No. Soal
1 Jelaskan apa yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial.
3 Sebutkan dan jelaskan prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-
undang nomor 2 tahun 2004.
Mengacu pada UU No. 2 Tahun 2004, definisi perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat
yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau
serikat pekerja/ serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan.
Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2004 penyelesaian perselisihan dapat dilakukan di luar pengadilan
(Pengadilan Hubungan Industrial). Mekanisme ini tentunya lebih cepat dan dapat memenuhi rasa keadilan para
pihak karena penyelesaiannya berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Terdapat lima bentuk
penyelesaian, yaitu melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, dan pengadilan.
Penyelesaian melalui perundingan bipartit merupakan perundingan antara karyawan dan serikat pekerja
dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Lembaga kerja sama bipartit
merupakan forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di
satu perusahaan. Hal ini berarti bahwa sebelum pihak-pihak yang berselisih mengundang pihak ketiga untuk
menyelesaikan persoalan di antara mereka, maka harus terlebih dahulu melalui tahapan perundingan para
pihak yang biasa disebut sebagai bipartit Penyelesaian secara bipartit adalah wajib, sehingga kedua belah pihak
yang berselisih harus mencatatkan perselisihannya pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan dengan melampirkan bukti bahwa upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah
dilakukan. Penyelesaian melalui perundingan tersebut mempunyai kekuatan mengikat dan menjadi kekuatan
hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak bila telah mencapai kata sepakat.
Ada tiga strategi dasar mediasi yang dapat diterapkan oleh mediator, yaitu strategi kontekstual, strategi
substantif, dan strategi reflektif. Strategi kontekstual merupakan intervensi yang diarahkan untuk memfasilitasi
proses penyelesaian konflik dengan mengubah keadaan di mana mediasi terjadi. Para pihak yang berkonflik
boleh mencari solusi yang dapat diterima menggunakan inisiatifnya sendiri. Dalam strategi kontekstual, peran
mediator sedikit, sehingga mediator tidak secara langsung menggunakan pendekatannya dalam perselisihan
atau konflik, tetapi mencoba memfasilitasi proses, sehingga para pihak yang konflik menemukan sendiri solusi
yang dapat diterima. Strategi substantif merupakan intervensi yang berkaitan secara langsung dengan isu
perselisihan atau konflik dengan mencoba menggerakkan negosiasi ke arah penyelesaian. Sementara itu,
strategi refleksif merupakan intervensi yang dirancang untuk mengorientasi atau mengarahkan mediator pada
perselisihan, dapat masuk dan menerima perselisihan, membangun kepercayaan pada mediator dan proses
mediasi. dan menciptakan dasar atau landasan untuk mengembangkan kegiatan mereka.
Keberhasilan mediasi meliputi keberhasilan jangka pendek dan keberhasilan jangka panjang (Zubek et al.,
1992). Keberhasilan jangka pendek memperhatikan hasil yang segera dapat diobservasi pada waktu mediasi
seperti kesepakatan, kualitas kesepakatan, dan perasaan puas setelah kesepakatan dicapai. Keberhasilan jangka
panjang dilihat dari apakah para pihak mematuhi kesepakatan melalui mediasi tersebut dan apakah terdapat
perbaikan hubungan dan tidak timbul masalah setelah mediasi dilakukan.
Mediator bertugas melakukan mediasi kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan
hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja/
serikat buruh hanya dalam satu
Konsiliasi adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator dan ditunjuk oleh
menteri yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang
berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau
perselisihan antarserikat kerja dalam satu perusahaan. Konsiliasi hubungan industrial merupakan penyelesaian
perselisihan hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja dalam satu
perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
konsiliator adalah satu atau beberapa orang yang dianggap ahli di bidang hubungan industrial dan hukum
ketenagakerjaan, diberi kewenangan mengkonsiliasi pihak yang berselisih karena perselisihan kepentingan,
perselisihan hak dan perselisihan antarserikat pekerja. Bila konsiliator atau mediator tidak berhasil mengajak
pihak yang berselisih mencapai kesepakatan maka salah satu pihak mengajukan gugatan ke Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Keputusan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial atas perselisihan kepentingan dan perselisihan antarserikat pekerja bersifat final dan wajib diterima
dan dilaksanakan oleh pihak yang berselisih.
Konsiliator bertugas melakukan konsiliasi kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan. Konsiliator memiliki kewenangan:
Arbitrase adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbitrer yang
ditetapkan oleh menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat kerja dalam satu perusahaan yang diserahkan
penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Menurut Bigoness
dan DuBose (1985), baik karyawan maupun manajemen mempunyai dorongan mengadakan arbitrase
industrial merupakan penyelesaian perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu
perusahaan di luar pengadilan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih
untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbitrer yang putusannya mengikat para pihak dan
bersifat final.
Arbitrer hubungan industrial atau yang disebut dengan arbitrer adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para
pihak yang berselisih dari daftar arbitrer yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai
perselisihan kepentingan dan perselisihan antarserikat pekerja dalam satu perusahaan yang diserahkan
penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat formal.
Menurut Chelius dan Dworkin (1980), arbitrator memilih fleksibilitas dengan arbitrase konvensional. Hal ini
menimbulkan dua masalah, yaitu: a
Hanya pihak yang langsung berhubungan dengan konflik yang mampu mencapai kemapanan dengan secara
akurat merefleksikan nilai-nilai mereka. Nilai- nilai tersebut disembunyikan sebagai taktik bargaining. Banyak
pihak yang mengadakan kesepakatan tidak ingin mengaitkan interpretasi dari keinginannya ketika mencapai
kemapanan.
Arbitrase diberi kewenangan memutus perselisihan kepentingan dan perselisihan antarpekerja, dan putusan
tersebut bersifat final dan wajib diterima dan dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berselisih. Menurut
Dickinson (2004), ada tiga bentuk arbitrase, yaitu arbitrase konvensional, arbitrase perintah akhir, dan
prosedur inovatif yang menggunakan kombinasi arbitrase konvensional dan arbitrase perintah akhir. Dalam
arbitrase konvensional, arbitrator bebas menentukan cara penyelesaian perselisihan. Sementara itu, dalam
arbitrase perintah akhir, arbitrator dibatasi untuk memilih satu dari berbagai penyelesaian akhir yang
ditawarkan.
Selanjutnya, dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tersebut prosedur penyelesaian setiap perselisihan
hubungan industrial harus terlebih dahulu dilakukan melalui perundingan bipartit dan jika perundingan tidak
mencapai hasil maka ditempuh prosedur sebagai berikut.
Penyelesaian Perselisihan Hak. Dalam hal perundingan tidak tercapai kesepakatan maka penyele-saiannya
dilakukan oleh Pengadilan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dan putusannya bersifat
final.
Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tersebut prosedur penyelesaian setiap perselisihan hubungan industrial
harus terlebih dahulu dilakukan melalui perundingan bipartit dan jika perundingan tidak mencapai hasil maka
ditempuh prosedur sebagai berikut.
a.Penyelesaian Perselisihan Hak. Dalam hal perundingan tidak tercapai kesepakatan maka penyele-saiannya
dilakukan oleh Pengadilan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dan putusannya bersifat
final.
b.Penyelesaian Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
1) Dalam hal perundingan tidak tercapai kesepakatan penyelesaian maka pihak-pihak dapat memilih
penyelesaian dengan mediasi, konsiliasi, atau
arbitrase.
2) Jika pihak-pihak memilih mediasi atau konsiliasi dan tidak tercapai penyelesaian maka penyelesaian
selanjutnya dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial(PPHI). Jika salah satu pihak tidak puas, selanjutnya putusan Pengadilan
PPHI ini selanjutnya dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung.
3) Dalam hal pihak-pihak sepakat memilih penyelesaian melalui arbitrase akan tetapi putusan arbitrase ditolak
(tidak diterima) oleh salah satu atau pihak-pihak yang berselisih maka penyelesaian selanjutnya dapat
dilakukan dengan mengajukan upaya hukum. Peninjauan Kembali (PK) keMahkamah Agung.
4) Dalam hal pihak-pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan melalui mediasi, konsiliasi, atau
arbitrase, maka atas kesepakatan kedua belah pihak atau atas kemauan salah satu pihak penyelesaiannya
dilakukan oleh Pengadilan PPHI. Perundingan paling lama 30 (tiga puluh) hari harus diselesaikan sejak
tanggal dimulainya perundingan.
1 dari 1