Anda di halaman 1dari 7

1.

Perselisihan Hubungan Industrial dilakukan melalui Lembaga Perselisihan Hubungan


Industrial (LPHI). Termasuk LPHI adalah :
a. Bipartit, adalah penyelesaian perselisihan yang dilakukan dengan prinsip
musyawarah untuk mufakat oleh pekerja atau yang mewakili dengan
pengusaha atau yang mewakili yang dilakukan antara pengusaha dengan
pekerja tanpa melibatkan pihak lain. Tujuannya adalah untuk menyelesaikan
perselisihan terhadap pekerja yang telah melakukan pelanggaran dapat di
selesaikan secara kekeluargaan dan dapat menghasilkan penyelesaian yang
saling menguntungkan. Didalam musyawarah perusahaan dapat memberikan
beberapa penawaran solusi kepada karyawan. Setelah mencapai kesepakatan,
kesepakatan tersebut wajib didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial
yang ada di Pengadilan Negeri di Wilayah para pihak berdomisili untuk
mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari perjanjian bersama.
b. Mediasi, adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahan melalui musyawarah yang
ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Target mediasi adalah
membuat para pihak berdamai dengan cara menyepakati satu bentuk
penyelesaian. Untuk memenuhi harapan itu maka mediator berperan sebagai
kasilitator, mempercepat jalannya perdamaian, juga sebagai pendengar yang
baik merespon keinginan para pihak, serta memahamkan aspek yuridis agar
para pihak mengetahui peraturan yang berlaku.
c. Konsiliasi, adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh
seorang atau lebih konsiliator netral. Dalam rangka pemeriksaan perselisihan,
konsiliator berhak memanggil saksi dan saksi ahli untuk meminta keterangan
termasuk pembukuan buku dan memperlihatkan surat-surat yang diperlukan.
Konsiliator wajib menjaga kerahasiaan keterangan dan data yang dilihatnya
serta tidak dibolehkan untuk diberikan kepada pihak lain diluar kepentingan
konsiliasi.
d. Arbitrase, adalah pennyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan,
diluar pengadilan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari para
pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada
arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final (tidak dapat
diajukan upaya hukum). Penunjukan arbiter harus dilakukan atas dasar
kesepakatan para pihak yang berselisih dan perselisihannya harus diajukan
secara tertuls kepada arbuter. Surat perjanjian arbitrase harus memuat
informasi khusus yang tertentu, oleh karena surat tersebut merupakan dasar
hukum untuk arbitrase itu sendiri. Putusan arbitrase harus sesuai dibuat sesuai
dengan syarat-syarat tertentu, serta harus ditetapkan berdasarkan hukum,
keadilan, kebiasaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian putusan tersebut didaftarkan ke pengadilan negeri.
e. Pengadilan Hubungan Industrial, merupakan pengadilan khusus yang berada
di lingkungan peradilan umum yang tugas dan wewenangnya memeriksa dan
memutuskan :
1) ditingkat pertama mengenai perselisihan hak
2) ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan
3) ditingkat pertama mengenai perselisihan pumutusan hubungan kerja
4) ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antarserikat
pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan.
sementara itu, hukum acara yang berlaku pada pengadilan hubungan industrial
adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum, kecuali yang diatur secara khusus. sehingga dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan hukum acara perdata.
f. Kasasi pada Mahkamah Agung, apabila dalam waktu selambat-lambatnya 14
hari sejak putusan pengadilan dijatuhkan tidak mengajukan permohonan kasasi
secara tertulis maka putusan itu mempunyai kekuatan hukum tetap. MA dalam
tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan
dari semua tingkat peradilan karena :
1) tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
2) salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
3) lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.
setelah hakim kasasi memutusakan perkara maka pada saat itu perkara telah
berkekuatan hukum tetap. pihak yang kalah harus melaksanakan putusan
dengan serta merta, apabila tidak menjalankan putusan kasasi, pihak yang
dirugikan dapat mengajukan eksekusi. permohonan eksekusi diajukan secara
tertulis pada ketua PHI dengan melampirkan data secara rinci nama dan alamat
benda yang dimohonakan eksekusi.

dari uraian tersebut maka dapat diambil Langkah-langkkah dalam perselihan


hubungan industrial terlebih dahulu melalui Bipartit, jika penyelesaian melalui bipartit
gagal maka dapat diteruskan melalui mediasi, konsiliasis atau arbitrase. namun jika
melihat contoh soal karena PHK dilakukan dengan alasan Pandemi Covid maka
sebagai pengacara maka akan langsung mengambil penyelesaian melalui mediasi
atau konsiliasi yang hasil akhirnya berupa anjuran dan tidak mengikat. apabila
langsung memutuskan untuk memilih penyelesaian melalui arbitrase yang bersifat
mengikat dan menghasilkan putusan berkekuatan hukum tetap tidak dapat melakukan
upaya banding apabila mendapatkan hasil yang kurang sesuai dengan yang
diinginkan. jika mediasi atau konsiliasi gagal, maka dapat diteruskan dengan
mengajukan gugatan ke PHI (Pengadilan Hubungan Industrial). jika putusan PHI di
tingkat pertama belum bisa diterima, maka bisa dilanjutkan dengan mengajukan kasasi
ke Makamah Agung. Pemeriksaan di tingkat kasasi merupakan putusan paling akhir
sehingga putusan yang diajukan kasasi dinyatakan berkekuatan hukum tetap setelah
diputus. putusan hakim kasasi merupakan putusan akhir. setelah hakim kasasi
memutuskan perkara maka pada saat itu perkara telah berkekuatan hukum tetap.

Sumber : BMP ADBI4336 - Hukum Ketenagakerjaan

2. Proses Gugatan Pengadilan Hubungan Industrial, sebagai berikut :


a. Pengajuan Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada
pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat pekarja/buruh bekerja dalam tenggang waktu 1
tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak
pengusaha.
b. Pengajuan Gugatan dilampiri dengan risalah penyelesaian melalui mediasi atau
konsiliasi, apabila tidak dilampirkan maka Hakim Pengadilan Hubungan
Industrial wajib mengambilkan gugatan kepada pengugat. Hakim juga
berkewajiban untuk memeriksa isi gugatan dan bila terdapat kekurangan, maka
penggugat akan diminta untuk menyempurnakan gugatannya.
c. gugatan dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus,
apabila melibatkankan lebih dari satu penggugat.
d. penggugat dapat mencabut sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum
tergugat memberikan jawaban. apabila tergugat sudah memberikan jawaban
atas gugatan itu, pencabutan gugatan oleh penggugat akan dikabulkan oleh
PHI hnya apabila disetujui tergugat.
e. Dalam hal perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan diikuti dengan
perselisihan pemutusan hubungan kerja, maka Pengadilan Hubungan Industrial
wajib memutus terlebih dahulu perkara perselisihan hak dan/atau perselisihan
kepentingan.
f. dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah menerima gugatan Ketua
Pengadilan Negeri harus sudah menetapkan Majelis Hakim yang terdiri atas 1
orang Hakim sebagai Ketua Majelis dan 2 orang Hakim Ad-Hoc sebagai
Anggota Majelis yang memeriksa dan memutus perselisihan.
g. Panitera Pengganti ditunjuk Untuk membantu tugas Majelis Hakim.
h. Apabila terdapat kepentingan para pihak dan/atau salah satu pihak yang cukup
mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonan dari
yang berkepentingan, para pihak dan/atau salah satu pihak dapat memohon
kepada Pengadilan Hubungan Industrial supaya pemeriksaan sengketa
dipercepat. Dalam jangka waktu 7 hari kerja setelah diterimanya permohonan
Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau
tidak dikabulkannya permohonan tersebut. Terhadap penetapan pemeriksaan
sengketa dipercepat dikabulkan maka tidak dapat digunakan upaya hukum. dan
tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian kedua belah pihak, masing-
masing ditentukan tidak melebihi 14 (empat belas) hari kerja.
i. Apabila dilakukan Pemeriksaan dengan Acara Biasa dalam waktu selambat-
lambatnya 7 hari kerja sejak penetapan Majelis Hakim, maka Ketua Majelis
Hakim harus sudah melakukan sidang pertama.
j. Pemanggilan untuk datang ke sidang dilakukan secara sah apabila
disampaikan dengan surat panggilan kepada para pihak di alamat tempat
tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui disampaikan di tempat
kediaman terakhir. Apabila pihak yang dipanggil tidak ada di tempat tinggalnya
atau tempat tinggal kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui
Kepala Kelurahan atau Kepala Desa yang daerah hukumnya meliputi tempat
tinggal pihak yang dipanggil atau tempat kediaman yang terakhir. Penerimaan
surat penggilan oleh pihak yang dipanggil sendiri atau melalui orang lain
dilakukan dengan tanda penerimaan. Apabila tempat tinggal maupun tempat
kediaman terakhir tidak dikenal, maka surat panggilan ditempelkan pada tempat
pengumuman di gedung Pengadilan Hubungan Industrial yang memeriksanya.
k. Majelis Hakim dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir di persidangan
guna diminta dan didengar keterangannya dan berkewajiban untuk memenuhi
panggilan dan memberikan kesaksiannya di bawah sumpah. serta wajib
memberikannya tanpa syarat, termasuk membukakan buku dan
memperlihatkan surat-surat yang diperlukan. Hakim wajib merahasiakan
semua keterangan yang diminta.
l. jika salah satu pihak atau para pihak tidak dapat menghadiri sidang tanpa
alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, Ketua Majelis Hakim menetapkan
hari sidang berikutnya yang ditetapkan dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari
kerja terhitung sejak tanggal penundaan. Penundaan sidang karena
ketidakhadiran salah satu atau para pihak diberikan sebanyak-banyaknya 2
(dua) kali penundaan.
m. apabila penggugat atau kuasa hukumnya yang sah setelah dipanggil secara
patut tidak datang menghadap Pengadilan pada sidang penundaan terakhir
maka gugatannya dianggap gugur, akan tetapi penggugat berhak mengajukan
gugatannya sekali lagi.
n. apabila tergugat atau kuasa hukumnya yang sah setelah dipanggil secara patut
tidak datang menghadap Pengadilan pada sidang penundaan terakhir maka
Majelis Hakim dapat memeriksa dan memutus perselisihan tanpa dihadiri
tergugat.
o. Sidang Majelis Hakim terbuka untuk umum, kecuali Majelis Hakim menetapkan
lain. Setiap orang yang hadir dalam persidangan wajib menghormati tata tertib
persidangan. apabila tidak mentaati tata tertib persidangan setelah mendapat
peringatan dari atau atas perintah Ketua Majelis Hakim, dapat dikeluarkan dari
ruang sidang.
p. Apabila dalam persidangan pertama, secara nyata-nyata pihak pengusaha
terbukti tidak melaksanakan kewajibannya Hakim Ketua Sidang harus segera
menjatuhkan Putusan Sela pada hari persidangan itu juga atau pada hari
persidangan kedua berupa perintah kepada pengusaha untuk membayar upah
beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang bersangkutan.
apabila tidak juga dilaksanakan oleh pengusaha, Hakim Ketua Sidang
memerintahkan Sita Jaminan dalam sebuah Penetapan Pengadilan Hubungan
Industrial. dalam hal ini tidak dapat diajukan perlawanan dan/atau tidak dapat
digunakan upaya hukum.
q. Dalam putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang ditetapkan kewajiban
yang harus dilakukan dan/atau hak yang harus diterima oleh para pihak atau
salah satu pihak atas setiap penyelesaian perselisihan hubungan industrial
lemudian dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum. Dalam mengambil
putusan, Majelis Hakim mempertimbangkan hukum, perjanjian yang ada,
kebiasaan, dan keadilan.
r. Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dalam waktu selambat-lambatnya 50 hari kerja terhitung sejak sidang
pertama. dan dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah salinan
putusan diterbitkan Panitera Pengadilan Negeri harus sudah mengirimkan
salinan putusan kepada para pihak.
s. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai
perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai
kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada
Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja erhitung
sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus sudah menyampaikan
berkas perkara kepada Ketua Mahkamah Agung. Penyelesaian perselisihan
hak atau perselisihan pemutusan hubungan kerja pada Mahkamah Agung
selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan
permohonan kasasi.

sumber : Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan


Hubungan Industrial (BAB IV – Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan
Hubungan Industrial Pasal 81 s.d. Pasal 115)
3. Menurut Pasal 185 ayat (1) HIR atau Pasal 48 RV, putusan sela adalah putusan yang
diambil atau dijatuhkan hakim dan bukan putusan akhir atau eind vonnis, yang
dijatuhkan pada saat proses pemeriksaan berlangsung. Terkait ini, putusan tersebut
tidak berdiri sendiri melainkan merupakan satu kesatuan dengan putusan akhir
mengenai pokok perkara. Sehingga hakim sebelum menjatuhkan putusan akhir dapat
mengambil putusan sela baik putusan tersebut berbentuk
putusan preparatoir atau interlocutoir.
Dalam isi putusan sela di mana berisi perintah harus dilakukan para pihak berperkara
terkait mempermudah hakim menyelesaikan pemeriksaan perkara, sebelum dia
menjatuhkan putusan akhir. Dalam Putusan Sela terdapat beberapa jenis di antaranya
sebagai berikut:
a. Putusan preparatoir adalah proses pemeriksaan berjalan dan langsung sesuai
kebijakan dengan memperhitungkan tenggang pemunduran persidangan oleh
hakim di mana tanpa lebih dahulu ditentukan tahap-tahapnya pada suatu
putusan sela. Tujuan putusan preparatoir berupa persiapan jalannya
pemeriksaan.
b. Putusan Interlocutoir, dijatuhkan pada saat pemeriksaan tengah berlangsung.
Putusan ini adalah bentuk khusus putusan sela dengan berisi bermacam-
macam perintah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai hakim.
c. Putusan Insidentil adalah putusan sela dalam kaitan langsung dengan gugatan
insidentil atau berkaitan dengan penyitaan dengan membebankan pemberian
uang jaminan dari pemohon sita, agar sita dapat dilaksanakan, di mana disebut
dengan coutio judicatum solvi. Terdapat dua bentuk Putusan Insidentil di
antaranya:
1) Putusan Insidentil dalam gugatan intervensi
2) Putusan insidentil dalam pemberian jaminan atas pelaksanaan sita
jaminan.
d. Putusan Provisi diatur pada Pasal 180 HIR, Pasal 191 RBG, yaitu keputusan
bersifat sementara dengan berisi tindakan sementara menunggu sampai
putusan akhir mengenai pokok perkara yang dijatuhkan. Sehingga Putusan
Provisi tidak diperbolehkan mengenai pokok perkara yang dijatuhkan
melainkan hanya terbatas terkait tindakan sementara berupa larangan
melanjutkan suatu kegiatan.

dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa putusan sela merupakan salah satu
jenis putusan hakim dalam menindaklanjuti suatu perkara. namun putusan sela
bukan merupakan putusan akhir itu sendiri melainkan putusan yang diambil
sebelum hakim menjatuhkan putusan akhir.

sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Putusan_sela diakses pada hari Jumat tanggal


18 November 2022 jam 13.20 WIB.

Anda mungkin juga menyukai