Rangkuman
Sengketa konstruksi dapat timbul antara lain karena klaim yang tidak dilayani misalnya
keterlambatan pembayaran, keterlambatan penyelesaian pekerjaan, perbedaan penafsiran
dokumen kontrak, ketidak mampuan baik teknis maupun manajerial dari para pihak. Selain itu
sengketa konstruksi dapat pula terjadi apabila pengguna jasa ternyata tidak melaksanakan
tugas-tugas pengelolaan dengan baik dan mungkin tidak memiliki dukungan dana yang cukup.
Klaim adalah suatu tuntutan ataupun permohonan atas suatu keadaan dan apabila
dihubungkan dengan pengertian dalam dunia jasa konstruksi maka dapat diartikan secara
sederhana bahwa klaim konstruksi adalah permohonan atau tuntutan yang timbul dari atau
sehubungan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan jasa konstruksi antara pengguna jasa dan
penyedia jasa atau antara penyedia jasa utama dengan sub-penyedia jasa atau pemasok bahan
atau antara pihak luar dengan pengguna jasa / penyedia jasa yang biasanya mengenai
permintaan tambahan waktu, biaya atau kompensasi lain.
Dalam menghadapai masalah konstruksi haruslah diingat bahwa penyelesaian dengan
musyawarah jauh lebih baik dari pada mengajuan klaim.Tujuan yang hendak dicapai bukanlah
untuk membuktikan siapa yang benar melainkan penyelesaian masalah yang ada. Banyak cara
untuk menyelesaikan perselisihan dalam suatu proyek. Diperlukan sikap terbuka (open
minded) dan keinginan yang kuat dalam menyelesaikan masalah dari pihak terlibat. Adanya
kesadaran bahwa dalam menyelesaikan proyek tepat waku, cost dan standar mutu dan
spesifikasi sesuai dengan perjanjian sebelumnya adalah tujuan utamanya (Wahyuni, 1996).
Bila salah satu pihak tidak memenuhi syarat yang sudah dipenuhi, maka perselisihan tersebut
tidak akan selesai.
Jika klaim konstruksi tidak dapat diselesaikan dengan segera, pihak-pihak yang terlibat harus
dilanjutkan ke forum penyelesaian masalah lebih formal. Yang termasuk dalam hal ini
adalah : Negosiasi, Mediasi, Arbitrasi dan Litigasi.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase lebih disukai, dalam Undang-Undang Arbitrase Baru
tahun 1999, dinyatakan antara lain bahwa dibandingkan dengan berperkara biasa memalui
pengadilan negeri, arbitrase lebih diutamakan oleh pelaku bisnis internasional. Salah satu
sebab adalah karena “lebih cepat, murah dan sederhana”. Pada prakteknya walaupun
pengaturan arbitrase sudah jelas dan pelaksanaannya bisa berjalan tanpa kendala namun dalam
eksekusinya sering mengalami hambatan dari pengadilan negeri.