Anda di halaman 1dari 12

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

ANTARAPEKERJA DAN PERUSAHAAN

Disusun Oleh :
1. Selestinus Rionaldus Halut / 1904742010083
2. Yakobus Jebarus / 1904742010085
3. I Kadek Robby Merta Dana / 1904742010061
4. I Made Adithya Nugraha / 1904742010064
5. Paulus Erastus Hesron / 1904742010078
6. I Kadek Diantika Aryanta / 1904742010060
7. I Dewa Made Waisa Permana Putra / 1904742010054
8. I Km Indra Mega Pranata / 1904742010063
9. A.A Gde D. Rama Wiguna / 1904742010046

Fakultas Hukum
Universitas Mahasaraswati Denpasar
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan inayah- Nya
makalah dengan judul “Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Antara Pekerja Dan
Perusahaan”dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telahmembantu
dalam penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah initidak sempurna dan
masih memiliki kekurangan serta membutuhkan analisa lebihlanjut. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Olehkarena itu, penulis sangat terbuka
dengan kritik dan saran demi menyempurnakanmakalah ini.Akhir kata, penulis
mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikanmanfaat yang begitu luas bagi pembaca
dan secara khusus bagi penulis sendiri.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional memiliki andil yang penting dalam rangkamewujudkan
masyarakat sejahtera sebagaimana tujuan negara yang termaktubdalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Olehkarena itu, Indonesia sebagai negara
kesejahteraan mempunyai kewajiban untuk memaksimalkan kesejahteraan warga negaranya
termasuk mewujudkankesejahteraan bagi pekerja atau buruh. Hal ini dikarenakan pekerja
memilikiandil yang cukup besar dalam bidang pembangunan yang mana mereka
bekerjadalam bidang industrial atau kegiatan ekonomi yang bersifat produktif.
Dalam proses industri tersebut terdapat para aktor meliputi pekerja dengan pengusaha
yang saling berkaitan dan antara keduanya saling membutuhkan satusama lain. Di satu sisi
pekerja melakukan pekerjaan dengan perusahaan agar mendapatkan upah atas kerja yang
telah dilakukan dan di sisi lain perusahaanmembutuhkan pekerja untuk dapat memproduksi
dan memperlancar kegiatanusaha mereka.
Tentu dalam hubungan industrial tersebut masing-masing aktor memiliki berbagai
kepentingan, baik kepentingan pribadi ataupun kepentingan kolektif.Dalam proses industri,
perbedaan kepentingan-kepentingan tersebut dapatmenimbulkan gesekan atau bahkan konflik
dalam hubungan industrial. Lebihlanjut ketika masing-masing aktor dalam hubungan
industrial tersebut tidak saling memenuhi ataupun salah satu pihak menyimpangi hak dan
kewajiban baik sebagai pekerja dan pemberi kerja dengan penggunaan persepi yang
berbedadalam penyelesaiannya, maka akan terjadi suatu konflik yang mana apabila tidak
diatasi secara sigap akan memicu konflik yang lebih besar pula di antara pihak-pihak tersebut
dalam satu kesatuan organisasi. Tak hanya itu ketika konflik tidak segera diselesaikan, maka
hal tersebut akan menjadi konflik yang semkainmeluas tidak hanya dirasakan oleh pekerja
dan perusahaan saja melainkanmasyarakat sekitar, pemerintahan, dan sektor lain dapat
terkena imbas dariadanya perselisihan hubungan industrial tersebut.
Oleh karena itu, sebagai upaya untuk mencegah (preventif) danmenyelesaikan
(represif) perselisihan hubungan industrial antara pekerja atau buruh dengan pengusaha,
maka negara hadir dalam hal ini pemerintah untuk mengatur hubungan kerja antara keduanya
melalui instrumen-instrumenhukumnya yaitu, peraturan perundang-undangan. Hal ini
sejatinya merupakan pengejawantahan dari Pasl 1 ayat (3) UUD 1945 bahwa Indonesia
adalah negarahukum, dimana konsekuensi logis dari sebuah negara hukum adalah untuk
menjamin semua warga negara mendapatkan perlakuan yang sama dihadapanhukum serta
perlindungan hukum.
