Anda di halaman 1dari 21

BAB 4 PENYELESAIAN PERSELISIHAN MELALUI PERUNDINGAN

BIPARTITE

permasalahan yang aterjadi di dalam hubungan antara pekerja dengan pengusaha


atau lebih di kenal dengan sebutan hubungan idunstrial.Penyesalan tersebut telah di atur
sedemikian rupa,sehingga setiap perselisihan dapat di selesaikan hanya dalam waktu tidak
lebih dari 140 hari,hal ini termasuk cepat bila di bandingkan dengan penyelesaian
perselisihan pada umumnya.
Waktu yang tidak lebih dari 140 hari untuk menyelesaikan perselisihan hubungan
idunstrial tersebut adalah sebagai berikut: bipartite 30 hari
kerja,mediasi/konsiliasi/arbitrase,30 hari kerja,pengadilan hubungan industrial 50 hari
kerja dan mahkamah agung 30 hari kerja.Jasi,meskipun penyelesaian perselisihan ini
harus di Dengan adanya undang undanga no 2 tahun 2004 tentang penyelesaian
perselisihan hubungan idunstsrial (UPPHI) telah memberikan suatau cara untuk
menyelesaikan berbagai selesaikan sampai tingkat kasasi di mahkamah agung sekalipun
hanya akan membutuhkan waktu 140 hari kerja.Bahkan bisa hanya dalam waktu kurang
dari 30 hari kerja apabila perselisihan dapat di selesai dalam perundingan birpatit saja.
Berdasarkan undang undang Nomor 2 tahun 2004,dalam menyelesaikan
perselisihan hubungan idunstrial,dapat di tempuh melalui 3 (tiga) tahap,yaitu :
1. Tahap pertama : Perundingan Birpatit ;
2. Tahap kedua : penyelesaian di luar pengadilan,yaitu mediasi
atau konsiliasi atau arbirase;
3. Tahap ketiga : penyelesaian melalui pengadilan.

Di dalam bab ini akan di bahas terlebih dahulu mengenai penyelesaian


perselisihan hubungan iduntsrial melalui pertandingan bipartite.

A.PENGERTIAN PERUNDINGAN BIPARTIT


Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja atau buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial (pasal 1 angka 10 UUPPHI).
Selanjutnya,pasal 3 menentukan bahwa perselisihan hubungan industrial wajib di
upayakan penyelesanya teerlebih dahulu melalui perundingan bipartite secara
musyawarah untuk mencapai mufakat.

1
Undang undang telah menentukan secara tegas bahwa perslisihan yang tejadi
(perselisihan hak, perselisihan kepentingan,perselisihan PHK, dan perselisihan antar
serikat-pekerja).antara pekerja dengan pengusaha wajib hukumnya untuk di selesaikan
sendiri oleh pihak pihak yang berselisih,yaitu secara bipartit sebelum menempuh jalur
penyelesaian perselisihan yang terbaik adalah pen yelesaian yang di lakukan oleh para
pihak yang berselisisih secara musyawarah untuk m encapai mufakat tanpa campur
tangan pihak lain,sehingga mendapatkan hasil yang menguntungkan kedua belah pihak.
Kenapa di katakana akan menguntungkan kesua belah pihak? Karena dalam
penyelesaian bipartit tidak ada pihak ketiga apa tahu apa bila ada perselisihan,sehingga
nama baik kedua belah pihak masih terjaga.Apabila perselisihan di selesaikan melalui
lembaga yang lain bahkan sampai pengadilan akan memakan waktu dan biaya bahkan
nama baik kedua belah pihak akan turun di mata masyarakat Karena ada
perselisihan.Keuntungan lain dalam bipartit ini adalah tujuan yang akan di capai adalah
sama sama menng,tidak ada yang kalah ,sehingga solusi yang di hasilkan adalah
menguntungkan kedua belah pihak.

B.PERSIAPAN PERUNDINGAN BIPARTIT


Hal hal yang perlu di siapkan oleh para pihak sebelum melakukan perundingan
bipartit adalah penguasaan atas fakta fakta atau peristiwa peristiwa yang terjadi,dasar
hukum yang jelas untuk menguatkan tuntutan,dan strategi untuk menenangkan
perundingan.Caranya adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan fakta fakta dan bukti bukti tentang kejadian atau peristiwa yang
terjadi.Selanjutnya mengidentifikasi fakta fakta hukum dan di kaitkan dengan
peraturan perundangan yang relevan,termasuk perjanjian perjanjian yang
ada.Suatu periatiwa atau kejadian di sebut sebagai fakta hukum jika mem bawa
akibat hukum.Jika peristiwa tersebut tidak mempunyai implikasi huku m di sebut
fakta sosial.Misalnya, A melakukan perjanjian kerja dengan pengusaha si B
adalah peristiwa sosial biasa.Akan tetapi,jika dalam pelaksanaan perjanjian kerja
tersebut salah satu pihak ingkar janji atau melanggar peraturan perundang
undangan,maka peristiwa tersebut adalah fakta hukum karena ada hukum
implikasi hukum dan ada pihak yang di rugikan.Fakta hukum ini pentin untuk di
dentifikasi karena dapat memperkuat posisi tawar.Di samping itu, pastikan bahwa
bukti bukti yang ada nantinya dapat juga mendukung dalil dalil atau pendapat
yang di ajukan dalam perundingan.

2
2. Menetapkan sasaran dengan mempertimbangkan tiga posisi,yaitu posisi
ideal,posisi target dan posisi resisten.Posisi ideal adalah hasil yanga tebaik yang
dapat di capai oleh pihak pihak yang bernegosiasi.Bagi pekerja hal ini
merepresentasikan penawaran pembukanya .
Posisi target mererpresentasikan hasil yang di harapkan oleh para pihak yang
melakukan perundingan.Ini merupakan posisi ideal tidak dapat di
capai.Sedangkan posisi resisten adalah garis p a ling bawah atau batas paling
akhir,yang di harapkan oleh para pihak yang berunding.

Hal hal lain yang perlu di perhatikan sebelum melakukan perundingan bipartite adalah :
1. Pihak yang merasa di rugikan yang berinisiatif mengkomunikasikan masalahnya
secara tertulis kepada pihak lainya. (contoh surat permintaan berunding,lihata
contoh 1 pada bagian akhir bab ini);
2. Apabila pihak yang merasa di rugikan adalah pekerja/buruh perseorangan yang
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh,dapat membrikan kuasa kepada
pengurus serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut untuk
mendampingi pekerja/buruh dalam perundingan
3. Pihak pengusah atau manajemen perusahaan dan/atau yang di beri mandate harus
menangani penyelesaian perselisihan secara langsung
4. Dalam perundingan bipartit,seikat pekerja/serikat buruh atau pengusaha dapat
meminta pendampimgan kepada perangkat organisasinya masing masing ;
5. Dalam hal pihak pekerja/buruh yang merasa di rugikan bukan anggota serikat
pekerja/serikat buruh dan jumlahnya lebih dari 10 (sepuluh) orang
pekerja/buruh,maka harus menunjuk wakilnya secara tertulis yang di sepakati
paling banyak 5 (lima) orang dari pekerja/buruh yang merasa di rugikan;
6. Dalam hal perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
,maka masing serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya paling banyak 10
(sepuluh) orang (pasal 4 ayat (1) huruf a permenakertrans No.31 tahun 2008)

C.PELAKSANAAN PERUNDINGAN BIPARTIT


Apabila permintaan berunding oleh salah satu pihak di setujui oleh pihak
lain,maka selanjutnya menentukan tempat,hari dan jam perundingan,setelah di lakukan
perundingan ,setelah di lakukan maka perundingan di laklukan.Bagaimana mengenai
waktu yang harus di tempuh oleh para pihak dalam peru ndingan bipartite?Berdasarkan

3
pasal 3 ayat (2) UPPHI menentukan bahwa penyelesaian perselisihan melalui bipartit
harus di selesaikan paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal di mulalinya perundingan.
Agar tercapai kelancaran dalam perundingan bipartit perlu juga di buatkan daftar
hadir perundingan (contoh daftar perundingan, lihat contoh bab 2 pada bagian akhir bab
ini).Hal hal lain yang perlu di perhatikan dalam perundingan bipartit adalah sebagai
berikut.
1. Kedua belah pihak menginventnarisasi dan mengidentifikasi permasalahan.
2. Kedua belah pihak dapat menyusun dan menyetujui tata tertib secara tertulis dan
jadwal perundingan yang telah di sepakati.
3. Dalam tata tertib para pihak dapat menyepakati bahwa selama perundingan di
lakukan,kedua belah pihak tetap melaklukan kewajibanya sebagaimana
mestinya.
4. Para pihak melakukan perundingan sesuai tata tertib dan jadwal yang disepakati.
5. Dalam hal salah satu pihak tidak bersedia melanjutkan perundingan,maka para
pihak atau salah satu pihak dapat mencatat perselisihanya pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenaga kerjaan kabupaten/kota tempat
pekerja/buruh bekerja walaupun belum mencapai 30 hari kerja.
6. Setalah mencapai 30 (tiga puluh) hari kerja,perundingan bipartit tetap dapat di
lanjutkan sepanjang di sepakati oleh para pihak.
7. Setiap tahapan perundingan harus di buat risalah yang di tandatangani oleh para
pihak ,dan apabila salah satu pihak tidak bersedia mentandatangani,maka hal
ketidaksediaan itu di catat dalam risalah di maksud.
8. Hasil perundingan di buat dalam bentuk risalah akhir yang sekurang kurangnya
memuat :
a. Nama lengkap dan alamat para pihak ;
b. Tanggal dan tempat perundingan ;
c. Pokok masal ah atau objek yang di perselisihkan ;
d. Pendapat para pihak ;
e. Kesimpulan atau hasil perundingan ;
f. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.
9. Rancangan risalah akhir di buat oleh pengusaha dan di tanda tangani oleh kedua
belah pihak dan salah satu pihak bilamana pihak lainya tidak bersedia
menandatanganinya,contoh risalah perundingan,lihat contoh 3 pada bagian akhir

4
bab ini (pasal 6 UUPPHI jo.pasal 4 ayat (1) huruf b permenakertrans No.31 tahun
2008)

D.TAHAP SETEALAH SELESAI PERUNDINGAN


Para pihak setelah melakukan perundingan bipartite,maka akan ada 2 (dua)
kemungkinan,yaitu tercapai kesepakatan dan tidak tercapai kesepakatan atau gagal.

1.APABILA PERUNDINGAN BIPARTIT TERCAPAI KESEPAKATAN


Selanjutnya apabila perundingan bipartite tersebut tercapai kesepakatan, maka
para pihak harus membuat perjanjjian yang sama yang di tandatangani oleh para pihak.
Karena telah menjadi kesepakatan kedua belah pihak, makak secara hukum apa yang
telah menjadi kesepakatan bersama,maka kesepakatan tersebut mengikat dan menjadi
hukum bagi kedua belah pihak,sehinggg awajib di laksnakan (contoh perjanjian bersama,
lihat contoh 4 pada bagian akhir bab ini).
Perjanjian bersama yang telah di buat oleh para pihak wajib di daftarkan pada
pengadilan hubungan indunstrial pad pengadilan negeri di wialyah para
pihakmengadakan perjanjian bersama, untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran
perjanjian bersama, akta tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
perjanjian bersama (contoh surat pendaftaran bersama, lihat contoh 5 pada bagian akhirh
bab ini)
Bagaimanakah setelah ad alp perjanjian bersama tersebut setelah satu pihak tetap
tidak mau melaksanakan isi perjanjian bersama tersebut? Sebagaimana telah di jelaskan
di atas bahwa perjanjian bersama menurut hukum mengikat dan menjadi hukum bagi
mereka yang mengadakan kesepakatan, maka apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan isi kesepakatan tersebut,maka pihak yang di rugikan langsung dapat
memohon eksekusi kepada pengadilan hubungan idunstrial
pada pengadilan negeri di wilayah perjanjian bersama di daftarkan untuk mendapatkan
penetapan eksekusi (pasal 7 ayat (5) UUPHI)
Setelah pihak yang pihak yang di rugikan mengajukan permohonan eksekusi
kepada pengadilan, maka pengadilan tersebut akan memanggil pihak yang di merugikan
untuk melaksanakan isi perjanjian bersama dan kalau perlu dengan upaya paksa.

