Pertanyaan :
a. Mengacu pada Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, maka perselisihan apakah yang terjadi antara Riyadi dengan PT.
Securty Aman Terkendali (PT. SAT) ?
Menurut saya perselisihan yg terjadi yaitu perselisihan pemutusan hubungan kerja
Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan
oleh salah satu pihak. Kasus yang sering terjadi adalah ketika perusahaan memutuskan
hubungan kerja secara sepihak dengan pekerjanya dan pekerja tersebut tidak setuju
dengan keputusan perusahaan tersebut.
b. Selain jenis perselisihan yang dialami Riyadi dengan PT. Securty Aman Terkendali
(PT. SAT) masihkah terdapat perselisihan hubungan industrial yang lain jika mengacu
pada Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial?
Pertanyaan :
a. Apa dan bagaimana kekuatan hukum dari produk hukum yang dikeluarkan
Mediator dalam proses penyelesaian melalui Mediasi Hubungan Industrial ? dan
bagaimana para pihak menyikapi produk hukum yang dikeluarkan Mediator
tersebut ?.
Penyelesaian perselisihan melalui mediasi ini diatur dalam pasal 8 sampai 16 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 yang dilakukan melalui musyawarah yang ditengahi
oleh seorang Mediator, yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (ASN) pada Instansi
yang membidangi Urusan Ketenagakerjaan. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : PER/06/M.PAN/4/2009 Tentang Jabatan
Fungsional Mediator Hubungan Industrial dan Angka Kreditnya, Jabatan Mediator
Hubungan Industrial termasuk kedalam rumpun Hukum dan Peradilan (ketentuan
Pasal 2). Tugas pokok Pejabat Fungsional Mediator Hubungan lndustrial adalah
melakukan Pembinaan, Pengembangan Hubungan Industrial serta Penyelesaian
Perselisihan Hubungan lndustrial diluar Pengadilan.
Penyelesaian sengketa bisa dilaksanakan melalui proses litigasi maupun proses non-
litigasi. Penyelesaian sengketa melalui proses litigasi merupakan proses penyelesaian
sengketa melalui pengadilan. Sedangkan penyelesaian melalui non-litigasi merupakan
proses penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar persidangan atau sering disebut
dengan alternatif penyelesaian sengketa. Terdapat beberapa cara penyelesaian
sengketa non-litugasi, salah satunya ialah melalui Mediasi. Ketentuan mediasi diatur
dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan (Selanjutnya disebut dengan PERMA No. 1/2016) yang
merupakan pengganti Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008. Dalam
penyelesaian sengketa, proses mediasi wajib dilakukan terlebih dahulu. Apabila tidak
menempuh prosedur mediasi, penyelesaian sengketa tersebut melanggar ketentuan
pasal 130 HIR dan atau pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi
hukum. Menurut PERMA No. 1/2016, mediasi merupakan cara menyelesaian
sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak
dengan dibantu oleh Mediator.
3. Kesalahan berat merupakan salah satu alasan yang dapat dijadikan dasar Pemutusan
Hubungan Kerja oleh Perusahaan. Sejak dikeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 12/PUU-I/2003 mengalami perubahan mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja,
begitu juga munculnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021.
Pertanyaan :
Bagaimana perbedaan mekanisme pemutusan hubungan kerja karena kesalahan
berat sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-I/2003 dan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah
Nomor 35 Tahun 2021 ?
pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat dapat diselesaikan melalui proses
hukum acara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam UU No. 2
Tahun 2004 tentang PPHI. Melihat kenyataan tersebut kedepan diharapkan mediator
tidak lagi menolak untuk melakukan mediasi dan hakim diharapkan bersedia memeriksa
dan mengadili gugatan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat. Berdasarkan
fakta yang terjadi dalam penerapan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat
maka sudah saatnya untuk menyamakan persepsi bahwa melakukan proses pidana
terhadap pekerja yang melakukan kesalahan berat harus ditafsirkan sebagai hak
pengusaha, sehingga mediator dan hakim tidak lagi mewajibkan kesalahan berat harus
diproses secara pidana terlebih dahulu.