Dalam rangka menyelesaikan perselisihan dalam hubungan industrialtersebut
pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentangPenyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial telah merumuskan definisi dari perselisihan hubungan industrial hingga
berbagai mekanisme penyelesaian yangdapat dilakukan. Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 2
Tahun 2004, definisi dari perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruhatau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Namun, persoalan yang terjadi selanjutnya adalah apakah penyelesaian perselisihan
yang telah ada tersebut telah benar-benar terimplementasikandengan baik dan
menguntungkan diantara kedua belah pihak yang berselisih atau justru tidak berkesesuaian
antara mekanisme yang seharusnya dan senyatanya terjadi di masyarakat. Oleh karena itu,
penulis berusaha menganalisis hal tersebutmelalui penyusunan makalah ini yang berjudul
“Penyelesaian PerselisihanHubungan Industrial Antara Pekerja Dan Perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka terdapat beberapa rumusan
masalah yang dibahas oleh penulis, rumusan masalah tersebut antaralain:
1. Bagaimana faktor penyebab perselisihan industrial antara pekerja dengan perusahaan?
2. Bagaimana mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara pekerja
dan perusahaan yang seharusnya dan senyatanya dilakukan dilapangan?

1.3 Tujuan
1.Tujuan Objektif
a) Untuk menganalisa mengenai faktor penyebab perselisihan industrialantara pekerja
dengan perusahaan
b) Untuk menganalisa mengenai mekanisme penyelesaian perselisihanhubungan
industrial antara pekerja dan perusahaan yang seharusnya dansenyatanya dilakukan di
lapangan.
2.Tujuan Subjektif
Secara subjektif, tulisan ini ditujukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial kelas VIII B Reguler.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Faktor Penyebab Perselisihan Industrial antara Pekerja denganPerusahaan
Telah dituliskan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial bahwa terdapat beberapa faktor penyebab perselisihan,
yaitu:
1. Perselisihan hak Perselisihan hak dalam lingkup industrial merupakan
perselisihanyang timbul akibat hadirnya perbedaan cara tafsir dari permintaan buruh
kepada pengusaha terhadap hal-hal yang telah diatur dalam peraturan perburuhan,
peraturan perusahaan ataupun perjanjiankerjasama. Perselisihan ini bersifat normatif
karena yang menjadi pokok perselisihan merupakan hal yang telah diatur atau
telahterdapat pengaturan dan dasar hukumnya. Perselisihan ini terdapat pada Pasal 1
angka 2 UU No. 2 Tahun 2004.
2. Perselisihan kepentinganMerupakan perselisihan yang timbul terhadap hal-hal yang
belumdiatur dalam peraturan perundang-undangan, peraturan perusahaanatau
perjanjian kerja bersama. Perselisihan kepentingan ini dapatdiselesaikan melalui
lembaga media dan konsiliasi. Perselisihan initermuat dalam Pasal 1 angka 3 UU No.
2 Tahun 2004.
3. Perselisihan karena pemutusan hubungan kerja
Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU No. 2 Tahun 2004 perselisihan pemutusan hubungan
kerja merupakan perselisihan yang timbulkarena tidak adanya kesesuaian pendapat
mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Pemutusanhubungan kerja dapat dilakukan oleh pihak dari pekerja maupun pihak
pengusaha. Pekerja dapat dilakukan pemutusan hubungankerja berdasarkan alasan
pengusaha melakukan kesalahan berat.Pengusaha dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja (PHK)dengan alasan:
a) Pekerja telah memasuki usia pensiun
b) Pekerja telah melakukan kesalahan
c) Pekerja telah meninggal dunia
d) Pekerja tersandung kasus tindak pidana
e) Adanya penutupan perusahaan
4. Perselisihan antarserikat pekerja atau serikat buruh dalam suatu
perusahaanBerdasarkan Pasal 1 angka 5 UU No. 2 Tahun 2004
perselisihanantarserikat pekerja atau serikat buruh merupakan perselisihanantarserikat
pekerja atau serikat buruh dengan serikat pekerja atauserikat buruh lainnya hanya
dalam satu perusahaan karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan, pelaksanaanhak, dan kewajiban keserikatpekerjaan. Dalam sebuah
perusahaanterdapat peluang lebih dari satu serikat pekerja. Hal tersebutdikarenakan
untuk membentuk sebuah serikat pekerja tidak memerlukan banyak anggota. Pada
Pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa, “Serikat pekerja atau serikat buruh dibentuk
oleh sekurang-kurang 10 pekerja atau buruh.”Berdasarkan ketentuan tersebut, maka
besar kemungkinan dalam sebuah perusahaanmemiliki ratusan atau ribuan akan
terdapat beberapa serikat pekerja atau serikat buruh yang bernaung di bawah
organisasi yang berbeda.