5
2.Apabila Perundingan Bipartit Tidak Tercapai Kesepakatan (Gagal)
Dalam hal perundingan bipartit tidak tercapai kesepakatan atau salah satu pihak
menolak untuk berunding, maka kedua belah pihak atau salah satu pihak mencatat
perselisihanya kepada instansi yang bertanggunga jawab di bidang ketenagakerjaan
seempat dengan melampirkan bukti upaya upaya pennyelesian melalui biparatit telah di
lakukan,tetapi gagal (pasal 4 ayat (1) UUPPHI). Contoh contoh permohonan pencatatan
perselisihan hubungan industrial, lihat contoh 6 pada bagian akhir bab ini.
Bukti bukti tersebut dapat berupa risalah perundingan dalan hal telah terjadi
perundingan bipartit,dalam hal salah satu pihak menolak perundingan dapat di buktikan
dengan surata surat yang di buat oleh salah satu pihak yang lain untuk mengajak di
adakanya perundingan bipartit. Misalkan pekerja mengajak pengusaha untuk melakukan
perundingan tentang masalah yang di hadapinya, pengusaha menolak mengadakan
perundingan,untuk itu sebaiknya surat ajakan untuk berunding tsersebut di buat secara
tertulis. Surat tertulisa tersebut dapat di lampirkan pada saat hendak mencatat perselishan
ke instansi ketenagakerjaan setempat.
Selanjutnya setelah menerima pencatatan dari salah satu pihak atau kedua belah
pihak, instansi ketenagakerjaan setempat menawarkan kepada para pihak untuk
menyepakati memilih penyalesaian melalui konsiliasi atau arbitrase (pasal 4 ayat (3)
UUPPHI). Contoh kesepakatan pemilihan penyelesaian perselisihan hubungan industrial,
lilhat contoh 7 pada bagian akhir bab ini.
Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihanya dalam waktu 7 hari kerja, maka
instansi ketenagakerjaan melimpahkan p enyelesaian perselishan kepada mediator,, untuk
di seleaikan melalui mediasi. Dalam praktik, kebanyakan para pihak lebih memilih
perselisihan mereka di selesaikan melalui mediasi.
Dalam perundingan bipartite sebagaimana telah di uraikan di atas, maka ada di
pokok pokok yang harus di perhatuikan oleh para pihak dalam penyelesaian perselisihan,
yaitu sebagai berikut.
a. Perundingan bipartite di lakukan terhadap semua perselisihan hubungan
industrial ( perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK,
perselisihan Antarserikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan ).
b. Jangka waktu p penyelesaian adalah 30 hari kerja.
c. Harus di buatkan risalah perundingan.
d. Harus di buatakan perjanjian bersama, apabila terjadi kesepakatan.

6
e. Perjanjian bersama harus di daftarkan ke pengadilan hubungan industrial, untuk
mendapatkan bukti pendaftaran perjanjian bersama.
f. Harus di catat ke instansi ketenagakerjaan setempat, apabila tidak terjadi
keaepakatan.

E.CONTOH CONTIH SURAT DALAM PERUNDINGAN BIPARTIT


Untuk memudahkan para pencari keadilan dalam hubungan industrial, maka berikut ini
akan di berikan contoh contoh surata yang di perlukan dalam perundingan bipartit, yaitu
sebagai berikut.
1. Permintaan perundingan secara biparti,
2. Daftar hadir perundingan.
3. Risalah perundingan penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara
bipartit.
4. Perjanjian bersama.
5. Pendaftaran perjanjin bersama.
6. Permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial.
7. Kesepakatan pemilihan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

7
1. 1 : Permintaan Perundingan Secara Bipartit

PERMINTAAN PERUNDINGAN SECARA BIPARTIT


(Tempat), (tanggal)……………
Nomor :
Lamp : 1 (satu) berkas
Hal : Permintaan Perundingan
Kepada yth., ………………..
Sdr. ………………………….
Dengan hormat,
Sehubungan dengan adanya permasalahan yang perlu di rundingkan secara
bipartite, maka kami mengajukan untuk melakukan musyawarah pada :
Hari :……………………………
Tanggal :……………………………
Pukul :……………………………
Tempat :…………………………….
Untuk menyelesaikan masalah sebagai berikut :
1. …………………………
2. ………………………....
3. ………………………… dst.
Atas perhatian dan kesedihanya, kami ucapkan terima kasih.

Pihak,
Pengusaha/Pekerja/Buruh/SP/SB*)
Ttd.
(Nama)
*) Coret yang tidak perlu

16. Sumber : Lampiran I, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republic
Indonesia, Nomor : PER. 31/MEN/XII/2008 Tentang Pedoman Penyelesaian Persekisihan
Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit.

