Anda di halaman 1dari 23

Diskusi aspek hukum for uas

Diskusi 10 : Proses Penanganan Klaim


Friday, 12 May 2017, 12:54 PM
Contoh kasus klaim
Di daerah Bogor terdapat pembangunan Rumah Sakit dengan kontrak gabungan lumpsum dan harga satuan yang
diberikan kepada penyedia jasa X. Pada bulan Desember 2009 proyek ini harus sudah selesai. Pada saat
pembebasan lahan terjadi masalah dengan warga setempat sehingga penyedia jasa harus melakukan koorinasi lebih
lama. Kemudian pada saat pekerjaan tiang pancang, curah hujan sangat tinggi selama beberapa minggu, yang
mengakibatkan air menggenangi lubang galian. Sehingga penyedia jasa harus menunggu dan mengulang pekerjaan
tersebut dari awal setelah cuaca memungkinkan . Berdasarkan hal di atas maka penyedia jasa tersebut mengajukan
klaim.
*****
Coba anda analisa klaim apa yg diajukan dan jelaskan.

Good. Sudah tepat mengenai klaim waktu dan biaya. Selanjutnya bisa diperdalam lagi dengan data yang akurat
mengenai kondisi masalah yang ada. Misalnya :

 Adanya BAP dan foto pada saat melakukan rapat koordinasi dengan warga terkait pembebasan lahan.
 Adanya data pendukung yang terkait perpanjangan waktu yang akhirnya mempengaruhi biaya karena adanya
faktor force majure (curah hujan tinggi beberapa minggu)

Re: Diskusi 10 : Proses Penanganan Klaim


by I Made Sudiadnya - 41114110079 - Monday, 15 May 2017, 2:00 PM

Melihat kasus tersebut di atas perlu saya, yang perlu saya konfirmasi adalah tanggal kontrak dan tanggal mulai kerja
dari proyek tersebut untuk memastikan berapa lama proyek tersebut terlambat penyelesaiannya. Selain itu perlu
dikonfirmasi juga masalah pembebasan lahan, saya asumsikan pembebasan lahan tidak termasuk dalam kontrak, itu
merupakan tanggungjawab pengguna jasa.
klaim
a. Karena pembebasan lahan mengalami keterlambatan, maka penyedia jasa berhak untuk mengklaim tambahan
waktu kontrak, karena ini merupakan kesalahan dari pihak pengguna jasa. Seharusnya pengguna jasa memastikan
lahan sudah bebas dulu baru dilakukan kontrak. Kalau lahan belum bebas, tidak akan mungkin penyedia jasa dapat
memulia pekerjaannya.
b. Pada kasus yang kedua (keadaan cuaca) ini mungkin masuk ke keadaan kahar, yaitu keadaan yang tidak dapat
dikendalikan oleh manusia. Untuk masalah ini, penyedia jasa dapat meminta kompensasi kepada pengguna jasa,
sesuai dengan kesepakatan pada kontrak, apakah dalam bentuk tambahan waktu ataupun biaya. Tambahan biaya
diperlukan dengan alasan untuk menambah tenaga kerja dan peralatan agar dapat mempercepat pekerjaan
sehingga tidak jauh terlambat dari target.

1
Diskusi aspek hukum for uas
Selamat malam, Bu.
Berdasarkan hal tersebut maka Penyedia Jasa tersebut mengajukan klaim perpanjangan waktu dan tambahan
biaya sebagai berikut :

1. Klaim Perpanjangan Waktu

 Tambahan waktu akibat terpakai untuk koordinasi dengan warga

 Tambahan waktu untuk mengulang pekerjaan galian.

 Tambahan waktu untuk pekerjaan lain (Pekerjaan tiang pancang) akibat tertundanya pekerjaan galian tersebut.

2. Klaim Tambahan Biaya

 Tambahan biaya karena waktu pelaksanaan berubah

 Sewa tambahan alat – alat berat untuk mempercepat pekerjaan

 Biaya tambahan untuk operator alat berat

Diskusi 12 : Cara-cara Penyelesaian Sengketa Konstruksi File


Thursday, 25 May 2017, 4:21 PM
Menurut analisa Anda kasus sengketa konstruksi berikut ini dapat diselesaikan dengan cara seperti apa ? (pilih salah
satu)

2
Diskusi aspek hukum for uas
a. Adakalanya pengguna jasa sebagai pemilik proyek mempercayakan manajemen proyek kepada satu tangan
dengan tanggung jawab penuh dan target waktu dan biaya yang ketat dalam batas ceiling tertentu, akan tetapi
dalam pelaksanaannya pengguna jasa terlalu banyak mencampuri koordinasi dan manajemen proyek sehingga
urutan pekerjaan dan pola penanganan proyek menjadi kacau sehingga sulit dipertanggungjawabkan dari kualitas,
kuantitas, maupun target waktu dan biaya. Padahal proses tender/penunjukan sudah dilaksanakan sesuai
ketentuan.

b. Format pengendalian proyek, kaitannya dengan siapa bertanggung jawab kepada siapa. Sering terjadi di
lapangan, petugas proyek tidak menjalankan prosedur atau tata tertib yang telah disepakati kaitannya dengan
struktur organisasi manajemen proyek.

c. Site Engineer atau Koordinator Lapangan yang tidak menguasai seluruh proses. Ini akan berakibat permasalahan
yang ada dan terjadi atau kemungkinan deteksi dini tidak dapat dilakukan dengan baik.

Re: Diskusi 12 : Cara-cara Penyelesaian Sengketa Konstruksi File


by Lily Kholida - lily.kholida - Tuesday, 30 May 2017, 7:35 AM

Good. Berikut penjabran mengenai beberapa cara penyelesaian sengketa konstruksi.


Bagi yang belum menjawab di forum, silahkan tetap menjawab pertanyaan yang ada, berdasarkan ilmu yang ada di
modul, forum atau referensi ilmiah lainnya.
******
Dalam hal kasus sengketa yang bersifat kontraktual atau sengketa dimasa pelaksanaan pekerjaan sedang
belangsung, maka penyelesaian sengketa tersebut dapat melalui jalur sebagai berikut :

1). Jalur Konsultasi

Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat “personal” antara satu pihak tertentu, yang disebut dengan
“klien” dengan pihak lain yaitu konsultan. Pihak konsultan ini memberikan pendapat kepada klien untuk memenuhi
kebutuhan klien tersebut. Dalam jasa konstruksi, konsultan berperan penting dalam penyelesaian masalah-masalah
teknis lapangan, apalagi apabila konsultan tersebut merupakan konsultan perencana dan atau konsultan
pengawas proyek. Pendapat mereka sangat dominan untuk menentukan kelancaran proyek

2). Jalur Negosiasi

Pada dasarnya negosiasi adalah upaya untuk mencari perdamaian di antara para pihak yang bersengketa sesuai
Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

3
Diskusi aspek hukum for uas
Selanjunya dalam Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864 Bab Kedelapanbelas Buku III Kitab Undang-undang Hukum
Perdata tentang Perdamaian, terlihat bahwa kesepakatan yang dicapai kedua belah pihak yang bersengketa, harus
dituangkan secara tertulis dan mengikat semua pihak. Perbedaan yang ada dari kedua
aturan tersebut adalah bahwa kesepakatan tertulis tersebut ada yang cukup ditandatangani
para pihak dengan tambahan saksi yang disepakati kedua belah pihak. Sedangkan yang satu lagi, kesepakatan yang
telah diambil harus didaftarkan ke Pangadilan Negeri. Negosisi merupakan salah satu lembaga alternatif
penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar
pengadilan, sedangkan perdamaian dapat dilakukan sebelum proses sidang pengadilan atau
sesudah proses sidang berlangsung, baik di luar maupun di dalam sidang pengadilan (Pasal
130 HIR). Dari literatur hukum dapat diketahui, selain sebagai lembaga penyelesaian sengketa, juga bersifat
informal meskipun adakalanya juga bersifat formal.

3). Jalur Mediasi

Yaitu kondisi dimana dibutuhkan pihak ketiga(baik perorangan atau lembaga independen), tidak memihak dan
bersifat netral, yang bertugas memediasi kepentingan dan diangkat serta disetujui para pihak yang bersengketa.
Sebagai pihak luar, mediator tidak memiliki kewenangan memaksa, tetapi bertemu danmempertemukan para pihak
yang bersengketa guna mencari masukan pokok perkara.Berdasarkan masukan tersebut, mediator dapat
menentukan kekurangan atau kelebihan suatuperkara, kemudian disusun dalam proposal yang kemudian
dibicarakan kepada para pihaksecara langsung. Peran mediasi ini cukup penting karena harus dapat menciptakan
situasi dan kondisi yang kondusif sehingga para pihak yang besengketa dapat berkompromi dan menghasilkan
penyelesaian yang saling menguntungkan di antara para pihak yang bersengketa. Mediasi juga merupakan salah
satu alternatif penyelesaian sengketa.

4). Jalur Konsiliasi

Konsiliasi menurut sumber lain, dapat disebut sebagai perdamaian atau langkah awal perdamaian sebelum sidang
pengadilan (ligitasi) dilaksanakan, dan ketentuan perdamaian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, juga merupakan bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dengan mengecualikan untuk
hal-hal atau sengketa yang telah memperoleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Re: Diskusi 12 : Cara-cara Penyelesaian Sengketa Konstruksi File


by Asima Marsaor Uli Rohana Simorangkir - 41113110093 - Monday, 29 May 2017, 9:51 AM

Studi kasus A

4
Diskusi aspek hukum for uas
Menurut saya pengguna jasa tidak konsisten dengan kontrak yang sudah ada dalam perjanjian
kontrak sebelum pelaksaan pekerjaan kontruksi. Sehingga akan merugikan pihak kontraktor selaku pelaksana
proyek dari segi biaya dan waktu . Misalnya adanya perubahan gambar atau spesifikasi
material yang sudah ada di penawaran kontrak.
Untuk menangani kasus ini menurut saya dengan cara mediasi. Mediasi adalah cara
menyelesaikan sengketa melalui seorang penengah atau yang biasa disebut mediator.
Mediator tidak memutuskan keputusan melainkan membimbing untuk mencari penyelesaian. Keputusan akhir
tetap ada pada penguna jasa dan penyedia jasa.

Re: Diskusi 12 : Cara-cara Penyelesaian Sengketa Konstruksi File


by Yusup Ramdani - 41113110109 - Wednesday, 31 May 2017, 3:14 PM

pada kasus A, Jalur Mediasi,Yaitu kondisi dimana dibutuhkan pihak ketiga(baik perorangan atau lembaga
independen), tidak memihak dan bersifat netral, yang bertugas memediasi kepentingan dan diangkat serta disetujui
para pihak yang bersengketa. Sebagai pihak luar, mediator tidak memiliki kewenangan memaksa, tetapi bertemu
danmempertemukan para pihak yang bersengketa guna mencari masukan pokok perkara.Berdasarkan masukan
tersebut, mediator dapat menentukan kekurangan atau kelebihan suatuperkara, kemudian disusun dalam proposal
yang kemudian dibicarakan kepada para pihaksecara langsung. Peran mediasi ini cukup penting karena harus dapat
menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif sehingga para pihak yang besengketa dapat berkompromi dan
menghasilkan penyelesaian yang saling menguntungkan di antara para pihak yang bersengketa. Mediasi juga
merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa.

Diskusi 13 : Mengenal Arbitrase, Arbiter/Arbitrator


Saturday, 3 June 2017, 6:36 AM
Apabila putusan Arbitrase telah ditetapkan, apakah masih bisa dibatalkan ? bagaimana menurut Anda

Pada pasal 70 UU No.30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dijelaskan hal-hal yang
bisa mengakibatkan pembatalan putusan. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan
palsu.
b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan.
c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Permohonan pembatalan putusan arbitrase didaftarkan paling lama 30 hari setelah hari penyerahan dan
pendaftaran putusan arbitrase pada panitera pengadilan negeri. Apakah yang dimaksud 30 hari adalah dalam
hitungan hari kalender atau hari kerja? Apabila di dalam suatu UU tidak diatur secara pasti hitungan hari yang
dipakai, berarti hitungan hari yang dimaksud adalah hitungan hari kalender.
Permohonan pembatalan diajukan kepada ketua pengadilan negeri dan ketua pengadilan negeri nanti akan
memutuskan paling lambat 30 hari setelah permohonan diterima. Pihak yang tidak puas dengan putusan
pembatalan dapat mengajukan banding kepada Mahkamah Agung (MA) dan putusan MA akan diberikan dalam
waku, paling lama, 30 hari.

5
Diskusi aspek hukum for uas

Re: Diskusi 13 : Mengenal Arbitrase, Arbiter/Arbitrator


by Lily Kholida - lily.kholida - Wednesday, 7 June 2017, 9:22 AM

Good. Yang belum menjawab, silahkan tetap mengirimkan jawabannya dari sumber atau sudut pandang lain untuk
memperluas wawasan.

*****
Ada kalanya putusan Arbitrase tidak dilaksanakan secara sukarela, kemungkinan karena memang ada hal-hal dalam
putusan sengketa diragukan keabsahannya atau ada alasan lain, dapat juga kemungkinan adanya itikad kurang baik
dari pihak yang kalah.

Dasar-dasar hukum :

1. Ketentuan RV Pasal 643 dan selanjutnya dengan syarat-syarat resmi ketentuan sebagai berikut :
a. Putusan tak dapat dibanding--bila dibanding upaya pembatalan gugur.
b. Tenggang waktu permohonan diajukan dalam waktu 6 bulan sejak putusan disampaikan kepada Pemohon dan
Termohon.

Perlawanan (permohonan pembatalan) baru terbukti setelah ada perintah eksekusi Ketua Pengadilan (Pasal 645 RV)
2. Undang-undang No.30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa PAsal 70 memungkinkan
pembatalan putusan arbitrase dengan syarat-syarat :
a. Dokumen yang diajukan dalam persidangan dibuktikan palsu,
b. Setelah putusan ada dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan pihak lain atau

3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilaksanakan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Diskusi 14 : Pengertian Etika, Profesi dan Profesionalisme


Thursday, 8 June 2017, 9:20 PM
Perhatikan video berikut ini :

https://www.youtube.com/watch?v=iQMPYhLG2EA

Bagaimana menurut Anda video tersebut terkait etika, profesi dan profesional pada dunia kerja yang anda tekuni
saat ini ? sebutkan salah satu contoh friksi yang terjadi dan solusinya menurut anda
Jawaban gue

6
Diskusi aspek hukum for uas
Dalam video tersebut, etika enginer membutuhlkan loyalitas tinggi, kedisiplinan, serta kejujuran dan tanggung
jawab, bersemangat bekerja, bekerja dengan peraturan yang ada di proyek, bekerja professional, bekerja cerdas
tentunya,
Contoh friksi biasanya yang saya alami , terjadinya suatu gesekan atau tidak bekerja sama antara drafter dan
supervisor yang tidak bekerja secara professional yang tidak mau saling mengalah dengan prinsipnya masing-
masing seehingga proyek jadi terbengkalai tidak selesai,
Solusinya jadilah diri yang selalu rendah hati dan tidak tinggi hati , bisa bekerja secara profesinal dan meningkatkan
ilmu yang dimiliki supaya jauh dari pedebatan yang sia-sia.

Re: Diskusi 14 : Pengertian Etika, Profesi dan Profesionalisme


by Afif Sugiharto - 41113110075 - Tuesday, 13 June 2017, 5:19 PM

Assalamu'alaikum..

Menurut saya, video tersebut menceritakan bagaimana seharusnya engineer bersikap dalam bekerja. Seorang
engnineer harus bekerja berorientasi sesuai dengan undang-undang yang berlaku demi kemanan hasil pekerjaan.
Selain itu juga harus bekerja secara profesional, jujur dan loyal terhadap bidangnya. Walaupun gaji tak sebanding
dengan pekerjaan tetap harus bekerja secara amanah dan jujur, tidak melakukan suap menyuap. Artinya seorang
engineer harus bersyukur dengan apa yang dia kerjakan, bekerja dengan benar, sungguh-sungguh, dan maksimal
sesuai dengan kemampuan.

Yang terjadi dilapangan banyak suap menyuap demi untuk menggoalkan proyek, banyak suap menyuap untuk
menutupi kesalahan teknis yang terjadi, hal tersebut adalah melanggar hukum, baik secara agama maupun secara
konstitusional. Solusinya, mari kita sebagai generasi penerus harus bekerja secara jujur, amanah, totalitas, dan
penuh tanggung jawab. Kita sama-sama perbaiki diri sendiri dahulu.

Terima kasih

7
Diskusi aspek hukum for uas

Quis 9
Persepsi Pemilik dan Kontraktor Terhadap Faktor yang Menyebabkan Keterlambatan di Pekerjaan Struktur dan
Finishing (Penyelesaian)
Abstrak: Sebuah proyek konstruksi terdiri dari sejumlah paket pekerjaan, yang dikenakan penundaan. Penundaan ini
mungkin disebabkan oleh banyak faktor di tempat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mewakili pemilik dan
kontraktor persepsi terhadap faktor keterlambatan yang sering terjadi dalam karya struktural dan finishing. Data
untuk analisis dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner. Sebanyak 198 set kuesioner dikumpulkan dan digunakan
untuk analisis selanjutnya. Secara umum, perubahan desain selama konstruksi dirasakan oleh responden sebagai
faktor yang paling sering menyebabkan keterlambatan dalam semua karya struktural dan finishing. Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa ada sejumlah perbedaan antara pemilik dan persepsi kontraktor terhadap kejadian dari
faktor. Sementara sebagian besar kontraktor kekhawatiran bahwa faktor informasi yang terkait dengan proyek desain
dan lingkup sering menyebabkan keterlambatan dalam pekerjaan konstruksi, pemilik mempertimbangkan banyak
kontraktor berasal faktor, seperti yang paling sering delay menyebabkan.

Quis 10
Proses Model untuk Pengadministrasian Klaim Konstruksi
Abstrak: Tagihan biaya tambahan dan ekstensi waktu akibat dari berbagai peristiwa yang terjadi selama konstruksi.
Untuk meningkatkan peluang keberhasilan, kontraktor yang mengajukan klaim harus mengikuti langkah-langkah yang
ditetapkan dalam kondisi kontrak, memberikan rincian dugaan biaya tambahan dan waktu, dan menyajikan
dokumentasi yang cukup. Di sisi lain, pemilik proyek harus mengikuti prosedur yang luas keseluruhan langkah-demi-
langkah untuk melacak dan mengelola klaim yang diajukan oleh kontraktor. Makalah ini menyajikan proses klaim-
manajemen yang dapat digunakan oleh semua pihak yang terlibat dalam konstruksi. Proses mengidentifikasi utama
pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan tonggak serta pemberitahuan dan pembuktian pos pemeriksaan
kepatuhan, yang penting untuk pengembangan argumen pertahanan klaim ditangani. Ini lebih menekankan
penggunaan alat-alat seperti simulasi, penjadwalan, produktivitas, dan analisis ekonomi dan teknik pemodelan
lainnya dalam menilai tingkat pembenaran dan kewajaran klaim yang diajukan.

QUIS -11 ASPEK HUKUM


YUSUP RAMDANI
41113110109

1. Jelaskan hubungan antara kontrak dan klaim ?


JAWABAN :
8
Diskusi aspek hukum for uas

HUBUNGAN ANTARA KONTRAK DAN KLAIM

Dalam identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kontraktor mengajukan klaim biaya ke pemilik proyek.
Sebagai langkah awal, biasanya membutuhkan beberapa referensi-referensi literature yang dapat mendukung proses
penelitian ini. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kontraktor
mengajukan klaim biaya ke pemilik proyek. Oleh karena itu, peranan literature dalam penelitian ini ialah sebagai
acuan dalam mengidentifikasi seluruh indikator yang menyebabkan kontraktor mengajukan klaim ke pemilik proyek.
Mengidentifikasi faktor penyebab klaim ini jelas merupakan suatu hal yang utamadan sangat penting untuk dilakukan
kontraktor, karena klaim selalu berawal dari adanya suatu kejadian yang merugikan dan kontraktor mempunyai hak
atas penggantian kerugian tersebut. Jadi, kalim selalu berhubungan dengan kontrak, karena kontrak sendiri dapat
berperan sebagai sumber dari klaim, sekaligus juga sebagai penyelesaian dari masalah klaim itu sendiri.

Kontrak atau perjanjian adalah merupakan bagian dari hokum perdata. Oleh karena itu ketentuan-ketentuan
mengenai kontrak atau perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgeijk Wetboek). Menurut
pasal 1313 KUH Perdata, definisi perjanjian adalah:

“Suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Lebih lanjut,
syarat sahnya sebuah kontrak menurut pasal 1320 KUH Perdata adalah:

1. Sepakat mereka mengikatkan diri


2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.

Ada beberapa definisi mengenai klaim dalam konstruksi. Pengertian klaim dari beberapa sumber yakni sebagai
berikut:

1. Tuntutan (klaim) juga diartikan sebagai adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai
penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak (Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan-
KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN, 2004).
2. Menurut Hario Sabrang (1998), klaim adalah suatu bentuk usaha untuk menuntut hak mengimbangi
kewajiban yang telah dipenuhi.
3. Edward & Fisk (1990) menjelaskan bahwa klaim adalah permasalahan yang dapat menimbulkan perselisihan
dan permohonan akan tambahan uang, tambahan waktu pelaksanaan, atau perubahan metode pelaksanaan
pekerjaan. Klaim berlanjut dengan pembuatan dokumen klaim yang formal yang diajukan oleh kontraktor
kepada pemilik bangunan.
4. Klaim juga dapat berarti jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai penggantian biaya-
biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak. Sedangkan kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan
secara khusus untuk konstruksi suatu asset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu sama lain atau
saling berantungan dalam hal rancangan teknologi, dan fungsi atau tujuan atau penggunaan utama.
(Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan-KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN,2004).

Dari pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpilkan klaim adalah suatu permintaan/kompensasi
uang/biaya atau jadwal/waktu diluar kontrak untuk mengimbangi kewajiban yang telah dipenuhi dari salah satu pihak
kepada pihak lain yang terlibar dalam kontrak atas suatu fakta/kebenaran yang terjadi pada proses konstruksi
berlangsung.

Maka akan ditarik suatu kesimpulan yang menghubungkan antara kontrak dan klaim, ialah;

9
Diskusi aspek hukum for uas
1. Kontrak yang telah dibuat oleh kontraktor dan pemilik proyek mempunyai peranan penting selama masa
pelaksanaan. Kontraktor tersebut berperan sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian.
2. Selama masa pelaksanaan, seringkali terjadi informasi yang tertera dalam kontrak tidak sesuai dengan kondisi
actual. Terjadap kontrak tersebut, ada 2 (dua) hal yang mungkin terjadi terhadap kontrak tersebut, yakni
situasi yang tidak sesuai dengan penjelasan awal kontrak dan salah satu pihak tidak menepati isi/hal yang
disepakati dalam kontrak.
3. Kontraktor berhak mengajukan klaim biaya/waktu karena kejadian-kejadian tersebut. Kejadian-kejadian yang
tidak sesuai dengan penjelasan berupa Advers Physical Condition dan Breach of Contract inilah yang menjadi
objek penelitian ini.
4. Agar klaim tersebut dapat diselesaikan, harus melalui penyiapan bukti yang lengkap beserta formalisasinya
melalui penerapan pola administrasi yang baik. Kegiatan perencanaa, pendokumentasian, pencatatan,
pengarsipan dan formalisasi yang dilakuan dengan teratur, terinci, terorganisasi dan dengan format yang baik
akan mempermudah pengajuan bukti yang lengkap dan akurat.

2. Apakah pengajuan klaim selalu berhasil ? Jelaskan jawaban anda

JAWABAN :

Biasany cara pengajuan klaim dimulai dengan penyampaian fakta mengenai suatu pkrjan yg di tanyakan,
antaranya mengenai lokasi pkrjan, & analisis biaya. Kmdian klaim dilengkapi dg ket yg mendukung klaim trsbt, yang
disusun berurutan berdasarkan surat menyurat antara pengguna jasa & penyedia jasa.

Perlu diingat bhw klaim berbeda dengan perhitungan penyedia jasa yg diakibatkan perubahan pekerjaan. Dalam
pengertian yg sanagt kaku mungkin sama, dg pertimbangan bhw kedua hal tersebut Penyedia Jasa menyajikan
informasi tetang tambahan biaya kepada Pengguna Jasa. Namun, pengajuan biaya perubahan pekerjaan terjadi
sblm pekerjaan dilaksanakan, sedangkan sebuah klaim biasanya disajikan setelah/selama pelaksanaan pekerjaan
bersangkutan. Proses Penanganan Klaim

I. Pengertian

Untuk dapat menangani klaim dengan baik kiranya perlu ditempuh suatu proses yang tepat beserta cara2nya mulai
dari personal yang terlibat, evaluasi analisis, dilanjutkan dengan perintah perubahan sampai kepada penyelesaian
klaim dan contoh2 klaim

II. Administrasi Kontrak

Dalam menangani klaim, Administrasi kontrak memegang peranan penting, bahkan dapat dikatakan berhasil tidaknya
penyelesaian suatu klaim sangat tergantung dari kerapian dan kecermatan memelihara & mengolah Administrasi
Kontrak sejak saat kontrak ditandatangani.

Kelalaian, kecerobohan serta kurang terpeliharanya arsip dan data kontak lainnya termasuk surat menyurat antara
Pengguna Jasa &PJ akan sangat melemahkan perjuangan dalam penanganan masalah klaim. Sebagai kesimpulan
dapat dikatakan bahwa sasaran pertama dari pengelolaan kontrak adalah menghilangkan atau setidaknya
mengurangi kemungkinan terjadinya suatu klaim.

III. Manajr Kontrak / Administrator Kontrak

Seperti proses dalam perubahan pekerjaan, Manajer Kontrak/Administrator Kontrak biasanya bertugas menangani
klaim, mulai sejak klaim muncul sampai pada penyelesaiannya.

10
Diskusi aspek hukum for uas
Tentu saja dengan otoritas dari Pengguna Jasa / PJ, jika suatu klaim terjadi, Manajer Kontrak/ Administrator Kontrak
melakukan hal sbb:
1. Meyakini hal tersebut secara manajerial benar
2. Menganalisa klaim dg teliti
3. Mencatat & mengarsipkan dengan cermat
4. Menyelesaikan sesegera mungkin

Semua diskusi, surat menyurat, dokumen2 pendukung, dsb yg berhubungan dengan klaim harus diperoleh &
dihimpun untuk evaluasi apakah klaim tersebut dapat diterima / tdk.

IV. Evaluasi
Manajer kontrak/ Administrator Kontrak kemudian memimpin suatu usaha penelitian secara mendetail termasuk
didalamnya :
1. Mewawancarai orang2 yg bersangkutan dari pihak pengguna jasa
2. Mempelajari dokumen kontrak, arsip proyek, laporan2 yg mungkin diperlukan untuk menganalisis klaim
V. Bahan-Bahan Evaluasi

Untuk melaksanakan evaluasi dengan baik diperlukan dokumen2 yang mencakup hal2 sbb :
1. Dokumen kontrak
2. Perubahan2 pekerjaan
3. Ringkasan pekerjaan tambah / kurang yg telah di se7i
4. Risalah rapat
5. Korespondensi dengan penyedia jasa
6. Jadwal pelaksanaan
7. Foto2 dokumentasi proyek
8. Laporan dsb
VI. Analisis
1. Dalam sub-peragraf ini akan diuraikan langkah2 untuk mengevaluasi suatu klaim baik dari PJ ke Pengguna
Jasa, maupun klaim dari pengguna Jasa ke PJ
2. Langkah pertama setelah menerima klaim adalah menghimpun semua dokumen yang berhubungan dengan
klaim
3. Apabila seluruh arsip klaim sudah lengkap maka Manajer Kontrak meminta orang2 proyek lainnya untuk
menganalisis dan menyiapkan tanggapan atas klaim tersebut.

VII. Perintah Perubahan

Sekali klaim tersebut telah diselesaikan maka Perintah Perubahan Pekerjaan Harus diterbitkan. Dalam hal ini semua
perubahan terhadap kontrak harus diawasi & didokumendasikan dengan baik.

VIII. Penyelesaina Klaim

Apabila cara penanganan klaim seperti diatas tidak mencapai persetujuan, klaim tadi berubah menjadi sengketa yg
harus diselesaiakan melalui pengadilan atau arbitrase sesuai kesepakatan tercantum dalam kontrak

IX. Proses Penanganan Klaim Yg Disarankan

11
Diskusi aspek hukum for uas
Menurut Robert D Gilbreath proses penanganan klaim yg disarankan adalah sbb:
1. Yg harus menangani klaim adalah petugas khusus yg ditunjuk, yi Manager Kontrak dalam pengertian sebagai
koordinator & bukan sebagai kuasa dari Pengguna Jasa.
2. Sasaran utama adalah berusaha menghilangkan atau setidaknya mengurangi klaim, namun apabila muncul
klaim, harus secepatnya menganalisis & mendokumentasikan semua dokumen pendukung, percakapan
korespondensi,dsb
3. Arsip klaim harus dibuat khusus
4. Manager kontrak melakukan usaha penelitian secara detail terhadap seluruh dokumen kontrak, termasuk
laporan2, catatan2 mengenai pekerjaan, serta wawan cara dengan pihak2 tertentu
5. Menyiapkan daftar tenaga bantuan u/ analisis klaim
6. Manajer kontrak tak bleh menyetujui klaim. Dia hanya bertugas sebagai penasehat Kepala Proyek Pengguna
Jasa bila hal ini muncul.
7. Sekali klaim terselesaikan, perubahan pekerjaan harus diterbitkan u/ mendukung permintaan
8. Manajer Kontrak tak boleh terlibat dalam sengketa tapi ketimbang secara emosional menerima tantangan
mengenai suatu klaim dg usaha sediri, libatkan &koordinasikan usaha2 personil proyek.

Maka dapat disimpulkan bahwa dalam pengajuan klaim belum tentu berhasil atau bisa jadi tidak seluruhnya berhasil.

3.Apa yang ingin dicapai dari pemanfaatan pengajuan klaim ?


Proses Pengajuan Klaim Konstruksi
Klaim merupakan hal yang biasa dalam industri konstruksi. Apabila ditangani dengan tepat maka klaim
dapat menguntungkan kedua belah pihak. Proses pengajuan klaim dapat dirinci sebagai berikut 99:
1. Pengajuan klaim biasanya diawali dengan terjadinya suatu perubahan pekerjaan. Perubahan
pekerjaan dapat diketahui sebelum pekerjaan dimulai atau baru diketahui ketika pekerjaan telah
atau sedang dilaksanakan.
2. Apabila perubahan pekerjaan tersebut telah diketahui sebelumnya maka penyedia jasa dapat
melakukan pemberitahuan kepada pengguna jasa. Pemberitahuan harus dilakukan secara tertulis.
3. Dimana perubahan pekerjaan baru diketahui setelah pekerjaan sedang berjalan maka perubahan
pekerjaan tersebut dinamakan perubahan tidak resmi. Biasanya perubahan tidak resmi termasuk
dalam kategori non-contractual rights.
Dalam hal ini penyedia jasa harus mengajukan permintaan perubahan kepada pengguna jasa. FIDIC
Conditions of Contract Construsction (The New Red Bok) menyebutkan pemberitahuan harus
dilakukan sesegera mungkin dalam jangka waktu 28 hari setelah kontraktor atau penyedia jasa
menyadari atau seharusnya menyadari akan kejadian atau keadaan tersebut. Apabila kontraktor
gagal menyampaikan pemberitahuan suatu klaim dalam jangka waktu 28 hari maka waktu
penyelesaian tidak akan diperpanjang dan kontraktor tidak berhak atas pembayaran tambahan dan
pengguna jasa akan dibebaskan dari semua kewajiban yang brekaitan dengan klaim.
4. Begitu kontraktor telah memberitahukan keinginannya untuk mengajukan klaim secara tertulis
maka kontraktor harus menyiapkan dokumen-dokumen yang mendukung untuk pengajuan klaim.
Dokumen-dokumen tersebut dapat berbentuk dokumen pokok, laporan saksi ahli, foto
dokumentasi dan lain lain. Dalam FIDIC disebutkan kontraktor harus menyimpan catatan lengkap
(sesuai dengan waktunya) yang mungkin diperlukan untuk mendukung klaim baik di lapangan
maupun di lokasi lain.Tidak dibatasi kewajiban, pengguna jasa, enjiner dapat, setelah menerima

12
Diskusi aspek hukum for uas
pemberitahuan menurut sub-klausula ini, memantau penyimpanan catatan dan/atau
memerintahkan kontraktor untuk menyimpan catatan kontemporer lebih lanjut.
Kontraktor harus segera menyampaikan kepada pengguna jasa atau enjiner suatu klaim yang
secara detail disertai data pendukung mengenai dasar klaim dan perpanjangan waktu dan /atau
pembayaran tambahan yang diklaim. Kontraktor dapat menyampaikan klaim sementara secara
berkala setiap bulan
dan harus menyampaikan klaim finalnya dalam jangka waktu 28 hari setelah efek yang
diakibatkan oleh kejadian tersebut berkahir.
5. Pengguna jasa lalu mengevaluasi dokumen tersebut dengan menggunakan rate harga yang tertera
dalam kontrak.
6. Apabila klaim telah disetujui oleh pengguna jasa, maka pengguna jasa wajib mengeluarkan perintah
perubahan pekerjaan (variation order). Variation order dapat direvisi setiap saat selama masa
konstruksi apabila diperlukan. Dalam jangka waktu 42 hari setelah menerima suatu klaim atau data
pendukung lebih lanjut untuk mendukung klaim sebelumnya, pengguna jasa maupun enjiner harus
menanggapi dengan persetujuan atau penolakan dengan komentar secara rinci. Selama jangka
waktu 42 hari enjiner atau pengguna jasa harus menindaklanjuti untuk menyetujui dan
menetapkan perpanjangan waktu maupun pembayaran tambahan yang berhak diterima oleh
kontraktor.
7. Setelah terbit perintah perubahan, perintah perubahan harus diikuti denagn penerbitan
amandemen kontrak.

SUMBER : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/129532-T%2026678-Tinjauan%20yuridis%20mengenai-Metodologi.pdf

Tugas 12 : Cara-cara Penyelesaian Sengketa Konstruksi


Jawablah pertanyaan berikut :
1. Ada berapa jenis sengketa dalam konstruksi, jelaskan ?
2. Faktor/aspek apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa konstruksi ?
3. Mengapa penyelesaian arbitrase paling sering dilakukan? jelaskan
4. Adakah alternatif penyelesaian sengketa konstruksi selain dari yang sudah di jelaskan di modul ? Jelaskan

JAWABAN DAN SOAL .


1. Ada berapa jenis sengketa dalam konstruksi, jelaskan ?
1. Jenis sengketa
Jenis sengketa adalah perubahan kontrak yang diminta (klaim) secara tertulis, yang diajukan oleh salah satu pihak
pada pihak lain sebagai kompensasi atas “kerugian” atau ketidaksesuaian implementasi suatu kontrak konstruksi.
Sengketa dapat disebabkan oleh berbagai jenis sengketa, jenis sengketa tersebut dikelompokkan menjadi 4 jenis
sengketa yaitu:
a) Biaya:
 Perubahan nilai kontrak
 Perubahan harga satuan pekerjaan
 Perubahan nilai angsuran pembayaran
b) Waktu:
 Perubahan waktu kontrak
 Perubahan jadwal kegiatan
 Perubahan jadwal pembayaran
c) Lingkup pekerjaan:
 Perubahan jenis pekerjaan
 Perubahan volume
13
Diskusi aspek hukum for uas
 Perubahan mutu/kualitas
 Perubahan metode pelaksanaan konstruksi
d) Gabungan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan (jasa)
 Kombinasi perubahan biaya dan waktu
 Kombinasi perubahan biaya dan lingkup pekerjaan
 Kombinasi perubahan waktu dan lingkup pekerjaan
 Kombinasi perubahan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan
2. Faktor/aspek apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa konstruksi ?
Penyebab sengketa
Penyebab sengketa adalah sumber timbulnya permintaan kompensasi secara tertulis atas “kerugian” atau
ketidaksesuaia implementasi suatu kontrak konstruksi oleh salah satu pihak pada pihak lain. Sengketa dapat
disebabkan oleh banyak hal, penyebab sengketa tersebut dikelompokkan menjadi 9 (Sembilan) penyebab sengketa
sebagai berikut:
a) Penyebab sengketa berkaitan dengan perizinan:
 Pemberian izin
 Permintaan izin
 Tidak adanya izin
b) Penyebab sengketa berkaitan dengan surat perjanjian kerjasama (kontrak):
 Isi surat kontrak tidak jelas
 Isi surat kontrak tidak lengkap
c) Penyebab sengketa berkaitan dengan persyaratan kontrak:
 Isi persyaratan kontrak tidak jelas
 Isi persyaratan kontrak tidak lengkap
d) Penyebab sengketa berkaitan dengan gambar:
 Gambar rencana tidak jelas
 Gambar rencana tidak lengkap
 Gambar kerja tidak jelas
 Gambar kerja tidak lengkap
e) Penyebab sengketa berkaitan dengan spesifikasi:
 Spesifikasi tidak jelas
 Spesifikasi tidak lengkap
 Perubahan spesifikasi
 Persyaratan spesifikasi tidak memungkinkan untuk dilaksanakan
f) Penyebab sengketa berkaitan dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB):
 RAB tidak jelas
 RAB tidak lengkap
 Pengukuran hasil pekerjaan
g) Penyebab sengketa berkaitan dengan administrasi kontrak:
 Berita acara
 Laporan
 Foto/film
h) Penyebab sengketa berkaitan dengan kondisi lapangan:
 Kondisi lapangan tidak sesuai denngan kontrak
 Perubahan kondisi lapangan
 Kondisi lapangan tidak memungkinkan
i) Penyebab sengketa berkaitan dengan kondisi eksternal:
 Perubahan kebijakan pemerintah
 Perubahan harga atau biaya

14
Diskusi aspek hukum for uas

3. Mengapa penyelesaian arbitrase paling sering dilakukan? Jelaskan

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (berdasarkan pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa). Adapun pada saat
berlakunya UU No. 30 Tahun 1999 ini, ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana diatur dalam pasal 615 sampai
651 Rv, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 Rbg tidak berlaku lagi. Adanya UU No. 30 Tahun 1999 telah berusaha
mengakomodir semua aspek mengenai arbitrase baik dari segi hukum maupun substansinya dengan ruang lingkup
baik nasional maupun internasional.
Di Indonesia sendiri, minat untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase ini meningkat semenjak
diundangkannya UU No. 30 Tahun 1999 tersebut. Adapun beberapa hal yang menjadi
keuntungan Arbitrasedibandingkan menyelesaikan sengketa melalui jalur litigasi adalah : 1) Sidang tertutup untuk
umum ; 2) Prosesnya cepat (maksimal enam bulan) ; 3) Putusannya final dan tidak dapat dibanding atau kasasi ; 4)
Arbiternya dipilih oleh para pihak, ahli dalam bidang yang disengketakan, dan memiliki integritas atau moral yang
tinggi ; 5) Walaupun biaya formalnya lebih mahal daripada biaya pengadilan, tetapi tidak ada 'biaya-biaya lain' ;
hingga 6) Khusus di Indonesia, para pihak dapat mempresentasikan kasusnya dihadapan Majelis Arbitrase dan
MajelisArbitrase dapat langsung meminta klarifikasi oleh para pihak. Dalam ruang lingkup internasional, Indonesia
maupun pihak-pihak dari Indonesia juga acap kali menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase. Beberapa contoh
kasusnya adalah : 1) Sengketa antara Cemex Asia Holdings melawan Indonesia yang diselesaikan
melaluiInternational Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) pada 2004 sampai 2007 ; 2) Sengketa
antara Pertamina melawan Commerz Asia Emerald yang diselesaikan melalui Singapore International Arbitration
Center(SIAC), Singapore pada tahun 2008 ; 3) Sengketa terkait Bank Century dimana dua pemegang sahamnya
menggugat Pemerintah Indonesia yakni Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al Warraq yang diselesaikan melalui ICSID,
Singapore ; hingga 4) Sengketa antara Newmont melawan Pemerintah Indoesia yang diselesaikan di ICSID,
Washington DC.

4. Adakah alternatif penyelesaian sengketa konstruksi selain dari yang sudah di jelaskan di modul ? Jelaskan
Cara selain dari modul yang sudah di jelskan penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui berbagai
macam cara. Cara-cara tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Enquiry ( Penyelidikan )
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak keduanya dimaksud untuk mencari fakta.
Hal ini bisa kita sebut misalnya melalui kepolisian, dimana akan dikupas tuntas, diselidiki hingga ketemu akar
masalahnya. Dan fakta yang benar itulah yang benar dan harus diterima oleh kedua belah pihak.

Selain itu, contoh yang bisa kita ambil adalah dalam sengketa perebutan anak. Dimana siapa yang menjadi orang
tua kandungnya. Hal ini bisa meminta pihak ketiga(pihak rumah sakit) untuk melakukan tes DNA. Dimana hasil yang
keluar dari pihak rumah sakit menjadi bukti dari sengketa tersebut yang kemudian untuk dijadikan
penyelesaiannya..
2. Good Office (Jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara
langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Bisa kita ambil contoh kedua pihak yang bersengketa sudah tidak bisa mengatasi masalahnya atau sudah bosan
menghadapinya, oleh karena itu mereka menggunakan jasa seperti pengacara. Dalam hal ini pihak yang
bersengketa memberikan kuasa kepada jasa yang dipercaya untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Sering kita
sebut pengacara. Dimana pengacara mencari bukti kebenaran yang memihak kepada yang memberi perintah
namun tetap mematuhi peraturan undang-undang yang berlaku. Selain itu juga bisa kita ambil contoh, klien atau
yang bersengketa misalkan saja mengurus atau menyelesaikan kasusnya ke dinas pemerintahan yang mengurus
masalah hak milik tanah dan bangunan. Disini pemerintah akan berusaha untuk mencari kebenaran yang ada tanpa

15
Diskusi aspek hukum for uas
menyembunyikan fakta sekecil apapun. Hasil yang dicapai tentu harus diterima kedua pihak yang bersengketa.
SISTEM ALTERNATIF YANG DIKEMBANGKAN
1. Sistem Mediation
2. Sistem Minitrial
3. Sistem Concilition
4. Sistem Adjudication
5. Sistem Arbitrase

Yang belum ada (dalam modul) yakni :


2). Sistem Minitrial
Sistem yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun 1977.
Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat
untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
1. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),
2. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan
dalam satu resolusi (resolution).

Tugas 13 : Mengenal Arbitrase, Arbiter/Arbitrator


Tugas dikumpulkan paling lambat RABU, 7 JUNI 2017 pukul 23:55
*****
Jawablah pertanyaan berikut ini :
1. Bagaimana tata cara penunjukan arbiter dan apa syarat seorang arbiter ?
2. Apa saja kandungan isi dari permohonan arbitrase ?
3. Bagaimana pelaksanaan putusan arbitrase ?
4. Apakah putusan arbitrase dapat berjalan lancar? bila tidak, apa kendala yang ada untuk eksekusi putusan
arbitrase?
5. Apakah pembatalan putusan arbitrase memiliki dasar hukum ? jelaskan dan sebutkan.

JAWABAN DAN SOAL .


1. Bagaimana tata cara penunjukan arbiter dan apa syarat seorang arbiter ?
Arbitrase pada dasarnya merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa perdata tetapi tidak melalui
jalur pengadilan pada umumnya. Hal ini sesuai dengan pengertian arbitrase yang diatur dalam Pasal 1 angka
1 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU
30/1999”) sebagai berikut:

“Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”
Tata cara;
Prosedur Pengangkatan Arbiter dalam Suatu Penyelesaian Sengketa/Kasus

Pada dasarnya, pemilihan arbiter itu dilakukan oleh para pihak yang bersengketa dan diusulkan sendiri
oleh pihak yang bersengketa. Akan tetapi, dalam hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai
pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter, Ketua Pengadilan Negeri
menunjuk arbiter atau majelis arbitrase. Pengaturan ini dapat kita lihat dalam Pasal 13 ayat (1) UU 30/1999.

16
Diskusi aspek hukum for uas
Kemudian, dalam suatu arbitrase ad hoc bagi setiap ketidaksepakatan dalam penunjukan seorang atau
beberapa arbiter, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk
seorang arbiter atau lebih dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak [Pasal 13 ayat (2) UU 30/1999].

Mengenai pemilihan dan pengangkatan arbiter tunggal dapat dilihat pengaturannya dalam Pasal 14 UU
30/1999:

1) Dalam hal para pihak telah bersepakat bahwa sengketa yang timbul akan diperiksa dan diputus
oleh arbiter tunggal, para pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan tentang pengangkatan
arbiter tunggal.
2) Pemohon dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku ekspedisi harus
mengusulkan kepada pihak termohon nama orang yang dapat diangkat sebagai arbiter tunggal.
3) Apabila dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah termohon menerima usul pemohon
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) para pihak tidak berhasil menentukan arbiter tunggal, atas
permohonan dari salah satu pihak, Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter tunggal.
Ketua Pengadilan Negeri akan mengangkat arbiter tunggal berdasarkan daftar nama yang
disampaikan oleh para pihak, atau yang diperoleh dari organisasi atau lembaga arbitrase
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dengan memperhatikan baik rekomendasi maupun keberatan
yang diajukan oleh para pihak terhadap orang ybs.

Dengan ditunjuknya seorang arbiter atau beberapa arbiter oleh para pihak secara tertulis dan
diterimanya penunjukan tersebut oleh seorang arbiter atau beberapa arbiter secara tertulis, maka antara
pihak yang menunjuk dan arbiter yang menerima penunjukan terjadi suatu perjanjian perdata. Penunjukan ini
mengakibatkan bahwa arbiter atau para arbiter akan memberikan putusannya secara jujur, adil, dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan para pihak akan menerima putusannya secara final dan mengikat seperti
yang telah diperjanjikan bersama, demikian yang dikatakan dalam Pasal 17 UU 30/1999.

Pada praktiknya, arbiter yang bekerja pada suatu badan/instansi tertentu juga harus memenuhi
persyaratan tambahan yang ditentukan oleh badan/instansi yang bersangkutan. Sebagai contoh, arbiter
pada Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) mempunyai syarat khusus yang tertuang dalam Pasal 3
ayat (1) Lampiran Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor Kep–
03/BAPMI/11.2002 tentang Arbiter BAPMI (“Keputusan BAPMI 03/2002”), yakni seseorang harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. warga negara Indonesia;
b. cakap melakukan tindakan hukum;
c. berumur paling rendah 35 tahun dan;
d. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif bidangnya paling sedikit 15 Tahun;
e. tidak pernah dihukum karena suatu tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan yang telah
mempunyai kekuatan pasti; dan
f. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
tetap;
g. bukan merupakan pihak-pihak yang dilarang untuk menjadi Arbiter oleh ketentuan perundang-
perundangan yang berlaku;
h. terdaftar sebagai anggota dari asosiasi, himpunan, ikatan dan/atau bentuk organisasi lain yang telah
menjadi anggota BAPMI;
i. berpendidikan minimum sarjana atau setara;
j. telah memperoleh izin orang-perorangan profesi pasar modal dari BAPEPAM atau terdaftar sebagai
profesi penunjang pasar modal di BAPEPAM;

17
Diskusi aspek hukum for uas
k. tidak termasuk dalam Daftar Orang Tercela dan/atau daftar orang yang tidak boleh melakukan
tindakan tertentu di bidang pasar modal sesuai dengan daftar yang dikeluarkan oleh BAPEPAM
dan/atau tidak pernah dihukum karena suatu tindak pidana yang terkait dengan masalah ekonomi
dan/atau keuangan dan;
l. memahami ketentuan perundang-perundangan di bidang pasar modal dan bidang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia;
m. memahami Peraturan dan Acara BAPMI;
n. bukan merupakan pejabat di bidang pengawas pasar modal, direksi bursa efek, atau lembaga kliring
dan penjaminan, atau lembaga penyimpanan dan penyelesaian; serta
o. bukan merupakan pejabat aktif dari instansi peradilan, kejaksaan atau kepolisian.
Syarat Menjadi Arbiter Pada Umumnya
Arbiter itu sendiri adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang
ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase, demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 7
UU 30/1999.
Secara umum, mengenai penunjukan atau pengangkatan arbiter dapat kita jumpai pengaturannya
dalam Pasal 12 UU 30/1999 yang berbunyi:
1) Yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter harus memenuhi syarat:
a. cakap melakukan tindakan hukum;
b. berumur paling rendah 35 tahun;
c. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua
dengan salah satu pihak bersengketa;
d. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase; dan
e. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun.
2) Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk atau diangkat sebagai
arbiter.
Dari bunyi pasal di atas dapat kita ketahui bahwa sepanjang seseorang memenuhi syarat-syarat di atas,
maka ia dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter. Ketentuan ini juga tidak mensyaratkan bahwa ia harus
menempuh pendidikan khusus untuk menjadi arbiter.
Di samping itu, profesi arbiter tidak mensyaratkan sarjana hukum di dalamnya. Dalam artikel Arbiter
Harus Mendua Sekretaris Jenderal Badan Arbitrase Nasional (“BANI”) N Krisnawenda menceritakan
pengalamannya sewaktu menjadi anggota majelis arbitrase BANI. Krisnawenda sendiri adalah sarjana
ekonomi dan meraih gelar magister dalam bidang sama. Menurutnya, telinga lebar, lapang dada, memang
modal utama arbiter ditambah sikap hati-hati.

18
Diskusi aspek hukum for uas
2. Apa saja kandungan isi dari permohonan arbitrase ?
Isi permohonan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu:
a. Bagian Pertama disebut: Persona Standi In Judicio; yaitu kepada Instansi mana permohonan
dialamatkan.
i. Nama Instansi yang berwenang memeriksa.
Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah Majelis Arbitrase, atau jika institusinya jelas,
umpamanya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) maka ditunjukkan kepada BANI sesuai
contoh sebagai berikut:

Kepada Yth.:
Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia
Gedung Wahana Graha, Lantai II
Jl. Mampang Prapatan No. 2
Jakarta Selatan

Di samping itu termasuk pula dalam persona standi in judicio adalah identitas para pihak.
Semuanya harus ditulis secara jelas dan terang.

ii. Identitas Para Pihak


Dalam mengisi identitas ini, harus jelas nama dan jabatan dalam perusahaan, alamat
perusahaan dan lain-lain yang dipandang perlu.

b. Bagian Kedua: Fundamentum Petendi Atau Posita


 Dalam posita, Pemohon wajib menguraikan dasar-dasar permohonannya.
 Diceritakan semua kejadian mulai dari awal kegiatan (misalnya sejak kontrak ditandatangani).
Selanjutnya semua kejadian diuraikan secara jelas, teratur berurutan, terutama kejadian yang
mendukung tuntutan Pemohon.
 Kejadian-kejadian tersebut akan lebih baik jika diceritakan secara terperinci dan jelas. Penjelasan
yang setengah-setengah akan memperlemah tuntutan, yang di dalam dunia hukum dinamakan
obschuur libel (tuntutannya samar dan tidak jelas atau tidak menggambarkan kejadian perkara
secara jelas).
 Menunjuk Arbiter yang dikehendaki, atau dibuat permohonan sendiri.

c. Bagian Ketiga: Petitum (Tuntutan)


Pada bagian ketiga ini;
 Memuat apa yang menjadi tuntutannya secara rinci sesuai dalil-dalil yang dimuat pada bagian kedua
(Posita).
 Atau mohon putusan yang seadil-adilnya.

3. Bagaimana pelaksanaan putusan arbitrase ?


Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU
Arbitrase), pelaksanaan arbitrase oleh Pengadilan Negeri dibedakan berdasarkan jenis putusan arbitrasenya.
Untuk putusan arbitrase nasional, pelaksanaannya dilakukan berdasarkan pasal 59 – pasal 64 UU
Arbitrase. Tahapannya adalah:
1. Pendaftaran putusan arbitrase ke Pengadilan Negeri, oleh arbiter atau kuasanya.
19
Diskusi aspek hukum for uas
2. Permohonan eksekusi kepada Panitera Pengadilan Negeri. Atas permohonan ini, Ketua PN
akanmengeluarkan penetapan menerima atau menolak pelaksanaan eksekusi. Setelah ada penetapan
ini, maka putusan arbitrase tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam
perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Untuk putusan arbitrase internasional, pelaksanaannya dilakukan berdasar pasal 65 – pasal 69 UU


Arbitrase. Tahapannya adalah:
(1) Tahap Pendaftaran. Putusan arbitrase tersebut harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
(pasal 65 UU Arbitrase). Berdasarkan pasal 67 UU Arbitrase, pendaftaran putusan arbitrase asing
dilakukan dengan penyerahan putusan arbitrase ke Panitera Pengadilan Jakarta Pusat oleh arbiter atau
kuasanya.
(2) Setelah pendaftaran ini, diajukan permohonan eksekuatur kepada PN Jakarta Pusat (pasal 67 UU
Arbitrase). Terhadap permohonan ini, Ketua PN akan mengeluarkan perintah yang mengakui dan
memerintahkan pelaksanaan putusan arbitrase asing ini.
(3) Setelah perintah Ketua PN diterima, pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada ketua Pengadilan
Negeri yang memiliki kompetensi relatif untuk melaksanakannya (pasal 69 ayat 1 UU Arbitrase). Tata
cara pelaksanaan eksekusi sendiri dilakukan sesuai ketentuan Hukum Acara Perdata.

4. Apakah putusan arbitrase dapat berjalan lancar? bila tidak, apa kendala yang ada untuk eksekusi putusan
arbitrase?
Keputusan arbitrase belum tentu berjalan lancar namun bukan berarti tidak dapat berjalan dengan lancar
secara sepenuhnya. Segala kelancaran akan terlihat dari awal kita mengatur segalanya, jika diatur dengan baik
dan benar secara detail maka kemungkinan berjalan dengan lancar adalah besar, begitu pula sebaliknya.
Kendalanya yang teramat sering dihadapi oleh para pihak dan arbiter adalah kesepakatan hasil arbritrase
yang di tuangkan dalam perjanjian terlalu lemah di hadapan para pihak yang menganggap hasil arbritasi itu tidak
menguntungkannya. Maka terkadang banyak dari kenyataan yang ada agar dapat melaksanakan arbritase
tersebut di butuhkan penguatan putusan melalui putusan pengadilan negeri.
Lembaga arbitrase masih memiliki ketergantungan pada pengadilan, misalnya dalam hal pelaksanaan
putusan arbitrase. Ada keharusan untuk mendaftarkan putusan arbitrase di pengadilan negeri. Hal ini
menunjukkan bahwa lembaga arbitrase tidak mempunyai upaya pemaksa terhadap para pihak untuk menaati
putusannya. Peranan pengadilan dalam penyelenggaraan arbitrase berdasar UU AAPS antara lain mengenai
penunjukkan arbiter atau majelis arbiter dalam hal para pihak tidak ada kesepakatan (pasal 14 (3)) UU AAPS dan
dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase nasional maupun nasional yang harus dilakukan melalui mekanisme
sistem peradilan yaitu pendafataran putusan tersebut dengan menyerahkan salinan autentik putusan. Bagi
arbitrase internasional mengembil tempat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sedangkan proses eksekusi putusan arbitrase dibedakan dalam dua hal, yang pertama putusan arbitrase
dalam negeri. Yang di maksud putusan arbitrase dalam negeri adalah putusan yang berpatokan pada faktor
wilayah artinya yang diambil di dalam RI. Pejabat yang berwenang melaksanakan putusan arbritase dalam negeri
adalah ketua pengadilan negeri. Karena badan arbritase yang memutus sengketa tidak memilki kewenangan
untuk memerintahkan dan menjalankan eksekusi, hal ini sesuai dengan pasal 14 UU AAPS. Adapun ketua
pengadilan negeri bergantung pada di mana kompetensi relatif.
Pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam Pasal 59-64 UU AAPS. Pada dasarnya para pihak
harus melaksanakan putusan secara sukarela. Agar putusan arbitrase dapat dipaksakan pelaksanaanya, putusan
tersebut harus diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri, dengan mendaftarkan dan
menyerahkan lembar asli atau salinan autentik putusan arbitrase nasional oleh arbiter atau kuasanya ke panitera
pengadilan negeri, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitase diucapkan. Putusan Arbitrase
nasional bersifat mandiri, final dan mengikat.Putusan Arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat

20
Diskusi aspek hukum for uas
(seperti putusan yang mempunyai kekeuatan hukum tetap) sehingga Ketua Pengadilan Negeri tidak
diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut. Kewenangan
memeriksa yang dimiliki Ketua Pengadilan Negeri, terbatas pada pemeriksaan secara formal terhadap putusan
arbitrase nasional yang dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase[7]. Berdasar Pasal 62 UU AAPS sebelum
memberi perintah pelaksanaan , Ketua Pengadilan memeriksa dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi Pasal
4 dan pasal 5 (khusus untuk arbitrase internasional). Bila tidak memenuhi maka, Ketua Pengadilan Negeri dapat
menolak permohonan arbitrase dan terhadap penolakan itu tidak ada upaya hukum apapun.
Sementara eksekusi putusan arbitrase yang kedua adalah putusan arbitrase asing. Putusan arbitrase asing
adalah putusan yang di ambil di luar wilayah RI. Kendalanya yang paling pokok pada putusan arbritase asing yaitu
pemberian exequatur. Semula pelaksanaan putusan-putusan arbitrase asing di indonesia didasarkan pada
ketentuan Konvensi Jenewa 1927, dan pemerintah Belanda yang merupakan negara peserta konvensi tersebut
menyatakan bahwa Konvensi berlaku juga di wilayah Indonesia. Pada tanggal 10 Juni 1958 di New York
ditandatangani UN Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award. Indonesia telah
mengaksesi Konvensi New York tersebut dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 pada 5 Agustus 1981
dan didaftar di Sekretaris PBB pada 7 Oktober 1981. Pada 1 Maret 1990 Mahkamah Agung mengeluarkan
Peraturan mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan arbitrase Asing
sehubungan dengan disahkannya Konvensi New York 1958. Dengan adanya Perma tersebut hambatan bagi
pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia seharusnya bisa diatasi. Tapi dalam prakteknya kesulitan-
kesulitan masih ditemui dalam eksekusi putusan arbitrase asing.
5. Apakah pembatalan putusan arbitrase memiliki dasar hukum ? jelaskan dan sebutkan
Sistem hukum Indonesia menentukan bahwa hakim tidak boleh menolak mengadili perkara dengan dalih
tidak ada atau tidak jelas dasar hukumnya. Bahkan, Pasal 22Algemene Bepalingen van wetgeving voor
Indonesie (Peraturan Umum mengenai Peraturan Perundang-Undangan untuk Indonesia; AB) dengan keras
menyatakan hakim yang menolak untuk mengadakan keputusan terhadap perkara dengan dalih undang-undang
tidak mengaturnya, terdapat kegelapan atau ketidaklengkapan dalam undang-undang, dapat dituntut karena
menolak mengadili perkara.

Lebih lanjut, Pasal 16 (1) UU No. 4/2004 tentang Kekuasan Kehakiman pun menentukan bahwa Hakim
sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat. Nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sehubungan dengan masalah pembatalan
putusan arbitrase ini untungnya tidak sulit ditemui, karena sudah lama hidup dan berkembang dalam
masyarakat, baik nasional maupun internasional, bahkan jauh sebelum UU Arbitrase diberlakukan.

Rv (Reglement op de Recthvordering), yang merupakan peraturan perundang-undangan yang penting


yang berlaku pada zaman Hindia Belanda dan sempat diberlakukan pada masa kemerdekaan Indonesia sampai
dikeluarkannya UU Arbitrase, dapat dijadikan referensi mengenai nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat sehubungan dengan masalah pembatalan putusan arbitrase ini. Pasal 643 Rv, misalnya, mengatur
secara lebih jelas dan lengkap hal-hal yang dapat membuat suatu putusan arbitrase dapat dibatalkan.

Ada sepuluh alasan berdasarkan Pasal 643 Rv yang bisa dijadikan dasar pembatalan putusan arbitrase.
 Pertama, putusan itu melampaui batas-batas perjanjian arbitrase.
 Kedua, putusan itu diberikan berdasarkan suatu perjanjian arbitrase yang ternyata tidak sah atau
gugur demi hukum.
 Ketiga, putusan itu telah diberikan oleh arbiter yang tidak berwenang memutus tanpa kehadiran
arbiter lainnya.
 Keempat, telah diputuskan hal-hal yang tidak dituntut atau putusan telah mengabulkan lebih
daripada yang dituntut.
 Kelima, putusan itu mengandung hal-hal yang satu sama lain saling bertentangan.
21
Diskusi aspek hukum for uas
 Selanjutnya alasan keenam, arbiter telah lalai memberikan putusan tentang satu atau beberapa hal
yang menurut perjanjian arbitrase diajukan kepada mereka untuk diputus.
 Ketujuh, arbiter telah melanggar prosedur hukum acara arbitrase yang harus diikuti dengan ancaman
kebatalan.
 Kedelapan, telah dijatuhkan putusan berdasarkan surat-surat yang setelah putusan itu dijatuhkan,
diakui sebagai palsu atau telah dinyatakan sebagai palsu.
 Kesembilan, setelah putusan diberikan, surat-surat yang menemukan yang dulu disembunyikan oleh
para pihak, ditemukan lagi.
 Kesepuluh, putusan didasarkan pada kecurangan atau itikad jahat, yang dilakukan selama jalannya
pemeriksaan, yang kemudian diketahui.

Jawablah pertanyaan berikut berdasarkan jurnal terlampir :


1. Bagaimana pandangan penelitian tersebut terhadap profesi proyek manajer, arsitek, dan praktisi kontraktor
?
JAWABAN : Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural sehingga ekstraksi keyakinan dan nilai-nilai
responden. Ambiguitas dalam jenis penelitian adalah, tentu saja, dalam kurangnya lintas pengecekan untuk
memastikan bahwa tindakan responden konsisten dengan reportings mereka. klarifikasi lebih lanjut dari jenis perilaku
tidak etis yang terlibat diperlukan. Misalnya, 'tipu' digolongkan sini sebagai jenis penipuan, tetapi kata 'penipuan'
adalah generalisasi dalam dirinya sendiri, sehingga tingkat lain klarifikasi diperlukan untuk memberikan umpan balik
rinci.

2. Apa tindakan yang dapat dilakukan menurut Johnson (1991) mengenai pemberian hadiah dan praktek ilegal
suap ?
JAWABAN : Menurut Johnson (1991), dua tindakan berikut harus puas untuk mengubah pemberian hadiah untuk
praktek ilegal suap:
a. Orang yang menerima hadiah mungkin, secara sadar atau tidak, dibuang, bisa ditebak, untuk mendukung
kepentingan pemberi hadiah
b. hadiah harus bersifat non-token yang adalah wajar untuk berpikir bahwa itu mungkin menempatkan
kepentingan pemberi dalam status istimewa bahkan ketika semua yang lain adalah sama. Akibatnya, beberapa
perusahaan telah memungkinkan pemberian hadiah kepada klien mereka atau klien potensial asalkan dua kondisi
ini tidak berlaku.

3. Bagaimana profesionalisme pada industri konstruksi menurut penelitian tersebut berdasarkan survey yang
telah dilakukan?
JAWABAN : Survei mengungkapkan bahwa 45% dari organisasi memiliki pedoman etika mereka sendiri di tempat
dan dari 90% dari semua responden milik badan-badan profesional yang memiliki kode etik. 55% dari responden
juga menyatakan "praktek etis yang baik" menjadi penting, dalam hal tujuan organisasi bisnis dan sebesar 29%
menganggap hal itu sebagai komponen utama. Selain, 93% dari responden percaya bahwa etika bisnis tidak harus
memiliki prioritas di atas etika pribadi. Meskipun demikian, 2/3 dari responden menyatakan bahwa mereka telah
menyaksikan atau mengalami perilaku profesional yang tidak etis dan ini telah katalog dalam makalah ini. Sejarah
menunjukkan bahwa kemajuan etika profesional di industri konstruksi sangat tergantung pada pelaksanaan dan
kepolisian pedoman dan kebijakan dari kedua badan profesional dan organisasi swasta bersama-sama dengan
pimpinan lembaga pengadaan sektor publik etis. Survei mengungkapkan bahwa meskipun mayoritas organisasi
memiliki kode etik mereka sendiri perilaku dan karyawan milik asosiasi profesional yang dipromosikan etika yang
baik, yang penertiban perilaku tidak etis sulit. Semua peserta, terlepas dari kesetiaan profesional, memerlukan
pemahaman umum dari nilai-nilai etika dan profesional. Selama kurangnya profesionalisme dan etika yang ada,
bahkan etis yang baik akan memiliki kesulitan mempertahankan standar moral.

4. Jelaskan apa saja bentuk tidak etis menurut penelitian ini?


22
Diskusi aspek hukum for uas
JAWABAN :
Bentuk umum dari perilaku tidak etis yang dicakup oleh penelitian didasarkan pada tinjauan literatur
temuan. Namun, responden juga diuraikan bentuk-bentuk lain dari perilaku tidak etis saksikan atau alami
dalam industri, termasuk:
a) Etika Industrial diprakarsai oleh Badan Union
b) kejanggalan di Tendering Praktek Pemerintah
c) Praktek di bawah penawaran untuk mendapatkan pekerjaan
d) Etika bisnis berdampak pada kualitas kerja (kurangnya kualitas)
e) Budaya perusahaan konstruksi besar menghalangi etika yang baik
f) Kurangnya etika dalam organisasi pemerintah
g) Penggunaan Tidak Etis variasi
h) Dampak etika politik (Negara & federal) pada Industri Konstruksi

5. Bagaimana korelasi perilaku tidak etis berdasarkan profesi menurut penelitian ini?
JAWABAN : Gambar dibuku menunjukkan tingkat relatif dari perilaku tidak etis oleh manajer proyek, arsitek,
kontraktor, klien dan peserta lainnya, untuk mengidentifikasi orang-orang yang paling mungkin terlibat. Hasil
penelitian menunjukkan kontraktor menjadi keseluruhan yang paling tidak etis. Sebagai diagram
menunjukkan, kontraktor dinilai paling tidak etis pada semua bidang dengan pengecualian kelalaian, di mana
arsitek dinilai tinggi, dan hampir tingkat yang sama seperti klien dalam perilaku tidak jujur dan tidak adil.
Menariknya, tingkat klien yang sangat sangat di mana perilaku dipertanyakan yang bersangkutan, menjadi,
kedua hanya untuk kontraktor di semua wilayah kecuali kelalaian.

Tanggapan juga mengidentifikasi peran "lain" peserta dan klien dalam perilaku tidak etis dalam industri, yang
berfungsi sebagai patokan untuk membandingkan profesi diperiksa dengan peserta lain dalam industri
konstruksi. "Lain" peserta diungkapkan oleh makhluk survei:
a) Pengembang (penipuan, tidak jujur dan praktik yang tidak adil),
b) pemasok produk (suap),
c) badan Pemerintah (jujur dan praktik yang tidak adil).
d) Engineers (kelalaian)
e) Serikat (jujur dan praktik yang tidak adil).

23

Anda mungkin juga menyukai