FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
JUNI 2020
LATAR BELAKANG
Perselisihan atau perkara dimungkinkan terjadi dalam setiap hubungan antar manusia,
bahkan mengingat subjek hukum pun telah lama mengenal badan hukum, maka para pihak yang
terlibat di dalamnya pun semakin banyak. Dengan semakin kompleksnya corak kehidupan
masyarakat, maka ruang lingkup kejadian atau peristiwa perselisihanpun meliputi ruang lingkup
semakin luas, diantaranya yang sering mendapat sorotan adalah perselisihan hubungan industrial.
Perselisihan hubungan industrial biasanya terjadi antara pekerja/buruh dan perusahaan atau
antara organisasi buruh dengan organisasi perusahaan. Dari sekian banyak kejadian atau
peristiwa konflik atau perselisihan yang penting adalah solusi untuk penyelesaiannya yang harus
betul-betul objektif dan adil. Penyelesaian perselisihan pada dasarnya dapat diselesaikan oleh
para pihak sendiri, dan dapat juga diselesaikan dengan hadirnya pihak ketiga, baik yang
disediakan oleh negara atau para pihak sendiri. Dalam masyarakat modern yang diwadahi
organisasi kekuatan publik berbentuk negara, forum resmi yang disediakan oleh negara untuk
penyelesaian perkara atau perselisihan biasanya adalah lembaga peradilan.
1. Apa yang dimaksud dengan Perselisihan Hubungan Industri ditinjau dari Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2004 ?
2. Bagaimana pembagian jenis – jenis perselisihan Hubungan Industri ditinjau dari Undang
– undang No. 2 Tahun 2004
3. Bagaimana mekanisme penyelesaian dari Perselisihan Hubungan Industri ditinjau dari
undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 ?
PEMBAHASAN
1. Pengertian Perselisihan Hubungan Kerja Ditinjau Dari Undang – undang No. 2 Tahun
2004
Perselisihan hubungan kerja timbul karena adanya perbedaan pendapat atau pandangan
antara pengusahan dengan pekerja atau buruhnya. Perselisihan yang terjadi dialam hubungan
kerja tentu sesuatu hal yang sangat dihindari oleh para pihak dan jika terjadi para pihak yang
berselisih terutama pengusaha ingin dengan segara perselisihan berakhir dikarenakan
perselisihan sering menimbulkan kerugian.
Didalam Undang – undang No. 2 Tahun 2004 dalam pasal 1 angka 1 diaktakan bahwa
Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan.
2. Jenis – Jenis Perselisihan Hubungan Industri Ditinjau Dari Undang – undang No. 2
Tahun 2004
Terdapat beberapa jenis perselisihan hubungan kerja yang mana dijelaskan di dalam
ketentuan Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 Perselisihan Hubungan Industrial sebagai
berikut :
1. Perselisihan Hak
Perselisihan hak merupakan perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama. Hal ini dijelaskan dalam pasal 1 angka 2 UU PPHI
2. Perselisihan Kepentingan
Di jelaskan di dalam pasal 1 angka 3 UU PPHI Perselisihan kepentingan merupakan
perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat
mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pada pasal 1 angka 4 UU PPHI dengan jelas dikatakan bahwa perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang
dilakukan oleh salah satu pihak, merupakan pengertian dari perselisihan pemutusan
hubungan kerja atau yang dikenal dengan PHK
4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja atau Buruh Hanya Dalam Suatu Perusahaan
Perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh adalah perselisihan antara serikat
pekerja atau serikat buruh dengan serikat pekerja atau serikat buruh lain hanya dalam satu
perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan
hak, dan kewajiban keserikat pekerjaan. Pengertian ini dijelaskan pada ketentuan pasal 1
angka 5 UU PPHI.
Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak keberatan terhadap anjuran konsiliator
dan mediator, maka keberatan itu tidak bisa diajukan lembaga yang memiliki kedudukan
yang sama. Maka dalam hal ini perselisihan bisa langsung diajukan ke dalam Pengadilan
Hubungan Industri. Dalam Pengadilan Hubungan Industri inilah yang akan memeriksa
perkara yang diajukan oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak. Dalam ketentuan Pasal
56 UU PPHI dikatakan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus :
Dalam ketentuan di atas, jika dilihat terdapat kesamaan diantasa poin a dengan c,
begitu pula dengan poin b dengan d. Artinya di tingkat pertama poin a dan c memberikan
penjelasan bahwa pihak-pihak yang keberatan dalam putusan pengadilan masih bisa
melakukan upaya hukum. Sehingga dapat disimpulakan dalam ketentuan UU PPHI itu tidak
mengatur upaya banding. Karena dikatakan bahwa pengadilan hubungan industri itu adalah
pengadilan khusus yang dibentuk untuk menyelesaikan perkara-perkara perselisihan
hubungan industri. Lex specialisnya adalah tidak ada upaya banding, yang berati di tingkat
pertama ini, jika pihak-pihak masih keberatan atau tidak setuju dengan putusan pengadilan
hubungan industri maka salah satu pihak atau pihak-pihak itu bisa mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung.
Lalu pada poin b dan poin d menjelaskan bawa ditingkat pertama dan terakhir itu
berarti sudah final yaitu sesuai dengan penjelasanya yaitu pertama dan terakhir. Poin b dan d
ini diperuntukan untuk perkara-perkara perselisihan kepentingan dan perselisihan antara
serikat pekerja atau buruh dalam suatu perusahaan. Sehingga karena sudah final pada
penyelesaian poin b dan d tidak dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Maka jika
ditarik kesimpulan dari penjelasan diatas pada poin a dan poin c perselisihannya termasuk
perselisihan normatif dan objektif, sedangkan poin b dan d tidak normatif dan objektif.
Pada Pasal 110 UU PPHI , Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai
kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja :
a. bagi pihak yang hadir, terhitung sejak putusan dibacakan dalam sidang majelis hakim
b. bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan
putusan.
Kemudian pada pasal 111 UU PPHI dijeslakan bahwa salah satu pihak atau para pihak
yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus menyampaikan secara tertulis melalui
Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.
Sehingga, dalam hal ini permohonan kasasi harus disampaikan secara tertulis melalui
kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial oleh salah satu pihak atau para pihak.
Selanjutnya ditegaskan dalam Pasal 113 UU PPHI menegaskan bahwa Majelis Hakim
Kasasi terdiri atas satu orang Hakim Agung dan dua orang Hakim Ad-Hoc yang ditugasi
memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hubungan industrial pada Mahkamah Agung
yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung. Ketua Mahkamah Agung setelah menerima
bekas perkara yang diajukan oleh pihak-pihak menugaskan hakim agung, dan dua orang
hakim ad hoc dari perwakilan gabungan musyawarah dan satunya lagi gabungan dari serikat
pekerja. Tetapi, tetap diketuai oleh hakim ketua Mahkamah Agung. Artinya, ada tiga hakim
yang pertama dari Mahkamah Agung, dan anggotanya dari perkumpulan lingkungan
pengusaha untuk mewakili pengusaha dan lingkungan pekerja untuk mewakili pekerja.
Pada pasal 114 dikatakan bahwa Tata cara permohonan kasasi serta penyelesaian
perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja oleh Hakim Kasasi
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya
mengembalikan prosesnya sesuai dengan hukum acara biasa, perdata. Karena di dalam
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tidak mengatur secara khusus, maka dikembalikan
sesuai dengan hukum perdata.
Selanjutnya pada ketentuan Pasal 115 dituliskan bahwa penyelesaian perselisihan hak
atau perselisihan pemutusan hubungan kerja pada Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan. Maka waktu
penyelesaian perselisihan industri adalah 58 hari sesuai dengan ketentuan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri.
KESIMPULAN
Perselisihan didalam hubungan industri kerap terjadi maka untuk keberlangsungan dari
perusahaan dan juga menghindari kerugian yang dapat dirasakan oleh para pihak yang
bersengketa, para pihak yang bersengketa harus segera menyelesaikan perselisihan yang sedang
terjadi. Secara garis besar ada 2 cara yaitu di luar pengadilan ( Non litigasi ) dan di dalam
pengadilan ( Litigasi ). Yang mana jalur di luar pengadilan harus dilewati terlebih dahulu dan
terdapat dua tahap dalam penyelesaian perselisihan industri yang bisa di lewati. Namun apabila
cara non litigasi atau di luar pengadilan tidak menemukan hasil terdapat cara penyelesaian
sengketa melalui pengadilan hubungan industri. Dan cara yang terakhir yang dapat ditempuh jika
masih belum mendapatkan kepuasan dalam penyelesaian perselisihan, para pihak dapat
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
PN, S. S. (2018). KARAKTERISTIK PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL. Jurnal Hukum.