Anda di halaman 1dari 34

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pekerjaan Tanah


3.1.1 Definisi Tanah
Tanah merupakan dasar suatu struktur atau konstruksi, baik itu
konstruksi bangunan gedung, konstruksi jalan, maupun konstruksi yang
lainnya. Jadi seorang ahli teknik sipil harus juga mempelajari sifat-sifat
dasar dari tanah, seperti asal usulnya, penyebaran ukuran butiran,
kemampuan mengalirkan air, sifat pemampatan bila dibebani
(compressibility), kekuatan geser, kapasitas daya dukung terhadap
beban dan lain-lain.
Dalam pengertian teknik, tanah adalah akumulasi partikel mineral
yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain yang terbentuk
akibat pelapukan dari batuan. Proses penghancuran dalam pembentukan
tanah dari batuan terjadi secara fisis dan kimiawi. Secara fisis dapat
diakibatkan dengan erosi oleh air, angin atau perpecahan akibat
pembekuan dan pencairan es dalam batuan. Sedangkan cara kimiawi,
mineral batuan induk diubah menjadi mineral-mineral baru melalui
reaksi kimia. Air dan karbon dioksida dari udara membentuk asam-
asam karbon yang kemudian bereaksi dengan mineral-mineral batuan
dan membentuk mineral-mineral baru ditambah garam-garam terlarut.
Akibat dari pembentukan tanah secara kimiawi, maka tanah mempunyai
struktur dan sifat-sifat yang berbeda (Das, Braja M, 1985). Dalam ilmu
mekanika tanah yang disebut “tanah” ialah semua endapan alam yang
berhubungan dengan teknik sipil, kecuali batuan tetap. Batuan tetap
menjadi ilmu tersendiri yaitu mekanika batuan (rock mechanics).
Endapan alam tersebut mencakup semua bahan, dari tanah lempung
(clay) sampai berangkal (boulder).

III - 1
3.1.2 Pekerjaan Galian Tanah
Pengertian perkerjaan galian tanah adalah pekerjaan yang
dilaksanakan dengan membuat lubang di tanah membentuk pola tertentu
untuk keperluan pondasi bangunan. Galian tanah yang dibuat harus
dilakukan sesuai perencanaan dan mencapai lapisan tanah yang keras. Jika
dibutuhkan, tanah tersebut juga perlu dipadatkan agar kondisinya lebih
kokoh serta mampu menahan beban bangunan dengan baik. Pekerjaan ini
umumnya diperlukan untuk pembuatan saluran air dan selokan, untuk
formasi galian atau pondasi pipa, gorong-gorong, pembuangan atau struktur
lainnya, untuk pembuangan bahan yang tak terpakai dan tanah humus, untuk
pekerjaan stabilisasi lereng dan pembuangan bahan longsoran, untuk galian
bahan konstruksi dan pembuangan sisa bahan galian, untuk pengupasan dan
pembuangan bahan perkerasan beraspal pada perkerasan lama, dan
umumnya untuk pembentukan profil dan penampang badan jalan.
Pekerjaan galian dapat berupa :
• Galian Biasa
• Galian Batu
• Galian Struktur
• Galian Perkerasan Beraspal

3.1.3 Pekerjaan Timbunan


Timbunan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu timbunan biasa,
timbunan pilihan dan timbunan pilihan di atas tanah rawa. Timbunan
pilihan akan digunakan sebagai lapis penopang (capping layer) untuk
meningkatkan daya dukung tanah dasar, juga digunakan di daerah saluran
air dan lokasi serupa dimana bahan yang plastis sulit dipadatkan dengan
baik. Timbunan pilihan dapat juga digunakan untuk stabilisasi lereng atau
pekerjaan pelebaran timbunan jika diperlukan lereng yang lebih curam
karena keterbatasan ruangan, dan untuk pekerjaan timbunan lainnya
dimana kekuatan timbunan adalah faktor yang kritis. Timbunan pilihan di
atas tanah rawa akan digunakan untuk melintasi daerah yang rendah dan
selalu tergenang oleh air.

III - 2
3.2 Pekerjaan Jalan
3.2.1 Pengertian Jalan
Disebutkan dalam Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang
Jalan dinyatakan bahwa : Jalan adalah prasarana transportasi darat yang
meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori,
dan jalan kabel.
3.2.2 Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya
Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak
diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi
memberikan pelayanan kepada sarana transportasi dan selama masa
pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar
perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka
pengetahuan tentang sifat, pegadaan dan pengolahan dari bahan
penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan. (Silvia Sukirman. 2003)
Konstruksi perkerasan terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan
bahan ikat yang digunakan serta komposisi dari komponen konstruksi
perkerasan itu sendiri antara lain:

Lapis Aus
Lapis Antara
Lapis Pondasi
Lapis Pondasi Atas
Lapis Pondasi Bawah
Tanah Dasar

Gambar 3.1 Komponen Perkerasan Lentur


Sumber : (Sukirman, 2003)
a. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan
yang menggunakan agregat sebagai tulangan dan aspal sebagai

III - 3
bahan pengikatnya. Lapisan-lapisannya bersifat memikul beban
akibat arus lalu lintas ke tanah dasar.
b. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan
yang menggunakan agregat sebagai tulangan dan semen Portland
sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan
diletakkan di tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah.
Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

Lapis Perkerasan Beton


Lapis Pondasi
Tanah Dasar

Gambar 3.2 Komponen Perkerasan Kaku


Sumber: (Sukirman, 2003)
c. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement), yaitu
perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur.