8
2. Contoh 2 : Daftar Hadir Perundingan

DAFTAR HADIR PERUNDINGAN

HARI :
TANGGAL :
TEMPAT :
ACARA : SIDANG (I, II, III)
MASALAH :

No Nama Alamat Pengusaha/Pekerja/Buruh/SP/SB Tanda Keterangaan


Tangan

17. Sumber : Lampiran Ii, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia, Nomor : PER. 31/MEN/XII/2008 Tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Melalui Perundingan Biparti

9
3. Contoh 3 : Risalah Perundingan Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial Secara Bipartit

Risalah Perundingan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Secara Bipartit

1. Nama Perusahaan : ………………………………………….

2. Alamat Perusahaan : ………………………………………….

3. Nama Pekerja/Buruh/Sp/Sb : ………………………………………….

4. Alamat : ………………………………………….

Perusahaan/Buruh/Sp/Sb

5. Tanggal Dan Tempat : ………………………………………….

Perundingan

6. Pokok Masalah/Alasan : ………………………………………….

Perselisihan

7. Pendapat Prkerja/Buruh/Sp/Sb : ………………………………………….

8. Pendapat Pengusaha : ………………………………………….

9. Kesimpulan Atau Hasil : ………………………………………….

Perundingan

Pihak Pengusaha Pihak Pekerja/Buruh/SP/SB

Ttd. Ttd.

(Nama) (Nama)

18.Sumber : Lampiran Iii, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia, Nomor: Per. 31/Men/Xii/2008 Tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartite.

10
4. Contoh 4 Perjanjian Bersama
5.
Perjanjian bersama

Pada hari ini ………………. Tsnggal ……………… bulan ………….. tahun


…………..
Kami yang bertandatangan di bawah ini :
1. Nama :
Jabatan :
Perusahaan :
Yang Selanjutnya Di Sebut Pihak Ke-1 (Pengusaha)
1. Nama :
Jabatan :
Alamat :
Yang Selanjutnya Di Sebut Pihak Ke-2 (Pekerja/Buruh/SP/SB)

Berdasarkan ketentuan undang undang No. 2 tahun 2004 pasal 7 ayat (1) antara
pihak ke-1 dan pihak ke -2 telah mengadakan perundingan secara bipartite dan
telah mencapai kesepakatan sebagai berikut :
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
Kesepakatan ini merupakan perjanjian bersama yang berlaku sejak di
tandatangani di atas materai cukup.
Demikian surat perjanjian ini di buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari
pihak mana pun dan di laksanakan dengan rasa penuh tanggung jawab yang di
dasari itikad baik.

Pihak Pengusaha Pihak Pekerja/Buruh/SP/SB


Ttd Ttd

(Nama) (Nama)
19. sumber: lampiran IV, peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi republic
Indonesia, nomor: Per. 31/men/xiii/2008 tentang pedoman penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui perundingan bipartite

11
5. Cuntoh 5: Surat Perjanjian Bersama

Nomor : .........................................
Lampiran : 1 (Satu) Perjanjain Bersama
Perihal : Pendaftaran Perjanjian Bersama

Kepada Yth.,
Ketua Pengadilan Hukum Industrial
Pada Pengadilan Negeri ...............

Dengan Hormat,

Sesuai ketentuan pasal 3 UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan,


Hubungan Industrial, Yaitu Adanya Perselisihan .......................................................
Yang terjadi antara pihak pertama dengan pihak kedua telah di lakukan perundingan
bipartit secara musyawarah untuk mufakat.

Dalam perundingan bipartit di tersebut telah tercapai kesepakatan yang hasilnya di


tuangkan dlam perjanjian bersama yang di tandatangani
tanggal.........bulan.......tahun.......
Berdasarkan hal tersebut dan sesuai pasal 7 ayat (3) dan (4) UU No. 2 tahun 2004,
dengan ini kami daftarkan perj anjian bersama untuk mendapatkan Akta Bukti
Pendaftarn Perjanjian Bersama.

Demikian di sampaikan dan atas perhatianya di ucapkan terima kasih.

(tempat), (tanggal, bulan, tahaun)

Pendaftaran

Pihak Pertama, Pihak Kedua,

(.........................) (........................)

12
contoh 6: permohonan pencatatan perselisihan hubungan
industrial
PERMOHONAN PENCATATAN PERSELIHAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL

Nomor :
Lampiran : 1 (Satu) Berkas
Hal : Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan
Industrial

Kepada yth. :
Sdr. ……………….
(instansi yang bertnggung jawab
di bidang ketenagakerjaan)
di -

Dengan Hormat,

Sehubungan dengan upaya maksimal untuk mengusahakan Penyelesaian


Perselisihan Hubungan Industrial antara :
Nama perusahaan :
Jenis usaha :
Alamat :
dengan
Nama pekerja/buruh/SP/SB :
alamat :

Dengan duduk permasalahan sebagai berikut :


-
…………………………………………………………………………………………
-……………………………………………………………………………………dst

20. Sumber: Lampiran V,Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia, Nomor: PER. 31/MEN/XII/2008 Tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit.

13
Permasalahan di atas telah di rundingkan secara bipartit, namun tidak
mengahasilkan kesepakatan, maka sesuai ketentuan Undang Undang Nomor 2
tahun 2004 pasal 4 ayat (1), dengan ini kami mohon bantuan saudara untuk
mencatat dan membantu menyelasaikan perselisihan hubungan industrial di
maksud (risalah perundingan terlampir).
Atas perhatian dan kesedianya, kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,
*)PihakPengusaha/Pekerja/Buruh/SP/SB

Ttd.

(Nama)

*) Coret yang tidak perlu

14
7. contoh 7: kesepakatan pemilihan penyelesaian perselisihan hubungan industrial

KESEPAKATAN PEMILIHAN PENYELESAIAN


PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat (3) UU No. 2 tahun 2004 tentang penyelesaian
perselisihan hubungan industrial, lami yang bertanda tangan di bawah ini :

1. Nama : …………………………..
Jabatan : …………………………..
Alamat : …………………………..
Untuk dan atas nama perusahaan ………………………………… selanjutnya
di sebut Sebagai pihak pertama

2. Nama : …………………………..
Jabatan : …………………………..
Alamat : …………………………..
Untuk atas nama diri sendiri/pekerja, yang di selanjutnya di sebut sebagai
Pihak kedua.

Berdasarkan penawaran dari instansi ketenagakerjaan ………………………kepadapara


pihak untuk menyepakati m emilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase, maka
untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yaitu tentang perselisihan
…………………. Antara pihajk pertama dan pihak kedua, sepakat memilih penyelesaian
melalui …………….
Demikian kesepakatan ini di buat untuk di laksanakan.
…………., …………2010

Pihak kedua, pihak pertama,

(…………...) (………………)

15
BAB 5 PENYELESAIAN PERSELISIHAN DI LUARA PENGADILAN

A. Penyelesaian Melalui Mediasi Hubungan Industrial


Penyelesaian yang terbaik sesunguhnya adalah penyelesaian oleh para pihak yang
berselisih sendiri (bipartit), sehingga dapat di peroleh hasil yang menguntungkan kedua
pihak. Penyelesaian bipartite ini di lakukan melalui musyawarah mufakat oleh para pihak
tanpa campur tangan oleh pihak manapun.
Namun demikian, apabila para pihak gagal/tidak tercapai kesepakatan dalam
perundingan bipartit, maka para pihak dapat menempuh penyelesaian perselisihan di luar
pengadilan yang telah di sediakan oleh para pemerintah dalam upayanya untuk
memberikan pelayanan masyarakat khususnya kepada masyarakat pekerja/buruh dan
pengusaha. Yang mana par pihak yang berselisih telah di sediakan 3 (tiga) pilihan
lembaga penyelesaian perselisihan di luar pengadilan, yaitu:
a. Mediasi hubungan industrial/
b. Konsiliasi hubungan industrial, dan
c. Arbitrase hubungan industrial.

Pilihan para pihak yang bereselisih tentunya harus memperhatikan kewenangan dari
masing masing lembaga tersebut, karena tidak semua lembaga tersebut menyelesaikan
semua perselisiha dalam hubungan industrial, ada lembaga yang berwenang
menyelesaikan masalah PHK, ada juga lembaga yang tidak berwenang menyelesaikan
masalah PHK, dan lain lain. Maka dari itu di bawah ini akan di bahas satu persatu ketiga
lembaga tersebut.
1. Pengertian Mediasi
Mediasi hubungan industrial yang selanjutnya di sebut mediasi adalah penyelesaian
perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antarserikat
pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan, melalui musyawarah yang di tengahi oleh
seorang atau lebih mediator netral.
Mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan yang memenuhi syarat syarat sebagai mediator yang di tetapkan oleh
menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan
anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan pereselisihan hak,

16
perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antarserikat pekerja/buruh
hanya dalam satu perusahaan.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat di katakan bahwa kepala mediasi merupakan
bentuk baru dari pegawai peantara (dalam peraturan lama), yang peran dan fungsinya
mengeluarkan anjuran bilamana upaya penyelesaian melalui musyawarah tidak tercapai.
Lembaga mediasi ini berwenang menyelesaikan perelisihan apabila dalam perundingan
bipartite tidak tercapai kesepakatan/gagal, dan kedua belah pihak atau salah satu pihak
mencatatakan perselisihanya kepada instansi di bidang ketenagakerjaan setempat, yang
selanjutnya instansi ketenagakerjaan ini menawarkan pilihan penyelesaian melalui
konsiliasi atau arbitrase. Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan, maka insatansi
ketenagakerjaan melimpahkan penyeleasaian kepada mediator. Siapakah mediator itu?
Mediator seperti telah di uraikan di atas adalah pegawai instansi yang bertanggunga
jawab di bidang ketenagakerjaan yang di tetapkan oleh mentri untuk melakukan mediasi.
Hal tersebut bahwa berarti perselisihan hubungan industrial yanga terjadi antara
para pihak setelah gagal dalam penyeleasaian melalui bipartit, mamkak sebelum perkara
di ajukan ke pengadilan hubungan imdustrial, terlebih dahulu di selesaikan melalui
lembaga mediasi. Hal ini di maksudkan untuk menghindari menumpuknya perkara
perselisilhan hubungan insudtrial di pengadilan.
Perselisihan mana saja yanag dapat di selesaikan melalui lembaga mediasi?
Berdasarkan pasal 1 angka 11 UU No. 2 tahun 2004 telah menentukan bahwa mediasi
merupakan upaya penyelesaian semua jenis perselislilhan hubungan industrial,
perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perelisihan PHK, dan perselisihan antarserikat
pekerja/buruh.
2. Kedudukan Mediator
Yang berhak mediasi adalah mediator yang berada di setiap kantor instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Mengenai kedudukan mediator
adalah sebagai berikut.
a. Mediator yang berkedudukan Di Departemen Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi, melakukan mediasi perelisihan hubungan industrial yang
terjadi lebih dari satu wilayah provinsi.
b. Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan provinsi, melakukan mediasi hubungan industsrial yang
terjadi lebih dari satu wilayah kabupaten/kota.

17
c. Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan kabupaten/kota, melakukan mediasi perselisihan hubungan
industrial yang terjadi dij wilayah kabupaten/kota tempat bekerja/buruh
bekerja (pasal 11 Kepmenekertranas No. 92 tahun 2004).

Syarata-syarat yang di tentukan undang undang supaya dapat di angkat menjadi


mediator adalah sebagai berikut.
a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yanga Maha Esa.
b. Warga negara Indonesia
c. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter.
d. Menguasai peraturan perundang undangan di bidang ketenagakerjaan.
e. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
f. Berpendidikan sekuranag kurangnya strata satu (S1).
g. Syarat lain yang di tentukan oleh menteri.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 10 tahun


2005, konsilistor mempunyai kewenangan:
a. Meminta keterangan kepada para pihak;
b. Menolak wakil para pihak apabila ternyata tidak memiliki surata kuasa;
c. Menolak konsiliasi bagi para pihak yang belum melakukan perundingan
bipartit;
d. Meminta surat/dokumen yang berkaitan dengan perselisihan memanggil saksi
atau saksi ahli;
e. Membuka buku dan meminta surat surat yang di perlukan dari para pihak,
instansi/lembaga terkait.

Sedangkan kewajiban konsiliator berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja


dan Transmigrasi Nomor 10 tahun 2005 adalah:
a. Memanggil para pihak yang berselisih untuk dapat di dengar keterangan yang
di perlukan;
b. Mengatur dan memimpin konsiliasi;
c. Membantu membuat Perjanjian Bersama apabila tercapai kesepakatan
penyelesaian;
d. Membuat risalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial;

18
e. Membuata dan memlihara buku khusus dan berkas perselisihan yang di
tandatangani;
f. Membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan hubungan industrial kepada
Menteri melalui Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial

2.pelaksanaan sidang konsiliasi


Para pihak yang gagal dalam perundingan bipartit dan memilih penyelesaian
melalui konsiliasi harus membuata pernyataan secara tertulis. Hal ini di lakukan dalam
rangaka menjawab penawaran yang di ajukan oleh instansi ketenagakerjaan setelah para
pihak mencatatakan perselisihanya.
Setelah konsiliator menerima permintaan tertulis dari para pihak yang berselisih
untuk menyelesaikan perselisihanya, maka da;am waktu 7 hari kerja harus sudah
mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan pada hari ke-8 sidang konsiliasi
yang pertama di mulai. Sidang di pimpin oleh konsiliator tunggal atau majelis.
Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu 30 hari kerja sejak menerima
permintaan tertulis dari para pihak.
Tat cara dan proses sidang konsiliasi dapat berlangsung beberapa tahap, yakni
sebagai berikut.
a. Konsiliator memanggil para pihak secara tertulis untuk datang pada sidang yang
pertama untuk dapat di dengar keterangan yang di perlukan.
b. Dalam hal pihak permohon telah di panggil dengan patut ternyata tidak hadir,
maka konsiliastor melaporkan kepada instansi yang bertangung jawab di bidang
ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat untuk di hapuskan dari buku
perselisihan. Sedangkan apabila pihak termohon yang telah di panggil dengan
patut tidak hadir, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis berdasarkan
data data yanga ada.
c. Apabila para pihak datang, maka konsiliator memeriksa persyaratan yang di
perlukan, persyaratan tersebut antara lain surat kuasa bagi merek ayang
mewakilkan, risalah perundingan bipartite harus ada, dan bagi pihak yang
menggunakan jasa kuasa hukukm harus tetap hadir juga.
d. Apabila para pihak sudah hadir dan memenuhi persyaratan, maka konsiliator
menggelar perkara dengan terlebih dahulu menawarkan kepada para pihak untuk
berdamai. Jika para pihak menolak, maka sidang di lanjutkan secara musyawarah
untuk mufakat.

19
e. Selama sidang berlangsung, para pihak di beri kesempatan untuk mengemukakan
pendirian masing masing mengajukan dokumen, surat surat, saksi saksi atau saksi
ahli untuk memperkuat pendirianya. Konsiliator mengakomodir kepentingan
kedua belah pihak, memeriksa dokumen dan surat surat dan memeriksa saksi-
saksi.
f. Siapa saja apabila di mintai keterangan oleh konsikiator, wajib memeberikan
keterangan, termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat surat yang di
perlukan. Dalam hal keterangan yang di perlukan oleh konsiliator terkait dengan
seseorang yang karena jabatanya harus menjaga kerahasiaan, maka harus di
tempuh prosedur sebagaimana di atur dalambperundang-undangan, antara lain
UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan UU No. 7 tahun 1971 tentang
kearsipan.
g. Setelah selesai melakukan pemeriksaan, maka konsiliator berusaha memberikan
solusi dan saran untuk mencapai kesepahaman yang dapat di terima oleh para
pihak.
h. Apabila perselisihan yang di tengahih oleh konsiliator ini tercapai kesepakatan
atau berhasil, maka di buatlah Perjanjian Bersama untuk kemudian di daftarkan
ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian
Bersama di adakan, untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran, sehingga
perjanjian bersama tersebut mengikat dan menjadi hukum para pihak, dan apabila
salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian bersama secara suka rela, maka
pihak yang di rugikan dapat memohon eksekusi kepada Pengadilan Hubungan
Industrial berdasarkan perjanjiain bersamam tersebut.
i. Dalam hal perselisihan yangn di tengahi oleh konsiliator tersebutu tidak tercapai
kesepakatan atau gagal maka konsiliator memberikan anjuran tertulis kepada para
pihak. Anjuran tertulis konsiliator tersebut sekurang kurangnya harus memuat:
1) Keterangan pekerja/buruh atau keterangan serikat pekerja/serikat buruh;
2) Keterangan pengusaha;
3) Keterangan saksi/saksi ahli apabila ada;
4) Pertimbangan hukum dan kesimpulan konsiliator;
5) Isi anjuran (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 10
tahun 2005 pasal 12 ayat (7))
j. Terhadap anjuran tertulis dari konsiliator tersebut para pihak harus memberikan
jawaban tertulis untuk menerima atau menolak anjuran tersebut. Jika para pihak

20
tidak memberikan jawaban, maka di anggap menolak (pasal 23 ayat (2) huruf d
UUPPHI). Apabila para pihak menolak anjuran konsiliator, mamka para pihak
atau salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan
Industrial.
k. Sedangkan apabila para pihak menerima isi anjuran tertulis tersebut, maka dalam
waktu selambat lambatnya 3 hari kerja konsiliator membantu para pihak untuk
membuat Perjanjian Bersama yang kemudian di daftarkan ke Pengadilan
Hubungan Industrial untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran. Perjanjian
Bersama tersebut mengikat dan menjadi hukum bagi para pihak untuk di
laksanakan.

C.PENYELESAIAN MELALUI ARBITRASE HUBUNGAN INDUSTRIAL


Dengan adanya era demokratisasi di segala bidang, maka perlu di akomodasi
keterlibatan masyarakat dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui
konsiliasi maupun arbitrase..

21

Anda mungkin juga menyukai