Anda di halaman 1dari 93

HUKUM ACARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERSONAL RESUME
DATA DIRI
Nama : Wendy Agus Budiawan., SH., MH
Tempat / tanggal lahir : Surabaya / 28 Agustus 1985
Alamat : Green Lake C1 - 17, Surabaya
No. telepon : 08123089407
Email : wendyagus@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL
•Fakultas Hukum, Universitas Surabaya
•Magister Hukum, Universitas Airlangga

PENGALAMAN KERJA
• PT. Campina Ice Cream Industry (HR. Industrial Relations & Legal)
• Konsultan Hukum “Indonesian Legal Advisor”
•Dosen Fakultas Hukum, Universitas Yos Soedarso
•Dosen Fakultas Hukum, Universitas Surabaya
•Hakim Ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Manado

KETERLIBATAN ORGANISASI
•Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)
•APINDO Jawa timur
•Forum Komunikasi Manajemen Kawasan Industri SIER
•Kader Norma Ketenagakerjaan Jawa Timur (Sekjen)
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL
PENDAHULUAN

 Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah


mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan
pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan
melakukan penindakan terhadap pelanggaran
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
 Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh
dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi
menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya,
menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi,
menyalurkan aspirasi secara demokratis,
mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut
memajukan perusahaan dan memperjuangkan
kesejahteraan anggota dan keluarganya
 Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha
dan organisasi pengusahanya mempunyai fungsi
menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha,
memperluas lapangan kerja, dan memberikan
kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis,
dan berkeadilan.
DASAR HUKUM
1. Undang – undang no 13 tahun 2003
2. Undang – Undang nomor 11 tahun 2020
3. Peraturan Pemerintah no 35 dan 36 tahun 2021
4. Undang-Undang nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI nomor:
Per.31/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit
PENGERTIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL

 Diatur di dalam pasal 1 ayat 1 UU 2 tahun 2004


 Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan
antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena
adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
JENIS – JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL

1. Perselisihan Hak :
 Perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat

adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan


peranturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama
 Diatur di dalam pasal 1 ayat 2 UU no 2 tahun 2004
2. Perselisihan Kepentingan :
 Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak

adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau


perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama
 Diatur di dalam pasal 1 ayat 3 UU no 2 tahun 2004
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja :
 Perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian

pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan


oleh salah satu pihak
 Diatur di dalam pasal 1 ayat 4 UU no 2 tahun 2004
4. Perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh :
 Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat
pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak
adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak,
dan kewajiban keserikat pekerjaan
 Diatur di dalam pasal 1 ayat 5 UU no 2 tahun 2004
STUDI KASUS
1) PT. Antara bumindo merupakan Perusahaan asing yang berdomisili di wilayah
Surabaya
2) Perusahaan tersebut berdiri sejak tahun 2005
3) Jumlah pekerja di dalam Perusahaan tersebut sebanyak 1000 pekerja
4) Pekerja di Perusahaan tersebut telah mendirikan serikat pekerja yang telah berbadan
hukum
5) Pada bulan Januari 2016 Perjanjian Kerja Bersama antara Pimpinan PT. Antara
bumindo dengan serikat pekerja telah habis masa berlakunya.
6) Sehingga pimpinan Perusahaan yang diwakili oleh manajemen dan Serikat Pekerja
Perusahaan melakukan perundingan Perjanjian kerja Bersama
7) Di dalam Perundingan tersebut terjadi ketidaksepakatan antara manajemen
Perusahaan dengan Serikat pekerja
8) Ketidaksepakatan tersebut terkait adanya perubahan di dalam pasal Perjanjian Kerja
Bersama tentang adanya larangan hubungan keluarga di dalam satu Perusahaan.
9) Pihak manajemen Perusahaan tidak menginginkan adanya hubungan keluarga /
sedarah di dalam satu Perusahaan, sedangkan serikat pekerja tidak
mempermasalahkan adanya hubungan keluarga / sedarah di dalam satu Perusahaan.
10) Pada Perjanjian Kerja Bersama sebelumnya Hubungan keluarga / sedarah dalam satu
Perusahaan masih diperbolehkan, namun di dalam pelaksanaannya banyak
Produktifitas menurun karena adanya hubungan keluarga / sedarah di dalam satu
Perusahaan tersebut
Lakukanlah tahapan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
di dalam kasus diatas
1) Proses atau tahapan di dalam perundingan Perjanjian Kerja
Bersama tersebut
2) Proses atau tahapan apabila terjadi ketidaksepakatan antara
kedua belah pihak (Pengusaha dan Serikat Pekerja) di dalam
Perundingan Perjanjian Kerja Bersama tersebut.
3) Proses atau tahapan apabila terjadi kesepakatan antara kedua
belah pihak (Pengusaha dan Serikat Pekerja) di dalam
Perundingan Perjanjian Kerja Bersama tersebut.
4) Dan konsekuensi hukum apakah yang dapat diterima oleh
Perusahaan apabila terjadi kesepakatan di dalam perselisihan
kasus tersebut
TIMBULNYA PERSELISIHAN

1. Tidak dilaksanakannya hak pekerja.


2. Kesadaran pekerja akan perbaikan kesejahteraan.
3. Kurangnya komunikasi antara pekerja dengan
pengusaha.
TATA CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL

Diluar Pengadilan (non litigasi)


Melalui Pengadilan (litigasi)
1.MEDIASI
2.KONSILIASI
3.ARBITRASE.

17
PENYELESAIAN PHI
1. Bipartit dilakukan di perusahaan yang bersangkutan (Pasal 6)
2. Mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kator instansi yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota (Pasal 8)
3. Konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar pada kantor instansi yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota (Pasal 17)
4. Arbitrase dilakukan oleh arbiter yang berwenang menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial yang telah ditetapkan oleh Menteri, yang wilayah kerjanya meliputi seluruh
wilayah negara RI (Pasal 29-30)
5. Pengadilan Hubungan Industrial yang berada pada lingkungan Peradilan Umum (Pasal 55)
PERUNDINGAN BIPARTIT
 Adalah Perundingan antara pekerja/buruh atau Serikat
Pekerja/Serikat Buruh dengan pengusaha untuk
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam satu
perusahaan

 Setiap terjadi perselisihan hubungan industrial wajib


dilakukan perundingan penyelesaian perselisihan secara
bipartit sebelum diselesaikan melalui mediasi atau
konsiliasi maupun arbitrase
Penyelesaian Perselisihan PHI melalui Bipartit
(Pasal 6 s/d Pasal 7 UU PPHI)
Perjanjian Didaftarkan
Sepakat Eksekusi
Bersama
Bipartit
Tidak Mediasi
sepakat Konsiliasi PHI
Arbitase

Catatan :
1. Para pihak mencatatkan perselisihan
2. Menyampaikan bukti-bukti
3. Tawaran untuk penyelesaian dengan artbitase/konsiliasi
4. Dalam 7 hari harus ada pilihan

20
Penyelesaian melalui Bipatrit

 Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesainnya


terlebih dahulu melalui perundingan bipatrit secara musyawarah
untuk mencapai mufakat;
 Penyelesaian perselisihan melalui bipatrit harus diselasaikan paling

lama 30 hari kerja sejak tanggal perundingan;


Perundingan Bipatrit berhasil

 Dibuat perjanjian bersama yang ditandatangai oleh para pihak,


mengikat dan menjadi hukum yang wajib dilaksanakan oleh para pihak;
 Perjanjian bersama tersebut wajib didaftarkan oleh para pihak pada

Pengadilan Hubungan Industrial setempat;


 Diberi akta bukti pendaftaran perjanjian bersama; yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari perjanjian bersama;


 Apabila perjanjian bersama tidak tidak dilaksanakan
oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat
mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua
Pengadilan Hubungan Industrial setempat;
 Apabila dalam jangka waktu 30 hari tersebut salah satu
pihak menolak untuk diajak berunding atau telah
dilakukan perundingan, tetapi tidak mencapai
kesepakatan, maka perundingan bipatrit dianggap gagal.
Perundingan bipatrit gagal ?
 Salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan
perselisihannya kepada instansi yang bertanggungjawab di
bidang ketenagakerjaan setempat, dengan melampirkan bukti-
bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan
bipatrit telah dilakukan; jika tidak dilampiri bukti-bukti, maka
instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan
mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat 7 hari
sejak diterimanya berkas;
Perundingan secara Tripartit
 Melibatkan pihak ketiga yang netral;
 Penyelesaian suatu perselisihan hubungan industrial

tersebut adalah mediator, konsiliator, atau arbiter;


 Pada dasarnya proses penyelesaian secara tripartit baru

dapat dilaksanakan apabila usaha bipatrit telah


dilaksanakan
> Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para
pihak, instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada
para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian
melalui konsiliasi atau melalui mediator;
Para pihak tidak menentukan pilihan

 Dalam waktu tujuh hari kerja instansi yang bertanggungjawab


di bidang ketenagakerjaan setempat melimpahkan penyelesaian
perselisihan kepada mediator;
PENYELESAIAN MEDIASI
Mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian
perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melaui
musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

Mediator hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah pegawai instansi
pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat
sebagai mediator yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan
mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan
kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
MEDIASI : PENGADILAN NEGERI
1. Perselisihan Kepentingan
2. Perselisihan SP/SB
PB MENERIMA TIDAK MENERIMA
3. Perselisihan Hak
4. Perselisihan PHK ≤ 3 HARI KERJA

JAWABAN ANJURAN

≤ 10 HARI
KERJA
ANJURAN TERTULIS 30 HARI
KERJA
≤ 10 HARI KERJA

PB SEPAKAT TIDAK SEPAKAT

≤ 7 HARI KERJA

M E D I A T O R
Penyelesaian PHI melalui mediasi bersifat wajib:

 Penyelesaian konsiliasi atau arbitase tidak disepakati


para pihak;

 Polarisasi mediasi merupakan salah satu bentuk


penyelesaian perselisihan yang dianjurkan Undang -
undang.
Mediasi memiliki keunggulan:
 Voluntary  isi putusan merupakan kehendak para
pihak;
 Informal dan fleksibel  para pihak dengan bantuan

mediator dapat mendedain sendiri prosedur, tatacara


dan mekanisme bagaimana melakukan mediasi;
 Interested based  yang diutamakan bagaimana
mediasi tersebut menghasilkan dan mencapai
kepentingan masing-masing;
 Future looking  menjaga hubungan para pihak ke
depan tetap baik, tidak berorientasi ke masa lalu;
 Parties oriented  orientasi mediasi bersifat informal,

karenanya peran pihak lebih aktif tidak tergantung


kepada pengacara;
 Parties control  para pihak tidak dapat saling

memaksakan kehendak atau pendapatnya untuk


mencapai kesepakatan dalam menyelesaikan sengketa
PHI. Lebih diarahkan kepada musyawarah dan
mufakat.
Mediasi untuk menyelesaian :
 Perselisihan hak;

 Perselisihan kepentingan;

 Perselisihan PHK;

 Perselisihan antar serikat pekerja dalam satu


perusahaan
Persyaratan sebagai mediator:
 Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME;
 Warganegara Indonesia;

 Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;

 Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang


ketenagakerjaan;
 Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela

 Berpendidikan sekurang-kurangnya S1;

 Memenuhi syarat lain yang ditetapkan oleh meteri


Mekanisme mediasi:

• Penyelesaian melalui mediasi dilaksanakan paling lama 30 hari kerja


terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan;
• Mediator dapat memanggil saksi atau ahli untuk hadir pada sidang mediasi
guna diminta dan didengar keterangannya;
• Bila mediasi mencapai kesepakatan maka dibuat perjanjian bersama yang
ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator;
• Hasil perjanjian bersama tersebut didaftarkandi Pengadilan Hubungan
Industrial di wilayah hukum pihak yang berselisih;
• Jika tidak tercapai kesepakatan, maka mediator menerbitkan anjuran tertulis
selamat-lambatnya 10 hari setelah sidang mediasi dilaksanakan;
• Para pihak menyampaikan tanggapan atas anjuran tersebut selambat-
lambatnya 10 hari setelah anjuran mediator diterima;
 Dalam hal tidak tercapai kesepakatan dan atau pihak-pihak menolak
anjuran mediator, maka salah satu pihak melanjutkan penyelesian
perselisihan dengan mengajukan gugatan ke PHI pada Pengadilan
Negeri di wilayah hukum pekerja/buruh;
PENYELESAIAN KONSILIASI
 Konsiliator orang swasta yang terdaftar dan diangkat oleh instansi
ketenagakerjaan setempat.
 Wilayah kerjanya ditempat kerja Pekerja bekerja.
 Berwenang menyelesaikan perselisihan kepentingan, PHK dan antar SP.
 Atas permintaan penyelesaian tertulis yang disepakati kedua belah pihak.
 Waktu kerja paling lama 30 hari.
 Bila tercapai kesepakatan dibuat Perjanjian Bersama yang didaftar para
pihak (Akte Bukti Pendaftaran)
 Bila tidak tercapai kesepakatan dikeluarkan anjuran tertulis.
 Diminta jawaban tetulis para pihak, bila tidak menjawab dianggap
menolak.
 Bila anjuran diterima dibuat Perjanjian Bersama yang didaftarkan pada
Pengadilan Negeri setempat (Akte Bukti Pendaftaran).
KONSILIASI :
1. Perselisihan Kepentingan PENGADILAN H.I.
2. Perselisihan SP/SB
3. Perselisihan PHK
PB MENERIMA TIDAK MENERIMA

≤ 3 HARI KERJA

EKSEKUSI JAWABAN ANJURAN

≤ 10 HARI
KERJA
DAFTAR DI PE H.I. ANJURAN TERTULIS 30 HARI
KERJA
≤ 10 HARI KERJA

PB SEPAKAT TIDAK SEPAKAT

≤ 7 HARI KERJA

K O N S I L I A TOR
Konsiliasi
 Penyelesaian perselisihan kepentingan;

 Penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja;

 Penyelesaian perselisihan antar serikat pekerja/serikat


buruh dalam satu perusahaan.
Sifat penyelesaian hubungan industrial
dengan konsiliasi

Voluntary (sukarela), bukan merupakan hal yang


wajib sebagaimana penyelesaian secara bipatrit


ataupun melalui mediasi.
Persyaratan konsoliator:

 Beriman kepada Tuhan YME;


 Wraganegara Indonesia;

 Berumur sekurang-kurangnya 45 tahun;

 Pendidikan minimal S1;

 Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;

 Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela;


 Memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial
sekurang-kurangnya 5 tahun;
 Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan;
 Syarat lain yang ditetapkan oleh menteri
Konsoliator

 Yang bersangkutan telah terdaftar dan mendapatkan


ligitimasi dari menteri atau pejabat yang berwenang di
bidang ketenagakerjaan;
 Daftar nama konsoliator dipasang dan diumumkan pada

kantor instansi pemerintah yang bertanggungjawab di


bidang ketenagakerjaan setempat;
 Dari daftar nama konsoliator tersebut para pihak dapat
memilih dan menyepakati nama konsoliator tertentu
yang diberi kepercayaan untuk menyelesaikan
perselisihan dengan melalui konsoliasi;
 Para pihak mengajukan permohonan secara tertulis

kepada konsoliator yang ditunjuk dan disepakati oleh


para pihak
Apa upaya konsoliator ?

 Mengupayakan musyawarah untuk mufakat;


 Jika tercapai kesepakatan maka dituangkan dalam bentuk

perjanjian bersama yang ditandatangani keduabelah pihak dan


disaksikan konsoliator; yang ditindaklanjuti dengan
mendaftarkan perjanjian bersama tersebut pada kantor PHI;
Manfaat pendaftaran

 Sebagai bukti telah adanya kesepakatan, jika ternyata


hal tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak,
maka pihak yang lain dapat memohon eksekusi
kepada Ketua PHI;
Jika tidak ada kesepakatan

 Konsoliator mengeluarkan anjurkan secara tertulis;


 Dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak sidang

konsoliasi pertama, anjuran tertulis sudah harus diampaikan


kepada para pihak;
 Para pihak harus memberikan jawaban tertulis kepada
konsoliator yang isinya menyetujui atau melakukan anjuran
dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari sejak menerima
anjuran;
 Pihak yang tidak memberikan jawaban atau pendapatnya
dianggap sebagai menolak anjuran;
 Dalam hal para pihak menerima anjuran, maka dalam waktu 3

hari kerja sejak anjuran disetujui, konsoliator harus sudah


selesai membantu para pihak membuat perjanian bersama
yang kemudian didaftarkan di PHI untuk mendapatkan bukti
pendaftaran;
 Keseluruhan proses penyelesaian hubungan industrial
melalui lembaga konsoliasi dilaksanakan dalam kurun
waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja, terhitung
sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan.
PENYELESAIAN ARBITRASE
 Arbiter adalah orang swasta yang diangkat oleh Menteri Tenaga Kerja, setelah lulus seleksi.
 Wilayah kerjanya seluruh Indonesia.
 Berwenang menyelesaikan Perselisihan Kepentingan dan Antar SP.
 Dipilih berdasarkan kesepakatan tertulis para pihak dengan suatu surat Perjanjian
Arbitrase.
 Arbitor yang ditunjuk boleh tunggal atau gasal (3 orang).
 Waktu kerja paling lama 30 hari.
 Bila menerima penunjukan memberitahu secara tertulis.
 Dibuat perjanjian penunjukan Arbitor, setelah itu tidak boleh menarik diri kecuali dengan
persetujuan kedua belah pihak atau Pengadilan Negeri dengan alasan yang sah.
A r b i t r a s e

 Penyelesaian perselisihan kepentingan;

 Penyelesaian perselisihan antar serikat pekerja/serikat


buruh.
MAHKAMAH AGUNG

PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI APABILA KEPUTUSAN


MENGANDUNG
UNSUR UNSUR :
a. Surat atau Dokumen diakui atau dinyatakan palsu setelah
ARBITER keputusan dijatuhkan; atau
b. Setelah keputusan diambil diketemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
SEPAKAT 2 PIHAK
c. Keputusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah
satu pihak dalam pemeriksaan perselisihan; atau
BIPARTIT d. Keputusan melampaui kekuasaan Arbiter Ketenagakerjaan; atau
e. Keputusan bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.
PERSELISIHAN PERSELISIHAN
KEPENTINGAN ANTAR SP/SB

53
Penyelesian perselisihan melalui Arbitrase :
 Bersifat sukarela (voluntary);
 Jika keduabelah pihak telah bersepakat untuk menyelesaikan

perselisihan melalui serbitrase;


 Kespakatan tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian

tertulis dalam surat perjanjian arbitrase yang dibuat rangka tiga;


 Para pihak memilih arbiter dari daftar yang ditetapkan oleh

menteri.
Apa yang dimuat
dalam surat perjanjian Arbitrase ?

 Nama lengkap dan alamat atau kedudukan para pihak yang berselisih;
 Pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan diserahkan kepada
arbitrase untuk diserahkan dan diambil putusan;
 Jumlah arbiter yang disepakati;
 Pernyataan para pihak untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase;
dan
 Tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan pihak yang
berselisih.
Syarat sebagai Arbiter
 Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME;
 Cakap melakukan tindakan hukum;
 Warganegara Indonesia;
 Pendidikan sekurang-kurangnya S1;
 Berumur sekurang-kurangnya 45 tahuh;
 Berbadan sehat sesuai dengan surat keterangan dokter;
 Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan yang dibuktikan dengan sertifikat atau tanda
kelulusan telah mengikuti ujian arbitrase;
 Memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-
kurangnya 5 (lima) tahun.
Jangka waktu penyelesaian Arbitrase
 Dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak
penandatanganan surat perjanjian arbitrase
 Setelah menandatangani surat perjanjian tersebut,

para pihak memilih arbiter dari daftar arbiter yang


ditetapkan oleh menteri;
 Para pihak dapat menunjuk arbiter tunggal atau

majelis dalam jumlah gasal sekurang-kurangnya tiga


orang.
 Dalam hal para pihak menunjuk arbiter tunggal, maka
kesepakatan penunjukan tersebut selambat-lambatnya dalam
waktu 7 hari kerja;
 Dalam hal penunjukan majelis arbiter, masing-masing pihak

menunjuk seorang arbiter dalam jangka waktu 3 hari kerja;


 Arbiter KETIGA ditentukan oleh arbiter yang telah ditunjuk

dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja untuk


selanjutnya diangkat sebagai Ketua Majelis Arbitrase.
Penyelesaian dengan Arbitrase:
 Pemeriksaan dilaksanakan secara tertutup;
 Para pihak dapat hadir sendiri , tidak menutup

kemungkinan diwakili oleh kuasanya;


 Apabila pada sidang yang ditetapkan para pihak tidak hadir

tanpa alasan yang sah, maka arbiter membatalkan surat


pernajian penunjukan arbiter  tugas arbiter selesai;
 Jika yang tidak hadir salah satu pihak saja, arbiter memeriksa

perkara dan menjatuhkan putusan tanpa kehadiran salah


satu pihak;
 Dalam hal keduabelah pihak hadir, maka arbiter terlebih dulu
berupaya mendamaikan keduabelah pihak tersebut;
 Bila upaya perdamaian berhasil, arbiter membuat akta
perdamaian yang selanjutnya didaftarkan di PHI untuk
mendapatkan akta bukti pendaftaran;
 Jika perdamaian tidak berhasil , pemeriksaan oleh arbiter
dilanjutkan; para pihak diminta untuk menjelaskan secara
tertulis pendirian masing-masing;
 Arbiter dapat memanggil saksi atau ahli untuk didengar

keterangannya;
 Dibuat berita acara persidangan

 Arbiter menjatuhkan putusan.


Putusan Arbitrase memuat

 Irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN


YANG MAHA ESA;
 Nama lengkap dan alamat arbiter atau majelis arbiter;

 Nama lengkap dan alamat para pihak;

 Hal-hal yang termuat dalam surat perjanjian yang diajukan

oleh para pihak yang berselisih;


 Ikhtiar dan tuntutan, jawaban, dan penjelasan lebih lanjut
para pihak yang berselisih;
 Pertimbangan yang menjadi dasar putusan;

 Pokok putusan (amar);

 Tempat, tanggal putusan;

 Mulai berlakunya putusan, dan

 Tanda tangan arbiter


Putusan arbitrase selanjutnya didaftarkan di PHI
pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter
menetapkan putusan.
Putusan arbitrase bersifat final and binding,
sehingga mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat bagi para pihak.
MAHKAMAH AGUNG
(30 HARI KERJA) PEMBATALAN
JIKA PUTUSAN
MENGANDUNG UNSUR
TERTENTU
KASASI
P. HAK
PUTUSAN
P. PHK
FINAL

PENGADILAN NEGERI
P. Kep & P. ASP
PENGADILAN PERSELISIHAN HUB. FINAL
PIHAK-PIHAK YG
INDUSTRIAL ( 50 HARI KERJA )
BERSELISIH
ARBITER/ MAJELIS ARBITRASE
TDK SELESAI
30 HARI KERJA
MEDIATOR KONSILIATOR
PB
30 HARI KERJA 30 HARI KERJA

SEPAKAT SEPAKAT
P. H 2 PIHAK
P. PHK 2 PIHAK
P. Kep
P. Kep P. PHK/ P. Kep
P. ASP P.sp P. ASP
BIPARTIT PB

PERSELISIHAN PERSELISIHAN PERSELISIHAN PERSELISIHAN


HAK KEPENTINGAN PHK ANTAR SP/SB
PROSEDUR ADMINISTRASI
MENGAJUKAN GUGATAN
PADA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Panitera Muda Pengadilan Hubungan industrial
Meja Pertama
Menerima/
menelaah
surat
gugatan

Menerima
Menerbitkan Pendaftaran
SKUM Perjanjian
Bersama

Pemeriksaan Menerima
Pendaftaran
persyaratan/ Akta
kelengkapan Perdamaian/Ar
berkas bitrase
Meja Kedua

Pendaftaran :
Gugatan: - Perjanjian Bersama,
- Perselisihan Hak, Kesepakatan Bipatrit,
Kegiatan pencatatan -Perselishan Kepentingan, Mediasi,
dalam buku register - Konsiliasi,
- Perselisihan PHK,
- Perselisihan antar SP/SB - Putusan Arbitrase,
- Akta Perdamaian
- Pasal 121 HIR/145 Rbg
• Ditentukan oleh Ketua Majelis Hakim yang
bersangkutan setelah bermusyawarah dengan
majelis hakim.

- Pasal 89 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004


• Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja sejak penetapan Majelis Hakim, maka Ketua
Majelis harus sudah melakukan sidang pertama.

Penetapan hari sidang


Penetapan
• Nomor perkara
• Irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuahan
Yang Maha Esa
Konsideran penetapan
• Identitas para pihak,
• Pertimbangan penetapan hari sidang tertentu

Amar penetapan
• Hari dan tanggal persidangan,
• Perintah memanggil para pihak.

Format Penetapan hari sidang


Pemanggilan para pihak

Relaas
(Panggilan Sidang)

Juru sita membuat berita


acara panggilan sidang
Risalah panggilan sidang memuat
• Nomor perkara
Risalah • Hari, tanggal, bulan dan tahun panggilan,

• Nama jurusita (pemanggil)


Panggilan • Nama/identitas pihak yang dipanggil untuk hadir di persidangan,

• Hari, tanggal, bulan dan tahun persidangan,


sidang • Pengadilan mana para pihak harus hadir.
Revindicatoir • Pasal 226 HIR,
Beslag • Pasal 260 Rbg.

Conservatoir • Pasal 227 HIR,


Beslag • Pasal 261 RBg.

Sita jaminan
Sita jaminan

Pelaksanaan
• Permohonan sita ja sita jaminan • Dibuat dan ditanda
minan disampaikan tangani Juru sita dan
oleh pemohon • Oleh juru sita saksi-saksi,
kepada Majelis • Dua orang saksi yang • Salinan berita acara sita
jaminan diberikan
Hakim. cakap kepada pihak-pihak

Pembuatan
Penetapan sita
Berita Acara
jaminan
Sita
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Melalui
Pengadilan Hubungan Industrial

Tahapan Beracara di Pengadilan Hubungan Industrial

1. Surat Kuasa : Suatu persetujuan dengan mana orang memberi


kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya, untuk dan atas
namanya menyelenggarakan suatu urusan ( R. Soebekti )

1.1Surat Kuasa Umum :


 Hanya meliputi perbuatan pengurusan kepentingan kuasa

 Tidak dapat dipergunakan untuk beracara di pengadilan

 Dasar Hukum : Bab XVI Buku III BW / KUH Perdata


Kedudukan & Wewenang
Pengadilan Hubungan Industrial
 Kedudukan
 Pasal 55 UU No. 2 Tahun 2004 : PHI merupakan pengadilan khusus yang
berada dilingkungan peradilan umum

 Wewenang PHI
 Pasal 56 UU No. 2 Tahun 2004 : PHI berwenang memeriksa dan mengadili
:
 Di tingkat pertama perselisihan hak

 Di tingkat pertama dan terakhir perselisihan kepentingan

 Di tingkat pertama perselisihan pemutusan hubungan kerja

 Di tingkat pertama dan terakhir perselisihan antar serikat pekerja/serikat

buruh dalam satu perusahaan


 Perselisihan Hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat
adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (vide pasal
1 ayat 2 UU No. 2 Tahun 2004).

 Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan /atau perubahan syarat-syarat
kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama (vide pasal 1 ayat 3 UU No. 2 Tahun 2004).

 Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh
salah satu pihak (vide pasal 1 ayat 4 UU No. 2 Tahun 2004).
 
 Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu
perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan
hak dan kewajiban keserikatpekerjaan (vide pasal 1 ayat 5 UU No. 2 Tahun 2004).
Hukum Acara PHI

 Pasal 57 UU No. 2 Tahun 2004 : Hukum Acara yang berlaku pada PHI adalah Hukum Acara
Perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur
secara khusus dalam undang-undang ini.

  Hukum Acara Perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum :
 HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) berlaku untuk Jawa dan
Madura juga disebut RIB (Reglement Indonesia Yang Diperbarui)
 RBg (Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten

Buiten Java En Madura) berlaku untuk luar Jawa dan Madura


 RV (Reglement op de Rechtsvordering)
Ketentuan Yang Secara Khusus Diatur Dalam UU No. 2 Tahun 2004

 Pasal 58 : Berkenaan dengan biaya perkara


 Pasal 60 s/d pasal 80 : Berkenaan dengan susunan pengadilan di tingkat

pertama dan di tingkat kasasi 


 Pasal 81 : Berkenaan dengan tempat diajukannya gugatan

 Pasal 82 : Berkenaan dengan batas waktu pengajuan gugatan 

 Pasal 83 : Berkenaan dengan kelengkapan surat gugatan

 Pasal 84 : Berkenaan dengan gugatan secara kolektif 

 Pasal 86 : Berkenaan dengan ketentuan pemeriksaan perkara jika

terdapat perselisihan hak dan perselisihan kepentingan diikuti


perselisihan PHK
 Pasal 87 : Berkenaan dengan diperbolehkannya pengurus serikat pekerja
dan pengurus organisasi pengusaha yang tidak berstatus Advokat untuk
mewakili anggotanya beracara di pengadilan
 Pasal 88 : Berkenaan dengan pemeriksaan acara cepat

 Pasal 96 : Berkenaan dengan putusan sela

 Pasal 103 : Berkenaan dengan jangka waktu penyelesaian perkara di


tingkat pertama selambat-lambatnya 50 hari kerja terhitung sejak
sidang pertama
 Pasal 115 : Berkenaan dengan jangka waktu penyelesaian perkara

di tingkat kasasi selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung


sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi
 Pasal 109 : Berkenaan dengan sifat mengikat putusan pengadilan

tingkat pertama
 Pasal 110 : Berkenaan dengan jangka waktu mengajukan kasasi
1.2 Surat Kuasa Khusus :
 Sebagai landasan untuk beracara di Pengadilan
 Dasar Hukum : Pasal 123 HIR / Pasal 148 RBg, SEMA No. 1 Tahun 1971

Tggal 23 Januari 1971 dan SEMA No. 6 Tahun 1994 Tanggal 14 Oktober
1994

1.3 Syarat Formil Surat Kuasa Khusus


 Spesifik surat kuasa untuk berperan di Pengadilan
 Kompetensi Relatif mempergunakan surat kuasa

 Identitas dan kedudukan para pihak

 Subyek dan Obyek sengketa secara ringkas dan konkret

 
1.4 Pihak Dalam Surat Kuasa
 Pemberi Kuasa ( Intruction, Mandate) sebagai principal/pihak materiil
 Penerima Kuasa sebagai pihak formil, berkapasitas sebagai wakil
1.5 Sifat Perjanjian Kuasa
 Mengatur hubungan internal antara pemberi kuasa dan penerima kuasa

 Menerbitkan hak dan kewenangan bertindak terhadap pihak ketiga

 Tindakan kuasa mengikat pemberi kuasa

1.6 Berakhirnya Surat Kuasa


 Dicabut oleh Pemberi Kuasa, secara tegas dengan tertulis dan minta pengembalian

Surat Kuasa
 Dilepaskan oleh Pemberi Kuasa, pemberitahuan kepada Penerima Kuasa pada saat

yang tepat
 Salah satu pihak meninggal dunia
2. Pemeriksaan di persidangan
2.1 Gugatan
2.1.1 Berbentuk Lisan
 Dikarenakan Penggugat buta huruf (tidak bisa baca dan tulis)

 Diajukan secara lisan oleh Penggugat sendiri dihadapan Ketua Pengadilan kemudian dicatat

oleh Panitera dan diformulasikan dalam bentuk tertulis


 Menjelaskan isi dan maksud gugatan

 Dasar Hukum : Pasal 120 HIR / Pasal 144 RBg

2.1.2 Berbentuk Tertulis


 Diajukan secara tertulis oleh Penggugat atau Kuasanya

 Ditujukan ke Pengadilan sesuai dengan Kompetensi Relatif

 Mencantumkan secara jelas Subyek dan Obyek Gugatan

 Ditandatangani oleh Penggugat atau Kuasanya

 Dasar Hukum : Pasal 118 HIR / Pasal 142 RBg

2.1.3 Isi Gugatan


 Identitas Person : Nama, Kewarganegaraan, Tempat Tanggal Lahir, Agama, Pekerjaan, Tempat

Tinggal / Alamat
 Identitas Korporasi : Nama Korporasi, Jabatan dalam Korporasi, Alamat Korporasi
2.1.4 Fundamentum Petendi / Posita
 Dasar Hukum : Penjelasan mengenai dalil-dalil konkret adanya hubungan

hukum Penggugat dengan Tergugat beserta obyek sengketa


 Dasar Fakta : Penjelasan mengenai fakta / peristiwa yang berkaitan

dengan hubungan hukum Penggugat dengan Tergugat beserta obyek


sengketa
2.1.5 Petitum / Tuntutan
 Bentuk Tunggal : Pokok tuntutan disebut satu per satu tidak diikuti

petitum subsidair
 Bentuk Alternatif : Tuntutan primer dirinci dan diikuti dengan tuntutan

subsidair Ex Aequo et Bono / Mohon Keadilan


2.1.6 Petitum Yang Tidak Memenuhi Syarat
 Petitum yang bersifat umum

 Petitum tuntutan ganti rugi yang tidak dirinci

 Petitum yang bersifat negative

 Petitum yang tidak didukung atau tidak bersesuaian dengan posita


2.1.7 Pencabutan Gugatan
 Mutlak Hak Penggugat, selama perkara belum diperiksa dan dilakukan dengan

surat tertulis
 Atas persetujuan Tergugat, jika pemeriksaan telah berlangsung

 Bisa dilakukan oleh Penggugat Sendiri atau Kuasanya

 HIR dan RBg tidak mengatur pencabutan gugatan

 Bisa dipedomani Pasal 271-272 Rv berdasarkan prinsip Process Doelmatigheid /

kepentingan beracara
2.2 Jawaban
 Pengakuan : Membenarkan isi gugatan Penggugat baik sebagian maupun seluruhnya
 Bantahan (Verweer) : Tangkisan (Eksepsi) dan Sangkalan (Verweer Ten Principle)

2.3 Eksepsi dan Sangkalan


 Eksepsi : Sanggahan atau bantahan terhadap gugatan penggugat yang tidak
langsung mengenai pokok perkara yang berisi tuntutan batalnya gugatan
 Sangkalan : Sanggahan yang berhubungan dengan pokok perkara
 Diatur dalam Pasal 125 ayat (2), Pasal 132, Pasal 133, Pasal 136 HIR dan Psl 1917 BW /
KUH Perdata
2.4 Macam-Macam Eksepsi

2.4.1 Eksepsi Prosesuil


 Agar gugatan dinyatakan tidak dapat diterima

 Berdasarkan alasan-alasan diluar pokok perkara

 Meliputi : Eksepsi Declinatoir, tentang tidak berkuasanya hakim,


gugatan batal, perkara telah diputus (ne bis in idem)
 Eksepsi Disqualificatoir, tentang pihak penggugat tidak

mempunyai kedudukan sebagai penggugat, eksepsi error in


persona.

2.4.2 Eksepsi Materiil


 Meliputi : Eksepsi Dilatoir, bersifat menunda

 Eksepsi Paremptoir, mengenai pokok perkara


2.5 Replik
 Tanggapan terhadap jawaban Tergugat atau bisa

diartikan jawaban atas jawaban tergugat


 Merupakan Hak Penggugat, artinya Penggugat bisa

memilih untuk menggunakan haknya atau tidak

2.6 Duplik
 Jawaban dari Tergugat terhadap Replik Penggugat

 Merupakan Hak Tergugat, artinya Tergugat bisa

memilih untuk menggunakan haknya atau tidak


2.7 Pembuktian

2.7.1 Pengertian
 Memberikan kepastian yang bersifat mutlak

 Memberikan kepastian yang bersifat relative, yaitu yang

didasarkan pada perasaan dan kepastian yang didasarkan


pada pertimbangan akal

2.7.2 Yang Harus Dibuktikan


 Peristiwa yang terjadi bukan hukumnya

2.7.3 Tujuan
 Memberikan kepastian kepada hakim tentang adanya
2.7.4 Alat-Alat Bukti
 Surat

 Saksi

 Persangkaan

 Pengakuan

 Sumpah

 Pemeriksaan Setempat

 Keterangan Ahli

2.7.5 Beban pembuktian, diatur dalam Pasal 163 HIR, Pasal 283 RBg dan
Pasal 1865 BW / KUH Perdata, Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia
mempunyai sesuatu hak, atau guan menegakkan haknya sendiri, maupun
membantah sesuatu hak orang lain, menunjukkan pada suatu peristiwa,
maka diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
2.8 Kesimpulan
 Sifatnya tidak wajib baik untuk Penggugat maupun Tergugat

 Isinya menanggapi bukti lawan dan mengemukakan hal-hal yang telah

terbukti dan tidak terbukti


 Tidak dipertukarkan

2.9 Putusan
 Melakukan musyawarah Majelis Hakim

 Bila ada pendapat yang berbeda buat Dissenting Opinion, dan dimuat

dalam putusan
 Saat pembacaan putusan para pihak hadir ada juga salah satu pihak

tidak hadir

3. Kasasi : Pembatalan oleh Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Negeri & pengadilan
Tinggi (Judex Factie) yang dianggap bertentangan dengan hukum yang berlaku atau
salah menerapkan hukum
3.1 Upaya Hukum Kasasi
 Tenggang waktu menyatakan Kasasi adalah 14 hari kerja sejak putusan

dibacakan, apabila para pihak atau salah satu pihak tidak hadir maka
perhitungannya adalah 14 hari kerja saat menerima pemberitahuan putusan
 Diatur dalam pasal 110 dan pasal 115 UU No. 2 Tahun 2004

 Pemohon Kasasi wajib membuat Memori Kasasi

 Kemukakan dalil bahwa Judex Factie salah menerapkan hukum atau

pengadilan tingkat pertama tidak berwenang atau melampaui batas


kewenangan atau pengadilan tingkat pertama lalai memenuhi syarat-syrat
yang diwajibkan

3.2 Putusan Kasasi


 Permohonan Kasasi ditolak

 Permohonan Kasasi tidak dapat diterima

 Permohonan Kasasi diterima


4. Eksekusi : Tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam
suatu perkara merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara
( Yahya Harahap)

4.1 Dasar Hukum


 UU No. 2 Tahun 2004 secara spesifik tidak mengatur tata cara pelaksanaan putusan PHI sehingga bila

merujuk pada pasal 57 UU No. 2 Tahun 2004 maka pelaksanaan putusan PHI tunduk pada hukum acara
perdata yang berlaku pada peradian umum
 Tata cara menjalankan putusan pengadilan yang disebut Eksekusi diatur Psl 195 s/d Pasal 224 HIR atau

Pasal 206 s/d Pasal 258 RBg

4.2 Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Eksekusi di PHI


 Mendapatkan Dokumen Kepemilikan, Pasal 1131 BW / KUH Perdata dan Pasal 208 RBg ayat (1)

 Mendahulukan Penyitaan Barang Yang Bergerak, Pasal 211 RBg

 Patokan Jumlah Sita Eksekusi

 Eksekusi Memperkerjakan Kembali

4.3 Kesimpulan
 Bahwa penerapan HIR dan RBg sebagai dasar untuk melakukan Eksekusi di PHI terdapt banyak kelemahan

bagi pekerja/buruh untuk mengajukan Eksekusi


 Hal ini disebabkan keterbatasan mereka untuk menemukan asset perusahaan untuk diajukan sita eksekusi
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
{

Anda mungkin juga menyukai