BAB 3
JENIS JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL
(Dari buku Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial : Ugo. Pujiyo. 2011)
Oleh :
Nama
NPM
: 1216051035
BAB 3
JENIS-JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Rangkuman:
Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh
atau serikat pekerja/buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perselisihan
antar serikat perkerja/buruh hanya dalam satu perusahaan (Pasal 1 angka 1
UUPPHI).
Para pihak yang dapat beperkara adalah pekerja/buruh secara perseorangan
maupun organisasi serikat pekerja/buruh dengan pengusaha atau organisasi
pengusaha. Pihak yang beperkara dapat juga terjadi antara serikat pekerja/buruh
pada perusahaan swasta, BUMN/D, usaha-usaha buruh lain dalam satu
perusahaan.
Jenis-jenis perselisihan
A. Perselisihan Hak
Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan
bipartit.
Selanjutnya
pihak
yang
bertanggungjawab
akan
buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham
mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat-pekerjaan.
Berdasarkan pengertian tersebut, berarti bahwa di dalam sebuah perusahaan bisa
saja terdapat beberapa serikat pekerja/buruh. Hal ini dimungkinkan karena
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh Pekerja/Serikat
Buruh, memberikan kemudahan dalam pembentukan serikat pekerja/buruh dalam
perusahaan.
Contoh Kasus:
PT Dirgantara Indonesia (PT DI) ada tiga organisasi buruh, yaitu Serikat Pekerja
Forum Karyawan (SP FKK), Serikat Karyawan CN 235 (SEKAR 235), dan
Serikat Karyawan Dirgantara Indonesia (SK DI). Bahkan pernah terjadi konflik
antar serikat pekerja dikarenakan kebijakan manajemen.
Tanggal 11 Juli 2003 PT DI merumahkan 9.600 karyawan dan menutup pintu
masuk kompleks PT DI, sehingga kantor SP FKK yang berada di lokasi
perusahaan juga ikut tutup. Kebijakan pengrumahan ini dilanjutkan dengan PHK
terhadap 6.561 orang dari 9.600 karyawan. Namun di lain pihak, ada sebanyak
3.100 karyawan yang dipanggil kembali untuk bekerja. Proses penentuan
karyawab yang dipanggil bekerja kembali dianggap diskriminatif oleh karyawan
yang tidak dipanggil. Bahkan menimbulkan konflik horizontal antara dua serikat
pekerja, karena dua serikat pekerja SKDI dan SK CN 235 dianggap berpihak
kepada manajemen. Konflik ini mengakibatkan pengrusakan barang-barang,
penghinaan, dan penganiayaan.
Tata Cara dan Proses Penyelesaian
1. Tahap Pertama: Perundingan Bipartit
Berdasarkan Pasal 3 UUPPHI menentukan bahwa setiap ada perselisihan
hubungan industrial, maka wajib hukumnya untuk diselesaikan terlebih dahulu
melalui perundingan bipartite untuk diselesaikan secara musyawarah untuk
mencapai mufakat tanpa ada pihak ketiga yang turut campur. Apabila dalam
perundingan bipartit tercapai kesepakatan, maka dibuatlah perjanjian bersama,
yang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian bersama tersebut harus didaftarkan
ke Pengadilan Hubungan Industrial untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran
Perjanjian Bersama yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Perjanjian
Bersama. Namun, apabila tidak tercapai kesepakatan maka tahap kedua yang
harus ditempuh.
4. Tahap Kedua: Konsiliasi atau Arbitrase atau Mediasi
Apabila perundingan bipartit tidak tercapai kesepakatan, maka para pihak dapat
memilih konsiliasi, arbitrase, atau mediasi. Setelah memilih maka:
3) Jika memilih konsiliasi atau mediasi, maka apabila tercipta kesepakatan
kemudian dibuatlah perjanjian bersama, apabila tidak tercapai maka
konsiliator atau mediator memberikan anjuran tertulis, bila salah satu
pihak tidak menyetujui isi anjuran tersebut dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial.
4) Jika memilih arbitrase, maka putusannya bersifat final dan mengikat,
sehingga para pihak tidak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan
Hubungan Industrial.
10
Pengayaan:
Prinsip hubungan industrial yang diterapkan di Indonesia adalah prinsip hubungan
industrial Pancasila. Prinsip ini menghendaki bahwa dalam mengatasi berbagai
permasalahan atau sengketa di bidang ketenagakerjaan yang terjadi harus
diselesaikan melalui prinsip hubungan industrial Pancasila.
Menurut Charles D. Drake (Lalu Husni,2005:41-42) bahwa perselisihan
perburuhan yang terjadi akibat pelanggaran hukum pada umumnya disebabkan
karena :
a. Terjadi perbedaan paham dalam pelaksanaan hukum perburuhan. Hal ini
tercermin dari tindakan-tindakan pekerja/ buruh atau pengusaha yang
melanggar
suatu
ketentuan
hukum,
misalnya
pengusaha
tidak
11
yang mendukung
penyelesaian
perselisihan
hubungan
industrial
hanyalah
serikat
Serikat
Pekerja/Serikat
Kebebasan
buruh
yang
Berserikat
dijiwai
dan
oleh
Konvensi
Perlindungan
Hak
12
13
oleh
Perjanjian
Bersama(PB)tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak,maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri di wilayah Perjanjian Bersama(PB) didaftar untuk mendapat penetapan
eksekusi.
b. Penyelesaian melalui Mediasi Wajib
Mediator,adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan
oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban
memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihan hak,perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan.
Penyelesaian melalui mediasi wajib diperuntukan bagi:
1. Perselisihan hak
2. Perselisihan kepentingan
3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK)
4. Perselisihan antar serikat pekerja/buruh
Dalam waktu selambat-lambatnya 7(tujuh) hari kerja setelah menerima
permintaan tertulis,mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang
duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi.
Dalam hal tercapai kesepakatanpenyelesaian melalui mediasi,maka dibuat
Perjanjian Bersama (PB) yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh
mediator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama.
14
15
16
harus ada legitimasi oleh Menteri atau Pejabat yang berwenang di bidang
ketenagakerjaan.
Dalam melaksanakan tugasnya konsiliator berhak mendapat honorarium/imbalan
jasa yang dibebankan kepada negara.
d. Penyelesaian melalui Arbiter
Arbiter, adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih
dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan
mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase
yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
Penyelesaian melalui arbiter harus berdasarkan kesepakatan para pihak yang
berselisih yang dituangkan dalam Perjanjian Arbitrase. Perjanjian tersebut
memuat antara lain pokok-pokok perselisihan yang diserahkan pada arbiter,
jumlah arbiter dan pernyataan para pihak untuk tunduk dan menjalankan
keputusan arbiter.
Pihak-pihak dapat menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter dalam jumlah
gasal sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang. Arbiter yang ditunjuk haruslah arbiter
yang telah ditetapkan oleh Menteri dan wilayah kerjanya meliputi seluruh negara
Republik Indonesia.
e. Gugatan pengadilan hubungan industrial
Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di
lingkungan Pengadilan negeri yang berwenang memeriksa,mengadili dan
memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.
Untuk pertama kali dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap
Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap Pengadilan Negeri di setiap ibukota
Propinsi yang daerah hukumnya meliputi Propinsi yang bersangkutan.
17
DAFTAR PUSTAKA
http://www.joasduma.com/2011/02/perselisihan-hak-perselisihanhubungan.html
http://raypratama.blogspot.com/2012/02/jenis-perselisihan-hubunganindustrial.html
https://fkispsibekasi.wordpress.com/2011/06/27/penjelasan-uu-no22004-tentang-perselisihan-hubungan-industrial/
18