Lapis Aus (Wearing Course)


Lapis Perkerasan Beton
(Portland Cement)
Lapis Pondasi (Base Course)
Tanah Dasar (Sub Grade)
Gambar 3.3 Komponen Perkerasan Komposit
Sumber: (Sukirman, 2003)

3.2.3 Fungsi Lapis Perkerasan


Adapun fungsi dari perkerasan yang berlapis-lapis agar perkerasan
mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi tetap
ekonomis. Lapis paling atas disebut sebagai lapis permukaan,
merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Dibawahnya terdapat
lapis pondasi, yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan.

III - 4
Gambar 3.4 Susunan Lapis Perkerasan Lentur
( Sumber: Silvia Sukirman, 1999 )

Gambar 3.5 Distribusi beban pada struktur jalan


(Sumber : Wignall A., dkk., 2003.

Adapun penjelasan tentang lapisan-lapisan tersebut adalah :

1. Lapis Permukaan
Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas.
Fungsi lapis permukaan dapat meliputi:
a. Struktural
Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima
oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal
(gaya geser). Untuk hal ini persyaratan yang dituntut adalah kuat,
kokoh, dan stabil.
b. Non Struktural
1) Lapis kedap air, mencegah masuknya air kedalam lapisan
perkerasan yang ada di bawahnya.
2) Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat
berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup.

III - 5
3) Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia
koefisien gerak (skidresistance) yang cukup untuk menjamin
tersedianya keamanan lalu lintas.
4) Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang
selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru.

Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua
lapisan lagi, yaitu :
a. Lapis Aus (Wearing Course)
Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis
permukaan yang terletak di atas lapis antara (binder course).

b. Lapis Antara (Binder Course)


Lapis antara (binder course) merupakan bagian dari lapis
permukaan yang terletak diantara lapis pondasi atas (base course)
dengan lapis aus (wearing course).

Tabel 1 Tebal Minimum campuran Aspal

Jenis Campuran Simbol Tebal Minimum (mm)

Lapis Aus AC-WC 40


Laston Lapis Antara AC-BC 60
Lapis Pondasi AC-Base 75
(Sumber : Spesifikasi Umum 2016 Kementrian Pekerjaan Umum
Direktorat Jendral Bina Marga)
Bahan yang umum digunakan untuk lapis permukaan (surface
course) adalah :
a. Aspal campuran panas (hot mix) dengan jenis A TB, A TS8, HRS,
HRSS, AC.
b. Aspal campuran dingin (cold mix) dengan jenis Slurry seal,
DGEM, OGEM, dan Macadam emulsion.
c. Lapis penetrasi macadam (Lapen).
d. Laburan aspal satu lapis (Burtu).

III - 6
e. Laburan aspal dua lapis (Burda).
f. Laburan aspal (buras).
g. Lapisan tipis aspal buton murni (Latasbum).
h. Lapisan aspal buton agregat (Lasbutag).
i. Lapisan tipis aspal pasir (Latasir)

2. Lapis resap pengikat / Lapis perekat (Prime Coat / Tack Coat)


Prime coat adalah laburan aspal pada permukaan yang belum
beraspal berfungsi untuk memberi ikatan antara permukaan tersebut
dengan lapisan perkerasan diatasnya. Sedangkan tack coat adalah
laburan aspal pada permukaan yang sudah beraspal, berfungsi untuk
memberi ikatan antara permukaan tersebut dengan lapisan
perkerasan diatasnya.
a. Bahan yang digunakan
1) Bahan yang digunakan untuk prime coat adalah :
a) AC 10 (penetrasi 80 – 100), AC 20 (penetrasi 60 – 70)
diencerkan dengan minyak tanah (karosen). Perbandingan
pemakaian karosen harus terdiri dari 80 bagian minyak per
100 bagian aspal (80 pph) atau disesuaikan kebutuhan
dilapangan.
b) MC 30 (aspal cair/Cutback asphalt).
c) Aspal emulsi reaksi sedang (medium setting) atau reaksi
lambat (slow setting), dengan penetrasi tidak kurang dari
80/100. Dengan perbandingan 1 bagian air : 1 bagian
pengemulsi.
2) Bahan yang digunakan untuk tack coat adalah :
a) AC 10 (penetrasi 80 – 100), AC 20 (penetrasi 60 – 70)
diencerkan dengan minyak tanah (kerosene). Perbandingan
pemakaian kerosene harus terdiri dari 25 s.d. 30 bagian
minyak per 100 bagian aspal (25-30 pph) atau disesuaikan
dengan kebutuhan dilapangan.

III - 7
b) Aspal emulsi reaksi cepat (rapid setting). Dengan
perbandingan 1 bagian air : 1 bagian pengelmulsi.

b. Takaran pemakaian
1) Untuk prime coat
a) Untuk lapisan pondasi agregat 0,4 – 1,3 l/m2
b) Untuk lapisan pondasi tanah semen 0,2 – 1,0 l/m2
2) Untuk tack coat
Tabel 2 Takaran Pemakaian Lapis Perekat
Takaran (liter per meter persegi) pada
Permukaan Baru atau Permukaan
Jenis Aspal Permukan Porous dan
Aspal atau Beton Lama Berbahan Pengikat
Terekpos Cuaca
Yang Licin Semen
Aspal Cair 0,15 0,15 - 0,35 0,2 – 1,0
Aspal Emulsi 0,20 0,20 - 0,50 0,2 – 1,0
Aspal Emulsi
yang diencerkan 0,40 0,40 - 1,00 0,4 – 2,0
(1:1)
Aspal Emulsi
Modifikasi 0,20 0,20 - 0,50 0,2 – 1,0
(Sumber : Spesifikasi Umum 2016 Kementrian Pekerjaan Umum
Direktorat Jendral Bina Marga)

c. Suhu penyemprotan
Suhu penyemprotan harus memenuhi persyaratan di bawah ini:
Tabel 3. Temperatur Penyemprotan
Jenis Aspal Rentang Suhu Penyemprotan
Aspal cair, 25-30 pph minyak
110 ± 10 ºC
tanah
Aspal cair, 80-85 pph minyak
45 ± 10 ºC
tanah(MC-30)
Aspal emulsi, emulsi modifikasi Tidak dipanaskan

