Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KETIDAKRATAAN JALAN

II.1. Perkerasan Lentur Jalan Raya

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan

untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai antara lain adalah batu pecah, batu

belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara

lain adalah aspal, semen dan tanah liat.

Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas :

1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan

bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

2. Konstruksi perkerasan kaku (Rigit Pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat

beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasat dengan atau

tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat

beton.

3. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu perkerasan kaku

yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur

diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan lentur diberikan pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1. Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku

Perkerasan lentur Perkerasan kaku


1 Bahan pengikat Aspal Semen
2 Repetisi beban Timbul Rutting (lendutan Timbul retak-retak pada
pada jalur roda) permukaan
3 Penurunan tanah Jalan bergelombang Bersifat sebagai balok
dasar (mengikuti tanah dasar) diatas perletakan
4 Perubahan Modulus kekakuan Modulus kekakuan tidak
temperatur berubah. berubah.
Timbul tegangan dalam Timbul tegangan dalam
yang kecil yang besar
Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung

II.1.1 Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan

Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah

dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu

lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya, sehingga beban yang diterima oleh

tanah dasar lebih kecil dari beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari

daya dukung tanah dasar.

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari :

Gambar 2.1. Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur

Universitas Sumatera Utara


1. Lapisan permukaan (Surface Course)

Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineral agregat dan

bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya terletak di atas

lapis pondasi.

Fungsi lapis permukaan antara lain :

a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.

b. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat

cuaca.

c. Sebagai lapisan aus (wearing course)

Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi

dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat

bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik,

yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda. Pemilihan bahan untuk

lapis permukaan perlu mempertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan

konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

2. Lapisan pondasi atas (Base Course)

Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung di

bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi bawah atau, jika tidak

menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah dasar.

Fungsi lapis pondasi antara lain :

a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda.

b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

Universitas Sumatera Utara


3. Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course)

Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak

antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari material berbutir

(granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau lapisan tanah yang

distabilisasi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar beban roda.

b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan di

atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi).

c. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.

d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.

4. Lapisan tanah dasar (Subgrade)

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat

dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus resilien (MR)

sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan Modulus resilien (MR)

tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau nilai tes soil index.

Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR berikut ini dapat digunakan untuk tanah

berbutir halus (fine-grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.

MR (psi) = 1.500 x CBR (2.1)

Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu sebagai akibat

beban lalu-lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.

Universitas Sumatera Utara


c. Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dan

jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan

konstruksi.

d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas untuk jenis

tanah tertentu.

e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang

diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak dipadatkan secara

baik pada saat pelaksanaan konstruksi.

II.2 Evaluasi Jalan

Perkerasan jalan harus memberikan kenyamanan , keamanan, pelayanan yang efisien

kepada penguna jalan, dan memiliki kapasitas struktural yang mampu mendukung berbagai

beban lalu lintas dan tahan terhadap dampak dari kondisi lingkungan (Christopher Bennett,

2007).

Evaluasi perkerasan jalan harus dilakukan secara teratur untuk megetahui kinerja

sebuah perkerasan pada titik tertentu dan pada masa yang akan datang. Evaluasi ini akan

menentukan kemampuan sebuah perkerasan jalan dalam memenuhi tiga fungsi dasar

perkerasan jala ( kenyamanan, keamanan, dan efisiensi pelayanan). Pada gambar 2.2, skema

sederhana fungsi dan karakteristik perkerasan berdasarkan jenis evaluasinya.

Tabel 2.2. : Fungsi perkerasan dan Karakteristik perkerasan berdasarkan jenis evaluasi

Jenis Fungsi Karakteristik Indikator dan

Evaluasi Perkerasan Perkerasan indeks

IRI

Serviceability Roughness PSI

Universitas Sumatera Utara


QI

Texture Makrotekstur
Evaluasi
Fungsional Mikroteksture

Safety Koefisien skid

Skid Resistance resistance

IFI

Sifat Mekanik Perkerasan Deflections

Cracking

Kapasitas
Surface Defects
Evaluasi Structural Kerusakan Jalan

Struktural Profile

Deformations

(Location of Pavement
Referencing Characteristic Data)
System

Sumber: Christopher Bennett, (2007) Data Collection Technologies for Road Management, Washington, D.C.

II.2. 1. Jenis Evaluasi Jalan

Evaluasi perkerasan ini akan mencatat karakteristik karakteristik yang mampu

menggambarkan kinerja perkerasan melalui beberapa indeks. Berdasarkan pada karakteristik

yang disurvei, evaluasi perkerasan dapat diklasifikasikan menjadi evalusi fungsional dan

evaluasi structural (Christopher Bennett, 2007).

1. Evaluasi fungsional, yaitu evaluasi berupa informasi tentang karakteristik perkerasan

jalan yang secara langsung mempengaruhi keselamatan dan kenyamanan pengguna

jalan serta pelayanan jalan. Karakteristik utama yang disurvei pada evaluasi

fungsional ini adalah, dalam hal keamanan berupa kekesatan permukaan jalan (skid

resistance) dan tekstur permukaan jalan (surface texture), serta ketidakrataan jalan (

road roughness) dalam hal pelayanan (serviceability).

Universitas Sumatera Utara


2. Evaluasi Struktural, yaitu evaluasi berupa informasi tentang kinerja struktur

perkerasan terhadap beban lalu lintas dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini, survei

katakteristik juga akan membantu dalam memperoleh informasi tentang kinerja

struktur perkerasan, kerusakan perkerasan dan sifat mekanikal/ strukrural jalan.

Kerusakan perkerasan secara tidak langsung akan mempengaruhi masalah fungsional

jalan seperti kegemukan pada jalan (pavement bleeding) akan mempengaruhi

kekesatan permukaan jalan (skid resistance), dan retak pada sambungan jalan yang

akan mempengaruhi ketidakrataan jalan ( road roughness).

3.

II.2.2 Karakteristik Perkerasan Jalan

Karakteristik- karakteristik perkerasan jalan ini akan dievaluasi secara manual atau

dengan mengunakan peralatan khusus dan dihitung dengan mengunakan indikator atau

kondisi indeks. Oleh karena penggunaan alat yang berbeda- beda, dibutuhkan korelasi

persamaan sehingga membuat pengukuran dari peralatan yang berbeda menjadi sebanding.

Karakteristik- karakteristik perkerasan jalan terdiri dari

1. Tekstur permukaan jalan

Karakteristik ini menentukan keamanan dan kenyamanan penguna jalan. Dalam hal

keselamatan, tekstur perkerasan jalan mempengaruhi kemampuan roda bergesekan dengan

permukaan jalan dalam kondisi basah. Tekstur perkerasan jalan juga berpengaruh terhadap

emisi kebisingan yang disebabkan oleh lalu lintas.

Jenis jenis tekstur permukaan jalan :

a. Microtekstur, yaitu tekstur yang memungkinkan adhesi antara ban karet dan

permukaan jalan , sangat penting untuk menghindari kendaraan selip.

b. Makrotekstur, yiatu tekstur yang dapat menyalurkan sebagian besar air dari bagian

bawah roda kendaraan. Tekstur ini berkisar antara 0,5 mm samapi 0,5 cm.

Universitas Sumatera Utara


c. Megatekstur, yaitu tekstur yang berkisar antara 0,5 cm sampai 0,5 m. Megatekstur

tidak memungkinkan roda kendaraan melakukan kontak ideal dengan permukaan

jalan . Hal ini menyebabkan roda kendaraan “terpental” dari bagian megatekstur

tersebut, yang berarti adhesi yang sesaat hilang antara bagian permukaan roda dengan

permukaan jalan.

Megatekstur adalah jenis karakteristik jalan yang harus dihindari, sementara mikrotekstur dan

makrotekstur keduanya sangat berguna.

Gambar 2.2 : Perbedaan Makrotekstur dan Mikrotekstur


Sumber: Christopher Bennett, (2007) Data Collection Technologies for Road Management, Washington, D.C.

2. KekesatanPermukaan Jalan ( Skid Resistance )

Canek (2004) di dalam Christopher Bennett (2007) mendefenisikan kekesatan

permukaan jalan dan hubungannya antara tekstur permukaan jalan dan kekesatan jalan , yaitu

kendaraan akan mengalami selip ketika proses pengereman, percepatan serta manuver karena

gesekan yang terjadi melebihi batas kekuatan gesekan yang dihasilkan oleh roda kendaraan

dan permukaan jalan. Oleh karena itu, kekesatan permukaan jalan dapat didefenisikan

sebagai batas koefisien gesekan antara roda kendaraan terhadap permukaan jalan dan rasio

Universitas Sumatera Utara


antara gaya horizontal pada proses pengereman, manuver, dan pada proses menikung

terhadap gaya vertikal yang terjadi pada roda kendaraan akibat dari beban kendaraan .

Kekesatan permukaan jalan dihasilkan dari fungsi utama tekstur permukaan jalan.

Ketika tekstur permukaan jalan bersentuhan dengan roda kendaraan, gaya gesekan dapt

dihasilkan. Dalam kondisi basah dan kecepatan rendah ( kurang dari 70 km/ jam),

mikrotekstur lebih berperan dalam menghasilkan gaya gesekan antara roda kendaraan dan

permukaan jalan. Namun, dalam kecepatan tinggi ( lebih besar dari 70 km/jam), mikroteksure

dan makrotekstur diperlukan untuk menghasilkan gesekan yang tinggi. Kekesatan permukaan

jalan diukur dengan membandingkan antara tekstur permukaan dan korelasi gesekan

perlawanan. International Friction Index (IFI) adalah salah satu metode penyajian data dari

kekesatan permukaan jalan.

3. Sifat Mekanik dan Struktural Jalan

Kapasitas Struktural jalan menunjukkan kemampuan perkerasan jalan dalam

mendukung beban lalu lintas. Kapasitas struktural perkerasan biasanya ditentukan melalui

evaluasi sifat mekanik dari setiap lapisan struktur perkerasan, seperti: modulus elastisitas,

sifat kelelahan (fatigue properties) , penurunan kondisi (deflection conditions), dan tegangan

sisa tarik (residual tensile stresses). Sifat sifat ini dapat diukur dengan penelitian di

laboratorium atau dengan melakukan test non-destruktif langsung di lapangan.

Gambar 2.3: non destruktif test mengunakan falling Gambar 2.4: resilient modulus test
weight deflectometer laboratorium
Sumber: WASHINGTON STATE HIGHWAY PAVEMENTS (1999)

Universitas Sumatera Utara


4. Kerusakan Jalan

Kerusakan Jalan disebabkan oleh beban lalu lintas, kondisi lingkungan dan umur dari

perkerasan. Jenis kerusakan, luas kerusakan, dan tingkat kerusakan adalah indikator kinerja

perkerasan yang berkaitan langsung dengan kapasitas struktural. Evaluasi kerusakan jalan

biasanya dilakukan secara manual, seperti retak yang merupakan indikasi paling umum yang

sering digunakan. Pengumpulan data kerusakan jalan memiliki banyak metoda yang sehingga

bentuk penyajiannya berbeda ( seperti : panjang kerusakan berbanding wilayah ; wilayah

kerusakan berbanding angka). Oleh karena itu diperlukan suatu pembakuan dalam penyajian

data. IRI merupakan pendekatan standar untuk pengumpulan data kerusakan yang umum

digunakan.

5. Ketidakrataan Jalan ( Road Roughness)

Ketidakrataan jalan memiliki pengaruh yang berar terhadap biaya operasional kendaraan,

keamanan, kenyamanan dan kecepatan perjalanan. Ketidakrataan jalan merupakan hal utama

dalam menilai kinerja suatu perkerasan.

II.3. Pengertian dan Penyebab Ketidakrtaaan Jalan

Ketidakrataan jalan ( Road Roughness) merupakan parameter kondisi yang paling

banyak digunakan dalam mengevaluasi perkerasan jalan karena data ketidakrataan jalan

relatif mudah untuk diperoleh, obyektif, dan berkorelasi baik dengan biaya operasional

kendaraan serta parameter kondisi yang paling relevan dalam pengukuran perilaku

fungsional jalan dalam waktu jangka panjang (Martin 1999).

Universitas Sumatera Utara


Defenisi Ketidakrataan jalan dalam Paterson ( 1987 ) (Road Roughness) adalah:

1. Menurut Paterson (1987), ketidakrataan jalan adalah penyimpangan dari permukaan

jalan yang mempengaruhi dinamika bergerak kendaraan, keselamatan, kenyamanan,

kecepatan perjalanan serta dampak pada biaya operasi kendaraan.

2. Menurut the American Society of Testing and Materials (ASTM) (E867) ,

ketidakrataan jalan adalah penyimpangan permukaan jalan yang berbeda dengan

permukaan jalan normal dengan karakteristik dimensi yang mempengaruhi dinamika

kendaraan, kualitas berkendara, dinamika beban, dan drainase.

Ada beberapa penyebab ketidakrataan jalan, yaitu: beban lalu lintas, efek dari lingkungan,

bahan dari pembuatan jalan serta penyimpangan pada proses konstruksi jalan. Pada proses

konstruksi jalan, semua perkerasan jala raya memiliki penyimpangan pengerjaan sehingga

menyebabkan ketidakrataan jalan. Ketidakrataan jalan dapat meningkat dikarenakan oleh

beban lalu lintas dan lingkungan (Fengxuan Hu,2004).

II.4. Pengukuran Ketidakrataan Jalan

Pengukuran tingkat ketidakrataan permukaan jalan belum banyak dilakukan di

Indonesia mengingat kendala terbatasnya peralatan sehingga persyaratan kerataan dalam

pengawasan dan evaluasi terhadap konstruksi jalan yang ada tidak dapat dilakukan secara

baik menurut standar nasional bidang jalan. Untuk mengetahui tingkat kerataan permukaan

jalan dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan berbagai alat , seperti:

Universitas Sumatera Utara


1. Roughometer NAASRA

Alat ukur roughometer NAASRA adalah alat pengukur ketidakrataan permukaan jalan

yang dibuat oleh NAASRA (SNI 03-3426-1994). Alat ini dipasangkan pada kendaraan jenis

station wagon, apabila tidak tersedia jenis kendaraan tersebut maka dapat diganti dengan

kendaraan Jeep 4 wheel drive, atau pick up dengan penutup pada baknya (Suwardo &

Sugiharto, 2004).

Gambar 2.5: Alat ukur Roughometerr NAASRA

Dalam survai ketidakrataan permukaan jalan dengan alat ukur roughometer NASSRA

diperlukan beberapa alat bantu lainnya, yaitu: Dipstick Floor Profiler yang digunakan sebagai

alat pengukur perbedaan elevasi, Odometer sebagai alat pengukur jarak tempuh, dua buah

beban masing-masing seberat 50 kg dan alat pengukur tekanan ban.

Sebelum melakukan survei ketidakrataan permukaan jalan, maka harus ditentukan

persamaan korelasi antara Dipstick Floor Profiler dengan alat ukur NAASRA terhadap nilai

IRI. Persamaan korelasi ini didapatkan dengan membuat Seksi Percobaan (SP), paling sedikit

dilakukan 8 SP yang dipilih dari jalan yang permukaannya sangat rata sampai yang sangat

Universitas Sumatera Utara


tidak rata, panjang SP adalah 300 meter ditambah masing-masing 50 meter pada kedua

ujungnya, kemudian dilakukan pengukuran profil memanjang dengan alat Dipstick

FloorProfiler, selanjutnya menjalankan kendaraan survai dengan kecepatan 30 km/jam untuk

mencatat ketidakrataan permukaan jalan.

2. Rolling-straight edges

Tujuan pengukuran dan analisis kerataan jalan menggunakan Rolling Straight Edge

adalah : (1) untuk menganalisis tingkat kerataan permukaan (profil memanjang) jalan dari

hasil pengukuran dengan alat Rolling Straight Edge, (2) menganalisis dan mengevaluasi

kondisi fungsi pelayanan jalan yang ada.

Gambar 2.6 : Rolling-straight edges


Sumber : http://www.highwaysmaintenance.com

3. MERLIN

MERLIN (Machine for Evaluating Roughness using Low-cost Instrumentation)

merupakan instrument yang dioperasikan secara manual yang sering digunakan untuk

mengkalibrasi Response-Type Road Roughness Measuring Systems (RTRRMS) . Terdiri dari

roda tunggal pada frame yang dapat bergerak bergerak sepanjang jalan, dan probe melekat

pada lengan digunakan untuk merekam variabilitas dari kekasaran sepanjang jalan.

Universitas Sumatera Utara


Keuntungan dari MERLIN adalah biaya rendah dan memungkinkan untuk digunakan pada

negara berkembang.

Gambar 2.7 : MERLIN

Sumber : Comparison of Roughness Measuring Instruments (Greggory Morrow, 2006)

II.5 Konsep Tingkat Pelayanan Jalan

Kinerja perkerasan (pavement performance) harus dapat memberikan pelayanan yang

aman dan nyaman selama umur rencana. Secara umum kinerja perkerasan dapat ditentukan

dengan dua cara yaitu cara objektif dan cara subjektif. Dengan cara objektif, parameter

kinerja perkerasan diperoleh dari suatu pengukuran, seperti dengan menggunakan alat

Roughometer NAASRA, Rolling-straight edges, MERLIN sedangkan dengan cara subjektif

didasarkan kepada hasil pengamatan beberapa orang ahli. Suwardo (2004), salah satu

parameter kinerja perkerasan yang dapat ditentukan dengan cara objektif adalah International

Roughness Index (IRI), disebut juga dengan ketidakrataan permukaan jalan, sedangkan Road

Condition Index (RCI), disebut juga dengan indeks kondisi jalan, dapat dikatagorikan

kedalam penentuan parameter kinerja perkerasan secara subjektif. Kedua parameter kinerja

perkerasan tersebut dikelompokan kedalam kinerja fungsional. Sukirman (1999), kinerja

Universitas Sumatera Utara


fungsional berhubungan dengan bagaimana jalan tersebut memberikan pelayanan kepada

pemakai jalan yaitu berupa kenyamanan mengemudi. Selain kinerja fungsional tedapat juga

kinerja struktural yang dipengaruhi oleh beban lalu lintas dan lingkungan yang dapat

dinyatakan dengan parameter Present Serviceability Index (PSI).

1. International Roughness Index ( IRI )

International Roughness Index ( IRI ) dikembangkan oleh Bank Dunia pada tahun

1980. IRI digunakan untuk menentukan karakteristik profil memanjang dari jalur yang

dilewati roda kendaraan untuk menentukan suatu pengukuran tingkat kekasaran permukaan

yang standar. Satuan yang biasanya digunakan adalah meter per kilometer (m/km ) atau

millimeter per meter (mm/m). Pengukuran IRI didasarkan pada perbandingan akumulasi

pergerakan suspensi kendaraan standar ( dalam mm, inchi, dll ) dengan jarak yang ditempuh

oleh kendaraan selama pengukuran berlangsung ( dalam m, km, dll ).

IRI adalah parameter ketidakrataan yang dihitung dari jumlah kumulatif naik turunnya

permukaan arah profil memanjang dibagi dengan jarak/ panjang permukaan yang diukur.

Sayer et al (1986) telah mengembangkan nilai IRI untuk berbagai umur perkerasan dan

kecepatan. Untuk ketidakrataan permukaan jalan baru nilai IRI < 4 m/km yang dapat

ditempuh pada kecepatan 100 km/jam dan untuk jalan lama nilai IRI < 6 m/km dengan

kecepatan sekitar 80 km/jam, sepeti terlihat pada gambar di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.8 : International Roughness Index
Sumber : Fengxuan Hu.( 2004) Development Of A Direct Type Road Roughness Evaluation System

2. Road Condition Index (RCI)

Road Condition Index (RCI) atau Indeks kondisi jalan adalah salah satu kinerja

fungsional perkerasan yang dikembangkan oleh American Association of State Highway

Officials (AASHO) pada tahun 1960an. Indeks kondisi jalan dapat digunakan sebagai

indikator tingkat kenyamanan dari suatu ruas jalan yang dapat diestimasi dari ketidakrataan

perumkaan jalan. Indeks kondisi jalan dapat juga ditentukan dengan pengamatan langsung

secara visual di lapangan oleh beberapa orang ahli. Indeks Kondisi Jalan (Road Condition

Index = RCI) adalah skala dari tingkat kenyamanan atau kinerja dari jalan, dapat diperoleh

Universitas Sumatera Utara


dari pengukuran dengan alat roughometer ataupun secara visual. Skala angka RCI bervariasi

dari nilai 2 – 10, yang dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini :

Tabel 2.3. Kondisi Permukaan Jalan secara Visual Berdasarkan Nilai RCI

RCI Kondisi permukaan jalan secara visual


8 – 10 Sangat rata dan teratur.
7–8 Sangat baik, umumnya rata.
6–7 Baik.
Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang, tetapi permukaan
5–6
jalan tidak rata.
4–5 Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan jalan tidak rata.
3–4 Rusak, bergelombang, banyak lubang.
Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan
2–3
hancur.
≤2 Tidak dapat dilalui, kecuali dengan 4 WD jeep.
Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung

Dalam penentuan jenis pemeliharaan, maka pada tahap awal yang dilakukan adalah

mengidentifikasi jenis kerusakan yang akan ditinjau dan juga besar atau luasan kerusakan

yang terjadi, sehingga didapat angka kerusakan dari tiap kerusakan yang terjadi. Adapun

skala kerusakan dari tiap kategori kerusakan yang ditinjau berdasarkan metode bina marga

adalah :

1. Keretakan (Cracking), jenis keretakan yang di tinjau adalah retak kulit buaya, acak,

melintang, memanjang (dengan skala kerusakan 5, 4, 3, 1), dengan ketentuan lebar

retakan 2 mm, 1 – 2 mm, < 1 mm (dengan skala kerusakan 3, 2, 1), serta luasan

kerusakan > 30 %, 10 – 30 %, < 10 % (dengan skala kerusakan 3, 2, 1). Masing-

masing keadaan skala menunjukkan kondisi mulai dari rusak berat sampai ringan.

Universitas Sumatera Utara


2. Alur (Rutting), diukur berdasarkan kedalaman kerusakan mulai dari skala > 20

mm,

11 – 20 mm, 6 – 10 mm, 0 – 5 mm (dengan skala kerusakan 7, 5, 3, 1). Masing-

masing keadaan skala menunjukkan kondisi mulai dari rusak berat sampai ringan.

3. Lubang (Potholes) dan Tambalan (Patching), diukur berdasarkan luasan kerusakan

yang terjadi yang dimulai dari skala > 30 %, 20 – 30 %, 10 – 20 %, < 10 %

(dengan skala kerusakan 3, 2, 1, 0). Masing-masing keadaan skala menunjukkan

kondisi mulai dari rusak berat sampai ringan.

4. Kekasaran permukaan, jenis kerusakan yang ditinjau adalah pengelupasan

(Desintegration), pelepasan butir (raveling), kekurusan (hungry), kegemukan

(fatty/bleeding), dan permukaan rapat (close texture). Dengan skala kerusakan 4, 3,

2, 1, 0.

5. Amblas (Depression), diukur berdasarkan kedalaman kerusakan yang terjadi

dimulai dari skala > 5/100 m, 2 – 5 /100 m, 0 – 2 /100 m (dengan skala kerusakan

4, 2, 1). Masing-masing keadaan skala menunjukkan kondisi mulai dari rusak berat

sampai ringan.

Dari hasil pengamatan tersebut, maka di dapat nilai dari tiap jenis kerusakan

yang diidentifikasi, sehingga untuk menentukan penilaian kondisi jalan didapat

dengan cara menjumlahkan seluruh nilai kerusakan perkerasan yang terjadi, dapat

diketahui bahwa semakin besar angka kerusakan kumulatif maka akan semakin besar

pula nilai kondisi jalan, yang berarti bahwa jalan tersebut memiliki kondisi yang

buruk sehingga membutuhkan pemeliharaan yang lebih baik.

Universitas Sumatera Utara


3. Indeks Permukaaan atau Present Seviceability Index

Indeks Permukaan (IP) atau Present Serviceability Index (PSI)

dikenalkan oleh AASHTO berdasarkan pengamatan kondisi jalan meliputi kerusakan-

kerusakan seperti retak-retak, alur, lubang, lendutan pada lajur roda, ketidakrataan

permukaan dan sebagainya yang terjadi selama umur pelayanan. Tabel di bawah ini

menunjukkan hubungan antara Indeks Permukaan ( PSI ) dengan Fungsi pelayanan

jalan.

Tabel 2.4: Hubungan Fungsi Pelayanan dan Indeks Permukaan (IP)

Indeks Permukaan Fungsi


No.
(IP) pelayanan
1 4–5 Sangat baik
2 3–4 Baik
3 2–3 Cukup
4 1–2 Kurang
5 0–1 Sangat kurang
Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung

AASHO Road Test selanjutnya memberikan persamaan Present Serviceability Index (

PSI ) yang merupakan fungsi kerusakan perkerasan antara lain : ketidakrataan, retak, alur,

dan tambalan yang dinyatakan dalam persamaan :

PSI = 5,03 – 1,09 log ( 1 + SV ) – 0,01√ C + P – 1,38 (RD)² (2.2)

Dimana :

PSI = Present serviceability index

SV = Slope variance ( Derajat kemiringan )

C = Cracking ( Retak )

P = Patching ( Tambalan )

Universitas Sumatera Utara


RD = Rut dept ( Kedalaman alur )

Dari ketiga macam konsep tingkat pelayanan jalan ini memiliki hubungan satu sama

lainnya, yaitu :

Sukirman (1999) menyarankan korelasi kedua parameter yaity RCI dan IRI untuk

Indonesia adalah seperti dinyatakan pada persamaan :

(
RCI = 10 × EXP − 0,0501× IRI 1, 220920 ) (2.3)

Dan dapat juga ditentukan berdasarkan hubungan grafik dibawah ini.

Gambar 2.9. Korelasi Antara Nilai RCI dan Nilai IRI

Sumber : Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.5 : Hubungan Antara RCI dengan IRI

RCI IRI Kondisi Visual dari Jenis Tipikal Permukaan


Permukaan Perkerasan

8 – 10 0-3 Sangat mulus dan Campuran panas yang baru digelar


teratur
7–8 3-4 Sangat baik, umumnya Campuran panas setelah beberapa
mulus tahun layanan
6-7 4-6 Baik Lapis Tipis yang lama dari campuran
panas, NACAS yang baru, LASBUTAG
yang baru
5-6 6-8 Cukup, sangat sedikit Lapen yang baru, NACAS yang baru,
atau tidak ada lubang LASBUTAG setelah 2 tahun layanan,
tetapi permukaan tidak NACAS yang lama
teratur
4-5 8 – 10 Jelek, sesekali Lapem setelah 2 tahun layanan, NACAS
berlubang, permukaan yang lama
tidak teratur
3-4 10 – 12 Pecah, bergelombang, Lapen yang lama, NACAS yang lama,
banyak lubang jalan kerikil yang kurang terpelihara
2-3 12 – 16 Sangat pecah-pecah, Semua jenis perkerasan tanpa layanan
banyak lubang dan total untuk waktu yang lama
bidang perkerasan
hancur
2 > 16 Tidak dapat dilalui, Semua jenis perkerasan dianggap
kecuali 4WD diabaikan

Sumber : Presentasi Program Jalan jembatan 1

Hubungan korelasi antara IRI dan RCI dapat dinyatakan dalam beberapa korelasi.

Indeks Permukaan mempunyai hubungan dengan International Roughness Index (IRI, dalam

m/km) . IP dinyatakan sebagai fungsi dari IRI dengan rumus :

Untuk perkerasan jalan beraspal :


4 3 2
PSI = 5 – 0,2937 X + 1,1771 X – 1,4045 X – 1,5803 X (2.4)

Di mana :
2
X = Log (1 + SV) ; SV = 2,2704 IRI (2.5)

Universitas Sumatera Utara


6
SV = Variasi kemiringan (10 x populasi dari variasi kemiringan pada interval 1ft)

PSI = Present Serviceability Index

IRI = International Roughness Index, m/km

Paterson (1986) mengusulkan korelasi tersebut sebagai berikut:

RCI = 10 EXP −0, 018( IRI ) (2.6)

dan Al Omari (1994) mengusulkan korelasi sebagai berikut:

RCI = 10 EXP −0, 26( IRI ) (2.7)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai