Anda di halaman 1dari 67

HUKUM ACARA PERADILAN HUBUNGAN

INDUSTRIAL (Teori & Praktek)

Oleh:
DR. TANTI KIRANA UTAMI, SH, MH
082128487788
Pengertian ;
Pengertian hubungan industrial menurut Pasal 1
angka 16 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, adalah:
• “Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara
pelaku dalam proses produksi barang dan/atau
jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan
pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945”.
Menurut Payaman J. Simanjuntak,
“ Hubungan industrial adalah hubungan antara
semua pihak yang terkait atau berkepentingan
atas proses produksi barang atau pelayanan jasa
di suatu perusahaan”.
Menurut Yunus Shamad:
“ hubungan industrial dapat diartikan sebagai
suatu corak sistem pergaulan atau sikap dan
perilaku yang terbentuk di antara para pelaku
proses produksi barang dan jasa, yaitu pekerja,
pengusaha, pemerintah dan masyarakat”.
Menurut Muzni Tambuzai:
”hubungan industrial pada intinya merupakan
pola hubungan interaktif yang terbentuk di
antara para pelaku proses produksi barang dan
jasa (pengusaha, pekerja/buruh dan
pemerintah) dalam suatu hubungan kerja”.
Landasan hukum Hubungan Industrial terdiri
atas :
• Landasan idiil ialah Pancasila.
• Landasan konstitusional ialah UUD 1945.
• Landasan operasional ialah
peraturan/kebijakan-kebijakan
Pemerintah.
 
Dalam melaksanakan hubungan industrial,
pengusaha dan organisasi pengusaha
mempunyai fungsi menciptakan kemitraan,
mengembangkan usaha, memperluas lapangan
kerja dan memberikan kesejahteraan
pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan
berkeadilan (Pasal 103 ayat (3) UU No. 13 Tahun
2003).
Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh
dalam melaksanakan hubungan industrial
mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai
dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi
kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi
secara demokratis, mengembangkan
keterampilan dan keahliannya serta ikut
memajukan perusahaan dan memperjuangkan
kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
Tujuan hubungan industrial
Tujuan hubungan industrial ialah mengemban cita-cita
Proklamasi di dalam pembangunan nasional untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social melalui
ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta
ketenagan usaha dalam meningkatkan produksi dan
meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya.
Suwarto menyatakan, tujuan akhir pengaturan
hubungan industrial adalah peningkatan
kesejahteraan bagi semua pihak.
Ciri-ciri hubungan industrial
Ciri-ciri hubungan industrial , ialah :
• Mengakui dan meyakini bahwa pekerja bukan sekedar mencari nafkah saja,
melainkan juga sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesame
manusia, masyarakat, bangsa dan Negara.
• menganggap pekerja bukan hanya sekedar factor produksi belaka melainkan
sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya.
• melihat antara pekerja dan pengusaha bukan mempunyai kepentingan yang
bertentangan, melainkan kepentingan yang sama untuk kemajuan
perusahaan.
• Setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus diselesaikan
dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan secara
kekeluargaan.
• Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak,
atas dasar rasa keadilan dan kepatutan.
Sarana pendukung hubungan industrial
Sarana pendukung hubungan industrial adalah sebagai berikut :
• LKS Bipartit, ialah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan, yang anggotanya
terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja yang sudah tercatat instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsure pekerja.
• LKS Tripartit, ialah forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang
masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi
pengusaha, serikat pekerja dan pemerintah.
• Perjanjian Kerja Bersama.
• Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
• Pendidikan hubungan industrial, sebagai upaya penyebarluasan pedoman
hubungan industrial agar dapat dipahami serta dilaksanakan oleh semua pihak.
• Penyempurnaan ketentuan ketenagakerjaan.
Perselisihan hubungan industrial
Perselisihan hubungan industrial ialah perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan dan perselisihan pemutusan
hubungan kerja serta perselisihan antara serikat
pekerja /serikat buruh hanya dalam 1 (satu)
perusahaan. (Pasal 1 angka 1 UU NO. 2 tahun 2004
tentang PPHI).
Jenis-jenis perselisihan hubungan industrial
Jenis-jenis perselisihan hubungan industrial dibagi 4, yaitu ;
• Perselisihan hak ialah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat
adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.
• Perselisihan kepentingan, ialah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-
syaat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
• Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan
oleh salah satu pihak.
• Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu
perusahaan karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan,
pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.
Tata cara penyelesaian perselisihan
hubungan industrial

Di dalam UU NO. 2 Tahun 2004 tentang PPHI, tata


cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial
adalah sebagai berikut :
• Penyelesaian melalui Bipartit.
• Penyelesaian melalui mediasi.
• Penyelesaian melalui konsiliasi.
• Penyelesaian melalui arbitrase.
• Pengadilan hubungan industrial.
• Perundingan bipartit ialah perundingan antara
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial.
• Mediasi hubungan industrial ialah penyelesaian
perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah
yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator.
• Konsiliasi hubungan industrial ialah penyelesaian perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau
perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui msyawarah yang ditengahi oleh seorang atau
lebih konsiliator.
• Arbitrase hubungan industrial ialah penyelesaian perselisihan
kepentingan dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan, di luar pengadilan hubungan industrial
melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk
menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang
putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Perselisihan
hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui
arbitrase tidak dapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial
Pengadilan hubungan industrial ialah pengadlan
khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri
(peradilan umum) yang berwenang memeriksa,
mengadili dan memberi putusan terhadap
perselisihan hubungan industrial. Hukum acara yang
berlaku pada pengadilan hubungan industrial adalah
hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan di
lingkungan peradilan umum, kecuali yang diatur
secara khusus dalam UU NO. 2 Tahun 2004.
HUKUM ACARA PPHI
Hukum acara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum
yang mengatur bagaimana cara menegakkan,
mempertahankan hak-hak dan kewajiban.
Menurut R. Soeroso
“ hukum acara adalah kumpulan ketentuan-ketentuan
dengan tujuan memberikan pedoman dalam usaha
mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan
atau suatu ketentuan hukum dalam hukum materil yang
berarti memberikan kepada hukum acara suatu
hubungan yang mengabdi kepada hukum materil”.
Dengan adanya UU No. 2 Tahun 2004 tentang
PPHI telah memberikan suatu cara untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan yang
terjadi di dalam hubungan industrial.
Penyelesaian tersebut telah di atur sedemikian
rupa,sehingga setiap perselisihan dapat di
selesaikan hanya dalam waktu tidak lebih dari 140
hari,hal ini termasuk cepat bila di bandingkan
dengan penyelesaian perselisihan pada umumnya.
Waktu yang tidak lebih dari 140 hari untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan idunstrial
tersebut adalah sebagai berikut:
a. bipartite 30 hari kerja,
b. mediasi/konsiliasi/arbitrase,30 hari kerja,
c. pengadilan hubungan industrial 50 hari kerja dan
d. mahkamah agung 30 hari kerja.
PERSIAPAN PERUNDINGAN BIPARTIT
Hal hal yang perlu di siapkan oleh para pihak sebelum
melakukan perundingan bipartit adalah penguasaan atas fakta
fakta atau peristiwa peristiwa yang terjadi,dasar hukum yang jelas
untuk menguatkan tuntutan,dan strategi untuk menenangkan
perundingan, Caranya adalah sebagai berikut :
• Mengumpulkan fakta fakta dan bukti bukti tentang kejadian
atau peristiwa yang terjadi.Selanjutnya mengidentifikasi fakta
fakta hukum dan di kaitkan dengan peraturan perundangan yang
relevan,termasuk perjanjian perjanjian yang ada.Suatu periatiwa
atau kejadian di sebut sebagai fakta hukum jika mem bawa
akibat hukum.Jika peristiwa tersebut tidak mempunyai implikasi
huku m di sebut fakta sosial.
• Menetapkan sasaran dengan mempertimbangkan tiga
posisi,yaitu posisi ideal,posisi target dan posisi resisten.
Posisi ideal adalah hasil yang terbaik yang dapat di capai
oleh pihak pihak yang bernegosiasi.Bagi pekerja hal ini
merepresentasikan penawaran pembukanya . Posisi
target mererpresentasikan hasil yang di harapkan oleh
para pihak yang melakukan perundingan.Ini merupakan
posisi ideal tidak dapat di capai.Sedangkan posisi
resisten adalah garis paling bawah atau batas paling
akhir,yang di harapkan oleh para pihak yang berunding.
Hal hal lain yang perlu di perhatikan sebelum melakukan
perundingan bipartite adalah :
• Pihak yang merasa di rugikan berinisiatif mengkomunikasikan
masalahnya secara tertulis kepada pihak lainya.
• Apabila pihak yang merasa di rugikan adalah pekerja/buruh
perseorangan yang menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh,dapat membrikan kuasa kepada pengurus serikat
pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut untuk mendampingi
pekerja/buruh dalam perundingan
• Pihak pengusah atau manajemen perusahaan dan/atau yang di
beri mandate harus menangani penyelesaian perselisihan secara
langsung
• Dalam perundingan bipartit,seikat pekerja/serikat buruh atau
pengusaha dapat meminta pendampimgan kepada perangkat
organisasinya masing masing ;
• Dalam hal pihak pekerja/buruh yang merasa di rugikan bukan
anggota serikat pekerja/serikat buruh dan jumlahnya lebih dari
10 (sepuluh) orang pekerja/buruh,maka harus menunjuk
wakilnya secara tertulis yang di sepakati paling banyak 5 (lima)
orang dari pekerja/buruh yang merasa di rugikan;
• Dalam hal perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan ,maka masing serikat pekerja/serikat buruh
menunjuk wakilnya paling banyak 10 (sepuluh) orang (pasal 4
ayat (1) huruf a permenakertrans No.31 tahun 2008)
PELAKSANAAN PERUNDINGAN BIPARTIT

Apabila permintaan berunding oleh salah satu


pihak di setujui oleh pihak lain,maka selanjutnya
menentukan tempat,hari dan jam
perundingan,setelah di lakukan perundingan.
Bagaimana mengenai waktu yang harus di tempuh
oleh para pihak dalam perundingan bipartite?
Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UUPPHI menentukan
bahwa penyelesaian perselisihan melalui bipartit
harus di selesaikan paling lambat 30 hari kerja sejak
tanggal di mulalinya perundingan.
Hal hal lain yang perlu di perhatikan dalam
perundingan bipartit adalah sebagai berikut.
• Kedua belah pihak menginventnarisasi dan
mengidentifikasi permasalahan.
• Kedua belah pihak dapat menyusun dan menyetujui
tata tertib secara tertulis dan jadwal perundingan yang
telah di sepakati.
• Dalam tata tertib para pihak dapat menyepakati bahwa
selama perundingan di lakukan,kedua belah pihak tetap
melaklukan kewajibanya sebagaimana mestinya.
• Para pihak melakukan perundingan sesuai tata tertib dan jadwal yang
disepakati.
• Dalam hal salah satu pihak tidak bersedia melanjutkan
perundingan,maka para pihak atau salah satu pihak dapat mencatat
perselisihanya pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenaga kerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja
walaupun belum mencapai 30 hari kerja.
• Setalah mencapai 30 (tiga puluh) hari kerja,perundingan bipartit tetap
dapat di lanjutkan sepanjang di sepakati oleh para pihak.
• Setiap tahapan perundingan harus di buat risalah yang di tandatangani
oleh para pihak ,dan apabila salah satu pihak tidak bersedia
mentandatangani,maka hal ketidaksediaan itu di catat dalam risalah di
maksud.
• Hasil perundingan di buat dalam bentuk risalah akhir yang sekurang
kurangnya memuat :
a. Nama lengkap dan alamat para pihak ;
b. Tanggal dan tempat perundingan ;
c. Pokok masal ah atau objek yang di perselisihkan ;
d. Pendapat para pihak ;
e. Kesimpulan atau hasil perundingan ;
f. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.
. Rancangan risalah akhir di buat oleh pengusaha dan di tanda tangani oleh
kedua belah pihak dan salah satu pihak bilamana pihak lainya tidak
bersedia menandatanganinya,contoh risalah perundingan,lihat contoh 3
pada bagian akhir bab ini (pasal 6 UUPPHI jo.pasal 4 ayat (1) huruf b
permenakertrans No.31 tahun 2008)
TAHAP SETELAH SELESAI PERUNDINGAN
• Para pihak setelah melakukan perundingan bipartite,maka
akan ada 2 (dua) kemungkinan,yaitu tercapai kesepakatan dan
tidak tercapai kesepakatan atau gagal.
apabila perundingan bipartite tersebut tercapai kesepakatan,
maka para pihak harus membuat perjanjjian bersama yang di
tandatangani oleh para pihak.  Perjanjian bersama yang telah di
buat oleh para pihak wajib di daftarkan pada pengadilan
hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah para
pihak mengadakan perjanjian bersama, untuk mendapatkan akta
bukti pendaftaran perjanjian bersama, akta tersebut merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian bersama
Dalam hal perundingan bipartit tidak tercapai
kesepakatan atau salah satu pihak menolak
untuk berunding, maka kedua belah pihak atau
salah satu pihak mencatat perselisihanya kepada
instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan
bukti upaya upaya penyelesaian melalui biparatit
telah di lakukan,tetapi gagal (pasal 4 ayat (1)
UUPPHI)
PENYELESAIAN PERSELISIHAN DI LUAR PENGADILAN

apabila para pihak gagal/tidak tercapai kesepakatan dalam


perundingan bipartit, maka para pihak dapat menempuh
penyelesaian perselisihan di luar pengadilan yang telah di
sediakan oleh para pemerintah dalam upayanya untuk
memberikan pelayanan masyarakat khususnya kepada
masyarakat pekerja/buruh dan pengusaha. Yang mana para
pihak yang berselisih telah di sediakan 3 (tiga) pilihan
lembaga penyelesaian perselisihan di luar pengadilan, yaitu:
1. Mediasi hubungan industrial/
2. Konsiliasi hubungan industrial, dan
3. Arbitrase hubungan industrial.
Penyelesaian melalui mediasi
Perselisihan mana saja yanag dapat di selesaikan
melalui lembaga mediasi? Berdasarkan Pasal 1
angka 11 UU No. 2 tahun 2004 telah
menentukan bahwa mediasi merupakan upaya
penyelesaian semua jenis perselislilhan
hubungan industrial, perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perelisihan PHK, dan
perselisihan antarserikat pekerja/buruh.
• Yang berhak melakukan mediasi adalah
mediator yang berada di setiap kantor instansi
yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
Mengenai kedudukan mediator adalah sebagai berikut.
1. Mediator yang berkedudukan Di Departemen Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi, melakukan mediasi perelisihan hubungan industrial
yang terjadi lebih dari satu wilayah provinsi.
2. Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan provinsi, melakukan mediasi hubungan
industsrial yang terjadi lebih dari satu wilayah kabupaten/kota.
 3. Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, melakukan mediasi
perselisihan hubungan industrial yang terjadi dij wilayah
kabupaten/kota tempat bekerja/buruh bekerja (pasal 11
Kepmenekertranas No. 92 tahun 2004).
Penyelesaian melalui konsiliasi
Konsiliasi hubungan industrial ialah penyelesaian perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau
perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui msyawarah yang ditengahi oleh seorang atau
lebih konsiliator.
Konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat
sebagai konsiliator yang ditetapkan oleh menteri, yang bertugas
melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis
kepada pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan
kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat
pekerja dalam satu perusahaan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Nomor 10 tahun 2005, konsilistor mempunyai kewenangan:
1. Meminta keterangan kepada para pihak;
2. Menolak wakil para pihak apabila ternyata tidak memiliki
surata kuasa;
3. Menolak konsiliasi bagi para pihak yang belum melakukan
perundingan bipartit;
4. Meminta surat/dokumen yang berkaitan dengan perselisihan
memanggil saksi atau saksi ahli;
5. Membuka buku dan meminta surat surat yang di perlukan
dari para pihak, instansi/lembaga terkait.
Sedangkan kewajiban konsiliator berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor 10 tahun 2005 adalah:
• Memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat di dengar
keterangan yang di perlukan;
• Mengatur dan memimpin konsiliasi;
• Membantu membuat Perjanjian Bersama apabila tercapai
kesepakatan penyelesaian;
• Membuat risalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial;
• Membuata dan memlihara buku khusus dan berkas perselisihan yang
di tandatangani;
• Membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan hubungan industrial
kepada Menteri melalui Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial
Penyelesaian melalui arbitrase
Jika para pihak memilih arbitrase sebagai alternatif
penyelesaian , maka para pihak harus membuat surat perjanjian
arbitrase yang sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para
pihak yang berselisih.
2. Pokok persoalan yang menjadi perselisihan.
3. Jumlah arbiter yang disepakati
4. Pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan
menjalankan keputusan arbitrase.
5. Tempat, tangal pembuatan surat perjanjian dan tanda
tangan para pihak.
Pemeriksaan sidang arbitrase dilakukan secara
tertutup kecuali para pihak menentukan lain.
PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus
yang berada pada lingkungan peradilan umum.
Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus:
a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
kepentingan;
c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan
hubungan kerja;
d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan
Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali
yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini.
Dalam Pasal 58 UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI
dijelaskan bahwa Dalam proses beracara di Pengadilan
Hubungan Industrial, pihak-pihak yang berperkara tidak
dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi yang nilai
gugatannya di bawah Rp.150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
UUPHI , permata kali ini dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada
setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap Ibukota
Provinsi yang daerah hukumnya meliputi provinsi yang bersangkutan.
(2) Di Kabupaten/Kota terutama yang padat industri, dengan Keputusan
Presiden harus segera dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri setempat.
Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri
dari:
a. Hakim;
b. Hakim Ad-Hoc;
c. Panitera Muda; dan
d. Panitera Pengganti.
Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada
Mahkamah Agung terdiri dari:
a. Hakim Agung;
b. Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung; dan
c. Panitera.
Pasal 81 UUPHI menjelaskan bahwa Gugatan perselisihan
hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.
Selanjutnya, Pasal 82 menegaskan bahwa Gugatan oleh
pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan Pasal 171
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjan, dapat diajukan hanya dalam tenggang
waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau
diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha.
Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah
penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi,
maka hakim Pengadilan Hubungan Industrial
wajib mengembalikan gugatan kepada
pengugat. Untuk itu, Hakim berkewajiban
memeriksa isi gugatan dan bila terdapat
kekurangan, hakim meminta pengugat untuk
menyempurnakan gugatannya.
Gugatan yang melibatkan lebih dari satu
penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan
memberikan kuasa khusus. Penggugat dapat
sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum
tergugat memberikan jawaban. Apabila tergugat
sudah memberikan jawaban atas gugatan itu,
pencabutan gugatan oleh penggugat akan
dikabulkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial
hanya apabila disetujui tergugat. (Pasal 85).
• Dalam hal perselisihan hak dan/atau perselisihan
kepentingan diikuti dengan perselisihan pemutusan
hubungan kerja, maka Pengadilan Hubungan
Industrial wajib memutus terlebih dahulu perkara
perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan.
Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi
pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum
untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial
untuk mewakili anggotanya.
Untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan ,
maka penggugat harus membuat surat gugatan.
Surat gugatan adalah surat yang berisikan
tuntutan penggugat yang merasa haknya
dilanggar oleh tergigat untuk meminta putusan
yang adil dari hakim pengadilan.
Persiapan pembuatan surat gugatan diawali
dengan memahami jenis-jenis perselisihan pada
hubungan industrial yang akan diperkarakan
secara perdata dan duduk persoalan yang
sebenarnya. Mengumpulkan fakta-fakta, alat
bukti dan risalah penyelesaian melalui mediasi
atau konsiliasi sebagai lampiran surat gugatan.
Untuk membuat surat gugatan, pada pokoknya
berisi:
1. Identitas para pihak
2. Posita atau fundamentu petendi (dalil-dalil
konkret tentang adanya hubungan hukum
yang merupakan dasar serta alasan-alasan
daripada tuntutan.
3. Petitum (tuntutan)
Syarat-syarat subtansil suatu gugatan dalam
praktek pengadilan dinamakan syarat formal,
yaitu:
1. Tempat dan tanggal pembuatan surat
gugatan
2. Judul surat gugatan
3. Pengadilan yang dituju
4. Materai dan tanda tangan
Dengan memperhatikan syarat-syarat tersebut, maka agar
suatu surat gugatan dapat memenuhi syarat-syarat tersebut
dapat dibuat kerangka sebagai berikut:
1. Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan
2. Judul surat gugatan
3. Pengadilan yang dituju
4. Identitas para pihak
5. Posita
6. Petitum
7. Materai dan tanda tangan
1. Tempat dan tanggal
Dalam surat gugatan dicantumkan tempat
dimana gugatan tersebut dibuat, apakah dibuat
ditempat domisili penggugat atau ditempat
kuasanya. Kemdian disebutkan tanggal, bulan,
tahun berapa dibuatnya. Apabila ada perbedaan
antara tanggal surat gugatan dengan tanggal
yang dimuat dalam materai surat gugatan, maka
tanggal pada materai yang dianggap benar.
Dengan adanya tanggal dalam surat gugatan, maka
akan dapat diketahui dan berakibat hukum gugatan
tidak dapat diterima dalam hal, sebagai berikut:
1. Gugatan menjadi kadaluarsa, dalam gugatan yang
berkaitan dengan tenggang waktu tuntutan hak yang
disediakan oleh undang-undang. Pasal 82 UUPPHI
menentukan bahwa gugatan oleh pekerja atas PHK
dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu)
tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya
keputusan itu dari pengusaha.
2. Gugatan menjadi tidak sah apabila tanggal
yang tertera dalam surat gugatan lebih awal dari
tanggal surat kuasa, apabila gugatan diajukan
dengan menggunakan kuasa hukum.
2. Judul surat gugatan
Judul yang dimaksud disini adalah kalimat
pendek yang dicantumkan pada bagian atas
sebelah kiri dari awal surat gugatan di bawah
tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan.
Contoh: Bandung, 1 juni 2017
Perihal: gugatan tentang perselisihan PHK…..
3. Pengadilan yang dituju
Kewenangan pengadilan ada 2:
.a. Kewenangan mutlak/kompetensi absolut
artinya wewenang lembaga pengadilan dalam
memeriksa jenis perkara tertentu yang secara
mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan
pengadilan lain, baik dalam lingkungan peradilan
yang sama (PN, PT, MA) maupun dalam
lingkungan peradilan yang lain (PN, PA).
b. Kewenangan nisbi/kompetensi relatif , artinya
pengadilan mana yang berwenang mengadili. Contoh;
ada sengketa ketenagakerjaan, maka yang berwenang
mengadili adalah PHI jakarta atau PHI serang? Maka
gugatan perselisihan hubungan industrial harus
diajukan kepada PHI pada PN yang daerah hukumnya
meliputi tempat pekerja/buruh bekerja, bukan tempat
tinggal tergugat. Jadi siapapun yang
menggugat(pekerja/pengusaha) tempat pekerja harus
dijadikan patokan.
4. Identitas para pihak
Harus dicantumkan secara jelas identitas
penggugat dan tergugat, dapat perseorangan
maupun kelompok atan badan hukum.
5. posita
Posita atau dalil-dalil konkret tentang adanya
hubungan hukum yang merupakan alasan
daripada tuntutan. Diuraikan tentang rangkaian
kejadiab dari awal mula hubungan hukum antara
penggugat dengan tergugat sampai terjadinya
sengketa serta telah dilakukan penyelesaian
bipartit atau di luar pengadilan.
Dalam pembuatan surat gugatan, penempatan
posita diletakan di bawah identitas para pihak.
6. petitum
Petitum adalah apa yang diminta atau
diharapkan penggugat agar diputuskan oleh
hakim. Sebuah tuntutan dapat dikelompokan
menjadi 3 (tiga) bagian yaitu:
a. Tuntutan primer
b. Tuntutan tambahan
c. Tuntutan subsidair atau tuntutan pengganti
7. Materai dan tanda tangan penggugat

Setelah surat gugatan selesai disusun, maka


surat gugatan itu dibubuhkan materai dengan
ditandatangani oleh penggugat atau kuasa
hukumnya. Tanda tangan itu dibubuhkan pada
bagian akhir surat gugatan dan ditempatkan di
atas materai yang cukup.
JALANNYA PERSIDANGAN PADA PHI
a. Sidang pertama, pembacaan gugatan
b. Sidang kedua, jawaban tergugat
c. Sidang ketiga, replik (tanggapan penggugat)
d. Sidang keempat, duplik (sanggahan tergugat)
e. Sidang kelima, pembuktian (penggugat)
f. Sidang keenam, pembuktian (tergugat)
g. Sidan ketujuh, kesimpulan
h. Sidang kedelapan, putusan hakim
JAWABAN TERGUGAT
a. Jawaban dalam eksepsi
b. Jawaban dalam pokok perkara
c. Permohonan atau petitum
d. Gugatan rekonvensi
PEMBUKTIAN DAN UPAYA HUKUM
Pembuktian, meliputi bukti tertulis, bukti saksi,
persangkaan,pengakuan, sumpah dan
keterangan ahli.
Terhadap putusan PHI hanya mengatur upaya
hukum kasasi. Upaya hukum kasasi pun masih
dibatasi, artinya tidak semua perselisihan
hubungan industrial dapat dimohonkan kasasi
hanya perselisihan hak dan perselisihan PHK.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai