Anda di halaman 1dari 8

WEEKLY ASSIGNMENT #2

PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI

GROUP 1

Oleh :
Joas BM Tua Simbolon 327221005
Juanda Mahendra 327221007
Nisrina Fahria Dea Prilita 327222017
Patrickson Christian S. 327221008
Prasetyo Hari Wibowo 327221014
Rigel Pawallo 327221015
Toto Hadiani 327221011
Yasmin Ramadian 327221018

Dosen Pengajar
Oei Fuk Jin S.T., M.Eng., D.Eng

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
APRIL 2023
4.1. How are construction disputes generally resolved?
Setiap tahun, puluhan ribu kontrak konstruksi ditandatangani dan
diimplementasikan. Dalam hal ini sudah hampir pasti akan terjadi sengketa
konstruksi akibat perbedaan intrepretasi maupun akibat lain yang bersifat
fisik maupun non fisik. Kesuksesan dalam menyelesaikan sengketa dapat
diindikasikan oleh 5 (lima) factor, yaitu biaya dan waktu, tingkat ketegangan,
kekuatan individual dalam menentukan keputusan akhir, tingkat paksaan, dan
tingkat kepentingan hubungan/relasi pihak-pihak yang bersengketa. Dalam
menyelesaikan sengketa ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu
negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli, arbitrase, dan litigasi
(Kementerian PUPR, 2017).
Litigasi adalah bentuk penyelesaian sengketa yang mana harus menunggu
hingga Lembaga peradilan mengambil keputusan untuk menyelesaikan
masalah. Sedangkan non-litigasi adalah bentuk penyelesaian sengketa di luar
peradilan umum. Penyelesaian sengketa di peradilan umum (litigasi) biasanya
berdasarkan sistem yang sudah baku/formal, menerapkan hukum secara ketat,
terbuka (diketahui publik), menerapkan hukum secara ketat dan
kemungikanan banding yang beresiko proses yang memakan waktu yang
lama, dan dalam beberapa tahun terakhir muncul pendapat bahwa metode
litigasi tidak lagi efektif terutama apabila mencapai tingkat Mahkamah
Agung. Penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi umunya berdasarkan
konsensus, cenderung menggunakan pertimbangaan rasa keadilian dan
kepatutan, rahasia (tidak terbuka untuk publik).
Undang Undang Nomor 2 tahun 2017 Pasal 5 mendorong digunakannya
alternatif penyelesaian sengketa penyelanggaraan Jasa Konstruksi di luar
pengadilan (litigasi). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2020
penyelesaian sengketa dalam jasa konstruksi dilaksankan dengan prinsip
cepat, murah berkepastian hukum, menjaga hubungan baik dan perkaranya
tidak dapat dibuka pada publik kecuali ditentukan lain oleh para pihak
dan/atau pengadilan.
Sengketa yang terjadi dalam Kontrak Kerja Konstruksi diselesaikan dengan
prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Jika penyelesaian
sengketa dengan cara musyawarah para pihak tidak dapat mencapai suatu
kemufakatan, Undang Undang Nomor 2 Tahun 2017 mengamanatkan para
pihak menempuh tahapan upaya penyelesaian sengketa meliputi :
1. Mediasi
Mediasi merupakan cara penyelesaian masalah di awal perselisihan
berlangsung. Upaya penyelesaian sengketa dengan mengikutsertakan
pihak ketiga (mediator) yang bertindak sebagai penasehat/penengah yang
netral atau tidak memihak (impartial) yang turut aktif memberikan
bimbingan atau arahan guna mencapai penyelesaian, namun tidak
berfungsi sebagai hakim yang berwenang mengambil keputusan. Inisiatif
dan keputusan penyelesaian sengketa tetap berada di tangan para pihak
yang bersengketa, serta hasil penyelesaiannya bersifat kompromistis.
Mediasi dapat menyelesaikan masalah dengan cepat, murah, tertutup dan
ditangani oleh para ahli.Tetapi yang menjadi masalah adalah keputusan
mediasi ini tidak mengikat. Jadi apabila persetujuan tidak dapat dicapai,
seluruh usaha mediasi hanya akan membuang-buang uang dan waktu.
2. Konsiliasi
Upaya penyelesaian sengketa dengan mengikutsertaan pihak ketiga
(konsiliator) yang melakukan intervensi secara aktif menyusun dan
merumuskan Langkah-langkah penyelesaian, yang selanjutnya ditawarkan
kepada para pihak yang bersengketa. Apabila para pihak yang bersengketa
tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan, maka konsoliator
mengajukan usulan pemecahan atau jalan keluar dari sengketa. Meskipun
demikian konsiliator tidak berwenang membuat putusan, tetapi hanya
berwenang membuat rekomendasi dan pelaksanaannya tergantung dari
itikad baik (good will) dari para pihak yang bersengketa sendiri.
3. Arbitrase
Upaya penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga (arbiter)
yang terdiri oleh para ahli dibidang konstruksi dan diberi kewenangan
penuh oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa, sehingga berwenang
mengambil putusan yang bersifat final dan mengikat. Dalam hal ini para
pihak menyetujui untuk menyerahkan penyelesaian sengketanya kepada
pihak ketiga yang netral yang mereka pilih untuk membuat keputusan.
Kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase :
a. Kerahasiaan sengketa para pihak
b. Menghindari kelambatan akibat hal prosedural dan administratif
c. Para pihak dapat memilih arbiter yang memiliki pengalaman dan latar
belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan secara
jujur dan adil
d. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan
masalah serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase
e. Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui
prosedur sederhana dan langsung dapat dilaksanakan.
Kelemahan penyelesaian sengketa melalui arbitrase :
a. Putusan arbitrase sangat tergantung pada kemampuan teknis arbiter
untuk memberikan putusan yang memuaskan kepada kedua belah
pihak. Karena walaupun arbiter adalah seorang ahli, namun belum
tentu dapat memuaskan para pihak
b. Tidak terikat dengan putusan arbitrase sebelumnya, atau tidak
mengenal legal precedence. Oleh karenanya, bisa saja terjadi putusan
arbitrase yang berlawanan dan bertolak belakang
c. Pengakuan dan pelaksanaan atau eksekusi putusan arbitrase
bergantung pada pengakuan dan kepercayaan terhadap lembaga
arbitrase itu sendiri;
d. Proses arbitrase ini akan memakan waktu, tenaga serta biaya yang
lebih mahal, jika ada salah satu pihak yang belum puas dan masih
ingin memperkarakan putusan arbitrase.

4.2. Do you have adjudication processes in your jurisdiction (whether


statutory or otherwise) or any other forms of interim dispute resolution
(e.g. a dispute review board)? If so, please describe the general
procedures
Proses penyelesasian sengketa menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun
2017:
1. Didalam kontrak kerja konstruksi harus mencakup pilihan penyelesian
konstruksi (pasal 47 ayat 1)
2. Prinsip penyelesasian sengketa konstruksi ialah musyawarah untuk
mencapai kemufakatan (pasal 88 ayat 2)
3. Jika Kontrak tidak memuat pilihan penyelesaian sengketa: Para pihak
membuat persetujuan tertulis mengenai tata cara penyelesaian sengketa
yang akan dipilih (pasal 88 ayat 3)
4. Tahapan upaya penyelesaian sengketa berturut turut sebagaai berikut :
mediasi, konsiliasi dan arbitrase (pasal 88 ayat 4)
5. Pembentukan Dewan Sengketa: Pasal 88 ayat (5) dan ayat (6)

Gambar 1 Alur Penyelesaian Sengketa Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017


Gambar 2 Alur Potensi Sengketa Kontrak Konstruksi

Jalur penyelesaian sengketa non-litigasi sering dipilih karena pertimbangan


waktu penyelesaian yang lebih cepat dan biaya yang lebih murah jika
dibandingkan dengan cara litigasi. Di Indonesia ada beberapa Lembaga
penyelesiaan melalui jalur non-litigasi yaitu sebagai berikut:
1. Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak LKPP.
2. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
3. Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Indonesia
(BADAPSKI).

1) Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak LKPP


Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak pada Lembaga ini terdiri atas
layanan Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase yang dibentuk berdasarkan Pasal
85 Perpres 16/2018 dan Peraturan LKPP nomor 18 tahun 2018 tentang
Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak.
Adapun manfaat dibentuknya Lembaga ini adalah :
a. Penyelesaian sengketa PBJ lebih cepat, efektif dan efisien karena BPS
PBJ hanya menangani sengketa pengadaan barang/jasa pemerintah.
b. Keputusan atas sengketa lebih akurat karena majelis terdiri dari ahli di
bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.
c. Memberikan gairah bagi Penyedia barang/jasa untuk lebih berpartisipasi
dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, karena keputusan
yang dihasilkan lebih memberikan kepastian hukum.
d. Terwujudnya iklim pengadaan barang/jasa pemerintah yang jauh lebih
baik karena terbentuknya kompetisi yang semakin baik sebagai akibat
dari semakin banyaknya Penyedia yang berpartisipasi dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah

Adapun alur pendaftaran penyelesaian sengketa yang ada di LPSK LKPP


adalah sebagai berikut :

Gambar 3 Alur Pendaftaran Mediasi

Gambar 4 Alur Pendaftaran Konsiliasi


Gambar 5 Alur Pendaftaran Arbitrase

2) Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)


Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau BANI adalah suatu badan yang
dibentuk oleh pemerintah Indonesia guna penegakan hukum di Indonesia
dalam penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang terjadi di berbagai
sektor perdagangan, industri dan keuangan, melalui arbitrase dan bentuk-
bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya antara lain di bidang-
bidang korporasi, asuransi, lembaga keuangan, pabrikasi, hak kekayaan
intelektual, lisensi, waralaba, konstruksi, pelayaran/ maritim, lingkungan
hidup, penginderaan jarak jauh, dan lain-lain dalam lingkup peraturan
perundang-undangan dan kebiasaan internasional. Badan ini bertindak secara
otonom dan independen dalam penegakan hukum dan keadilan.

3) Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Indonesia


(BADAPSKI)
Dalam hal-upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan
sengketa dalam hal tahapan upaya penyelesaian sengketa jasa konstruksi
sebagaimana disebutkan pada pasal 88 undang-undang nomor 2 tahun 2017
dan permasalahan sengketa seringkali diselesaikan melalui jalur litigasi yang
di tangani oleh bukan ahli bidang konstruksi sehingga menghasilkan putusan
yang kurang adil adalah Sebagian hal yang melatarbelakangi berdirnya
BADASKI.
Referensi

BPSDM PUPR (2017), Modul 6 Analisis Penyelesaian Sengketa Kontrak


Konstruksi, Pelatihan penyelessaian Sengketa Kontrak Konstruksi
Hasan, Basri (2019) Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi, Diklat Sengketa
Hukum LKPP
Kementerian PUPR. (2017). Modul Analisis Penyelesaian Sengketa Kontrak
Konstruksi. Bandung: Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDA dan
Konstruksi BPSDM Kementerian PUPR.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksana Undang
Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa


Konstruksi.

Anda mungkin juga menyukai