Anda di halaman 1dari 3

NAMA : IRNAWATI

STAMBUK : F11119026

TUGAS PRESENTASE 2 ASPEK HUKUM ALAM PEMBANGUNAN

LINK VIDIO YOUTUBE : https://youtu.be/mXoe51CqAQY

1. DISPUTE/SENGKETA
Sengketa dalam kontrak kerja konstruksi atau construction dispute adalah kejadian yang
terkadang timbul dan tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan kontrak. Penyebab terjadinya
pun bermacam-macam baik dari faktor internal maupun eksternal.

2. FAKTOR PENYEBAB
Beberapa penelitian baik di dalam negeri maupun di dalam negeri telah membahas mengenai
sengketa dalam proyek konstruksi. Beberapa telah menyebutkan mengenai menyebab
terjadinya sengketa ini. Mitropoulos dan Howell (2001) menjelaskan bahwa pada dasarnya
terdapat tiga akar permasalahan penyebab persengketaan dalam penyelenggaraan proyek
konstruksi yaitu:
1. Adanya faktor ketidakpastian dalam setiap proyek konstruksi. Setiap konstruksi pada
dasarnya bersifat unik dan tidak dapat dikontrol. Tidak ada satu konstruksi yang persis
sama dengan konstruksi yang lain baik dari segi fungsi, bentuk, biaya, waktu penyelesaian,
lokasi, dll. Karena itu proses generalisasi desain konstruksi yang satu ke konstruksi yang
lain kerapkali menimbulkan ketidakakuratan desain. Disamping itu pengaruh lingkungan
yang sangat besar seperti cuaca dan kondisi bawah tanah, sering menimbulkan
permasalahan dalam upaya mewujudkan konstruksi sesuai dengan spesifikasi yang
ditetapkan. Hujan lebat atau cuaca yang tidak memungkinkan dapat menyebabkan
penundaan pelaksanaan pekerjaan sehingga terjadi keterlambatan pada proyek
(Fisk,1997). Cuaca buruk meskipun dapat dikontrol oleh manajemen, namun dapat
berakibat pada hilangnya hari kerja (Ahuja, 1984);
2. Masalah yang berhubungan dengan kontrak konstruksi. Seringkali kontrak konstruksi
tidak menjelaskan secara mendetail spesifikasi proyek yang harus dilaksanakan sehingga
informasi yang dibutuhkan penyedia jasa tidak cukup tersedia, adanya perbedaan dalam
melakukan interpretasi terhadap kontrak (fisk, 1997), posisi yang tidak setara antara
penguna jasa dengan penyedia jasa menyebabkan penyedia jasa seringkali harus
menerima draft dokumen kontrak konstruksi yang ditawarkan pengguna jasa, isi kontrak
yang bermakna ganda atau tidak jelas;
3. Perilaku oportunis dari para pihak yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi. “Itikad
buruk” adalah sebab klaim yang berkaitan dengan berbagai tindakan penipuan. Dalam
tahun-tahun terakhir ini, klaim “itikad buruk” telah menjadi biasa (Bramble, et al., 1990).
Yang termasuk ke dalam klaim itikad buruk ini adalah penggelapan, salah pengertian,
usaha-usaha yang ditujukan untuk menyusahkan orang lain atau usahausaha yang tidak
memperhitungkan efek yang timbul terhadap pihak lain. Klaim itikad buruk ini dapat
berasal dari kontraktor maupun dari pemilik. Ada kontraktor yang merasa dirugikan oleh
tindakan pemilik yang dengan sengaja menunda-nunda pembayaran atau bahkan tidak
membayar sama sekali pekerjaan yang telah dilaksanakan. Dilain pihak, ada pula pemilik
yang merasa dirugikan oleh tindakan kontraktor yang tidak bertanggung jawab.

3. PENYELESAIAN

Ada 4 cara penyelesaian dispute yaitu, negosiasi, mediasi, arbitrasi dan litigasi:

a. Negosiasi. Ialah cara penyelesaian yang hanya melibatkan kedua belah yang bersengketa, tanpa
melibatkan pihak-pihak yang lain. Hal ini mirip dengan musyawarah dan mufakat yang ada di
Indonesia, dimana keinginan untuk berkompromi, adanya unsur saling memberi dan menerima
serta kesediaan untuk sedikit menyingkirkan ukuran kuat dan lemah adalah persyaratan
keberhasilan cara ini. Dalam negosiasi ini kontraktor dan pemilik memakai arsitek dan insinyur
sebagai penengah. Biasanya kontraktor diminta mengajukan klaim kepada arsitek/insinyur yang
diangkat menjadi negosiator. Arsitek/Insinyur ini akan mengambil keputusan yang sifatnya tidak,
kecuali keputusan tentang ‘efek arstistik' yang konsisten dengan yang telah ada dalam dokumen
kontrak.

b. Mediasi. Merupakan cara penyelesaian masalah di awal perselisihan. Mediasi ini melibatkan
pihak ketiga yang tidak memihak dan dapat diterima kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak
ketiga ini akan berusaha menolong pihak-pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan
penyelesaian, meskipun mediator ini tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan
penyelesaian masalah tersebut. Mediasi sama menguntungkannya dengan arbitrasi. Mediasi
dapat menyelesaikan masalah dengan cepat, murah, tertutup dan ditangani oleh para ahli.
Tetapi yang menjadi masalah adalah keputusan mediasi ini tidak mengikat. Jadi apabila
persetujuan tidak dapat dicapai, seluruh usaha mediasi hanya akan membuang-buang uang dan
waktu.

c. Arbitrasi. Adalah metode penyelesaian masalah yang dibentuk melalui kontrak dan melibatkan
para ahli dibidang konstruksi. Para ahli tersebut bergabung dalam badan arbitrase. Badan ini
akan mengatur pihak-pihak yang telah menandatangani kontrak dengan klausul arbitrasi
didalamnya untuk melakukan arbitrasi dan menegakkan keputusan arbitrator. Hal yang
menguntungkan dari cara arbitrasi ini adalah sifat penyelesaiannya yang cepat dan murah jika
dibandingkan dengan litigasi. Selain itu, cara arbitrasi ini dilakukan secara tertutup serta
dilakukan oleh seorang arbitrator yang dipilih berdasarkan keahlian. Keputusan arbitrasi yang
bersifat final dan mengikat merupakan alasan penting digunakannya cara ini untuk
menyelesaikan masalah. Keputusan pengadilan biasanya terbuka untuk proses peradilan yang
lebih panjang. Hal ini menghasilkan penundaan yang lama dan memakan biaya dalam
penyelesaian masalah. Sedangkan keputusan dari arbitrasi ini tidak dapat dirubah tanpa semua
pihak setuju untuk membuka kembali kasusnya.

d. Litigasi. Adalah proses penyelesaian masalah yang melibatkan pengadilan. Proses ini sebaiknya
diambil sebagai jalan akhir bila keseluruhan proses diatas tidak dapat menghasilkan keputusan
yang menguntungkan kedua belah pihak yang bersengketa. Proses pengadilan ini tentu saja
akan mengakibatkan salah satu pihak menang dan yang lain kalah. Biasanya perselisihan yang
terjadi disidangkan pada system yuridis di daerah mana masalah tersebut terjadi. Pada suatu
wilayah tertentu pengadilan wilayah tersebut mendapat yuridikasi atas suatu masalah bila salah
satu pihak berkantor di wilayah tersebut atau proyeknya sendiri ada pada daerah itu. Jika kedua
belah pihak yang berselisih berkantor pusat di daerah lain, maka pihak yang memulai litigasi
yang memilih forum dimana litigasi itu berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai