BIPARTITE
1
Undang undang telah menentukan secara tegas bahwa perslisihan yang tejadi
(perselisihan hak, perselisihan kepentingan,perselisihan PHK, dan perselisihan antar
serikat-pekerja).antara pekerja dengan pengusaha wajib hukumnya untuk di selesaikan
sendiri oleh pihak pihak yang berselisih,yaitu secara bipartit sebelum menempuh jalur
penyelesaian perselisihan yang terbaik adalah pen yelesaian yang di lakukan oleh para
pihak yang berselisisih secara musyawarah untuk m encapai mufakat tanpa campur
tangan pihak lain,sehingga mendapatkan hasil yang menguntungkan kedua belah pihak.
Kenapa di katakana akan menguntungkan kesua belah pihak? Karena dalam
penyelesaian bipartit tidak ada pihak ketiga apa tahu apa bila ada perselisihan,sehingga
nama baik kedua belah pihak masih terjaga.Apabila perselisihan di selesaikan melalui
lembaga yang lain bahkan sampai pengadilan akan memakan waktu dan biaya bahkan
nama baik kedua belah pihak akan turun di mata masyarakat Karena ada
perselisihan.Keuntungan lain dalam bipartit ini adalah tujuan yang akan di capai adalah
sama sama menng,tidak ada yang kalah ,sehingga solusi yang di hasilkan adalah
menguntungkan kedua belah pihak.
2
2. Menetapkan sasaran dengan mempertimbangkan tiga posisi,yaitu posisi
ideal,posisi target dan posisi resisten.Posisi ideal adalah hasil yanga tebaik yang
dapat di capai oleh pihak pihak yang bernegosiasi.Bagi pekerja hal ini
merepresentasikan penawaran pembukanya .
Posisi target mererpresentasikan hasil yang di harapkan oleh para pihak yang
melakukan perundingan.Ini merupakan posisi ideal tidak dapat di
capai.Sedangkan posisi resisten adalah garis p a ling bawah atau batas paling
akhir,yang di harapkan oleh para pihak yang berunding.
Hal hal lain yang perlu di perhatikan sebelum melakukan perundingan bipartite adalah :
1. Pihak yang merasa di rugikan yang berinisiatif mengkomunikasikan masalahnya
secara tertulis kepada pihak lainya. (contoh surat permintaan berunding,lihata
contoh 1 pada bagian akhir bab ini);
2. Apabila pihak yang merasa di rugikan adalah pekerja/buruh perseorangan yang
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh,dapat membrikan kuasa kepada
pengurus serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut untuk
mendampingi pekerja/buruh dalam perundingan
3. Pihak pengusah atau manajemen perusahaan dan/atau yang di beri mandate harus
menangani penyelesaian perselisihan secara langsung
4. Dalam perundingan bipartit,seikat pekerja/serikat buruh atau pengusaha dapat
meminta pendampimgan kepada perangkat organisasinya masing masing ;
5. Dalam hal pihak pekerja/buruh yang merasa di rugikan bukan anggota serikat
pekerja/serikat buruh dan jumlahnya lebih dari 10 (sepuluh) orang
pekerja/buruh,maka harus menunjuk wakilnya secara tertulis yang di sepakati
paling banyak 5 (lima) orang dari pekerja/buruh yang merasa di rugikan;
6. Dalam hal perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
,maka masing serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya paling banyak 10
(sepuluh) orang (pasal 4 ayat (1) huruf a permenakertrans No.31 tahun 2008)
3
pasal 3 ayat (2) UPPHI menentukan bahwa penyelesaian perselisihan melalui bipartit
harus di selesaikan paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal di mulalinya perundingan.
Agar tercapai kelancaran dalam perundingan bipartit perlu juga di buatkan daftar
hadir perundingan (contoh daftar perundingan, lihat contoh bab 2 pada bagian akhir bab
ini).Hal hal lain yang perlu di perhatikan dalam perundingan bipartit adalah sebagai
berikut.
1. Kedua belah pihak menginventnarisasi dan mengidentifikasi permasalahan.
2. Kedua belah pihak dapat menyusun dan menyetujui tata tertib secara tertulis dan
jadwal perundingan yang telah di sepakati.
3. Dalam tata tertib para pihak dapat menyepakati bahwa selama perundingan di
lakukan,kedua belah pihak tetap melaklukan kewajibanya sebagaimana
mestinya.
4. Para pihak melakukan perundingan sesuai tata tertib dan jadwal yang disepakati.
5. Dalam hal salah satu pihak tidak bersedia melanjutkan perundingan,maka para
pihak atau salah satu pihak dapat mencatat perselisihanya pada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenaga kerjaan kabupaten/kota tempat
pekerja/buruh bekerja walaupun belum mencapai 30 hari kerja.
6. Setalah mencapai 30 (tiga puluh) hari kerja,perundingan bipartit tetap dapat di
lanjutkan sepanjang di sepakati oleh para pihak.
7. Setiap tahapan perundingan harus di buat risalah yang di tandatangani oleh para
pihak ,dan apabila salah satu pihak tidak bersedia mentandatangani,maka hal
ketidaksediaan itu di catat dalam risalah di maksud.
8. Hasil perundingan di buat dalam bentuk risalah akhir yang sekurang kurangnya
memuat :
a. Nama lengkap dan alamat para pihak ;
b. Tanggal dan tempat perundingan ;
c. Pokok masal ah atau objek yang di perselisihkan ;
d. Pendapat para pihak ;
e. Kesimpulan atau hasil perundingan ;
f. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.
9. Rancangan risalah akhir di buat oleh pengusaha dan di tanda tangani oleh kedua
belah pihak dan salah satu pihak bilamana pihak lainya tidak bersedia
menandatanganinya,contoh risalah perundingan,lihat contoh 3 pada bagian akhir
4
bab ini (pasal 6 UUPPHI jo.pasal 4 ayat (1) huruf b permenakertrans No.31 tahun
2008)
5
2.Apabila Perundingan Bipartit Tidak Tercapai Kesepakatan (Gagal)
Dalam hal perundingan bipartit tidak tercapai kesepakatan atau salah satu pihak
menolak untuk berunding, maka kedua belah pihak atau salah satu pihak mencatat
perselisihanya kepada instansi yang bertanggunga jawab di bidang ketenagakerjaan
seempat dengan melampirkan bukti upaya upaya pennyelesian melalui biparatit telah di
lakukan,tetapi gagal (pasal 4 ayat (1) UUPPHI). Contoh contoh permohonan pencatatan
perselisihan hubungan industrial, lihat contoh 6 pada bagian akhir bab ini.
Bukti bukti tersebut dapat berupa risalah perundingan dalan hal telah terjadi
perundingan bipartit,dalam hal salah satu pihak menolak perundingan dapat di buktikan
dengan surata surat yang di buat oleh salah satu pihak yang lain untuk mengajak di
adakanya perundingan bipartit. Misalkan pekerja mengajak pengusaha untuk melakukan
perundingan tentang masalah yang di hadapinya, pengusaha menolak mengadakan
perundingan,untuk itu sebaiknya surat ajakan untuk berunding tsersebut di buat secara
tertulis. Surat tertulisa tersebut dapat di lampirkan pada saat hendak mencatat perselishan
ke instansi ketenagakerjaan setempat.
Selanjutnya setelah menerima pencatatan dari salah satu pihak atau kedua belah
pihak, instansi ketenagakerjaan setempat menawarkan kepada para pihak untuk
menyepakati memilih penyalesaian melalui konsiliasi atau arbitrase (pasal 4 ayat (3)
UUPPHI). Contoh kesepakatan pemilihan penyelesaian perselisihan hubungan industrial,
lilhat contoh 7 pada bagian akhir bab ini.
Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihanya dalam waktu 7 hari kerja, maka
instansi ketenagakerjaan melimpahkan p enyelesaian perselishan kepada mediator,, untuk
di seleaikan melalui mediasi. Dalam praktik, kebanyakan para pihak lebih memilih
perselisihan mereka di selesaikan melalui mediasi.
Dalam perundingan bipartite sebagaimana telah di uraikan di atas, maka ada di
pokok pokok yang harus di perhatuikan oleh para pihak dalam penyelesaian perselisihan,
yaitu sebagai berikut.
a. Perundingan bipartite di lakukan terhadap semua perselisihan hubungan
industrial ( perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK,
perselisihan Antarserikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan ).
b. Jangka waktu p penyelesaian adalah 30 hari kerja.
c. Harus di buatkan risalah perundingan.
d. Harus di buatakan perjanjian bersama, apabila terjadi kesepakatan.
6
e. Perjanjian bersama harus di daftarkan ke pengadilan hubungan industrial, untuk
mendapatkan bukti pendaftaran perjanjian bersama.
f. Harus di catat ke instansi ketenagakerjaan setempat, apabila tidak terjadi
keaepakatan.
7
1. 1 : Permintaan Perundingan Secara Bipartit
Pihak,
Pengusaha/Pekerja/Buruh/SP/SB*)
Ttd.
(Nama)
*) Coret yang tidak perlu
16. Sumber : Lampiran I, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republic
Indonesia, Nomor : PER. 31/MEN/XII/2008 Tentang Pedoman Penyelesaian Persekisihan
Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit.
8
2. Contoh 2 : Daftar Hadir Perundingan
HARI :
TANGGAL :
TEMPAT :
ACARA : SIDANG (I, II, III)
MASALAH :
17. Sumber : Lampiran Ii, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia, Nomor : PER. 31/MEN/XII/2008 Tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Melalui Perundingan Biparti
9
3. Contoh 3 : Risalah Perundingan Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial Secara Bipartit
Secara Bipartit
4. Alamat : ………………………………………….
Perusahaan/Buruh/Sp/Sb
Perundingan
Perselisihan
Perundingan
Ttd. Ttd.
(Nama) (Nama)
18.Sumber : Lampiran Iii, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia, Nomor: Per. 31/Men/Xii/2008 Tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartite.
10
4. Contoh 4 Perjanjian Bersama
5.
Perjanjian bersama
Berdasarkan ketentuan undang undang No. 2 tahun 2004 pasal 7 ayat (1) antara
pihak ke-1 dan pihak ke -2 telah mengadakan perundingan secara bipartite dan
telah mencapai kesepakatan sebagai berikut :
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
Kesepakatan ini merupakan perjanjian bersama yang berlaku sejak di
tandatangani di atas materai cukup.
Demikian surat perjanjian ini di buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari
pihak mana pun dan di laksanakan dengan rasa penuh tanggung jawab yang di
dasari itikad baik.
(Nama) (Nama)
19. sumber: lampiran IV, peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi republic
Indonesia, nomor: Per. 31/men/xiii/2008 tentang pedoman penyelesaian perselisihan
hubungan industrial melalui perundingan bipartite
11
5. Cuntoh 5: Surat Perjanjian Bersama
Nomor : .........................................
Lampiran : 1 (Satu) Perjanjain Bersama
Perihal : Pendaftaran Perjanjian Bersama
Kepada Yth.,
Ketua Pengadilan Hukum Industrial
Pada Pengadilan Negeri ...............
Dengan Hormat,
Pendaftaran
(.........................) (........................)
12
contoh 6: permohonan pencatatan perselisihan hubungan
industrial
PERMOHONAN PENCATATAN PERSELIHAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Nomor :
Lampiran : 1 (Satu) Berkas
Hal : Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan
Industrial
Kepada yth. :
Sdr. ……………….
(instansi yang bertnggung jawab
di bidang ketenagakerjaan)
di -
Dengan Hormat,
20. Sumber: Lampiran V,Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia, Nomor: PER. 31/MEN/XII/2008 Tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit.
13
Permasalahan di atas telah di rundingkan secara bipartit, namun tidak
mengahasilkan kesepakatan, maka sesuai ketentuan Undang Undang Nomor 2
tahun 2004 pasal 4 ayat (1), dengan ini kami mohon bantuan saudara untuk
mencatat dan membantu menyelasaikan perselisihan hubungan industrial di
maksud (risalah perundingan terlampir).
Atas perhatian dan kesedianya, kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
*)PihakPengusaha/Pekerja/Buruh/SP/SB
Ttd.
(Nama)
14
7. contoh 7: kesepakatan pemilihan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat (3) UU No. 2 tahun 2004 tentang penyelesaian
perselisihan hubungan industrial, lami yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama : …………………………..
Jabatan : …………………………..
Alamat : …………………………..
Untuk dan atas nama perusahaan ………………………………… selanjutnya
di sebut Sebagai pihak pertama
2. Nama : …………………………..
Jabatan : …………………………..
Alamat : …………………………..
Untuk atas nama diri sendiri/pekerja, yang di selanjutnya di sebut sebagai
Pihak kedua.
(…………...) (………………)
15
BAB 5 PENYELESAIAN PERSELISIHAN DI LUARA PENGADILAN
Pilihan para pihak yang bereselisih tentunya harus memperhatikan kewenangan dari
masing masing lembaga tersebut, karena tidak semua lembaga tersebut menyelesaikan
semua perselisiha dalam hubungan industrial, ada lembaga yang berwenang
menyelesaikan masalah PHK, ada juga lembaga yang tidak berwenang menyelesaikan
masalah PHK, dan lain lain. Maka dari itu di bawah ini akan di bahas satu persatu ketiga
lembaga tersebut.
1. Pengertian Mediasi
Mediasi hubungan industrial yang selanjutnya di sebut mediasi adalah penyelesaian
perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antarserikat
pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan, melalui musyawarah yang di tengahi oleh
seorang atau lebih mediator netral.
Mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan yang memenuhi syarat syarat sebagai mediator yang di tetapkan oleh
menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan
anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan pereselisihan hak,
16
perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antarserikat pekerja/buruh
hanya dalam satu perusahaan.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat di katakan bahwa kepala mediasi merupakan
bentuk baru dari pegawai peantara (dalam peraturan lama), yang peran dan fungsinya
mengeluarkan anjuran bilamana upaya penyelesaian melalui musyawarah tidak tercapai.
Lembaga mediasi ini berwenang menyelesaikan perelisihan apabila dalam perundingan
bipartite tidak tercapai kesepakatan/gagal, dan kedua belah pihak atau salah satu pihak
mencatatakan perselisihanya kepada instansi di bidang ketenagakerjaan setempat, yang
selanjutnya instansi ketenagakerjaan ini menawarkan pilihan penyelesaian melalui
konsiliasi atau arbitrase. Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan, maka insatansi
ketenagakerjaan melimpahkan penyeleasaian kepada mediator. Siapakah mediator itu?
Mediator seperti telah di uraikan di atas adalah pegawai instansi yang bertanggunga
jawab di bidang ketenagakerjaan yang di tetapkan oleh mentri untuk melakukan mediasi.
Hal tersebut bahwa berarti perselisihan hubungan industrial yanga terjadi antara
para pihak setelah gagal dalam penyeleasaian melalui bipartit, mamkak sebelum perkara
di ajukan ke pengadilan hubungan imdustrial, terlebih dahulu di selesaikan melalui
lembaga mediasi. Hal ini di maksudkan untuk menghindari menumpuknya perkara
perselisilhan hubungan insudtrial di pengadilan.
Perselisihan mana saja yanag dapat di selesaikan melalui lembaga mediasi?
Berdasarkan pasal 1 angka 11 UU No. 2 tahun 2004 telah menentukan bahwa mediasi
merupakan upaya penyelesaian semua jenis perselislilhan hubungan industrial,
perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perelisihan PHK, dan perselisihan antarserikat
pekerja/buruh.
2. Kedudukan Mediator
Yang berhak mediasi adalah mediator yang berada di setiap kantor instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Mengenai kedudukan mediator
adalah sebagai berikut.
a. Mediator yang berkedudukan Di Departemen Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi, melakukan mediasi perelisihan hubungan industrial yang
terjadi lebih dari satu wilayah provinsi.
b. Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan provinsi, melakukan mediasi hubungan industsrial yang
terjadi lebih dari satu wilayah kabupaten/kota.
17
c. Mediator yang berkedudukan di instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan kabupaten/kota, melakukan mediasi perselisihan hubungan
industrial yang terjadi dij wilayah kabupaten/kota tempat bekerja/buruh
bekerja (pasal 11 Kepmenekertranas No. 92 tahun 2004).
18
e. Membuata dan memlihara buku khusus dan berkas perselisihan yang di
tandatangani;
f. Membuat laporan hasil penyelesaian perselisihan hubungan industrial kepada
Menteri melalui Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial
19
e. Selama sidang berlangsung, para pihak di beri kesempatan untuk mengemukakan
pendirian masing masing mengajukan dokumen, surat surat, saksi saksi atau saksi
ahli untuk memperkuat pendirianya. Konsiliator mengakomodir kepentingan
kedua belah pihak, memeriksa dokumen dan surat surat dan memeriksa saksi-
saksi.
f. Siapa saja apabila di mintai keterangan oleh konsikiator, wajib memeberikan
keterangan, termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat surat yang di
perlukan. Dalam hal keterangan yang di perlukan oleh konsiliator terkait dengan
seseorang yang karena jabatanya harus menjaga kerahasiaan, maka harus di
tempuh prosedur sebagaimana di atur dalambperundang-undangan, antara lain
UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan UU No. 7 tahun 1971 tentang
kearsipan.
g. Setelah selesai melakukan pemeriksaan, maka konsiliator berusaha memberikan
solusi dan saran untuk mencapai kesepahaman yang dapat di terima oleh para
pihak.
h. Apabila perselisihan yang di tengahih oleh konsiliator ini tercapai kesepakatan
atau berhasil, maka di buatlah Perjanjian Bersama untuk kemudian di daftarkan
ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian
Bersama di adakan, untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran, sehingga
perjanjian bersama tersebut mengikat dan menjadi hukum para pihak, dan apabila
salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian bersama secara suka rela, maka
pihak yang di rugikan dapat memohon eksekusi kepada Pengadilan Hubungan
Industrial berdasarkan perjanjiain bersamam tersebut.
i. Dalam hal perselisihan yangn di tengahi oleh konsiliator tersebutu tidak tercapai
kesepakatan atau gagal maka konsiliator memberikan anjuran tertulis kepada para
pihak. Anjuran tertulis konsiliator tersebut sekurang kurangnya harus memuat:
1) Keterangan pekerja/buruh atau keterangan serikat pekerja/serikat buruh;
2) Keterangan pengusaha;
3) Keterangan saksi/saksi ahli apabila ada;
4) Pertimbangan hukum dan kesimpulan konsiliator;
5) Isi anjuran (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 10
tahun 2005 pasal 12 ayat (7))
j. Terhadap anjuran tertulis dari konsiliator tersebut para pihak harus memberikan
jawaban tertulis untuk menerima atau menolak anjuran tersebut. Jika para pihak
20
tidak memberikan jawaban, maka di anggap menolak (pasal 23 ayat (2) huruf d
UUPPHI). Apabila para pihak menolak anjuran konsiliator, mamka para pihak
atau salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan
Industrial.
k. Sedangkan apabila para pihak menerima isi anjuran tertulis tersebut, maka dalam
waktu selambat lambatnya 3 hari kerja konsiliator membantu para pihak untuk
membuat Perjanjian Bersama yang kemudian di daftarkan ke Pengadilan
Hubungan Industrial untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran. Perjanjian
Bersama tersebut mengikat dan menjadi hukum bagi para pihak untuk di
laksanakan.
21