III - 8
atau aspal emulsi yang
diencerkan
(Sumber : Spesifikasi Umum 2016 Kementrian Pekerjaan Umum
Direktorat Jendral Bina Marga)

3. Lapis Pondasi Atas (Base Course)


Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak
antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah
apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Lapisan pondasi
atas ini berfungsi sebagai :
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda
dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya.
b. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi atas ini harus cukup kuat dan
awet sehingga dapat menahan beban-beban roda, seperti batu
pecah, kerikil, stabilitas tanah.
Dalam penentuan bahan lapis pondasi ini perlu dipertimbangkan
beberapa hal antara lain:
a. Kecukupan bahan setempat
b. Harga
c. Volume pekerjaan
d. Jarak angkut bahan ke lapangan.
Jenis lapisan pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia
antara lain :
a. Agregat bergradasi baik
1) Batu pecah kelas A
2) Batu pecah kelas B
3) Batu pecah kelas C
b. Pondasi Macadam
c. Pondasi Telford
d. Penetrasi Macadam (lapen)

III - 9
e. Aspal beton pondasi
f. Stabilitas yang terdiri dari :
1) Stabilitas agregat dengan semen.
2) Stabilitas agregat dengan kapur.
3) Stabilitas agregat dengan aspal.
Material yang umum digunakan di Indonesia untuk lapisan
pondasi atas sesuai dengan jenis konstruksinya adalah :
a. Tanah campur semen (soil cement base).
b. Agregat kelas A (sistem pondasi agregat).
c. Kerikil (pondasi macadam).

4. Lapis Pondasi Bawah (Sub base Course)


Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak
antara lapisan pondasi dan tanah dasar. Lapis pondasi bawah ini
berfungsi sebagai :
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda
ketanah dasar.
b. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
c. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar
naik kelapis pondasi atas.
d. Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat
berat(akibat lemahnya daya dukung tanah dasar) pada awal-awal
pelaksanaan pekerjaan.

Jenis lapisan pondasi bawah yang umum dipergunakan di Indonesia


antaralain :
a. Agregat bergradasi baik
1) Sirtu/pitrun kelas A
2) Sirtu/pitrun kelas B
3) Sirtu/pirtun kelas C

b. Stabilisasi

III - 10
1) Stabilisasi agregat dengan semen
2) Stabilisasi agregat dengan kapur
3) Stabilisasi tanah dengan semen
4) Stabilisasi tanah dengan kapur
Material yang umum digunakan untuk lapisan pondasi bawah
sesuai dengan jenis konstruksinya adalah :
a. Batu belah dengan balas pasir (sistem telford).
b. Tanah campur semen (soil cement base).
c. Agregat kelas B (sistem pondasi agregat).

5. Tanah Dasar (Subgrade)


Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai
tempat perletakan lapis perkerasan dan mendukung konstruksi
perkerasan jalan diatasnya. Menurut Spesifikasi, tanah dasar adalah
lapisan paling atas dari timbunan badan jalan setebal 30 cm, yang
mempunyai persyaratan tertentu sesuai fungsinya, yaitu yang
berkenaan dengan kepadatan dan daya dukungnya (CBR). Lapisan
tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah
aslinya baik, atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain
atau tanah yang distabilisasi dan lain-lain.
Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan
atas :
a. Lapisan tanah dasar, tanah galian.
b. Lapisan tanah dasar, tanah urugan.
c. Lapisan tanah dasar, tanah asli.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat
tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu
lintas.

III - 11
b. Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan
kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan
sifat-sifat tanah pada lokasi yang berdekatan atau akibat
kesalahan pelaksanaan misalnya kepadatan yang kurang baik.

Tanah dasar ini dapat terbentuk dari tanah asli yang dipadatkan
(pada daerah galian) ataupun tanah timbunan yang dipadatkan (pada
daerah urugan). Mengenai Persyaratan teknik untuk material tanah
sebagai pembentuk tanah dasar ini sebagai berikut :
a. Bukan tanah organis.
b. Sebaiknya tidak termasuk tanah yang plastisitasnya tinggi yang
diklafisikasikan sebagai A-7-6 adalah kelompok tanah lempung
yang lebih bersifat plastis, tanah ini mempunyai sifat perubahan
yang cukup besar dalam klafisikasi ASHTO atau sebagai lempung
berplastisitas tinggi, CH (batas cair > 50 %) dalam sistem
klasifikasi unified.
c. Bahan yang mempunyai plastisitas tinggi hanya boleh digunakan
pada daerah/lapisan dibawah 80 cm dari tanah dasar ataupun pada
bagian dasar dari urugan. Ataupun urugan kembali yang tidak
memerlukan daya dukung yang tinggi.
d. Memiliki harga CBR tidak kurang dari 6% setelah perendaman 4
hari dan dipadatkan 100% dari kepadatan kering maximum.
e. Persyaratan kepadatan :
1. Harus dipadatkan sampai dengan 95% dari kepadatan kering
maxsimum pada lapisan 30 cm ke bawah dari subgrade
(Proctor standar).
2. 30 cm ke atas harus dipadatkan 100% dari kepadatan kering
maksimum (Proctor standar).
Penggunaan tanah sebagai bahan untuk pembuatan jalan
umumnya hanya terbatas pada penyiapan badan jalan yaitu untuk
membentuk lapisan pendasar pada daerah timbunan ataupun pada

III - 12
daerah yang kondisi tanah aslinya tidak memenuhi spesifikasi
sehingga memerlukan penggantian tanah.

3.2.4 Bahan Penyusun Perkerasan Lentur


Bahan penyusun lapis permukaan untuk perkerasan lentur yang
utama terdiri atas bahan ikat dan bahan pokok. Bahan pokok bisa berupa
pasir, kerikil, batu pecah/agregat dan lain-lain. Sedangkan untuk bahan
ikat untuk perkerasan bisa berbeda-beda, tergantung dari jenis
perkerasan jalan yang akan dipakai.
Bahan ikat bisa berupa tanah liat, aspal/bitumen, Portland
cement ,atau kapur/ lime :
1. Aspal
Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap
atau hitam pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphat henes,
resins, dan oils. Aspal pada lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan
ikat antara agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak,
sehingga akan memberikan kekuatan masing-masing agregat.
Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal
alam dan aspal minyak. Aspal alam yaitu aspal yang didapat disuatu
tempat dialam, dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau
dengan sedikit pengolahan. Aspal minyak adalah aspal yang
merupakan residu pengilangan minyak bumi.
a. Sifat Aspal
Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi
sebagai:
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan
agregat dan antara aspal itu sendiri.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan
pori-pori yang ada pada agregat itu sendiri.
Sehingga aspal yang digunakan harus memiliki syarat-syarat
sebagai berikut:

III - 13
1. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal untuk
mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama
masa umur pelayanan.
2. Adhesi dan kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat
sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dan aspal.
Kohesi adalah ikatan didalam molekul aspal untuk tetap
mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi
pengikatan.
3. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal memiliki sifat termo plastis, sifat ini diperlukan agar
aspal tetap memiliki ketahanan terhadap temperatur.
4. Kekerasan Aspal
Pada pelaksanaan proses pencampuran aspal kepermukaan
agregat dan penyemprotan aspal kepermukaan agregat terjadi
oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas dan viskositas
bertambah tinggi. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar
tingkat kerapuhan aspal dan demikian juga sebaliknya.
(Sukirman, 1992 ).
5. Sifat pengerjaan (work ability)
Aspal yang dipilih lebih baik yang mempunyai work ability
yang cukup dalam pengerjaan pengaspalan jalan. Hal ini akan
mempermudah pelaksanaan penghamparan dan pemadatan
untuk memperoleh lapisan yang padat dan kuat.

2. Agregat
Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir
yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu
bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat mempunyai peranan
yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam
hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan

III - 14
ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan.
Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat
menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan
jalan. (Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas, Buku 1:
Petunjuk umum)
Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai
kerangka yang memberikan stabilitas campuran jika dilakukan
dengan alat pemadat yang tepat. Agregat sebagai komponen utama
atau kerangka dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90% –
95% agregat berdasarkan persentase beratatau 75% –85% agregat
berdasarkan persentase volume (Sukirman, 2003).
Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal
dibagi atas dua fraksi,yaitu :
a. Agregat Kasar
Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang
tertahan ayakan No.8 (Ø2,36mm) yang dilakukan secara basah dan
harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang
tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan
dalam Tabel 4 berikut ini :

Tabel 4 Ketentuan agregat kasar


Pengujian Standar Nilai
natrium sulfat SNI 3407 : 2008 Maks. 12 %
Kekelan bentuk agregat terhadap larutan magnesium sulfat Maks. 18 %
100 putaran Maks. 6 %
Abrasi dengan mesin Campuran AC Modifikasi 500 putaran SNI 2417 : 2008 Maks. 30 %
Los Angeles semua jenis campuran 100 putaran Maks. 8 %
aspal bergradasi lainnya 500 putaran Maks. 40 %
Kekuatan agregat terhadap aspal SNI 2439 : 2011 Min. 95 %
Butir Pecah pada Agregat Kasar SNI 7619 : 2012 95/90
Partikel Pipih dan Lonjong ASTM D4791
Perbandingan 1 : 5 Maks. 10 %
Material lolos Ayakan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 2 %

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2016 Perkerasan Aspal

III - 15
b. Agregat Halus
Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari
pasir atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan
yang lolos ayakan No.8 (Ø2,36mm). Agregat halus harus
memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.5.

Tabel 5. Ketentuan agregat halus


Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 60 %
Angularitas dengan Uji Kadar Rongga SNI 03-6877-2002 Min. 45 %
Gumpalan Lempung dan Butir - butir SNI 03-4141-1996 Maks. 1 %
Mudah Pecah dalam Agregat
Agregat Lolos Ayakan No. 200 SNI ASTM C117 : 2012 Maks.10 %
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2016 Perkerasan Aspal
c. Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi (filler) harus kering dan bebas dari gumpalan-
gumpalan dan mempunyai sifat-sifat yaitu non plastis, lolos
saringan no.200, dan berupa bahan non-organik. Fungsi filler
dalam campuran adalah:
1. Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis
campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk
mengisi rongga akan berkurang
2. Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta
yang akan membalut dan mengikat agregat halus untuk
membentuk mortar.
3. Mengisi ruang antara agregat halus dan kasar serta
menigkatkan kepadatan dan kestabilan.

III - 16
3.2.5 Gradasi
Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel
agregat harus berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-
masing ukuran partikel harus dalam proporsi tertentu. Distribusi dari
variasi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat.
Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran
dan menentukan work abilitas (sifat mudah dikerjakan ) dan stabilitas
campuran. Untuk menentukan apakah gradasi agregat memenuhi
spesifikasi atau tidak, diperlukan suatu pemahaman bagaimana ukuran
partikel dan gradasi agregat diukur. Gradasi agregat ditentukan oleh
analisa saringan, dimana contoh agregat harus melalui satu set saringan.
Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan jaringan kawatnya dan
nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per-inch
persegi dari saringan tersebut.
Gradasi agregat dapat dibedakan atas:
1. Gradasi seragam (uniform graded)/ gradasi terbuka (open graded)
Gradasi seragam (uniform graded) adalaha agregat dengan ukuran
yang hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang
sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat.
2. Gradasi rapat (dense graded)
Gradasi rapat, merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam
porsi yang seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi
baik.
3. Gradasi senjang (gap graded)
Gradasi senjang (gap graded), merupakan campuran yang tidak
memenuhi dua kategori diatas. Agregat bergradasi buruk yang umum
digunakan untuk lapisan perkerasan lentur merupakan campuran
dengan satu fraksi hilang atau satu fraksi sedikit.

III - 17
Tabel 6 Gradasi Agregat Gabungan untuk Campuran Aspal
Ukuran % Berat yang Lolos terhadap Total Agregat dalam Campuran
Ayakan(mm) Latasir ( SS ) Lataston (HRS) Laston (AC)
Gradasi Senjang Gradasi Semi Senjang
Kelas A Kelas B WC Base WC Base WC BC Base
37.5 100
25 100 90 - 100
19 100 100 100 100 100 100 100 90 - 100 76 - 90
12.5 90 - 100 90 - 100 87 - 100 90 - 100 90 - 100 75 - 90 60 - 78
9.5 90 - 100 75 - 85 65 - 90 55 - 88 55 - 70 77 - 90 66 - 82 52 - 71
4.75 53 - 69 46 - 64 35 - 54
2.36 75 - 100 50 - 72 35 - 55 50 - 62 32 - 44 33 - 53 30 - 49 23 - 41
1.18 21 - 40 18 - 38 13 - 30
0.600 35 - 60 15 - 35 20 - 45 15 - 35 14 - 30 12 - 28 10 -22
0.300 15 - 35 5 - 35 9 - 22 7 - 22 6 - 15
0.150 6 - 15 5 - 13 4 - 10
0.075 10 - 15 8 - 13 6 - 10 2- 9 6 - 10 4- 8 4- 9 4- 8 3- 7
( Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga Perkerasan Aspal, 2016 )
Note : Gradasi yang digunakan

Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam


persen terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi
batas-batas yang diberikan dalam Tabel 6 di atas.
Pada proyek Rekontruksi dan Rekontruksi Ruas Jalan Tompe –
Dalam Kota Palu - Surumana digunakan campuran Asphalt Concrete-
Wearing Course (AC-WC) bergradasi kasar.

3.2.6 Lapis Aspal Beton


Lapisan aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan
yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat, dicampur dan
dihampar dalam keadaan panas serta dipadatkan pada suhu tertentu
(Sukirman, S. 1992). Tebal nominal minimum Laston adalah 4-6 cm (
Depkimpraswil, 2002). Suhu penghamparan 130℃ , sedangkan suhu
pemadatan yaitu 125℃ .
Sesuai fungsinya Laston mempunyai 3 macam campuran yaitu:
1. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt
Concrete-Wearing Course), dengan tebal nominal minimum adalah 4
cm.

III - 18
2. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC
(Asphalt Concrete-Binder Course), dengan tebal nominal minimum
adalah 5 cm.
3. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base
(Asphalt Concrete-Base), dengan tebal nominal minimum adalah
6cm.

3.2.7 Karakteristik Campuran Beraspal


Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton
campuran panas adalah:
1. Stabilitas (Stability)
Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan
perkerasan menerima beban lalulintas tanpa terjadi perubahan bentuk
tetap seperti gelombang, alur ataupun bleeding. Kebutuhan akan
stabilitas setingkat dengan jumlah lalulintas dan beban kendaraan
yang akan memakai jalan tersebut. Jalan dengan volume lalulintas
tinggi dan sebagian besar merupakan kendaraan berat menuntut
stabilitas yang Iebih besar dibandingkan dengan jalan yang volume
lalulintasnya hanya terdiri dari kendaraan penumpang saja.
2. Durabilitas (Keawetan/Daya Tahan)
Durabilitas diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan
dapat mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan
perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan roda kendaraan.
Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton adalah:
a. VIM kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk
kedalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan
aspal menjadi rapuh (getas).
b. VMA besar sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan
VIM kecil serta kadar aspal tinggi maka kemungkinan terjadinya
bleeding cukup besar, untuk mencapai VMA yang besar ini
digunakan agregat bergradasi senjang.

III - 19
c. Film (selimut) aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan
lapis aspal beton yang durabilitas tinggi, tetapi kemungkinan
terjadinya bleeding menjadi besar.
3. Fleksibilitas (Kelenturan)
Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan
perkerasan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat
beban lalulintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan
volume. Untuk mendapatkan fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh
dengan:
a. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA
yang besar.
b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi).
c. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM
yang kecil.

4. Skid Resistance (Kekesatan)


Tahanan geser adalah kekesatan yang diberikan oleh perkerasan
sehingga kendaraan tidak mengalami slip baik diwaktu hujan (basah)
maupun diwaktu kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien
gesekan antara permukaan jalan dengan roda kendaraan. Tingginya
nilai tahanan geser ini dipengaruhi oleh:
a. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar
b. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi
bleeding.
c. Penggunaana gregat berbentuk kubus.
5. Fatique Resistance (Ketahanan Terhadap Kelelahan)
Ketahanan kelelahan adalah ketahanan dari lapis aspal beton
dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelahan yang
berupa alur (rutting) dan retak. Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketahanan terhadap kelelahan adalah:

III - 20
a. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan
mengakibatkan kelelahan yang lebih cepat.
b. VMA dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis
perkerasan menjadi fleksibel.
6. Kedap Air (impermeability)
Kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun
udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan
percepatan proses penuaan asapal dan pengelupasan selimut aspal
dari permukaan agregat.
7. Workability (KemudahanPelaksanaan)
Kemudahan pelaksanaan adalah mudahnya suatu campuran untuk
dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi
kepadatan yang diharapkan. Workability ini dipengaruhi oleh gradasi
agregat. Agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan dari pada
agregat bergradasi lain.

3.3 Peralatan Pekerjaan


Dalam melaksanakan dan menjalankan pekerjaan di lapangan, maka
diperlukan suatu unit alat berat yang dapat membantu menyelesaikan masalah
pekerjaan di lapangan. Alat berat yang digunakan bertujuan untuk memenuhi
ketepatan waktu penyelesaian dan pencapaian kualitas pekerjaan yang
disyaratkan sesuai dengan rencana.
Menurut fungsinya peralatan yang dipakai di dalam proyek Rekontruksi
dan Rehabilitasi Ruas Jalan Tompe - Dalam Kota Palu – Surumana adalah
sebagai berikut :

3.3.1 Peralatan Penggalian (Exavator)


Alat ini biasa disebut sebagai Mesin pengeruk dan merupakan Alat
berat yang terdiri dari batang, tongkat, keranjang dan rumah rumah
dalam sebuah wahana putar dan digunakan untuk penggalian
(akskavasi). Rumah rumah diletakan di atas kereta bawah yang

III - 21
dilengkapi Roda rantai atau Roda. Ekskavator kabel menggunakan
Winch dan Tali besi untuk bergerak. Berikut adalah Fungsi atau
kegunaan dari Alat Berat Ekskavator antara lain adalah :

1) Digunakan Untuk Menancapkan batang pondasi

2) Dapat Digunakan Untuk Menggali parit, lubang, pondasi bangunan

3) Dapat Digunakan Untuk Pekerjaan kehutanan

4) Dapat Digunakan Untuk Penanganan material

5) Dapat Digunakan Untuk Memotong semang dengan alat khusus

6) Dapat Digunakan Untuk Pengerukan sungai

7) Dapat Digunakan Untuk Pertambangan, terutama pertambangan pit


terbuka

8) Dapat Digunakan Untuk penghancuran

9) Dapat Digunakan Untuk Perataan tanah

10) Dapat Digunakan Untuk Angkut berat

III - 22
Gambar 3.6 Exavator
( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 ).

3.3.2 Peralatan Pengangkutan (Dump Truck)


Dump Truck merupakan alat yang digunakan untuk
memindahkan material hasil galian dari lokasi quary ke lokasi proyek.
Alat tersebut biasanya digunakan untuk mengangkut material lepas
(loose material) baik berupa pasir, gravel/kerikil, tanah, dan material
mineral/batubara yang digunakan di dunia konstruksi dan
pertambangan. Secara umum Dump truck (dump truk) adalah alat yang
isinya dapat dikosongkan tanpa penanganan. Dump truk biasa
digunakan untuk mengangkut barang semacam pasir, kerikil atau tanah
untuk keperluan konstruksi. dump truk dilengkapi dengan bak terbuka
yang dioperasikan dengan bantuan hidrolik, bagian depan dari bak itu

III - 23
bisa diangkat keatas sehingga memungkinkan material yang diangkut
bisa melorot turun ke tempat yang diinginkan.

Gambar 3.7 Dump Truck


( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 ).

3.3.3 Peralatan Perataan (Motor Grader)


Alat berat dengan pisau panjang yang digunakan untuk
meratakan permukaan dalam proses perataan. Umumnya grader
memiliki tiga as roda, dengan mesin dan kabin berada di atas as roda
belakang di satu ujung kendaraan dan as ketiga pada bagian ujung
depan kendaraan, dengan blade berada di antaranya.

Gambar 3.8 Motor Grader.


( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 ).
3.3.4 Peralatan Penyiraman (Water Tank Truck)
Alat ini merupakan kendaraan beroda empat yang memiliki
tangki air dibelakangnya dengan kapasitas tertentu. Tank yang berisi
air digunakan untuk penyiraman pada saat pelaksanaan pemadatan
agregat.

III - 24
Gambar 3.9 Water Tank Truck
(Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020)

3.3.5 Peralatan Pemadatan (Vibratory Roller)


Vibratory Roller adalah alat untuk memadatkan timbunan atau
tanah yang akan diratakan sehingga tanah atau timbunan menjadi padat
dengan cara digetarkan. Pada gambar di bawah ini alat Vibratory Roller
sedang memadatkan lapis pondasi atas (LPA).

Gambar 3.10 Vibratory Roller.


( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 ).
3.3.6 Peralatan Pengaspalan
Penghamparan tack coat dan prime coat (Asphalt Sprayer)
Pada umumnya, alat penyemprotan aspal (Asphalt Sprayer)
diberikan untuk memberikan lapis pengikat (tack coat) atau lapis resap

III - 25
pengikat (primecoat) pada permukaan yang akan diberi lapis aspal
diatasnya dengan tujuan untuk mengikat lapis perkerasan baru dengan
lapis perkerasan lama.

Gambar 3.12 alat penghampar tack coat dan prime coat (Asphalt sprayer)
(Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020)

3.3.7 Peralatan Penghamparan aspal (Asphalt Finisher)


Alat untuk menghamparkan campuran aspal yang dihasilkan
dari alat produksi aspal. Terdapat dua jenis Asphalt Finisher yaitu
Crawler yang menggunakan roda kelabang, dalam hal daya ambang
(flotation), traksi, dan penghamparannya lebih halus serta lebih datar
dibandingkan AsphaltFinisher yang menggunakan roda karet dengan
ukuran sama. Kelebihan Asphalt Finisher roda karet adalah dalam hal
manuver yang lebih cepat.

III - 26
Gambar 3.13 Asphalt Finisher.
( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 )

3.3.8 Peralatan Pemadatan Aspal


1. Pemadatan Awal (Tandem Roller)
Penggunaan dari penggilas ini untuk mendapatkan
permukaan yang agak halus, misalnya penggilas lapisan hotmix.
Tandem roller ini memberikan lintasan yang sama pada masing-
masing rodanya, beratnya antara 8 - 14 ton. Penambahan beban
akibat pengisian zat cair (blasting) berkisar antara 25 – 60 % dari
berat penggilas. Pemadatan awal dilakukan ketika dump truck
menuangkan hotmix kedalam asphal finisher kemudian
menghamparkan ke badan jalan. Pemadatan awal ini harus
dilaksanakan dengan menggunakan alat pemadat roda baja atau
tandem roller. Alat pemadat ini harus dioperasikan mengikuti gerak
asphalt finisher. Setiap titik perkerasan harus menerima minimum
dua lintasan penggilasan awal dengan kecepatan maksimal 4
km/jam. Pemadatan awal dimulai dari tempat sambungan
memanjang dan kemudian ke tepi luar.

III - 27
Gambar 3.14 Tandem Roller.
( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 ).

2. Pemadatan Antara (Pneumatic Tired Roller)


Pemadat roda karet dengan jenis pemadat permukaan, tapi
dapat juga berfungsi dengan prinsip meremas (kneading action).
Pemadat roda karet pada umumnya mempunyai poros ganda (tandem
axle) dengan empat sampai sembilan roda tiap poros. Roda
dirancang sedemikian rupa sehingga roda bagian belakang dapat
berjalan dalam ruang diantara bagian depan. Pemadat karet tidak
boleh kelebihan beban akibat pemberat atau bergerak dengan
kecepatan melebihi batas karena dapat memberikan keausan pada
ban. Pneumatic Tirred Roller digunakan untuk memadatkan
permukaan yang rata dan padat. Penggunan alat ini umumnya untuk
mendapatkan permukaan yang halus. Alat berat ini digunakan pada
penggilasan bahan yang bergranular, baik digunakan pada
penggilasan lapisan hot mix sebagai “penggilas antara”. Dimana
Roda-rodanya dapat bergerak maju dan dapat pula digetarkan atau
digerakkan naik turun untuk memberikan tumbukan yang kuat.

III - 28
Gambar 3.15 Tired roller
(Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020)

3. Pemadatan Akhir (Tandem Roller)


Pemadatan akhir atau penyelesaian harus dilaksanakan
dengan alat berat pemadat roda baja tanpa penggetar (vibrasi). Bila
hamparan aspal tidak menunjukkan bekas jejak roda pemadatan
setelah pemadatan kedua, pemadatan akhir ini bisa tidak dilakukan
asalkan pemadatan setelah penggilasan kedua cukup memadai.
Sebagai tambahan untuk pemadatan aspal pada daerah super elevasi
dilakukan dengan dimulai dari lajur yang rendah ke lajur yang tinggi.

Gambar 3.16 Tandem Roller.

III - 29
( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 )

3.4 Pengendalian Mutu


Pengendalian mutu harus dilakukan untuk mencapai hasil pekerjaan
yang sesuai dengan perencanaan.
Adapun pengendalian mutu tersebut meliputi :

3.4.1 Tes laboratorium


Agregat dan bahan pengikat aspal sebelum digunakan terlebih
dahulu harus di uji mengenai syarat kualitas pengadaan yang sesuai
dengan persyaratan spesifikasi. Pengujian laboratorium yang dilakukan
terhadap sampel meliputi:
1. Analisa saringan agregat kasar dan halus.
2. Ketahanan agregat terhadap abrasi (Los Angeles Test).
3. Kelekatan Agregat Terhadap Aspal
4. Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat
5. Standar spesifikasi untuk aspal semen gradasi kekentalan.
6. Kekentalan kinematik aspal.
7. Titik leleh aspal (Ball and Ring Test).
8. Penetrasi bahan-bahan aspal.
9. Pengujian aspal emulsi.
10. Marhsall test

Tes lapangan
Tes pengendalian lapangan harus dilaksanakan selama pelaksanaan
pekerjaan berlangsung.yaitu :
1. Sand Cone.
Sand Cone adalah alat yang digunakan untuk tes pengujian
dalam hal ini untuk menentukan kepadatan lapisan tanah di lapangan
dengan menggunakan pasir baik itu lapisan tanah atau perkerasan
lapisan tanah yang dipadatkan.
Percobaan kerucut pasir merupakan salah satu jenis
pengujian yang dilakukan di lapangan untuk menentukan berat isi

III - 30
kering (kepadatan) tanah asli ataupun hasil suatu pekerjaan
pemadatan yang dilakukan baik pada tanah kohesif maupun tanah
non kohesif. Nilai berat isi tanah kering yang diperoleh dari
percobaan ini biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil
pekerjaan pemadatan dilapangan (degreed of compaction) yaitu
perbandingan antara γ d (kerucut pasir) dengan γ d hasil percobaan
pemadatan di laboratorium.
Percobaan ini biasanya dilakukan untuk mengevaluasi hasil
pekerjaan pemadatan di lapangan yang dinyatakan dalam derajat
pemadatan (degreed of compaction), yaitu perbandingan antara γ d
lapangan (kerucut pasir) dengan γ d maksimum hasil percobaan
pemadatan di laboratorium dalam persentase lapangan.
Kerucut pasir (sand cone) terdiri dari sebuah botol plastik
atau kaca dengan sebuah kerucut logam dipasang diatasnya. Botol
kaca dan keucut ini diisi dengan pasir Ottawa kering uang bergradasi
buruk, yang berat isinya sudah diketahui. Apabila menggunakan
pasir lain, cari terlebih dahulu berat isi pasir tersebut. Di lapangan,
sebuah lubang kecil digali pada permukaan tanah yang telah
dipadatkan. Apabila berat tanah yang telah digali dari lubang
tersebut dapat ditentukan (Wwet) dan kadar air dari tanah galian itu
juga diketahui, maka berat kering dari tanah (Wdry) dapat dicari
dengan persamaan :
Wdry = Wwet / ( 1+ (w/100))
Dimana : w = kadar air
Setelah lubang tersebut digali (tanah asli ditimbang
seluruhnya), kerucut dengan botol berisi pasir diletakkan diatas
lubang itu. Pasir dibiarkan mengalir keluar dari botol, kerucut, dan
sisa pasir dalam botol ditimbang. Volume dari tanah yang digali
dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
V = (Wch – Wc) / γ dry

III - 31
Dimana :
Wch = berat pasir yang megisi kerucut dan lubang pada tanah
Wc = berat pasir yang mengisi kerucut
γ dry = berat isi kering (pasir)
Tujuan dari pemadatan adalahuntuk memperoleh stabilitas
tanah dan memperbaiki sifat – sifat teknisnya, oleh karena itu, sifat
teknis timbunan sangat penting untuk diperhatikan, tidak hanya
kadar air dan berat keringnya. Pengujian untuk kontrol pemadatan di
lapangan dispesifikasikan dan hasilnya menjadi standar untuk
mengontrol suatu proyek. Ada 2 spesifikasi untuk pekerjaan tanah
yaitu :
 Spesifikasi dari hasil akhir
 Spesifikasi untuk cara pemadatan.
Selain itu tes sand cone bertujuan untuk menentukan derajat
kepadatan lapangan yang didapat dari persentase perbandingan
antara berat isi tanah kering di lapangan (kepadatan kering di
lapangan ) dan berat isi tanah kering pada saat pengujiaan di
laboratorium (kepadatan standar). Pengujian sand cone biasanya
digunakan pada perencaanan pondasi atau jalan raya.

2. Core Driil
Tujuan dari pengujian core drill yaitu untuk menentukan/mengambil
sample perkerasan di lapangan sehingga bisa diketahui tebal
perkerasannya serta untuk mengetahui karakteristik campuran
perkerasan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui secara
tepat susunan struktur dari suatu konstruksi jalan, jenis
perkerasan,prsentase susunan dan untuk memeriksa perubahan dari
struktur jalan. Peralatan yang digunakan antara lain:
1) Mesin core drill

III - 32
2) Pompa air
3) Alat untuk menutup lubang bekas pekas pengeboran
Langkah – langkah pengujian core drill yaitu :
1. Alat diletakkan pada lapisan perkerasan beton / aspal yang
akan diuji dengan posisi datar.
2. Setelah itu kita sediakan air dengan alat yang ada sistem
pompa.
3. Kemudian air dimasukkan ke alat core drill dengan selang
kecil pada tempat yang sudah disediakan pada alat tersebut,
Sehingga alat tidak mengalami kerusakn terutama mata bor
yang berbentuk silinder selama proses pengujian.
4. Setelah semua siap kemudian alat dihidupkan dengan
menggunakan tali yang dililitkan pada starter alat dan ditarik.
5. Setelah alat hidup mata bor diturunkan secara perlahan-lahan
pada titik yang telah kita tentukan sampai kedalamantertentu,
kemudian setelah kedalaman tertentu alat dimatikan dan mata
bor dinaikkan.
6. Kemudian hasil dari pengeboran tersebut diambil dengan
menggunakan penjepit, setelah itu diukur tebal dan dimensinya
dan mati sampel tersebut apakah perkerasan tersebutlayak
pakai atau tidak.
Dalam pelaksanaan uji alat core drill perlu diperhatikan
kontinuitas pemakaian air karena jika ada keterlambatan dalam
pemberian air pada ujung mata bor, akan menyebabkan
terjadinya kerusakan dari alat tersebut.

III - 33
Gambar 3.17 Pekerjaan Core Drill.
( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 )
3. Pengujian CBR.
CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan
terhadap bahan standard dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi
yang sama. Bila perkerasan jalan tidak mempunyai kekuatan
secukupnya secara keseluruhan, maka jalan tersebut akan mengalami
penurunan dan pergeseran, baik pada perkerasan jalan maupun pada
tanah dasar.jadi untuk menilai kekuatan dasar atau bahan lain yang
hendak dipakai untuk menetukan tebal lapisan perkerasan digunakan
percobaan CBR. CBR juga digunakan untuk menentukan tebal lapis
dari suatu perkerasan.

Gambar 3.17 Pekerjaan Core Drill.


( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 )

III - 34

Anda mungkin juga menyukai