Hubungan industrial berawal dari adanya hubungan kerja yang lebih bersifat
individual antara pekerja dan pengusaha. Dalam proses produksi pihak-pihak yang
secara fisik sehari-hari terlibat langsung adalah pekerja atau buruh dan pengusaha,
sedang pemerintah terlibat hanya dalam hal-hal tertentu. Di tingkat
perusahaan, pekerja dan pengusaha adalah dua pelaku utama hubungan industrial.
Adalah seluruh permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung
dengan hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah.
Hukum Materiil
Hukum Formal
Sikap mental dan sosial yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial
tersebut adalah :
Agar tertibnya kelangsungan dan suasana bekerja dalam hubungan industrial, maka
perlu adanya peraturanperaturan yang mengatur hubungan kerja yang harmonis
dan kondusif. Peraturan tersebut diharapkan mempunyai fungsi untuk
mempercepat pembudayaan sikap mental dan sikap sosial Hubungan Industrial.
Oleh karena itu setiap peraturan dalam hubungan kerja tersebut harus
mencerminkan dan dijiwai oleh nilainilai budaya dalam perusahaan, terutama
dengan nilainilai yang terdapat dalam Hubungan Industrial.
Dengan adanya pengaturan mengenai halhal yang harus dilaksanakan oleh pekerja
dan pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial, maka diharapkan terjadi
hubungan yang harmonis dan kondusif. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan
sarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun
2003 bahwa hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana sebagai berikut :
Setiap pengusaha yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja atau lebih
dapat membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan anggotaanggota yang
terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan
dan keahlian.
LKS Bipartit bertugas dan berfungsi sebagai Forum komunikasi, konsultasi dan
musyawarah dalam memecahkan permasalahanpermasalahan ketenagakerjaan
pada perusahaan guna kepentingan pengusaha dan pekerja. Para manager
perusahaan diharapkan ikut mendorong berfungsinya Lembaga Kerjasama Bipartit,
khususnya dalam hal mengatasi masalah bersama, misalnya penyelesaian
perselisihan industrial.
Organisasi pekerja adalah suatu organisasi yang didirikan secara sukarela dan
demokratis dari, oleh dan untuk pekerja dan berbentuk Serikat Pekerja, Gabungan
serikat Pekerja, Federasi, dan Non Federasi. Kehadiran Serikat Pekerja di
perusahaan sangat penting dan strategis dalam pengembangan dan pelaksanaan
Hubungan Industrial.
Organisasi Pengusaha
Keluh kesah bisa juga terjadi akibat berbagai pertanyaan yang timbul baik dari
pekerja ataupun dari pengusaha yang berkaitan dengan penafsiran atau pelaksanaan
peraturan perundangundangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama. Dapat juga karena berbagai tuntutan dari salah satu pihak
terhadap pihak lain yang melanggar peraturan perundangundangan, perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja besama.
Peraturan Perusahaan
Peraturan Perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat secara tertulis yang
memuat ketentuanketentuan tentang syaratsyarat kerja serta tata tertib perusahaan.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang disusun oleh pengusaha
dan serikat yang telah terdaftar yang dilaksanakan secara musyawarah untuk
mencapai mufakat.
Perjanjian Kerja Khusus
Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan diri
untuk bekerja pada pihak yang lain atau majikan, selama waktu tertentu sesuai
perjanjian.
Pertama, pengusaha dan pekerja, demikian pula pemerintah dan masyarakat pada
umumnya, sama-sama memiliki kepentingan atas keberhasilan dan
keberlangsungan perusahaan. Oleh sebab itu pengusaha dan pekerja harus mampu
untuk melakukan tanggung jawabnya secara maksimal dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya sehari-hari.
Pekerja atau serikat pekerja harus dapat membuang jauh-jauh kesan bahwa
perusahaan hanya untuk kepentingan pengusaha. Demikian pula pengusaha harus
menempatkan pekerja sebagai partner dan harus membuang jauh-jauh kesan
memberlakukan pekerja hanya sebagai faktor produksi.
Pengusaha tidak melakukan eksploitasi atas pekerja dan sebaliknya pekerja juga
bekerja sesuai dengan waktu tertentu dengan cukup waktu istirahat dan sesuai
dengan beban kerja yang wajar bagi kemanusiaan. Dalam hal ini pekerja tidak
mengabdi kapada pengusaha akan tetapi pada pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab.
Keempat, pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan.
Sebagaimana pola hubungan sebuah keluarga, maka hubungan antara pengusaha
dengan pekerja harus dilandasi sikap saling mengasihi, saling membantu dan saling
mengerti. Pengusaha harus berusaha sejauh mungkin mengetahui kesulitan-
kesulitan dan keadaan yang dihadapi oleh pekerja, serta berusaha semaksimal
mungkin untuk dapat membantu dan menjadi solusi bagi kesulitannya.
Bukan hanya menuntut pekerja memberikan yang terbaik bagi perusahaan tanpa
mau tahu segala keadaan dan kondisi yang dihadapi oleh pekerja. Sebaliknya,
pekerja harus juga memahami keterbatasan pengusaha. Apabila muncul
permasalahan atau perselisihan antara pengusaha dengan pekerja atau serikat
pekerja hendaknya diselesaikan secara kekeluargaan dan semaksimal mungkin
harus dihindari penyelesaian secara bermusuhan.
Kelima, perlu dipahami pula bahwa tujuan dari pembinaan hubungan industrial
adalah menciptakan ketenangan berusaha dan ketentraman dalam bekerja supaya
dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Untuk itu masing-
masing pihak, perusahaan dan pekerja harus mampu menjadi mitra sosial yang
harmomis, masing-masing harus mampu menjaga diri untuk tidak menjadi sumber
masalah dan perselisihan.
Dalam buku yang sama, Dunlop mengemukakan tiga subyek utama sebagai
pelaku-pelaku dalam hubungan industrial, yaitu :
Pola status dan kekuasaan sangat bervariasi, sesuai dengan pandangan masyarakat
sebatas suku atau marga tersebut. Pengembangan karir lebih bersifat senioritas,
kekuatan fisik, dan magis. Dalam kegiatan ekonomi, semula mereka mengerjakan
sendiri-sendiri, berkembang menuju suasana kerja sama yang sederhana, kelompok
kecilm dan tidak ada batasan yang jelas antara majikan dan anggota kelompok.
Status dan kekuasaan pada dasarnya terpusat pada raja atau bangsawan beserta
keluarganya. Oleh karena itu mereka berusaha mempertahankan keunggulan
keturunan mereka agar status dan kekuasaannya tidak jatuh ke kelompok lain.
Model semacam itu diikuti oleh beberapa kelompok atau keluarga yang lain
walaupun dalam skope yang lebih sempit. Dalam tahap ini yang menjadimodal
utama adalah hak milik tanah yang luas (tuan tanah).
Tahap masyarakat pengrajin
Tahap masyarakat pengrajin memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari tahap
masyarakat pertanian. Masyarakat pertanian telah mampu mengembangkan
ketrampilannya sebagai pengrajin. Semula mereka sebagai pengrajin bebas atau
tidak memiliki keterikatan dalam hubungan kerja.
Selanjutnya evolusi terjadi menuju pengrajin yang menjadi majikan. Evolusi karier
mereka, dari murid/pekerja magangan, berkembang menjadi pengrajin bebas atau
journey man dan akhirnya menjadi majikan. Dengan munculnya majikan dalam
artian memiliki pekerja maka lengkaplah sebuah lembaga. Dari perusahaan
tersebut timbul dua model serikat buruh, yaitu serikat buruh perdagangan
(merchant guilds) dan serikat buruh pengrajin (craps guilds).
Tahap masyarakat industri sangat ditentukan oleh Revolusi Industri. Revolusi atau
perubahan secara besar-besaran telah terjadi dari proses produksi dalam home
industri atau home work shops ke proses industri atau pabrik. Perubahan dan
penemuan teknologi tidak hanya merubah sistem home industri ke pabrik-pabrik,
tetapi juga merubah organisasi kerjanya, sistem hubungan kerja dan atau hubungan
industrial.
Pola pabrik dalam industri telah merubah hubungan kerja karyawan dalam arti
luas. Ternyata, pengaruh industrialisasi tersebut bagi Negara yang satu berbeda
dari Negara yang lainnya. Negara-negara kelompok liberalis/kapitalis,organiasai
kerja, karier, wewenang, dan status dipengaruhi oleh keabsahan dalam
perekonomian.
Sistem industri ternyata member mobilitas yang besar bagi pekerja untuk
berkembang. Dengan demikian para pekerja memperoleh kesempatan lebih luas
untuk pengembangan karier dalam kelompok kerja mereka. Di samping itu suasana
industri juga mendorong adanya spesialisasi dalam organisasi kerja.