Anda di halaman 1dari 11

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2019/2020

MATA UJIAN : HUKUM PERBURUHAN


“ MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRI
BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRI ”

Nama Lengkap : Putu Anjani Widhi Putri


NRP : 120118253
No. Absen : 47
KP :B

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
JUNI 2020
LATAR BELAKANG

Perselisihan atau perkara dimungkinkan terjadi dalam setiap hubungan antar manusia,
bahkan mengingat subjek hukum pun telah lama mengenal badan hukum, maka para pihak yang
terlibat di dalamnya pun semakin banyak. Dengan semakin kompleksnya corak kehidupan
masyarakat, maka ruang lingkup kejadian atau peristiwa perselisihanpun meliputi ruang lingkup
semakin luas, diantaranya yang sering mendapat sorotan adalah perselisihan hubungan industrial.
Perselisihan hubungan industrial biasanya terjadi antara pekerja/buruh dan perusahaan atau
antara organisasi buruh dengan organisasi perusahaan. Dari sekian banyak kejadian atau
peristiwa konflik atau perselisihan yang penting adalah solusi untuk penyelesaiannya yang harus
betul-betul objektif dan adil. Penyelesaian perselisihan pada dasarnya dapat diselesaikan oleh
para pihak sendiri, dan dapat juga diselesaikan dengan hadirnya pihak ketiga, baik yang
disediakan oleh negara atau para pihak sendiri. Dalam masyarakat modern yang diwadahi
organisasi kekuatan publik berbentuk negara, forum resmi yang disediakan oleh negara untuk
penyelesaian perkara atau perselisihan biasanya adalah lembaga peradilan.

Undang – undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan


Industrial (UU PPHI) merupakan Undang – undang yang dibuat sejalan dengan kebutuhan
masyarakat mengenai penyelesaian perselisihan hungan kerja. Di era sekarang ini perselisihan
didalam hubungan industrial makin sering terjadi sehingga sangat perlu memahami apa yang
diatur didalam UU PPHI. Apabila dilihati dari UU PPHI secara garis besar terdapat beberapa
cara penyelesaian perselisihan hubungan industry, beberapa cara penyelesaian tersebutlah yang
akan dibahas lebih dalam lagi dalam makalah ini. Sehingga dapat dipahami lebih dalam lagi
mengenai cara – cara penyelesaian perselisihan hubungan kerja yang dapat ditempuh oleh para
pihak yang terlibat yang mana biasanya terjadi antara pengusaha dengan pegawainya.
RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Perselisihan Hubungan Industri ditinjau dari Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2004 ?
2. Bagaimana pembagian jenis – jenis perselisihan Hubungan Industri ditinjau dari Undang
– undang No. 2 Tahun 2004
3. Bagaimana mekanisme penyelesaian dari Perselisihan Hubungan Industri ditinjau dari
undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 ?

PEMBAHASAN

1. Pengertian Perselisihan Hubungan Kerja Ditinjau Dari Undang – undang No. 2 Tahun
2004

Perselisihan hubungan kerja timbul karena adanya perbedaan pendapat atau pandangan
antara pengusahan dengan pekerja atau buruhnya. Perselisihan yang terjadi dialam hubungan
kerja tentu sesuatu hal yang sangat dihindari oleh para pihak dan jika terjadi para pihak yang
berselisih terutama pengusaha ingin dengan segara perselisihan berakhir dikarenakan
perselisihan sering menimbulkan kerugian.

Didalam Undang – undang No. 2 Tahun 2004 dalam pasal 1 angka 1 diaktakan bahwa
Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan.

2. Jenis – Jenis Perselisihan Hubungan Industri Ditinjau Dari Undang – undang No. 2
Tahun 2004

Terdapat beberapa jenis perselisihan hubungan kerja yang mana dijelaskan di dalam
ketentuan Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 Perselisihan Hubungan Industrial sebagai
berikut :
1. Perselisihan Hak
Perselisihan hak merupakan perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama. Hal ini dijelaskan dalam pasal 1 angka 2 UU PPHI
2. Perselisihan Kepentingan
Di jelaskan di dalam pasal 1 angka 3 UU PPHI Perselisihan kepentingan merupakan
perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat
mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pada pasal 1 angka 4 UU PPHI dengan jelas dikatakan bahwa perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang
dilakukan oleh salah satu pihak, merupakan pengertian dari perselisihan pemutusan
hubungan kerja atau yang dikenal dengan PHK
4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja atau Buruh Hanya Dalam Suatu Perusahaan
Perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh adalah perselisihan antara serikat
pekerja atau serikat buruh dengan serikat pekerja atau serikat buruh lain hanya dalam satu
perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan
hak, dan kewajiban keserikat pekerjaan. Pengertian ini dijelaskan pada ketentuan pasal 1
angka 5 UU PPHI.

3. mekanisme penyelesaian dari Perselisihan Hubungan Industri ditinjau dari undang-


undang Nomor 2 Tahun 2004

Di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 dikatakan bahwa Penyelesaian


Perselisihan Hubungan Industri dapat di selesaikan dengan dua jalur :

1. Melalui Non Litigasi ( diluar pengadilan )


2. Melalui Litigasi ( didalam Pengadilan Hubungan Industri)

Dijelaskan sebagai berikut :


1. Penyelesaian perselisihan hubungan industri diluar pengadilan ( Non Litigasi )
Penyelesaian di luar pengadilan hubungan industri ini wajib di selesaikan lebih dulu,
sebelum memasuki tahap penyelesain di dalam pengadilan hubungan industri. Jadi,
penyelesaian di luar pengadilan merupakan proses yang wajib untuk dilewati terlebih dahulu
dalam tahap penyelesaian perselisihan hubungan industry sebelum tahap pengadilan
hubungan industri. Terdapat 2 mekanisme penyelesaian perselisihan di luar pengadilan
diantaranya :
A. Penyelesaian dilakukan melalui perundingan secara bipartit
Di dalam UU PPHI tepatnya pada pasal 3 ayat (1) ditegaskan bahwa Perselisihan
hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan
bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Penyelesaian ini dilakukan oleh pihak
pihak yang terlibat didalam perselisihan. Yang berarti pengusaha dengan pekerja harus
menyelesaikannya sendiri, jadi pihak-pihak wajib menyelesaikan perselisihannya dengan
melakukan perundingan dan diupayakan untuk menghasilkan titik tengah. Penyelesaian
melalui bipartit ini dapat dikatakan sebagai prinsip musyawarah untuk mufakat karena
penyelesaian melalui bipartit disebut juga sebagai penyelesaian secara negosiasi yang berarti
perundingan atau musyawarah, dimana secara umum perundingan bipartit diartikan sebagai
upaya penyelesaian sengketa secara musyawarah oleh pihak pengusaha dan pekerja atau
buruh dengan tidak melibatkan pihak lain dengan tujuan mencapai kesepakatan mufakat atas
dasar kerja sama yang harmonis, kekeluargaan.

B. Penyelesaian dilakukan melalui perundingan secara tripatit


Apabila perundingan secara bipartit ini tidak menghasilkan penyeselesaian. Maka dapat
dilakukan melalui perundingan secara tripatit. Dalam cara tripatiti salah satu pihak atau
kedua belah pihak bisa meminta atau mengajukan permohonan ke Departemen
Ketenagakerjaan setempat. Sengketa dapat di selesaikan melalui cara sebagai berikut :
1. Mediasi
Sebagaimana ditulis dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 UU PPHI dijelaskan bahwa
bahwa meediasi hubungann industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah
penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator
yang netral.
2. Konsiliasi
Pada pasal 1 angka 13 UU PPHI tertulis bahwa, konsiliasi hubungan industrial yang
selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/ serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang
atau lebih konsiliator yang netral.
3. Arbitrase
Penyelesaian melalui arbitrase tidak dapat dikatakan mengikuti prinsip musyawarah
untuk mufakat karena sifat dari penyelesaian arbitrase ini berkaitan dengan
penyelesaian melalui jalur pengadilan. Dalam Pasal 1 angka 15 UU PPHI diatur
bahwa arbitrase bubungan industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah
penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/
serikat buruh hanya dalam satu perusahan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial
melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan
penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan
bersifat final.
Ketiga lembaga yang telah di jelaskan diatas memiliki kedudukan yang sejajar, Jika para
pihak yang bersengketa meminta kepada lembaga mediasi untuk menyelesaikan sengketa dan
kemudian mediator sudah membuat suatu anjuran dan kemudian salah satu pihak tidak
menerima anjuran tersebut. Pihak yang tidak menerima anjuran dari lembaga mediasi
tersebut, tidak dapat meminta lembaga konsiliasi dan arbitrase untuk menyelesaikan
perselisihannya, karena ketiga Lembaga ini kedudukannya sama. Maka dari itu jika telah
melakukan mediasi atau konsiliasi dan kemudian pihak-pihak tidak sepakat. Para pihak bisa
menyelesaikan perselisihannya melalui Pengadilan Hubungan Industri. Jika kedua belah
pihak tidak sepakat dengan anjuran mediasi, maka kedua belah pihak yang bersengketa bisa
meminta kepada Pengadilan Hubungan Industri yang sedang di hadapi oleh para pihak yang
bersengketa.Berbeda dengan lembaga mediasi dan konsiliasi, jika penyelesainnya itu
dilakukan oleh lembaga arbitrase. Penyelesaian perrselisihan yang melalui jalur arbitrase
memiliki putusan yang bersifatnya final. Artinya putusan arbitrase itu harus dijalankan. Jadi,
dalam hal ini tidak bisa lagi mengajukan gugatan. Tetapi, putusan arbitrase bisa dimintakan
kasasi ke Mahkamah Agung, jika putusan arbiter itu memenuhi unsur-unsur di dalam
ketentuan Pasal 52 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004.
2. Penyelesaian perselisihan hubungan industry di dalam pengadilan
A. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri Di dalam Pengadilan Hubungan
Industri

Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak keberatan terhadap anjuran konsiliator
dan mediator, maka keberatan itu tidak bisa diajukan lembaga yang memiliki kedudukan
yang sama. Maka dalam hal ini perselisihan bisa langsung diajukan ke dalam Pengadilan
Hubungan Industri. Dalam Pengadilan Hubungan Industri inilah yang akan memeriksa
perkara yang diajukan oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak. Dalam ketentuan Pasal
56 UU PPHI dikatakan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus :

a. Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;


b. Di tingkat pertama dan terakhir dalam mengenai perselisihan kepentingan;
c. Di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
d. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antara serikat pekerja atau buruh
dalam suatu perusahaan.

Dalam ketentuan di atas, jika dilihat terdapat kesamaan diantasa poin a dengan c,
begitu pula dengan poin b dengan d. Artinya di tingkat pertama poin a dan c memberikan
penjelasan bahwa pihak-pihak yang keberatan dalam putusan pengadilan masih bisa
melakukan upaya hukum. Sehingga dapat disimpulakan dalam ketentuan UU PPHI itu tidak
mengatur upaya banding. Karena dikatakan bahwa pengadilan hubungan industri itu adalah
pengadilan khusus yang dibentuk untuk menyelesaikan perkara-perkara perselisihan
hubungan industri. Lex specialisnya adalah tidak ada upaya banding, yang berati di tingkat
pertama ini, jika pihak-pihak masih keberatan atau tidak setuju dengan putusan pengadilan
hubungan industri maka salah satu pihak atau pihak-pihak itu bisa mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung.
Lalu pada poin b dan poin d menjelaskan bawa ditingkat pertama dan terakhir itu
berarti sudah final yaitu sesuai dengan penjelasanya yaitu pertama dan terakhir. Poin b dan d
ini diperuntukan untuk perkara-perkara perselisihan kepentingan dan perselisihan antara
serikat pekerja atau buruh dalam suatu perusahaan. Sehingga karena sudah final pada
penyelesaian poin b dan d tidak dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Maka jika
ditarik kesimpulan dari penjelasan diatas pada poin a dan poin c perselisihannya termasuk
perselisihan normatif dan objektif, sedangkan poin b dan d tidak normatif dan objektif.

B. Penyelesaian Perkara di Mahkamah Agung

Penyelesaian perkara di Mahkaman Agung merupakan penyelesaian perselisihan


hubungan industri terhadap perselisihan yang dapat diajukan kasasi. Yang mana sebelumnya
telah terdapat putusan di pengadilan hubungan industry, tetapi terdapat pihak yang belum
puas maka dapat diajukan kasasi di Mahkamah Agung. Penyelesaian perkara di Mahkamah
Agung diautur didalam UU PPHI dimulai dari pasal 110 hingga pasal 115.

Pada Pasal 110 UU PPHI , Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai
kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja :

a. bagi pihak yang hadir, terhitung sejak putusan dibacakan dalam sidang majelis hakim
b. bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan
putusan.

Sehingga pihak-pihak yang keberatan bisa mengajukan perkaranya ke Mahkamah


Agung dalam tenggang waktu 14 hari, jadi begitu putusan dijatuhkan dan para pihak para
hadir maka dihitung 14 hari dari dijatuhkannya putusan atau 14 hari sejak putusan itu
diterima oleh salah satu pihak yang berperkara.

Kemudian pada pasal 111 UU PPHI dijeslakan bahwa salah satu pihak atau para pihak
yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus menyampaikan secara tertulis melalui
Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.
Sehingga, dalam hal ini permohonan kasasi harus disampaikan secara tertulis melalui
kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial oleh salah satu pihak atau para pihak.

Dalam ketentuan pasal 112 ditegaskan bahwa, Sub Kepaniteraan Pengadilan


Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus sudah
menyampaikan berkas perkara kepada Ketua Mahkamah Agung. Ini berarti selambat-
lambatnya dalam waktu 14 hari sudah harus mengajukan kepada Ketua Mahkamah Agung.

Selanjutnya ditegaskan dalam Pasal 113 UU PPHI menegaskan bahwa Majelis Hakim
Kasasi terdiri atas satu orang Hakim Agung dan dua orang Hakim Ad-Hoc yang ditugasi
memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah Agung
yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung. Ketua Mahkamah Agung setelah menerima
bekas perkara yang diajukan oleh pihak-pihak menugaskan hakim agung, dan dua orang
hakim ad hoc dari perwakilan gabungan musyawarah dan satunya lagi gabungan dari serikat
pekerja. Tetapi, tetap diketuai oleh hakim ketua Mahkamah Agung. Artinya, ada tiga hakim
yang pertama dari Mahkamah Agung, dan anggotanya dari perkumpulan lingkungan
pengusaha untuk mewakili pengusaha dan lingkungan pekerja untuk mewakili pekerja.

Pada pasal 114 dikatakan bahwa Tata cara permohonan kasasi serta penyelesaian
perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja oleh Hakim Kasasi
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya
mengembalikan prosesnya sesuai dengan hukum acara biasa, perdata. Karena di dalam
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tidak mengatur secara khusus, maka dikembalikan
sesuai dengan hukum perdata.

Selanjutnya pada ketentuan Pasal 115 dituliskan bahwa penyelesaian perselisihan hak
atau perselisihan pemutusan hubungan kerja pada Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan. Maka waktu
penyelesaian perselisihan industri adalah 58 hari sesuai dengan ketentuan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri.
KESIMPULAN

Perselisihan didalam hubungan industri kerap terjadi maka untuk keberlangsungan dari
perusahaan dan juga menghindari kerugian yang dapat dirasakan oleh para pihak yang
bersengketa, para pihak yang bersengketa harus segera menyelesaikan perselisihan yang sedang
terjadi. Secara garis besar ada 2 cara yaitu di luar pengadilan ( Non litigasi ) dan di dalam
pengadilan ( Litigasi ). Yang mana jalur di luar pengadilan harus dilewati terlebih dahulu dan
terdapat dua tahap dalam penyelesaian perselisihan industri yang bisa di lewati. Namun apabila
cara non litigasi atau di luar pengadilan tidak menemukan hasil terdapat cara penyelesaian
sengketa melalui pengadilan hubungan industri. Dan cara yang terakhir yang dapat ditempuh jika
masih belum mendapatkan kepuasan dalam penyelesaian perselisihan, para pihak dapat
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

SARAN

Dikarenakan perselisihan dalam industri dapat merugikan bagi pengusaha maupun


pekerja atau buruh, maka dengan menghargai dan saling menghormati lalu saling memperhatikan
dan mengingat hak dan kewajiban masing – masing pihak mendorong terciptanya hubungan
kerja yang baik. Karena apabila hubungan kerja antar pengusaha dan pekerja atau buruh terjalin
dengan baik maka akan menguntungkan kedua nya, namun apabila pengusaha dan pekerja atau
buruh tidak memiliki hubungan yang baik maka akan merugikan keduanya pengusaha
mendapatkan keuntungan yang sedikit sedangkan pekerja atau buruh tidak mendapatkan
pekerjaan. Sehingga perselisihan diatara pekerja atau buruh dengan pengusaha dan dihindari dan
sekalipun ada bisa di selesaikan dengan cara di luar pengadilan yang lebih menekankan prinsip
musyawarahh dan juga kekeluargaan.

DAFTAR PUSTAKA
PN, S. S. (2018). KARAKTERISTIK PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL. Jurnal Hukum.

Pradima, A. (2013). ALTERNATIF PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN


INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN. Jurnal Hukum .

SINAGA, R. (2018). PERAN PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA


PENGADILAN NEGERI PADANG KELAS IA DALAM MEMBERIKAN
KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PERKARA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
. Jurnal Hukum.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Anda mungkin juga menyukai