Anda di halaman 1dari 21

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Inisiasi Tuton ke 7
Hukum Ketenagakerjaan
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Penulis : Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH.


E-mail : ikhwanaf@gmail.com
Penelaah : Tiesna
E-mail : tiesna@ecampus.ut.ac.id
Faktor penyebab terjadinya perselisihan hubungan industrial
atau penyebab sengketa antara buruh dengan pengusaha di
sebabkan antara lain masalah tuntutan kenaikan upah yang tidak
dipenuhi pengusaha, pemutusan hubungan kerja yang dianggap
merugikan pekerja, serikat pekerja yang merasa diberangus
kebebasannya, tuntutan untuk menjadi karyawan tetap dari
pekerja kontrak, demonstrasi, dan pemogokan yang
menimbulkan kerugian pengusaha, pekerja mangkir, dan juga
perbuatan pekerja lainnya yang dianggap merugikan pengusaha.
Sejarah Ringkas Perkembangan Peraturan Penyelesaian
Hubungan Industrial
1. Perkembangan Peraturan Perundangan
Mengenai Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
Tahapan perkembangan peraturan dan perundangan
yang mengatur tentang penyelesaian perselisihan
hubungan industrial, sejak kemerdekaan hingga
pasca reformasi, terdiri atas:
a. Instruksi Menteri No.P.B.U 1022-45/U-4091 Tahun 1950
b. Surat Edaran Kementrian Perburuhan No.PP.3-8-14/U.3994
Tahun 1950
c. Peraturan Kekuasaan Militer Pusat No.1. Tahun 1951
d. Undang-Undang Darurat No 16 Tahun 1951
e. Undang-Undang No 2 Tahun 1957
f. Undang-Undang No 12 Tahun 1964 Tentang PHK di
Perusahaan Swasta
g. Undang-Undang No 2 Tahun 2004
2. Instruksi Menteri No.P.B.U 1022-45/U-4091
Tahun 1950
Pada tanggal 20 Oktober 1950, dikeluarkan Instruksi
Menteri Perburuhan No. P.B.U. 1022-45/U-4091
tentang Tata Cara Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan. Dalam instruksi tersebut dibedakan
antara perselisihan perburuhan yang bersifat
perorangan dan perselisihan perburuhan yang tidak
perorangan/kolektif
3. Surat Edaran Kementrian Perburuhan No.PP.3-
8-14/U.3994 Tahun 1950

Jika pengusaha melakukan PHK besar-besaran,


minimal 10 orang buruh dalam satu bulan,
pengusaha diharuskan terlebih dahulu
merundingkan maksud dan tujuan pemutusan
hubungan kerja tersebut dengan Kepala Kantor
Penempatan Kerja di daerah masing-masing
4. Peraturan Kekuasaan Militer Pusat No.1 Tahun
1951

Peraturan Kekuasaan Militer Pusat No.1. Tahun 1951


dikeluarkan dengan maksud untuk mengatasi
keadaan perburuhan yang pada waktu itu dianggap
sangat rawan dan membahayakan ketertiban umum.
5. Undang-Undang Darurat No 16 Tahun 1951

Undang-undang darurat ini mengatur tentang


adanya tiga lembaga penyelesaian perselisihan
perburuhan yaitu pegawai, juru/dewan pemisah
dan panitia daerah/panitia pusat.
6.Undang-Undang No 22 Tahun 1957
UU ini sesungguhnya pengganti UU Darurat No
16 Tahun 1951.

Hal pokok yang ada dalam UU No 22 Tahun 1957


adalah ketentuan tentang pegawai yang diberi
tughas untuk memberikan perantaraan.
7. Undang-Undang No 12 Tahun 1964

UU No 12 Tahun 1964 mengatur tentang pemutusan


hubungan kerja di perusahaan swasta. UU ini sekaligus
mencabut ketentuan PHK dalam Staatsblad 1941 No 396 dan
peraturan-peraturan lain seperti terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Pasal 1601 sampai Pasal 1603.
8. Undang-Undang No 2 Tahun 2004

UU No 2 Tahun 2004 mengatur tentang Penyelesaian


Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Melalui UU ini
kemudian terbentuk Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Setelah terbentuk PHI, maka P4D/P dengan sendirianya bubar.


Prosedur Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial
dilakukan melalui Lembaga Perselisihan Hubungan
Industrial (LPHI). Termasuk LPHI adalah;
1. Bipartit;
2. Mediasi;
3. Konsiliasi atau
4. Arbitrase
5. Pengadilan Hubungan Industrial
1. Penyelesaian dengan Cara Bipartit

Penyelesaian perselisihan dengan cara bipartit adalah


penyelesaian perselisihan yang dilakukan dengan prinsip
musyawarah untuk mufakat oleh pekerja atau yang mewakili
dengan pengusaha atau yang mewakili yang dilakukan antara
pengusaha dengan pekerja tanpa melibatkan pihak lain.
2. Penyelesaian perselisihan melalui Mediasi

UU No.2 tentang penyelesaian hubungan industrial (2004),


pasal 1 pada poin ke 11 dan 12 menjelaskan sebagai berikut:”
Mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan
perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang
atau lebih mediator yang netral.
3. Penyelesaian perselisihan melalui Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang
berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan
perselisihan. Menurut UU No.2 tentang Penyelesaian Hubungan
Industrial (2004), pasal 1 pada poin ke 13 dan 14, yang
dimaksud Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang
atau lebih konsiliator yang netral.
4. Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase

Arbitrase berasal dari kata arbitrare (bahasa latin) yang berarti


kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut
kebijaksanaan.
Dalam UU tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, yang dimaksud arbitrase adalah cara penyelesaian
satu perkara perdata di luar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.
5. Penyelesaian Melalui Pengadilan Hubungan Industrial

UU No.13 tentang ketenagakerjaan (2003: 183-185), pasal 55,


56, 57 & 60 poin 1 dan 2 menjelaskan sebagai berikut:

”Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus


yang berada pada lingkungan peradilan umum yang tugas dan
wewenangnya memeriksa dan memutuskan:
a. ditingkat pertama mengenai perselisihan hak
b. ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
kepentingan
c. ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan
hubungan kerja;
d. ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan
antarserikat pekerja /serikat buruh dalam suatu perusahaan.
6. Tata cara penyelesaian perselisihan melalui pengadilan
hubungan industrial

Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial akan


melaksanakan tugasnya sesuai dengan Hukum Acara Perdata
(Psl. 54). Majelis hakim yang terdiri atas tiga hakim harus
ditetapkan oleh Hakim Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu
selambat-lambatnya tujuh hari sejak menerima permohonan
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
7. Kasasi pada Mahkamah Agung

Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak


diajukan permohonan kasasi (secara tertulis) kepada Mahkamah Agung
dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari sejak putusan dijatuhkan (Psl.
71).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai