TINJAUAN PUSTAKA
III - 1
3.1.2 Pekerjaan Galian Tanah
Pengertian perkerjaan galian tanah adalah pekerjaan yang
dilaksanakan dengan membuat lubang di tanah membentuk pola tertentu
untuk keperluan pondasi bangunan. Galian tanah yang dibuat harus
dilakukan sesuai perencanaan dan mencapai lapisan tanah yang keras. Jika
dibutuhkan, tanah tersebut juga perlu dipadatkan agar kondisinya lebih
kokoh serta mampu menahan beban bangunan dengan baik. Pekerjaan ini
umumnya diperlukan untuk pembuatan saluran air dan selokan, untuk
formasi galian atau pondasi pipa, gorong-gorong, pembuangan atau struktur
lainnya, untuk pembuangan bahan yang tak terpakai dan tanah humus, untuk
pekerjaan stabilisasi lereng dan pembuangan bahan longsoran, untuk galian
bahan konstruksi dan pembuangan sisa bahan galian, untuk pengupasan dan
pembuangan bahan perkerasan beraspal pada perkerasan lama, dan
umumnya untuk pembentukan profil dan penampang badan jalan.
Pekerjaan galian dapat berupa :
• Galian Biasa
• Galian Batu
• Galian Struktur
• Galian Perkerasan Beraspal
III - 2
3.2 Pekerjaan Jalan
3.2.1 Pengertian Jalan
Disebutkan dalam Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang
Jalan dinyatakan bahwa : Jalan adalah prasarana transportasi darat yang
meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori,
dan jalan kabel.
3.2.2 Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya
Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak
diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi
memberikan pelayanan kepada sarana transportasi dan selama masa
pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar
perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka
pengetahuan tentang sifat, pegadaan dan pengolahan dari bahan
penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan. (Silvia Sukirman. 2003)
Konstruksi perkerasan terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan
bahan ikat yang digunakan serta komposisi dari komponen konstruksi
perkerasan itu sendiri antara lain:
Lapis Aus
Lapis Antara
Lapis Pondasi
Lapis Pondasi Atas
Lapis Pondasi Bawah
Tanah Dasar
III - 3
bahan pengikatnya. Lapisan-lapisannya bersifat memikul beban
akibat arus lalu lintas ke tanah dasar.
b. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan
yang menggunakan agregat sebagai tulangan dan semen Portland
sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan
diletakkan di tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah.
Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
III - 4
Gambar 3.4 Susunan Lapis Perkerasan Lentur
( Sumber: Silvia Sukirman, 1999 )
1. Lapis Permukaan
Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas.
Fungsi lapis permukaan dapat meliputi:
a. Struktural
Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima
oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal
(gaya geser). Untuk hal ini persyaratan yang dituntut adalah kuat,
kokoh, dan stabil.
b. Non Struktural
1) Lapis kedap air, mencegah masuknya air kedalam lapisan
perkerasan yang ada di bawahnya.
2) Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat
berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup.
III - 5
3) Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia
koefisien gerak (skidresistance) yang cukup untuk menjamin
tersedianya keamanan lalu lintas.
4) Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang
selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru.
Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua
lapisan lagi, yaitu :
a. Lapis Aus (Wearing Course)
Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis
permukaan yang terletak di atas lapis antara (binder course).
III - 6
e. Laburan aspal dua lapis (Burda).
f. Laburan aspal (buras).
g. Lapisan tipis aspal buton murni (Latasbum).
h. Lapisan aspal buton agregat (Lasbutag).
i. Lapisan tipis aspal pasir (Latasir)
III - 7
b) Aspal emulsi reaksi cepat (rapid setting). Dengan
perbandingan 1 bagian air : 1 bagian pengelmulsi.
b. Takaran pemakaian
1) Untuk prime coat
a) Untuk lapisan pondasi agregat 0,4 – 1,3 l/m2
b) Untuk lapisan pondasi tanah semen 0,2 – 1,0 l/m2
2) Untuk tack coat
Tabel 2 Takaran Pemakaian Lapis Perekat
Takaran (liter per meter persegi) pada
Permukaan Baru atau Permukaan
Jenis Aspal Permukan Porous dan
Aspal atau Beton Lama Berbahan Pengikat
Terekpos Cuaca
Yang Licin Semen
Aspal Cair 0,15 0,15 - 0,35 0,2 – 1,0
Aspal Emulsi 0,20 0,20 - 0,50 0,2 – 1,0
Aspal Emulsi
yang diencerkan 0,40 0,40 - 1,00 0,4 – 2,0
(1:1)
Aspal Emulsi
Modifikasi 0,20 0,20 - 0,50 0,2 – 1,0
(Sumber : Spesifikasi Umum 2016 Kementrian Pekerjaan Umum
Direktorat Jendral Bina Marga)
c. Suhu penyemprotan
Suhu penyemprotan harus memenuhi persyaratan di bawah ini:
Tabel 3. Temperatur Penyemprotan
Jenis Aspal Rentang Suhu Penyemprotan
Aspal cair, 25-30 pph minyak
110 ± 10 ºC
tanah
Aspal cair, 80-85 pph minyak
45 ± 10 ºC
tanah(MC-30)
Aspal emulsi, emulsi modifikasi Tidak dipanaskan
III - 8
atau aspal emulsi yang
diencerkan
(Sumber : Spesifikasi Umum 2016 Kementrian Pekerjaan Umum
Direktorat Jendral Bina Marga)
III - 9
e. Aspal beton pondasi
f. Stabilitas yang terdiri dari :
1) Stabilitas agregat dengan semen.
2) Stabilitas agregat dengan kapur.
3) Stabilitas agregat dengan aspal.
Material yang umum digunakan di Indonesia untuk lapisan
pondasi atas sesuai dengan jenis konstruksinya adalah :
a. Tanah campur semen (soil cement base).
b. Agregat kelas A (sistem pondasi agregat).
c. Kerikil (pondasi macadam).
b. Stabilisasi
III - 10
1) Stabilisasi agregat dengan semen
2) Stabilisasi agregat dengan kapur
3) Stabilisasi tanah dengan semen
4) Stabilisasi tanah dengan kapur
Material yang umum digunakan untuk lapisan pondasi bawah
sesuai dengan jenis konstruksinya adalah :
a. Batu belah dengan balas pasir (sistem telford).
b. Tanah campur semen (soil cement base).
c. Agregat kelas B (sistem pondasi agregat).
III - 11
b. Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan
kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan
sifat-sifat tanah pada lokasi yang berdekatan atau akibat
kesalahan pelaksanaan misalnya kepadatan yang kurang baik.
Tanah dasar ini dapat terbentuk dari tanah asli yang dipadatkan
(pada daerah galian) ataupun tanah timbunan yang dipadatkan (pada
daerah urugan). Mengenai Persyaratan teknik untuk material tanah
sebagai pembentuk tanah dasar ini sebagai berikut :
a. Bukan tanah organis.
b. Sebaiknya tidak termasuk tanah yang plastisitasnya tinggi yang
diklafisikasikan sebagai A-7-6 adalah kelompok tanah lempung
yang lebih bersifat plastis, tanah ini mempunyai sifat perubahan
yang cukup besar dalam klafisikasi ASHTO atau sebagai lempung
berplastisitas tinggi, CH (batas cair > 50 %) dalam sistem
klasifikasi unified.
c. Bahan yang mempunyai plastisitas tinggi hanya boleh digunakan
pada daerah/lapisan dibawah 80 cm dari tanah dasar ataupun pada
bagian dasar dari urugan. Ataupun urugan kembali yang tidak
memerlukan daya dukung yang tinggi.
d. Memiliki harga CBR tidak kurang dari 6% setelah perendaman 4
hari dan dipadatkan 100% dari kepadatan kering maximum.
e. Persyaratan kepadatan :
1. Harus dipadatkan sampai dengan 95% dari kepadatan kering
maxsimum pada lapisan 30 cm ke bawah dari subgrade
(Proctor standar).
2. 30 cm ke atas harus dipadatkan 100% dari kepadatan kering
maksimum (Proctor standar).
Penggunaan tanah sebagai bahan untuk pembuatan jalan
umumnya hanya terbatas pada penyiapan badan jalan yaitu untuk
membentuk lapisan pendasar pada daerah timbunan ataupun pada
III - 12
daerah yang kondisi tanah aslinya tidak memenuhi spesifikasi
sehingga memerlukan penggantian tanah.
III - 13
1. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal untuk
mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama
masa umur pelayanan.
2. Adhesi dan kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat
sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dan aspal.
Kohesi adalah ikatan didalam molekul aspal untuk tetap
mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi
pengikatan.
3. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal memiliki sifat termo plastis, sifat ini diperlukan agar
aspal tetap memiliki ketahanan terhadap temperatur.
4. Kekerasan Aspal
Pada pelaksanaan proses pencampuran aspal kepermukaan
agregat dan penyemprotan aspal kepermukaan agregat terjadi
oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas dan viskositas
bertambah tinggi. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar
tingkat kerapuhan aspal dan demikian juga sebaliknya.
(Sukirman, 1992 ).
5. Sifat pengerjaan (work ability)
Aspal yang dipilih lebih baik yang mempunyai work ability
yang cukup dalam pengerjaan pengaspalan jalan. Hal ini akan
mempermudah pelaksanaan penghamparan dan pemadatan
untuk memperoleh lapisan yang padat dan kuat.
2. Agregat
Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir
yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu
bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat mempunyai peranan
yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam
hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan
III - 14
ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan.
Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat
menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan
jalan. (Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas, Buku 1:
Petunjuk umum)
Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai
kerangka yang memberikan stabilitas campuran jika dilakukan
dengan alat pemadat yang tepat. Agregat sebagai komponen utama
atau kerangka dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90% –
95% agregat berdasarkan persentase beratatau 75% –85% agregat
berdasarkan persentase volume (Sukirman, 2003).
Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal
dibagi atas dua fraksi,yaitu :
a. Agregat Kasar
Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang
tertahan ayakan No.8 (Ø2,36mm) yang dilakukan secara basah dan
harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang
tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan
dalam Tabel 4 berikut ini :
III - 15
b. Agregat Halus
Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari
pasir atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan
yang lolos ayakan No.8 (Ø2,36mm). Agregat halus harus
memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.5.
III - 16
3.2.5 Gradasi
Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel
agregat harus berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-
masing ukuran partikel harus dalam proporsi tertentu. Distribusi dari
variasi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat.
Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran
dan menentukan work abilitas (sifat mudah dikerjakan ) dan stabilitas
campuran. Untuk menentukan apakah gradasi agregat memenuhi
spesifikasi atau tidak, diperlukan suatu pemahaman bagaimana ukuran
partikel dan gradasi agregat diukur. Gradasi agregat ditentukan oleh
analisa saringan, dimana contoh agregat harus melalui satu set saringan.
Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan jaringan kawatnya dan
nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per-inch
persegi dari saringan tersebut.
Gradasi agregat dapat dibedakan atas:
1. Gradasi seragam (uniform graded)/ gradasi terbuka (open graded)
Gradasi seragam (uniform graded) adalaha agregat dengan ukuran
yang hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang
sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat.
2. Gradasi rapat (dense graded)
Gradasi rapat, merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam
porsi yang seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi
baik.
3. Gradasi senjang (gap graded)
Gradasi senjang (gap graded), merupakan campuran yang tidak
memenuhi dua kategori diatas. Agregat bergradasi buruk yang umum
digunakan untuk lapisan perkerasan lentur merupakan campuran
dengan satu fraksi hilang atau satu fraksi sedikit.
III - 17
Tabel 6 Gradasi Agregat Gabungan untuk Campuran Aspal
Ukuran % Berat yang Lolos terhadap Total Agregat dalam Campuran
Ayakan(mm) Latasir ( SS ) Lataston (HRS) Laston (AC)
Gradasi Senjang Gradasi Semi Senjang
Kelas A Kelas B WC Base WC Base WC BC Base
37.5 100
25 100 90 - 100
19 100 100 100 100 100 100 100 90 - 100 76 - 90
12.5 90 - 100 90 - 100 87 - 100 90 - 100 90 - 100 75 - 90 60 - 78
9.5 90 - 100 75 - 85 65 - 90 55 - 88 55 - 70 77 - 90 66 - 82 52 - 71
4.75 53 - 69 46 - 64 35 - 54
2.36 75 - 100 50 - 72 35 - 55 50 - 62 32 - 44 33 - 53 30 - 49 23 - 41
1.18 21 - 40 18 - 38 13 - 30
0.600 35 - 60 15 - 35 20 - 45 15 - 35 14 - 30 12 - 28 10 -22
0.300 15 - 35 5 - 35 9 - 22 7 - 22 6 - 15
0.150 6 - 15 5 - 13 4 - 10
0.075 10 - 15 8 - 13 6 - 10 2- 9 6 - 10 4- 8 4- 9 4- 8 3- 7
( Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga Perkerasan Aspal, 2016 )
Note : Gradasi yang digunakan
III - 18
2. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC
(Asphalt Concrete-Binder Course), dengan tebal nominal minimum
adalah 5 cm.
3. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base
(Asphalt Concrete-Base), dengan tebal nominal minimum adalah
6cm.
III - 19
c. Film (selimut) aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan
lapis aspal beton yang durabilitas tinggi, tetapi kemungkinan
terjadinya bleeding menjadi besar.
3. Fleksibilitas (Kelenturan)
Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan
perkerasan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat
beban lalulintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan
volume. Untuk mendapatkan fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh
dengan:
a. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA
yang besar.
b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi).
c. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM
yang kecil.
III - 20
a. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan
mengakibatkan kelelahan yang lebih cepat.
b. VMA dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis
perkerasan menjadi fleksibel.
6. Kedap Air (impermeability)
Kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun
udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan
percepatan proses penuaan asapal dan pengelupasan selimut aspal
dari permukaan agregat.
7. Workability (KemudahanPelaksanaan)
Kemudahan pelaksanaan adalah mudahnya suatu campuran untuk
dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi
kepadatan yang diharapkan. Workability ini dipengaruhi oleh gradasi
agregat. Agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan dari pada
agregat bergradasi lain.
III - 21
dilengkapi Roda rantai atau Roda. Ekskavator kabel menggunakan
Winch dan Tali besi untuk bergerak. Berikut adalah Fungsi atau
kegunaan dari Alat Berat Ekskavator antara lain adalah :
III - 22
Gambar 3.6 Exavator
( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 ).
III - 23
bisa diangkat keatas sehingga memungkinkan material yang diangkut
bisa melorot turun ke tempat yang diinginkan.
III - 24
Gambar 3.9 Water Tank Truck
(Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020)
III - 25
pengikat (primecoat) pada permukaan yang akan diberi lapis aspal
diatasnya dengan tujuan untuk mengikat lapis perkerasan baru dengan
lapis perkerasan lama.
Gambar 3.12 alat penghampar tack coat dan prime coat (Asphalt sprayer)
(Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020)
III - 26
Gambar 3.13 Asphalt Finisher.
( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 )
III - 27
Gambar 3.14 Tandem Roller.
( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 ).
III - 28
Gambar 3.15 Tired roller
(Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020)
III - 29
( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 )
Tes lapangan
Tes pengendalian lapangan harus dilaksanakan selama pelaksanaan
pekerjaan berlangsung.yaitu :
1. Sand Cone.
Sand Cone adalah alat yang digunakan untuk tes pengujian
dalam hal ini untuk menentukan kepadatan lapisan tanah di lapangan
dengan menggunakan pasir baik itu lapisan tanah atau perkerasan
lapisan tanah yang dipadatkan.
Percobaan kerucut pasir merupakan salah satu jenis
pengujian yang dilakukan di lapangan untuk menentukan berat isi
III - 30
kering (kepadatan) tanah asli ataupun hasil suatu pekerjaan
pemadatan yang dilakukan baik pada tanah kohesif maupun tanah
non kohesif. Nilai berat isi tanah kering yang diperoleh dari
percobaan ini biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil
pekerjaan pemadatan dilapangan (degreed of compaction) yaitu
perbandingan antara γ d (kerucut pasir) dengan γ d hasil percobaan
pemadatan di laboratorium.
Percobaan ini biasanya dilakukan untuk mengevaluasi hasil
pekerjaan pemadatan di lapangan yang dinyatakan dalam derajat
pemadatan (degreed of compaction), yaitu perbandingan antara γ d
lapangan (kerucut pasir) dengan γ d maksimum hasil percobaan
pemadatan di laboratorium dalam persentase lapangan.
Kerucut pasir (sand cone) terdiri dari sebuah botol plastik
atau kaca dengan sebuah kerucut logam dipasang diatasnya. Botol
kaca dan keucut ini diisi dengan pasir Ottawa kering uang bergradasi
buruk, yang berat isinya sudah diketahui. Apabila menggunakan
pasir lain, cari terlebih dahulu berat isi pasir tersebut. Di lapangan,
sebuah lubang kecil digali pada permukaan tanah yang telah
dipadatkan. Apabila berat tanah yang telah digali dari lubang
tersebut dapat ditentukan (Wwet) dan kadar air dari tanah galian itu
juga diketahui, maka berat kering dari tanah (Wdry) dapat dicari
dengan persamaan :
Wdry = Wwet / ( 1+ (w/100))
Dimana : w = kadar air
Setelah lubang tersebut digali (tanah asli ditimbang
seluruhnya), kerucut dengan botol berisi pasir diletakkan diatas
lubang itu. Pasir dibiarkan mengalir keluar dari botol, kerucut, dan
sisa pasir dalam botol ditimbang. Volume dari tanah yang digali
dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
V = (Wch – Wc) / γ dry
III - 31
Dimana :
Wch = berat pasir yang megisi kerucut dan lubang pada tanah
Wc = berat pasir yang mengisi kerucut
γ dry = berat isi kering (pasir)
Tujuan dari pemadatan adalahuntuk memperoleh stabilitas
tanah dan memperbaiki sifat – sifat teknisnya, oleh karena itu, sifat
teknis timbunan sangat penting untuk diperhatikan, tidak hanya
kadar air dan berat keringnya. Pengujian untuk kontrol pemadatan di
lapangan dispesifikasikan dan hasilnya menjadi standar untuk
mengontrol suatu proyek. Ada 2 spesifikasi untuk pekerjaan tanah
yaitu :
Spesifikasi dari hasil akhir
Spesifikasi untuk cara pemadatan.
Selain itu tes sand cone bertujuan untuk menentukan derajat
kepadatan lapangan yang didapat dari persentase perbandingan
antara berat isi tanah kering di lapangan (kepadatan kering di
lapangan ) dan berat isi tanah kering pada saat pengujiaan di
laboratorium (kepadatan standar). Pengujian sand cone biasanya
digunakan pada perencaanan pondasi atau jalan raya.
2. Core Driil
Tujuan dari pengujian core drill yaitu untuk menentukan/mengambil
sample perkerasan di lapangan sehingga bisa diketahui tebal
perkerasannya serta untuk mengetahui karakteristik campuran
perkerasan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui secara
tepat susunan struktur dari suatu konstruksi jalan, jenis
perkerasan,prsentase susunan dan untuk memeriksa perubahan dari
struktur jalan. Peralatan yang digunakan antara lain:
1) Mesin core drill
III - 32
2) Pompa air
3) Alat untuk menutup lubang bekas pekas pengeboran
Langkah – langkah pengujian core drill yaitu :
1. Alat diletakkan pada lapisan perkerasan beton / aspal yang
akan diuji dengan posisi datar.
2. Setelah itu kita sediakan air dengan alat yang ada sistem
pompa.
3. Kemudian air dimasukkan ke alat core drill dengan selang
kecil pada tempat yang sudah disediakan pada alat tersebut,
Sehingga alat tidak mengalami kerusakn terutama mata bor
yang berbentuk silinder selama proses pengujian.
4. Setelah semua siap kemudian alat dihidupkan dengan
menggunakan tali yang dililitkan pada starter alat dan ditarik.
5. Setelah alat hidup mata bor diturunkan secara perlahan-lahan
pada titik yang telah kita tentukan sampai kedalamantertentu,
kemudian setelah kedalaman tertentu alat dimatikan dan mata
bor dinaikkan.
6. Kemudian hasil dari pengeboran tersebut diambil dengan
menggunakan penjepit, setelah itu diukur tebal dan dimensinya
dan mati sampel tersebut apakah perkerasan tersebutlayak
pakai atau tidak.
Dalam pelaksanaan uji alat core drill perlu diperhatikan
kontinuitas pemakaian air karena jika ada keterlambatan dalam
pemberian air pada ujung mata bor, akan menyebabkan
terjadinya kerusakan dari alat tersebut.
III - 33
Gambar 3.17 Pekerjaan Core Drill.
( Sumber : Dokumentasi Kerja Praktek 2020 )
3. Pengujian CBR.
CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan
terhadap bahan standard dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi
yang sama. Bila perkerasan jalan tidak mempunyai kekuatan
secukupnya secara keseluruhan, maka jalan tersebut akan mengalami
penurunan dan pergeseran, baik pada perkerasan jalan maupun pada
tanah dasar.jadi untuk menilai kekuatan dasar atau bahan lain yang
hendak dipakai untuk menetukan tebal lapisan perkerasan digunakan
percobaan CBR. CBR juga digunakan untuk menentukan tebal lapis
dari suatu perkerasan.
III - 34