Anda di halaman 1dari 14

TUGAS 1

PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN

DOSEN : Dr. Wahyudi Hariadi, S.H., M.Hum

Disusun oleh :

Nama: Stefanus Pamor Dwipurboyo

NPM: 19110110495

Kelas: 7 A1

UNIVERSITAS WIJAYAKUSUMA

PURWOKERTO
Mediasi Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Tahap pertama penyelesaian hubungan industrial adalah perundingan bipartit antara


pekerja dan pengusaha. Jika hal itu mengalami kegagalan, barulah kemudian menuju
penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara tripartit dengan melibatkan pihak
ketiga. Perundingan tripartit yang lazim digunakan adalah mediasi pada Dinas Tenaga Kerja
(Disnaker) setempat. Menurut Pasal UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (PPHI) yang dimaksud dengan gagalnya perundingan adalah: “Apabila
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) salah satu
pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai
kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.” Sementara itu, dalam Pasal 3
Permenakertrans No. PER.31/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial melalui Perundingan Bipartit, diatur sebagai berikut: “Dalam hal salah
satu pihak telah meminta dilakukan perundingan secara tertulis 2 (dua) kali berturut-turut dan
pihak lainnya menolak atau tidak menanggapi melakukan perundingan, maka perselisihan
dapat dicatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
dengan melampirkan bukti-bukti permintaan perundingan.”

Berdasarkan ketentuan ini, maka bagi pekerja yang ingin melakukan mediasi, terlebih dahulu
harus melakukan:

1. Mengirimkan surat pengajuan perundingan bipartit pertama kepada pengusaha


Berikanlah jeda yang wajar antara waktu pengantaran undangan dengan
jadwal perundingan yang Anda ajukan. Misalnya, Anda mengirimkan surat pengajuan
perundingan bipartit pada tanggal 1 Februari, maka di dalam surat jadwalkan
perundingan pada minimal tanggal 4 Februari, sehingga tidak menjadi bersifat
mendadak. Cantumkan nomor kontak Anda pada surat, sehingga lebih mudah
dihubungi. Jika pengusaha setuju untuk melakukan perundingan, maka berundinglah
di tempat dan waktu yang telah disepakati. Jangan lupa persiapkan daftar hadir,
pendapat Anda secara tertulis dan risalah perundingan. Kedua belah pihak
kemungkinan memiliki draft masing-masing, sehingga nanti dapat dikombinasikan.
Jika pengusaha menolak atau tidak merespon surat Anda sampai dengan hari H, maka
Anda dapat melakukan hal selanjutnya.
2. Mengirimkan surat pengajuan perundingan bipartit kedua;
Tidak ada ketentuan kapan Anda harus mengirimkan surat undangan bipartit
kedua, tetapi berikanlah waktu jeda yang cukup, misalnya lima hari kerja, sebelum
Anda mengajukan surat pengajuan bipartit kedua. Lima hari kerja adalah tenggat yang
biasanya digunakan oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan publik. Jika surat
pengajuan kedua ini juga tidak mendapatkan respon, barulah Anda dapat mengajukan
permohonan mediasi ke Disnaker setempat. Bagi Anda yang pengajuannya diterima
dan melakukan perundingan dengan pengusaha, Anda dapat mengajukan mediasi
setelah 30 hari sejak dimulainya perundingan. Misalkan, perundingan pertama jatuh
pada 5 April, maka Anda dapat mengajukan mediasi setelah 5 Mei. Untuk surat
pengajuan mediasi ke Disnaker setempat Anda dapat menggunakan format di bawah
ini. Pada bagian akhir, kami sediakan draft dalam bentuk dokumen doc, sehingga
mudah dimodifikasi. Surat yang dibuat dapat diantarkan langsung ke Disnaker
setempat di mana perusahaan berdiri. Misalnya, lokasi perusahaan berada di Jakarta
Selatan, maka ajukan mediasi ke Disnaker Jakarta Selatan. Surat juga dapat
dikirimkan melalui pos atau kurir. Surat pengajuan mediasi akan dilimpah ke
mediator yang ditunjuka oleh Kepala Disnaker. Sejak pelimpahan, maka mediator
memiliki waktu 30 hari untuk menyelesaikan mediasi. Tunggu hingga mendapatkan
panggilan mediasi, tetapi jika terlalu lama, Anda sebaiknya mendatangi Disnaker
untuk mengetahui disposisi surat Anda sudah sampai di mana. Hal ini juga untuk
menghindari kemungkinan surat tercecer atau tidak segera terdisposisi ke mediator.
Jika telah mendapatkan panggilan pertama, datanglah dengan membawa:
a. KTP dan fotokopinya;
b. Surat kuasa, jika Anda didampingi oleh serikat atau pengacara;
c. Kronologi dan bukti-bukti pendukung seperti slip gaji, perjanjian kerja, dan
sebagainya;
d. Pendapat hukum.

Mediasi dilakukan sebanyak tiga kali sebelum mediator mengeluarkan Anjuran


beserta Risalah Perundingannya. Jika telah tiga kali diundang, pihak termohon mediasi tidak
datang, maka mediator menggunakan data-data yang ada sebagai dasar pembuatan Anjuran.
Jika pemohon (orang yang mengajukan) yang justru tidak datang setelah tiga kali dipanggil,
maka pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial dihapus dari buku registrasi perselisihan.
Catatan:

 Contoh surat ini hanyalah contoh surat sederhana untuk masalah upah yang belum
dibayarkan.

 Format surat mungkin lebih kompleks untuk masalah yang lebih rumit.

 Tidak perlu mencantumkan nomor surat jika pengirim surat ada individu buruh.

 Konsisten dalam mencantumkan permasalahan/alasan perselisihan di surat-surat


Anda, misalnya “Perselisihan hubungan industrial tentang perselisihan hak atas upah
yang belum dibayarkan” “Perselisihan upah yang belum dibayarkan.” “Perselisihan
hubungan industrial mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu”, dan sebagainya,
maka gunakan kalimat ini secara konsisten untuk mengisi bagian permasalahan/sebab
perselisihan.

 Konsisten dalam mengisi kolom pendapat dari sejak perundingan bipartit sampai
dengan mediasi, meskipun kemungkinan perubahan tetap akan ada dalam dinamika
perundingan, tetapi biasanya perubahannya minor atau untuk mendukung pendapat
utama kita.

Alur Proses Mediasi

1. Setelah menerima pelimpahan perselisihan, maka mediator wajib menyelesaikan


tugasnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima
pelimpahan perselisihan;

2. Mediator harus mengadakan penelitian tentang pokok perkara dan mengadakan siding
MEDIASI;

3. Mediator dapat memanggil satu saksi ahli guna diminta dan di dengar kesaksiannya
jika diperlukan. Pihak-pihak yang dipanggil harus menunjukkan dan membukakan
buku-buku atau surat-surat yang diperlukan;

4. Apabila tercapai kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama (PB) yang


ditandatangani kedua belah pihak serta didaftarkan ke Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI);
5. Apabila salah satu pihak melakukan ingkar janji, maka bisa diminta Eksekusi kepada
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI);

6. Apabila tidak tercapai Kesepakatan, maka Mediator mengeluarkan Anjuran Tertulis


yang dilimpah-kan kepada kedua belah pihak;

7. Apabila Anjuran telah diterima oleh kedua belah pihak, maka dibuat Perjanjian
Bersama dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Permasalahan

1. Bagi Pihak yang menolak Anjuran


Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselishan
Hubungan Industrial menetapkan bahwa bagi pihak yang menolak Anjuran dapat
melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilam Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri setempat. Penyelesaian perselisihan dilaksanakan dengan
pengajuan gugatan oleh salah satu pihak yang menolak Anjuran, di Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Disisi lainnya, Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselishan Hubungan Industrial
juga tidak menetapkan sanksi bagi pihak yang menolak Anjuran, jika tidak
mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselishan Hubungan Industrial tidak
menetapkan batas waktu bagi pihak yang menolak Anjuran untuk dapat melanjutkan
penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 hanya mengatur Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan
hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 159 dan pasal 171 Undang-
Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat diajukan hanya
dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya
keputusan dari pihak pengusaha, sebagaimana dimaksud dalam pasal 82.

2. Bagi Pihak yang menerima atau menyetujui Anjuran


Apabila pihak yang menolak Anjuran tidak melanjutkan penyelesaian
perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial, maka perselisihan menjadi
menggantung tidak jelas penyelesaiannya. Adalah tidak wajar dan tidak logis,
apabila pihak yang menerima Anjuran yang melanjutkan penyelesaian perselisihan
dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Dengan
mengajukan gugatan berarti peselisihan masih terjadi, padahal pihak yang menerima
Anjuran menganggap perselisihan sudah selesai. Pihak yang menerima Anjuran
menganggap isi Anjuran telah sesuai dengan rasa keadilan, akan tetapi apabila pihak
yang menerima Anjuran mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial,
ada kemungkinan Pengadilan akan memberi putusan yang berbeda dengan Anjuran
Mediator, berarti rasa keadilan pihak yang menerima Anjuran dapat terganggu.

3. Anjuran
Anjuran merupakan penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Mediator
Hubungan Industrial sebagai akibat tidak tercapai kesepakatan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui mediasi. Mediator dalam menerbitkan
Anjuran dengan bersumber atau berlandaskan pada ketentuan hukum dan
perundang-undangan yang berlaku. Anjuran menimbulkan hak dan kewajiban bagi
para pihak dan menimbulkan akibat hukum bagi pihak lainnya. Namun Anjuran
Mediator dibuat tidak berdaya oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, sebab Mediator tidak mempunyai
upaya paksa kepada pihak yang menolak Anjuran yang juga tidak melanjutkan
penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial untuk mematuhi dan
melaksanakan isi Anjuran.
Mediator dapat mengeluarkan Putusan Final berupa Anjuran Tertulis, tetapi
Mediator tidak dapat menegakkan Anjurannya. Mediator yang menerbitkan putusan
berupa Anjuran Tertulis tidak punya kewenangan untuk memaksa pihak yang
menolak Anjuran untuk mematuhi dan melaksanakan Anjuran apabila pihak yang
menolak Anjuran tidak melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan
Hubungan Industrial. Oleh sebab itu, untuk mencegah kondisi seperti ini, seharusnya
Undang-Undang menetapkan batas waktu untuk dapat melanjutan penyelesaian
perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Apabila batas waktu yang telah
ditetapkan tidak digunakan oleh pihak yang menolak atau apabila batas waktu yang
telah ditetapkan telah lewat, maka anjuran Mediator mempunyai kekuatan hukum
tetap. Inilah anomali hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
seharusnya bisa dicegah apabila terdapat aturan khusus mengenai kekuatan hukum
dari Anjuran Mediator. Dengan demikian, harapannya adanya aturan yang
mengikat bagi pihak yang tidak melaksanakan Anjuran Mediator, perselisihan
hubungan industrial yang sedang terjadi dapat selesai dengan me-minimalisir waktu,
biaya, dan tenaga, sehingga tetap terjaga hubungan industrial yang harmonis.

Contoh Surat Hasil Mediasi :

DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

KOTA SAMARINDA

Jalan Basuki Rahmat No. 78., Samarinda Kalimantan Timur. Telp. (0541) 7435 95

Samarinda, 8 Maret 2017

Nomor : No. 19/ANJ/D/III/2017

Lampiran :-

Hal : Anjuran Hasil Mediasi

Yth. 1. Sdri. Aprischa Angelia (PT. Apa Adanya, Ltd)

2. Sdri. Syarifah Khairul Risky (Pekerja)

Dengan hormat,

Sehubungan dengan penyelesaian hubungan industrial melalui mediasi tidak tercapai


kesepakatan maka sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2004 Mediator
mengeluarkan anjuran.
Dan sebagai bahan pertimbangan mediator perlu mendengar keterangan kedua belah pihak
yang berselisih sebagai berikut :

A. Keterangan pihak Pekerja/Buruh/Serikat Pekerja/Serikat Buruh :


1. Bahwa pada bulan Desember 2012 Sdri. Syarifah Khairul Risky mempertanyakan
perihal hak THR (Tunjangan Hari Raya) kepada atasannya Sdri. Aprischa Angelia
(PT. Apa Adanya, Ltd) selama yang belum di bayarkan kepadanya selama 4 (empat)
Tahun;
2. Bahwa kuasa hukum Sdri. Syarifah Khairul Risky telah mengirimkan surat somasi
kepada pihak PT. Apa Adanya, Ltd sebanyak 3 (tiga) kali perihal upah THR yang
belum pernah diberikan akan tetapi tidak mendapatkan tanggapan dari pihak PT. Apa
Adanya, Ltd;
3. Bahwa upaya penyelesaian secara bipartit telah dilakukan kuasa hukum Sdri. Syarifah
Khairul Risky ternyata tidak menbuahkan hasil, bahkan akibat tindakan tersebut,
pihak PT. Apa Adanya, Ltd menggunakan pihak ketiga (pengacara) dan pada bulan 5
Januari 2017 pihak PT. Apa Adanya, Ltd merumahkan Sdri. Syarifah Khairul Risky
secara paksa dan semena-mena berdasarkan Surat Pemberhentian Sementara (Letter
Of Suspension) pada tanggal 5 Januari 2017; dan
4. Bahwa selanjutnya pihak PT. Apa Adanya, Ltd melakukan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) secara sepihak berdasarkan Surat Pemecatan (Letter of Temination)
tanggal 1 Februari 2017 dengan tidak diberikan hak pesangonnya sebagai pegawai.
B. Keterangan Pihak Pengusaha :
1. Bahwa berdasarkan Kontrak Kerja CL/80/023 tertanggal 1 Mei 2012 Sdri. Syarifah
Khairul Risky merupakan karyawan dari Freeport, Inc yang berdomisili di Blok 151C,
No. 45 di daerah Phoenix, USA bukan di PT. Apa Adanya, Ltd Indonesia.
2. Bahwa kontrak kerja yang di buat antara Sdri. Syarifah Khairul Risky dengan
Freeport, Inc diwakili oleh Aprischa Angelia sebagai Managing Director, sehingga
sangat jelas bahwa Sdri. Syarifah Khairul Risky secara legal/sah di kerjakan oleh
Freeport, Inc, bukan PT. Apa Adanya, Ltd Indonesia;
3. Bahwa oleh karena kontrak kerja yang di maksud menimbulkan hubungan antara 2
(dua) subjek hukum berbeda yang tunduk pada hukum yang berbeda, yaitu Sdri.
Syarifah Khairul Risky sebagai orang pribadi, warga Indonesia, tunduk pada hukum
Indonesia dan Freeport, Inc. Maka berlakulah hukum perdata Internasional (HPI)
dalam hal ini guna menjawab hukum mana yang berlaku untuk menyelesaikan
perselisihan antara hukum mana yang berlaku untuk menyelesaikan perselisihan
antara para pihak tersebut di atas;
4. Bahwa menurut Prof. Dr. Gautama, SH, dalam bukunya mengenai teori umum HPI
pada pokoknya pilihan hukum dapat dinyatakan secara tegas dan secara diam-diam.
Bahwa dalam kontrak kerja tidak di sebutkan secara tegas disebutkan mengenai
pilihan yurisdiksi, maka dapat dikatakan bahwa para pihak, Sdri. Syarifah Khairul
Risky dan Freeport, Inc telah melakukan pilihan hukum secara diam-diam
(Stilzwijgend, Implied, Facility). Yang mana dapat menyimpulkan maksud para pihak
ini mengenai hukum mana yang kami kehendaki; dan
5. Bahwa oleh karenanya Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Semu
Fakultas Syari’ah IAIN Samarinda dapat dikatakan secara tegas tidak memiliki
kewenangan relatif untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo. Bahwa yang
memiliki kewenangan buntu memeriksa dan mengadili perkara a quo berdasarkan
hukum Singapura bukan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Semu
Fakultas Syari’ah IAIN Samarinda.
C. Pertimbangan Hukum dan Kesimpulan Mediator :
1. Bahwa perusahaan PT. Apa Adanya adalah merupakan badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan yang berada di Luar Negeri, sehingga dengan
demikian adalah wajar pengusaha harus tunduk dan taat pada ketentuan yang berlaku
di Indonesia dan berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan adalah mengacu pada
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta
pelaksanaannya;
2. Bahwa tuntutan pekerja mengenai pembayaran THR adalah merupakan hak normatif
pekerja yang wajib diberikan oleh pihak pengusaha sebagaimana diatur dalam Pasal 2
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya
Keagamaan bagi pekerja perusahaan; dan
3. Bahwa PHK yang telah dilakukan perusahaan terhadap pekerja, maka pekerja berhak
menuntut kepada perusahaan agar diberikan Uang Pesangon sebesar 2× Pasal 156
Ayat (2), Uang penghargaan Masa Kerja sebesar 1× Pasal 156 Ayat (3), dan Uang
Penggantian Hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 Ayat (4) Undang-Undang No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dikarenakan tindakan PHK yang dilakukan
perusahaan terhadap pekerja dapat dikategorikan melakukan efisiensi sebagaimana
diatur dalam Pasal 164 Ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, guna menyelesaikan masalah dimaksud mediator :

MENGANJURKAN :

1. Agar perusahaan PT. Apa Adanya, Ltd Indonesia atas pengakhiran hubungan kerja
terhadap pekerja membayarkan hak-hak pekerja berupa Uang Pesangon sebesar 2×
ketentuan Pasal 156 Ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1× ketentuan
Pasal 156 Ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sesuai Pasal 156 Ayat (4) dengan
rincian sebagai berikut :

Masa kerja sejak 1 Mei 2012 (kurang dari 5 tahun) :

- Uang Pesangon :
2 × 5 bulan × Rp. 3.500.000,00 = Rp. 35.000.000,00

- Uang Pesangon Masa Kerja :


1 × 2 bulan × Rp. 3.500.000,00 = Rp. 7.000.000,00 +
Rp. 42.000.000,00
- Uang Penggantian Hak :
15% × Rp. 42.000.000,00 = Rp. 6.300.000,00 +
Rp. 48.300.000,00

2. Agar perusahaan dapat membayarkan Hak Tunjangan Hari Raya (THR) yang belum
pernah dibayarkan selama ini kepada pekerja dan upah selama proses sampai bulan
Februari 2017 :
THR tidak dibayarkan selama 4 tahun :
4 × Rp. 3.500.000,00 = Rp. 14.000.000,00
3. Agar pekerja dapat menerima pembayaran sebagaimana poin 1 dan 2 di atas sejumlah
Rp. 62.300.000,00 (terbilang 3nam puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah);
4. bahwa kedua belah pihak memberikan jawaban atas anjuran tersebut selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 10 hari kerja setelah menerima surat anjuran ini.

Demikian untuk diketahui dan menjadi perhatian.


RISALAH PENYELESAIAN PERSELISIHAN

HUBUNGAN INDUSTRIAL

1. Nama Perusahaan : PT. APA ADANYA, LTD


2. Jenis Usaha : PERTAMBANGAN EMAS WALUH
3. Alamat Perusahaan : JALAN JENDRAL SOEDIRMAN
RT. 19, NO. 08, SAMARINDA,
KALIMANTAN

TIMUR

4. Nama Pekerja/Buruh/SP/SB : SYARIFAH KHAIRUL RISKY


5. Alamat Pekerja/Buruh/SP/SB : JALAN APT PRANOTO PERUM
BUKIT PINANG BAHARI, BLK C6,
NO 03, SAMARINDA,
KALIMANTAN TIMUR
6. Tanggal dan Tempat perundingan : 27 Februari 2017 / Gedung serba guna
DISNAKER

7. Pokok Masalah / Alasan Perselisihan :


a. Permasalahan hak atas THR bagi pekerja dari perusahaan PT. APA ADANYA, LTD yang
belum diberikan;
b. PHK sepihak oleh pihak perusahaan PT. APA ADANYA, LTD terhadap Sdri. Syarifah
Khairul Risky (Pekerja).

8. Pendapat Pekerja/Buruh/SP/SB :
a. Bahwa pada bulan Desember 2016 Sdri. Syarifah Khairul Risky mempertanyakan
perihal hak THR (Tunjangan Hari Raya) kepada atasannya Sdri. Aprischa Angelia (PT.
Apa Adanya, Ltd) selama yang belum di bayarkan kepadanya selama 4 (empat)
Tahun;
b. Bahwa kuasa hukum Sdri. Syarifah Khairul Risky telah mengirimkan surat somasi
kepada pihak PT. Apa Adanya, Ltd sebanyak 3 (tiga) kali perihal upah THR yang
belum pernah diberikan akan tetapi tidak mendapatkan tanggapan dari pihak PT.
Apa Adanya, Ltd;
c. Bahwa upaya penyelesaian secara bipartit telah dilakukan kuasa hukum Sdri.
Syarifah Khairul Risky ternyata tidak menbuahkan hasil, bahkan akibat tindakan
tersebut, pihak PT. Apa Adanya, Ltd menggunakan pihak ketiga (pengacara) dan
pada bulan Desember 2016 pihak PT. Apa Adanya, Ltd merumahkan Sdri. Syarifah
Khairul Risky secara paksa dan semena-mena berdasarkan Surat Pemberhentian
Sementara (Letter Of Suspension) pada tanggal 5 Januari 2017; dan
d. Bahwa selanjutnya pihak PT. Apa Adanya, Ltd melakukan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) secara sepihak berdasarkan Surat Pemecatan (Letter of Temination)
tanggal 1 Februari 2017.

9. Pedapat Pengusaha :
a. Bahwa berdasarkan Kontrak Kerja CL/80/023 tertanggal 1 Mei 2012 Sdri. Syarifah
Khairul Risky merupakan karyawan dari Freeport, Inc yang berdomisili di Blk 151C,
No. 45 di daerah Phoenix, USA bukan di PT. Apa Adanya, Ltd Indonesia.
b. Bahwa kontrak kerja yang di buat antara Sdr. Syarifah Khairul Risky dengan Freeport,
Inc diwakili oleh Aprischa Angelia sebagai Managing Director, sehingga sangat jelas
bahwa Sdri. Syarifah Khairul Risky secara legal/sah di kerjakan oleh Freeport, Inc,
bukan PT. Apa Adanya, Ltd Indonesia;
c. Bahwa oleh karena kontrak kerja yang di maksud menimbulkan hubungan antara 2
(dua) subjek hukum berbeda yang tunduk pada hukum yang berbeda, yaitu Sdri.
Syarifah Khairul Risky sebagai orang pribadi, warga Indonesia, tunduk pada hukum
Indonesia dan Freeport, Inc. Maka berlakulah hukum perdata Internasional (HPI)
dalam hal ini guna menjawab hukum mana yang berlaku untuk menyelesaikan
perselisihan antara hukum mana yang berlaku untuk menyelesaikan perselisihan
antara para pihak tersebut di atas;
d. Bahwa menurut Prof. Dr. Gautama, SH, dalam bukunya mengenai teori umum HPI
pada pokoknya pilihan hukum dapat dinyatakan secara tegas dan secara diam-diam.
Bahwa dalam kontrak kerja tidak di sebutkan secara tegas disebutkan mengenai
pilihan yurisdiksi, maka dapat dikatakan bahwa para pihak, Sdri. Syarifah Khairul
Risky dan Freeport, Inc telah melakukan pilihan hukum secara diam-diam
(Stilzwijgend, Implied, Facility). Yang mana dapat menyimpulkan maksud para pihak
ini mengenai hukum mana yang kami kehendaki; dan
e. Bahwa oleh karenanya Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
Samarinda dapat dikatakan secara tegas tidak memiliki kewenangan relatif untuk
memeriksa dan mengadili perkara a quo. Bahwa yang memiliki kewenangan buntu
memeriksa dan mengadili perkara a quo berdasarkan hukum Singapura bukan
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Samarinda.

10. Kesimpulan Hasil Perundingan :


a. Agar perusahaan PT. Apa Adanya, Ltd Indonesia atas pengakhiran hubungan kerja
terhadap pekerja membayarkan hak-hak pekerja berupa Uang Pesangon sebesar 2×
ketentuan Pasal 156 Ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1× ketentuan
Pasal 156 Ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sesuai Pasal 156 Ayat (4) dengan
rincian sebagai berikut :
- Masa kerja sejak 1 Mei 2012 (kurang dari 5 tahun) :
Uang Pesangon :
1 × 5 bulan × Rp. 3.500.000,00 = Rp. 35.000.000,00
- Uang Pesangon Masa Kerja :
1 × 2 bulan × Rp. 3.500.000,00 = Rp. 7.000.000,00 +

Rp. 42.000.000,00

- Uang Penggantian Hak :

15% × Rp. 42.000.000,00 = Rp. 6.300.000,00 +

Rp. 48.300.000,00

b. Agar perusahaan dapat membayarkan Hak Tunjangan Hari Raya (THR) yang belum
pernah dibayarkan selama ini kepada pekerja dan upah selama proses sampai bulan
Januari 2017 :
- THR tidak dibayarkan selama 4 tahun :
4 × Rp. 3.500.000,00 = Rp. 14.000.000,00
c. Agar pekerja dapat menerima pembayaran sebagaimana poin 1 dan 2 di atas
sejumlah Rp. 62.300.000,00 (terbilang enam puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah);
d. Bahwa terhadap surat anjuran tertulis yang diterbitkan oleh mediator tersebut di
atas pihak pekerja dapat menerima anjuran tersebut, sedangkan pihak Pengusaha
menolak untuk melaksanakannya; dan
e. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas pekerja memohon kepada Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Semu Fakultas Syari’ah IAIN Samarinda agar
memberikan putusan sesuai dengan anjuran tersebut di atas.
Samarinda, 13 Maret 2017

Anda mungkin juga menyukai