KASUS 1
1. Kronologi Perselisihan
menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal khusus (contract is
agreement between two or more persons which creates an obligation to do or not a
particular thing).1 Kontrak konstruksi dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 (Undang-
Undang Jasa Konstruksi) diartikan sebagai keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan
hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Dalam kontrak tersebut sudah terdapat ketentuan-ketentuan yang mengatur dan semuanya
sudah dituliskan, disepakati secara bersama-sama oleh kedua belah pihak. Namun selama ini
masih sering terjadi perselisihan atau sengeketa antara pihak pengguna jasa dengan pihak
penyedia jasa. Hal itu dikarenakan adanya kekurangan atau ketidakjelasan dalam pasal-pasal
yan mengatur tentang resiko-resiko yang kemungkinan bisa terjadi dalam jangka waktu
pengerjaan proyek tersebut. Sengketa ini dapat memberikan ataupun membuka peluang bagi
para pihak untuk mencari pembenaran sendiri-sendiri sehingga dapat merugikan masing-
masing pihak. Mengingat kontrak konstruksi ini merupakan kontrak yang umumnya
melibatkan sejumlah besar modal dan kemungkinan terjadinya wanprestasi (cidera janji).
ddd[Type text] [Type text] [Type text]
Perselisihan atau sengketa yang diakibatkan karenana adanya salah satu pihak yang
melakukan wanprestasi apabila tidak segera dengan baik maka pekerjaan konstruksi akan
tertunda atau bahkan sampai terhenti, sehingga untuk mengantisipasi agar hal ini tidak terjadi
maka para pihak akan memasukan suatu klausul penyelesaian sengketa.
2. Cara Penyelesaian
Sengketa bisa saja terjadi dan bermula dari suatu situasi di mana ada pihak yang merasa
dirugikan oleh pihak lain. Hal ini diawali oleh perasaan tidak puas yang bersifat subyektif
dan tertutup. Kejadian ini dapat dialami oleh siapapun baik perorangan maupun kelompok.
Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan apabila terjadi conflict of interest. Pengertian
sengketa kontrak konstruksi (construction dispute) adalah sengketa yang terjadi sehubungan
dengan pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara para pihak.
KASUS I
PENGAJUAN KLAIM KONTRAK KONSTRUKSI DARI
KONTRAKTOR KE PEMILIK BANGUNAN
1. Kronologi Perselisihan
Proyek konstruksi semakin hari semakin kompleks sehubungan dengan adanya standar
standar baru yang dipakai, teknologi yang semakin canggih, dan keinginan pemilik bangunan
yang senantiasa melakukan penambahan atau perubahan lingkup pekerjaan. Suksesnya
sebuah proyek sangat tergantung dari kerja sama antara pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya, yaitu pemilik bangunan, kontraktor dan perencana proyek. Pihak-pihak tersebut
mempunyai kepentingan dan tujuan yang berbeda, yang pada akhirnya dapat menimbulkan
konflik atau perselisihan pada saat perencanaan dan pelaksanaan proyek.
Sebelum proses konstruksi dimulai, kontraktor dan pemilik bangunan membuat
kesepakatan berupa surat perjanjian atau kontrak. Kompleksitas proses konstruksi, dokumen-
dokumen proyek, dan kondisi kontrak dapat menyebabkan terjadinya perselisihan, konflik
interpretasi, dan sikap bermusuhan.
Penyelesaian perselisihan untuk mendapatkan hak atas kompensasi waktu dan atau uang
dapat menggunakan beberapa alternatif, yaitu negosiasi, mediasi, litigasi, dan arbitrasi.
Peningkatan klaim dan perselisihan dalam sejumlah kasus disebabkan karena ketidak
sempurnaan spesifikasi, perbedaan kondisi lapangan, peningkatan lingkup pekerjaan,
keterbatasan akses ke lapangan, percepatan atau penundaan yang disebabkan pemilik
bangunan, interpretasi terhadap instruksi di lapangan, dan perlindungan terhadap
penyelesaian suatu kerugian.
Pemilik bangunan perlu menganalisis klaim yang dipersentasikan oleh kontraktor dengan
mempertimbangkan keselarasan pasal-pasal dalam kontrak, pihak yang bertanggung jawab,
situasi proyek, ketidak sempurnaan spesifikasi, dan kesalahan interpretasi kontrak.
2. Cara Penyelesaian
Klaim adalah permasalahan yang dapat menimbulkan perselisihan dan permohonan akan
tambahan uang, tambahan waktu pelaksanaan, atau perubahan metode pelaksanaan pekerjaan.
Klaim berlanjut dengan pembuatan dokumen klaim yang formal yang diajukan oleh
ddd[Type text] [Type text] [Type text]
kontraktor kepada pemilik bangunan. Hal ini akan menjadi dasar kebijakan pemilik bangunan
dalam mempertimbangkan klaim potensial sedini mungkin. Setiap klaim potensial hendaknya
dibicarakan dan diamati oleh perencana atau pemilik bangunan [5].
Pembahasan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan klaim dalam tulisan ini
meliputi faktor penyebab klaim, bentuk klaim, pengajuan klaim, dan metode
penyelesaian klaim.
Faktor-faktor penyebab klaim
Secara garis besarnya, klaim dari kontraktor kepada pemilik bangunan dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu [5] :
Keterlambatan pekerjaan yang disebabkan oleh pemilik bangunan. Keterlambatan ini
disebut compensable delay yang terjadi karena alasan keterlambatan tidak tertulis dalam
kontrak, sehingga pemilik bangunan harus memberikan tambahan waktu atau uang pada
kontraktor.
Perubahan jadwal yang diperintahkan oleh pemilik bangunan. Perubahan jadwal ini bisa
berupa percepatan pekerjaan atau penundaan pekerjaan.
Perubahan atau modifikasi isi kontrak yang bersifat informal yang berasal dari perencana
atau pemilik bangunan.
Perbedaan kondisi lapangan, yang disebabkan karena perubahan kondisi di lapangan yang
tidak diramalkan terjadi, misalnya kondisi fisik di bawah permukaan tanah.
Perubahan kondisi cuaca di luar musim yang terdokumentasi dan menyebabkan pekerjaan
tidak dapat diselesaikan.
Kegagalan dalam membuat kesepakatan harga akibat perubahan order pekerjaan.
Konflik dalam perancangan dan spesifikasi produk yang sudah tidak diproduksi lagi.
Kontrak yang tersendat-sendat, perubahan penting, pekerjaan di luar lingkup kontrak,
penggunaan proyek sebelum penyerahan total, dan kegagalan pembayaran dari pihak pemilik
bangunan.
Bentuk klaim
Bentuk klaim yang diajukan oleh kontraktor kepada pemilik bangunan pada umumnya
adalah klaim biaya dan atau waktu [1]. Klaim biaya pada pekerjaan konstruksi terdiri dari
biaya langsung dan biaya tidak langsung [6]. Klaim waktu dapat dilihat dari jadwal proyek
yang seringkali menggunakan teknik Critical Path Method [1].
Pengajuan klaim
ddd[Type text] [Type text] [Type text]
Jika kontraktor ingin mengajukan klaim maka beberapa tahapan yang harus
diperhatikan adalah : persiapan pengajuan klaim, metode analisis klaim, dan penyebab
kegagalan klaim [1].
Persiapan pengajuan klaim :
Klaim yang diajukan harus logis dan memenuhi persyaratan sebagai berikut [1]:
Pada bagian awal ditetapkan secara detail, pihak-pihak yang terkait, tanggal terjadinya
peristiwa dan informasi yang sesuai.
Penjelasan peristiwa penyebab klaim dan akibatnya
Analisa fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang menjadi dasar klaim, disertai dengan
referensi dan pasal-pasal yang tercantum dalam kontrak
Perhitungan dampak biaya berdasarkan rincian biaya aktual langsung dan tidak langsung
Penentuan klaim yang menuntut tambahan waktu berdasarkan analisis lintasan waktu kritis
dan non kritis.
Metode analisis klaim:
Pihak yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan klaim dan memberikan keputusan
akhir harus secara jelas dicantumkan dalam kontrak. Pemilik bangunan harus mengecek dan
memutuskan apakah konsultan desain juga bertanggung jawab atas peristiwa penyebab
klaim tersebut, misalnya hal-hal yang berhubungan dengan kecurangan, dan
ketidaksempurnaan desain, yang disebabkan oleh konsultan desain tersebut.
Analisis yang digunakan adalah submodel notice requirements, submodel yang sesuai
dengan pengajuan klaim, dan metode perhitungan biaya dan waktu yang diklaim. Submodel
notice requirement menetapkan suatu kondisi dimana kontraktor akan kehilangan haknya jika
terjadi hal-hal sebagai berikut:
Engineer tidak memberitahukan secara formal peristiwa penyebab klaim
Kontraktor tidak mengajukan pemberitahuan yang disertai durasi terjadinya peristiwa
Kontraktor tidak merinci biaya dan waktu yang diklaim
Pemilik bangunan memiliki prasangka di balik pemberitahuan tersebut.
Submodel yang sesuai dengan pegajuan klaim meliputi perubahan order yang dilakukan
secara lisan [1], perbedaan kondisi lapangan, ketidak sempurnaan spesifikasi [4], dan konflik
interpretasi [1]. Metode perhitungan biaya dan waktu yang di klaim dapat menggunakan
beberapa metode kuantitatif antara lain Critical Path Method [3,7], Productivity-loss
estimation [8,9], Simulation technique [1], dan Estimating cost items. [2]. Penyebab
kegagalan, klaim: Ada kalanya klaim yang sudah disiapkan mengalami kegagalan, karena [6]
Permohonan pengajuan klaim terlambat
ddd[Type text] [Type text] [Type text]
Untuk mengendalikan resiko dan menghindari klaim, dapat dilakukan beberapa cara,
yaitu [1]:
Pihak yang terkait mempelajari kontrak sebaik- baiknya
Asuransi
Memeriksa program kerja pelaksanaan konstruksi sebelum masa penawaran
Memilih tim konstruksi yang kompeten
Menerapkan sistim informasi manajemen untuk mengenali permasalahan yang
potensial.
ddd[Type text] [Type text] [Type text]
3. Pembahasan
1. Penyebab klaim lebih sering terjadi dari pemilik bangunan yang disebabkan karena perubahan
desain, dan pekerjaan.
2. Bentuk klaim yang diajukan kontraktor ke pemilik bangunan lebih sering dalam hal
penambahan biaya.
3. Pengajuan klaim lebih sering berhubungan dengan hak atas penjelasan penyebab klaim
yang tercantum dalam kontra.
KASUS III
1. Kronologi Perselisihan
beberapa hal : (1). Sengketa precontractual (2) Sengketa contractual (3) Sengketa
pascacontractual. Masing-masing segketa tersebut memiliki karakteristik tersendiri dan
merupakan bagian dari keseluruhan manajemen proyek bidang jasa konstruksi.
2. Cara Penyelesaian
Untuk mengetahui lebih jauh tentang jasa konstruksi, berikut dalam tabel 1 adalah asas dan
tujuan pengaturan jasa konstruksi sebagaimana yang diamanatkan UU Nomor 18 Tahun
1999.
Dari penjelasan tabel 1 di atas jelaslah bahwa semua yang bekaitan dengan asas-asas dan
tujuan pengaturan jasa konstruksi tersebut ditujukan untuk kepentingan masyarakat, bangsa
dan negara. Berkaitan dengan pelaksanaan jasa konstruksi sebagai bagian dari manajemen
proyek/konstruksi, maka lingkup layanan jasa konstruksi sebagaimana Pasal (3) PP Nomor
ddd[Type text] [Type text] [Type text]
28 Tahun 2000 adalah lingkup pelayanan jasa perencanaan, pelaksanaan, pengawasan secara
strategis dapat terdiri dari jasa : rancang bangun, perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan
terima jadi, penyelenggaraan pekerjaan terima jadi. Berikut pada Tabel 2 adalah jenis usaha
jasa konstruksi sebagaimana UU Nomor 18 Tahun 1999 Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) dan PP
Nomor 28 Tahun 2000 Pasal (2), (3) dan Pasal (5).
para pihak dengan tambahan saksi yang disepakati kedua belah pihak. Sedangkan yang satu
lagi, kesepakatan yang telah diambil harus didaftarkan ke Pangadilan Negeri. Negosisi
merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar
pengadilan, sedangkan perdamaian dapat dilakukan sebelum proses sidang pengadilan atau
sesudah proses sidang berlangsung, baik di luar maupun di dalam sidang pengadilan (Pasal
130 HIR). Dari literatur hukum dapat diketahui, selain sebagai lembaga penyelesaian
sengketa, juga bersifat informal meskipun adakalanya juga bersifat formal.
kondisi yang kondusif sehingga para pihak yang besengketa dapat berkompromi dan
menghasilkan penyelesaian yang saling menguntungkan di antara para pihak yang
bersengketa. Mediasi juga merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa.
diputus dan diselesaikan. Menurut pengalaman, lembaga ini jarang dimanfaatkan oleh para
pihak yang bersengketa, disebabkan karena minimal 2 (dua) hal : (1) sengketa biasanya telah
dituntaskan pada tahap pertama (butir a site meeting) dan (2) para pihak seolah enggan
meneruskan sengketa ke tingkat yang lebih tinggi (butir b arbitrase volunter dan arbitrase
institusional apalagi melalui jalur pengadilan).
d. Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan.
Upaya pengadilan yang dimaksud adalah upaya penyelesaian sengketa melalui
pengadilan, manakala upaya yang ada belum juga menghasilkan kesepakatan. Perlu diingat
bahwa upaya pengadilan ini meupakan upaya akhir (baca : pengadilan negeri tempat domisili
para pihak berselisih, termasuk lokasi proyek yang bersangkutan yang biasanya sudah
dicantumkan dalam kontrak kerja). Padahal menurut beberapa ahli hukum, selama ini sudah
ada institusi hukum lain yang mengangani upaya penyelesaian sengketa, yaitu arbitrase
institusional, sehingga para pihak harus memilih salah satu institusi hukum tersebut,
pengadilankah atau arbitrase institusional, karena keduanya sama-sama kuat kedudukannya di
depan hukum. Menurut UU Nomor 30 Tahun 1999 pasal 6 ayat (7), Pengadilan Negeri
menerima pendaftaran hasil kesepakatan para pihak yang bersengketa (tertulis) untuk
dilaksanakan dengan itikat baik dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
penandatanganan kesepakatan tersebut. Bisa diartikan bahwa kesepakatan yang telah
ditandatangani para pihak yang bersengketa tersebut (baik melalui atau tanpa melalui
arbitrase institusional), cukup didaftarkan ke Pengadilan Negeri dimana domisili para pihak
yang bersengketa dan atau lokasi proyek berada.
kontraktual) dilaksanakan. Masa ini kontraktor masih ikut bertanggung jawab, termasuk
konsultan pengawas dan konsultan perencana. Untuk tahap kedua ini, akan dibahas lebih
lanjut dalam kesempatan lain.
3. Pembahasan
a. Sengketa jasa konstruksi dapat terjadi pada masa precontractual, masa contractual,dan masa
pascacontractual.
b. Pada masa contractual, dapat saja terjadi sengketa pada saat Perencanaan
Konstruksi,Pelaksanaan Konstruksi, dan Pengawasan Konstruksi.