2.2. Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
AntaraPekerja Dan Perusahaan Yang Seharusnya Dan Senyatanya
Dilakukan DiLapangan
Saat ini dinamika kehidupan masyarakat berubah dan berorientasi padakemajuan,
konsumsi, dan pembangunan akibat adanya globalisasi dan pengaruhteknologi. Kemajuan
zaman yang terjadi tentu saja berpengaruh pada industri,industri selalu berkembang dan
membutuhkan kemampuan pekerjaan,mekanisme, prosedur, permodalan kerjasama, dan jenis
kerja yang baru darisumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan perubahan jaman yang
sedangterjadi. Sebuah industri berjalan dengan keterlibatan dari pekerja dan pemilik modal.
Dalam prosesnya, hubungan antara pekerja dan pemilik modal initentunya berpotensi
memunculkan konflik akibat dari adanya ketidaksesuaiankeinginan yang diharapkan oleh
pekerja dengan pemilik modal. Pekerja sebagaisumber daya manusia dipastikan hak-hak dan
kewajibannya yang diatur olehundang-undang, termasuk dalam penyelesaian konflik.
Undang-Undang Nomor 2tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
menggantikandan mencabut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1957 tentang
PenyelesaianPerselisihan Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964
tentangPemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta.
Di zaman disruptif dan serba berubah ini tidak menjamin bahwa relevansidari
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian PerselisihanHubungan Industrial
masih bisa berlaku secara penuh terhadap kasus yang ada.UU Nomor 2 tahun 2004 ini
sangatlah mungkin memerlukan berbagai penyesuaian terutama dengan model hubungan
perusahaan, penyedia jasa hingga penggunannya yang semakin berbeda dan bahkan nantinya
bisa jadi perusahaanindustri tidak memerlukan sebuah gedung atau kantor dalam bentuk
nyata.
Dalam kasus konflik antara pekerja dengan pemilik modal, masing-masing pihak
telah terafiliasi kedalam kelompokkelompok yang diberikan ruang oleh negara untuk
berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran baik lisanmaupun tulisan. Hal tersebut
dijamin di UUD 1945 yang menyatakanKemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dantulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-
undang Kebebasan untuk berserikat dan berkumpul tersebut, menyebabkan atara buruh dan
pengusahatercipta garis demarkasi yang tegas antara keduanya. Pihak
buruh/pekerjaterafilisasi kedalam serikat pekerja yang diperkuat dengan Undang-
UndangRepublik Indonesia Nomor 21 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Sedangkan para
pengusaha tergabung dalam wadah Apindo (Asosiasi pengusaha Indonesia).
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian PerselisihanHubungan
Industrial mengatur tentang penyelesaian perselisihan hubunganindustrial yang disebabkan
dari:
a) perbedaan pendapat atau kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaanyang belum
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjiankerja bersama, atau
peraturan perundang-undangan
b) kelalaian atau ketidakpatuhan salah satu atau para pihak dalammelaksanakan
ketentuan normatif yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan
c) pengakhiran hubungan kerja
d) perbedaan pendapat antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban keserikat pekerjaan.
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian PerselisihanHubungan
Industrial mengatur tentang:
1. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang terjadi baik di perusahaan swasta
maupun perusahaan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara
2. Pihak yang berperkara adalah pekerja/buruh secara perseorangan maupunorganisasi
serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha atau organisasi pengusaha
3. Setiap perselisihan hubungan industrial pada awalnya diselesaikan secaramusyawarah
untuk mufakat oleh para pihak yang berselisih (bipartit)
4. Dalam hal perundingan oleh para pihak yang berselisih (bipartit) gagal,maka salah
satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
5. Perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan
antara serikat pekerja/serikat buruh yang telah dicatat padainstansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan dapatdiselesaikan melalui konsiliasi atas
kesepakatan kedua belah pihak
6. Perselisihan hak yang telah dicatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan tidak dapat diselesaikan melalui konsiliasi atauarbitrase namun
sebelum diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrialterlebih dahulu melalui mediasi
7. Dalam hal mediasi atau konsiliasi tidak mencapai kesepakatan yangdituangkan dalam
perjanjian bersama, maka salah satu pihak dapatmengajukan gugatan ke Pengadilan
Hubungan Industrial
8. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui arbitrase dilakukan
berdasarkan kesepakatan para pihak dan tidak dapat diajukan gugatan kePengadilan
Hubungan Industrial karena putusan arbitrase bersifat akhir dantetap, kecuali dalam
hal-hal tertentu dapat diajukan pembatalan keMahkamah Agung
9. Pengadilan Hubungan Industrial berada pada lingkungan peradilan umumdan
dibentuk pada Pengadilan Negeri secara bertahap dan pada Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian PerselisihanHubungan
Industrial disahkan Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 14Januari 2004 di Jakarta.
UU 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian PerselisihanHubungan Industrial diundangkan oleh
Sekretaris Negara Bambang Kesowo pada tanggal 14 Januari 2004 di Jakarta. Agar setiap
orang mengetahuinyaUndang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian
PerselisihanHubungan Industrial ditempatkan pada Lembaran Negara Republik
IndonesiaTahun 2004 Nomor 6. Penjelasan Atas UU 2 tahun 2004 tentang
PenyelesaianPerselisihan Hubungan Industrial ditempatkan pada Tambahan Lembaran
NegaraRepublik Indonesia Nomor 4356.
Pada kenyataannya di lapangan, peraturan perundang-undangan yangmengatur
tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial selama initernyata belum sepenuhnya
menyelesaikan secara cepat, tepat, adil, dan murah.Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957
tentang Penyelesaian PerselisihanPerburuhan yang selama ini digunakan sebagai dasar
hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial dirasa tidak relevan lagi dengan situasi
dankondisi industri yang berkembang saat ini karena hak-hak pekerja/buruh perseorangan
belum terakomodasi untuk menjadi pihak dalam perselisihanhubungan industrial. Pada
kenyataannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan yang selama ini digunakan sebagaidasar hukum penyelesaian perselisihan
hubungan industrial hanya mengatur penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan
kepentingan secara kolektif,sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
pekerja/buruh secara perseorangan belum terakomodasi.
Selain itu, jalan yang harus ditempuh baik oleh pihak pekerja/ buruhmaupun oleh
pengusaha untuk mencari keadilan menjadi semakin panjangdengan ditetapkannya putusan
Panitia Penyelesaian Perselisihan PerburuhanPusat (P4P) sebagai obyek sengketa Tata Usaha
Negara, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara. Penyelesaian perselisihan yang terbaik adalah penyelesaian oleh para
pihak yang berselisih sehingga dapat diperoleh hasil yang menguntungkan kedua belah pihak.
Penyelesaian bipartit ini dilakukan melalui musyawarah mufakatoleh para pihak tanpa
dicampuri oleh pihak manapun.
a. Penyelesaian melalui mekanisme bipartit
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 2 Tahun2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, perundingan bipartit adalah perundingan
antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.Upaya bipartit diatur dalam Pasal 3 sampai
dengan Pasal 7 Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial.Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam
jangkawaktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau
telahdilakukan perundingan, tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit
dianggap gagal
b. Penyelesaian melalui mekanisme mediasi
Upaya penyelesaian perselisihan melalui mediasi diatur dalam Pasal 8sampai dengan
Pasal 16 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 TentangPenyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. Mediasi adalah intervensiterhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga yang dapat
diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai
kesepakatansecara sukarela terhadap perselisihan yang disengketakan. Penyelesaian
perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiapkantor instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.
c. Penyelesaian melalui mekanisme konsiliasi
Penyelesaian melalui konsiliasi (conciliation) ini dilakukan melalui seorangatau beberapa
orang atau badan sebagai penengah yang disebut konsiliator dengan mempertemukan atau
memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya
secara damai. Konsiliator ikutserta secara aktif memberikan solusi terhadap masalah yang
diperselisihkan.
d. Penyelesaian melalui mekanisme arbitrasi
Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan
berdasarkankesepakatan para pihak yang dilakukan oleh pihak ketiga yang disebut arbiter dan
para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter.Arbitrase hubungan
industrial yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial merupakan pengaturan khusus bagi penyelesaian sengketa
di bidang hubungan industrial,sesuai dengan asas hukum lex specialis derogate lex generalis
e. Penyelesaian melalui mekanisme Pengadilan
Hubungan industrial Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus
yang berada pada lingkungan peradilan umum, yang bertugas dan berwenang untuk
memeriksa dan memutus :
1. Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusanhubungan
kerja
2. Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan
antarserikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan.
ii. Mekanisme non hukuma.
a) Memaksimalkan negosiasi
Negosiasi adalah suatu proses yang melibatkan kedua pihak yang berselisihuntuk bertemu
dan berbicara dengan maksud untuk mencapai suatu kesepakatan.Adanya perselisihan yang
terjadi memberikan ruang bagi hadirnya negosiasiserta adanya persamaan kepentingan juga
memberikan alasan terjadinyanegosiasi atas dasar motivasiuntuk mencapai kesepakatan.
Dalam hubunganindustrial, kepentingan yang sama antara pekerja dan pengusaha adalah
dalam hal produksi. Kedua belah pihak menginginkan agar produksi berlanjut danmeningkat
karena merupakan sumber penghasilan dan keuntungan mereka.
a) Menggunakan opsi mogok kerja sebagai alat bargaining position terhadap pengusaha.
Bahwa opsi mogok kerja adalah upaya terakhir yang dilakukan oleh anggota SBSI
(Serikat Buruh Sejahtera Indonesia). Opsimogok kerja diatur dalam mekanisme hukum
formal di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perselisihan hubunganindustrial dapat
terjadi. Sebagaimana yang telah tercantum dalamUndang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian PerselisihanHubungan Industrial bahwa terdapat 4 (empat)
faktor penyebab perselisihan hubungan industrial antara pekerja dan perusahan, yaitu:
1. Perselisihan hak
2. Perselisihan kepentingan
3. Perselisihan karena pemutusan hubungan kerja
4. Perselisihan antarserikat pekerja atauserikat buruh dalam suatu perusahaan.
Oleh karean itu, perselisihan dapatterjadi diakibatkan terdapat perbedaan pandangan,
kepentingan antara pekerja dan perusahaan. Disatu sisi perusahaan menuntut agar
pekerjadapat bekerja sebagaimana yang diperintahkan,namun
mengindahkanmengenai kewajibannya dalam memenuhi hak-hak para pekerja secara
bertanggung jawab. Disisi lain, para pekerja tentu menginginkankesejahteraan dan
hasil yang setimpal dengan apa yang telah dikerjakan,namun pekerja juga dapat
melakukan suatu kesalahan yang memicu perselisihan dalam hubungan industirlnya
dengan perusahaan. Faktor-faktor penyebab perselisihan tersebut apabila tidak segera
diselesaikanmaka akan berkembang menjadi konflik yang besar dan akan
membuatkerugian yang besar pula bagi masing-masing pihak.
2. Terjadi ketidak sesuaian mekanisme dalam peraturan perundang-undanganyang ada
saat ini antara yang seharusnya dilakukan dan senyatanyataterjadi di lapangan. Dalam
hal ini seharusnya mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut
bisa mengakomodir apa-apasaja yang menjadi kebutuhan para pencari keadilan,
seperti birokrasi yangefektif, tidak berbelit-belit, dan juga menguntungkan para
pekerja yang sedang berselisih. Namun, pada kenyataannya di lapangan, peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian perselisihanhubungan
industrial selama ini ternyata belum sepenuhnya menyelesaikansecara cepat, tepat,
adil, dan murah. Terlebih, dasar hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial
hanya mengatur penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan kepentingan secara
kolektif, sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial pekerja/buruh
secara perseorangan belum terakomodasi. Selain itu, jalan yang harus ditempuh baik
oleh pihak pekerja/ buruh maupun oleh pengusaha untuk mencarikeadilan menjadi
semakin panjang dengan ditetapkanya putusan PanitiaPenyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat (P4P) sebagai obyek sengketa Tata Usaha Negara.
3. Terdapat beberapa mekanisme penyelesaian perselisihan hubunganindustrial
diantaranya, mekanisme bipartit, mediasi, arbitrasi, Pengadilanhubungan industrial,
negosiasi, serta opsi mogok kerja yang merupakanuapaya terakhir sebagai alat
bargaining position terhadap pengusaha.
3.2. Saran
Penyebab perselisihan harus dapat dicegah sedini mungkin baik antara pekerja
maupun perusahaan dan sudah seharusnya masing-masing pihak melakukan apa yang telah
termuat dalam kontrak kerja serta memenuhitugas dan kewajibannya masing-masing agar
hak-hak yang seharusnyadidapatkan dapat terpenuhi sehingga memperkecil kemungkinan
timbulnya perselisihan di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. Yogyakarta: STIE
YKPN. Bastian, Indra, 2001
Nawawi, Ismail. 2009.Teori dan Praktek Manajemen Konflik Industrial Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial . Surabaya: ITS Press
Damanik, Sehat. 2006. Hukum Acara Perburuhan. Jakarta: DSS Publishing.
Husni, Lalu. 2014.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Edisi Revisi. Jakarta:PT.Raja
Grafindo Perkasa
Soepomo, Imam. 2003.Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta:Djambatan
Mulyadi, Lilik dan Agus Subroto. 2011.Penyelesaian Perkara Pengadilan Hubungan
Industrial Dalam Teori dan Praktik . Bandung: Alumni
Machmud, yahrul. 2014. Hukum Acara Khusus Pada Pengadilan Hubungan Industrial
. Yogyakarta: Graha Ilmu
Panggabean, HP. 2007. Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
. Jakarta: Jala Permata
Uwiyono, Aloysius. 2001. Hak mogok di Indonesia, disertasi. Jakarta: FakultasHukum
Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai