Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ahmad Sholehan

Nim : 041816853
UPBJJ NGUNUT UT MALANG

TUGAS 3 HUBUNGAN INDUSTRIAL

Jawab :
1. Senin (20/02). 14 buruh PT. Orson Indonesia yang tergabung dalam Serikat Buruh
Multi Sektor Indonesia (SBMSI) – PT. Orson Indonesia mengajukan gugatan ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan tersebut dilayangkan terkait keputusan
pihak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.
Gugatan tersebut diajukan setelah melewati berbagai proses upaya penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
Lebih lanjut, gugatan ini dilakukan karena pihak perusahaan bersikeras menyatakan
sikap untuk tidak melaksanakan Surat Anjuran oleh Mediator Hubungan Industrial
pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara Nomor : 6074-1.835
tertanggal 21 November 2016. Tertuang dalam anjuran tersebut perusahaan harus
membayarkan kekurangan upah dan mempekerjakan kembali ke 14 buruh yang di-
PHK. Sebelumnya, upaya perundingan bipartit antara buruh dan pengusaha yang
ditengahi oleh pihak Mediator Hubungan Industrial Disnakertrans Jakarta Utara
menemui jalan buntu.
PHK yang dilakukan oleh pihak perusahaan PT. Orson Indonesia dilakukan dengan
alasan pelanggaran peraturan perusahaan dan alasan efisiensi. Pelanggaran peraturan
perusahaan dialamatkan kepada salah satu buruh bernama Nikson Juventus, dan ke 13
buruh lainnya di-PHK dengan alasan efisiensi.
“Bahwa PHK yang dilakukan pihak perusahaan tidak melalui prosedur yang sesuai
dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu setelah adanya penetapan yang
sudah berkekuatan hukum tetap sehingga PHK yang dilakukan batal demi hukum”,
demikian pernyataan Eny Rofiatul, Kepala Bidang Perburuhan LBH Jakarta
menanggapi kasus yang dikenakan kepada 14 buruh PT. Orson Indonesia.
Selain itu, perusahaan mendalilkan alasan efisiensi berdasarkan kesepakatan yang
diibuat bersama serikat yang lain, bukan karena perusahaan terancam tutup. Padahal,
dalam putusan MK No. 19 tahun 2011, PHK karena efisiensi dapat dilakukan jika
perusahaan tutup permanen. PT Orson Indonesia juga tidak membayarkan upah
proses kepada 14 buruh yang di PHK sepihak sejak Juli 2016.
Dengan adanya pengajuan gugatan ini, ke 14 buruh PT. Orson Indonesia
berharapakan ada sebuah keputusan hukum yang adil serta berkekuatan hukum tetap
sehingga mereka mendapatkan sebuah kepastian akan hak-haknya sebagai seorang
pekerja. Setelah sebelumnya upaya-upaya mediasi tidak kunjung membuat
perusahaan tergerak untuk memulihkan hak-hak para buruh PT. Orson Indonesia
yang seharusnya didapatkan akibat PHK yang dilakukan secara melawan hukum.
Sumber : https://www.bantuanhukum.or.id/web/buruh-pt-orson-ajukan-gugatan-ke-
pengadilan-hubungan-industrial/

2. Berdasarkan Pasal 2 UU PHI, jenis-jenis hubungan industrial meliputi:

1. Perselisihan hak

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat
adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
sama. Contohnya; (i) dalam Peraturan Perusahaan (“PP”), Perjanjian Kerja
Bersama (“PKB”), dan perjanjian kerja; (ii) ada kesepakatan yang tidak
dilaksanakan; dan (iii) ada ketentuan normatif tidak dilaksanakan.

2. Perselisihan Kepentingan

Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja


karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan
syarat-syarat kerja yang diterapkan dalam perjanjian kerja, atau PP, atau PKB.
Contohnya: kenaikan upah, transpor, uang makan, premi dana lain-lain.

3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan
oleh salah satu pihak. Contohnya; ketidaksepakatan alasan PHK dan perbedaan
hitungan pesangon.

4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan.

Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah perselisihan antara serikat


pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu
perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan,
pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatan pekerjaan.

3. Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2004 penyelesaian perselisihan dapat dilakukan


di luar pengadilan (Pengadilan Hubungan Industrial). Mekanisme ini tentunya lebih
cepat dan dapat memenuhi rasa keadilan para pihak karena penyelesaiannya
berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Terdapat lima bentuk
penyelesaian, yaitu melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, dan pengadilan.
1. Penyelesaian melalui Bipartit
Penyelesaian melalui perundingan bipartit merupakan perundingan antara
karyawan dan serikat pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial. Lembaga kerja sama bipartit merupakan forum
komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan
industrial di satu perusahaan. Hal ini berarti bahwa sebelum pihakpihak yang
berselisih mengundang pihak ketiga untuk menyelesaikan persoalan di antara
mereka, maka harus terlebih dahulu melalui tahapan perundingan para pihak yang
biasa disebut sebagai bipartit. Penyelesaian secara bipartit adalah wajib, sehingga
kedua belah pihak yang berselisih harus mencatatkan perselisihannya pada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan melampirkan
bukti bahwa upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
Penyelesaian melalui perundingan tersebut mempunyai kekuatan mengikat dan
menjadi kekuatan hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak bila telah
mencapai kata sepakat.

2. Penyelesaian melalui Mediasi


Mediasi hubungan industrial merupakan penyelesaian perselisihan hak,
kepentingan, pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja
dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau
lebih mediator yang netral. Dalam perundingan bipartit tidak mencapai
kesepakatan, maka salah satu atau kedua belah pihak memberitahukan
perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan (mediator) setempat dan mediator tersebut menawarkan kepada
para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui arbitrase atau
konsiliasi. Mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang
ditunjuk oleh menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai
kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat kerja dalam satu perusahaan.

3. Penyelesaian melalui Konsiliasi


Konsiliasi adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai
konsiliator dan ditunjuk oleh menteri yang bertugas melakukan konsiliasi dan
wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja,
atau perselisihan antarserikat kerja dalam satu perusahaan. Konsiliasi hubungan
industrial merupakan penyelesaian perselisihan hak, kepentingan, pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja dalam satu perusahaan
melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang
netral.

4. Penyelesaian melalui Arbitrase


Arbitrase adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih
dari daftar arbitrer yang ditetapkan oleh menteri untuk memberikan putusan
mengenai perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan
perselisihan antar serikat kerja dalam satu perusahaan yang diserahkan
penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan
bersifat final. Menurut Bigoness dan DuBose (1985), baik karyawan maupun
manajemen mempunyai dorongan mengadakan arbitrase sebagai langkah akhir
dalam prosedur penanganan keluhan. Arbitrase hubungan industrial merupakan
penyelesaian perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja
dalam satu perusahaan di luar pengadilan hubungan industrial melalui
kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan
penyelesaian perselisihan kepada arbitrer yang putusannya mengikat para pihak
dan bersifat final.

5. Pengadilan Hubungan Industrial


Pengadilan hubungan industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di
lingkungan Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan
memberikan putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Untuk pertama
kali dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap Pengadilan Negeri di
setiap Ibukota Provinsi yang daerah hukumnya meliputi provinsi yang
bersangkutan.

Selanjutnya, dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tersebut prosedur


penyelesaian setiap perselisihan hubungan industrial harus terlebih dahulu
dilakukan melalui perundingan bipartit dan jika perundingan tidak mencapai hasil
maka ditempuh prosedur sebagai berikut.

a. Penyelesaian Perselisihan Hak.


Dalam hal perundingan tidak tercapai kesepakatan maka penyelesaiannya
dilakukan oleh Pengadilan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(PPHI) dan putusannya bersifat final.
b. Penyelesaian Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Pemutusan
Hubungan Kerja.
1. Dalam hal perundingan tidak tercapai kesepakatan penyelesaian maka
pihak-pihak dapat memilih penyelesaian dengan mediasi,konsiliasi, atau
arbitrase.
2. Jika pihak-pihak memilih mediasi atau konsiliasi dan tidak tercapai
penyelesaian maka penyelesaian selanjutnya dilakukan
dengannmengajukan gugatan ke Pengadilan Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (PPHI). Jika salah satu pihak tidak puas, selanjutnya
putusan Pengadilan PPHI ini selanjutnya dapat dimintakan kasasi ke
Mahkamah Agung.
3. Dalam hal pihak-pihak sepakat memilih penyelesaian melalui arbitrase
akan tetapi putusan arbitrase ditolak (tidak diterima) oleh salah satu atau
pihak-pihak yang berselisih maka penyelesaian selanjutnya dapat
dilakukan dengan mengajukan upaya hukum. Peninjauan Kembali (PK) ke
Mahkamah Agung.
4. Dalam hal pihak-pihak tidak sepakat untuk menyelesaikanperselisihan
melalui mediasi, konsiliasi, atau arbitrase, maka atas kesepakatan kedua
belah pihak atau atas kemauan salah satu pihak penyelesaiannya dilakukan
oleh Pengadilan PPHI. Perundingan paling lama 30 (tiga puluh) hari harus
diselesaikan sejak tanggaldimulainya perundingan.

Anda mungkin juga menyukai