaian-
sengketa-perburuhan/.

- Buku : "Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi" oleh : Asri Wijayanti,


SH.,MH (halaman 178-184)

14

Anda mungkin juga menyukai