Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan

kepada sarana transportasi, diharapkan selama masa pelayanan tidak terjadi

kerusakan yang berarti. Bahan dan material pembentuk lapisan perkerasan jalan

adalah agregat sebagai material utama yang berpengaruh terhadap daya dukung

lapisan permukaan jalan dan aspal sebagai bahan pengikat agregat agar lapisan

perkerasan kedap air.

Dua jenis perkerasan yang biasa digunakan yaitu perkerasan lentur yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya dan perkerasan kaku yang

menggunakan semen sebagai bahan pengikat agregat. Jenis perkerasan lentur yang

digunakan di Indonesia umumnya menggunakan campuran aspal panas baik untuk

pelapisan ulang, pemeliharaan maupun pembangunan jalan baru. Jenis-jenis

perkerasan di Indonesia yang mempergunakan campuran aspal panas antara lain:

Lapis Aspal Beton (Laston) atau AC (Asphalt Concrete), Lapis Tipis Aspal Beton

(Lataston) atau HRS (Hot Rolled Sheets) dan Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir).

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari Perancangan Perkerasan Jalan ini adalah:

 Mampu merencanakan konstruksi Jalan Raya yang memenuhi

persyaratan struktural.
 Mampu menerapkan ilmu yang diperoleh pada mata kuliah Perencanaan

Perkerasan Jalan ke dalam suatu perencanaan (desain Jalan Raya).

 Memenuhi salah satu syarat wajib menyelesaikan tugas besar pada mata

kuliah Perencanaan Perkerasan Jalan Jurusan Teknik Sipil di Fakultas

Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda

1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah tugas besar Perencanaan Perkerasan Jalan Raya,

sebagai berikut :

 Menghitung Tebal Perkerasan Lentur ( Fleksibel Pavement )

 Menghitung Tebal Perkerasan Kaku ( Rigid Pavement ) Metode Bina

Marga 1988

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah Perencanaan Perkerasan Jalan Raya ini mencakup

beberapa hal, yaitu :

 Merencanakan Tebal Perkerasan Lentur ( Fleksibel Pavement )

 Merencanakan Tebal Perkerasan Kaku ( Rigid Pavement ) Metode Bina

Marga 1988

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan Perencanaan Perkerasan Jalan Raya adalah

sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN

Berisikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan,

rumusan masalah, batasan masalah, dan sistematika penulisan

dalam desain lapangan terbang.

BAB II LANDASAN TEORI

Berisikan teori-teori tentang Perencanaan Perkerasan Jalan,

serta pengetahuan Jalan Raya secara umum yang didapat dari

literatur dan referensi dari internet.

BAB III HASIL PERHITUNGAN

Berisikan tentang cara perhitungan Perencanaan Perkerasan

Jalan.

BAB IV PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran yang berfungsi sebagai

batasan dari pembahasan dalam desain ini.

DAFTAR PUSTAKA

Berisikan tentang buku – buku referensi penunjang penulisan

laporan.

LAMPIRAN
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PenyebaranTekanan di Dalam Tanah

Konstruksi perkerasan lentur ( flexible pavement) adalah perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya

bersifat memikul dan menyebabkan beban lalu lintas tanah dasar. Suatu struktur

perkerasan lentur biasanya terdiri atas beberapa lapisan bahan, dimana setiap

lapisan akan menerima beban dari lapisan diatasnya, meneruskan dan

menyebarkan beban tersebut ke lapisan dibawahnya. Jadi semakin kelapisan

struktur bawah, beban yang ditahan semakin kecil. Untuk mendapatkan

keuntungan yang maksimum dari karakteristik diatas, lapisan bahan biasanya

disusun secara menurun berdasarkan daya dukung terhadap beban diatasnya.

Lapisan paling atas adalah material dengan daya dukung terhadap beban paling

besar (dan paling mahal harganya), dan semakin kebawah adalah lapisan dengan

daya dukung terhadap beban semakin kecil dan semakin murah harganya

(Sukirman,1992).

2.2 Komponen Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

2.2.1 Tanah Dasar (sub grade)

Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau

permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar

untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.


Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari

sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut

tanah dasar adalah sebagai berikut:

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu

akibat beban lalu lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan

kadar air.

c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti

pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan

kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.

2.2.2 Lapis PondasiBawah (sub base course)

Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis

pondasi dan tanah dasar.

Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan

menyebarkan beban roda.

b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-

lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya

konstruksi).

c. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.

d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.


Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar

terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa

harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.

Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang

relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah.

Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen portland dalam

beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif terhadap

kestabilan konstruksi perkerasan.

2.2.3 Lapis Pondasi (base course)

Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis

permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak

menggunakan lapis pondasi bawah).

Fungsi lapis pondasi antara lain:

a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda,

b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet

sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan

untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan

pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.

Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR > 50%, PI < 4%)

dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil

pecah dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.


2.2.4 Lapis Permukaan (surface course)

Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis

permukaan antara lain:

a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda

b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakan akibat

cuaca.

c. Sebagai lapisan aus (wearing course).

Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk

lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal

diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri

memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung

lapisan terhadap beban roda lalu lintas.

Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan,

umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-

besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

2.3 Jenis-jenis Lapis Permukaan (surface course)

2.3.1 Lapis AspalBeton (LASTON)

Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada

konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal
keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu

tertentu.

2.3.2 Lapis PenetrasiMakadam (LAPEN)

Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan suatu lapis

perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi

terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara disemprotkan

diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan apabila akan digunakan sebagai

lapis permukaan perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup.

2.3.3 Lapis AsbutonCampuranDingin (LASBUTAG)

Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) adalah campuran yang

terdiri dari agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremaja dan filler (bila

diperlukan) yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin.

2.3.4 Hot Rolled Asphalt (HRA)

Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari

campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan

perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada

suhu tertentu.

2.3.5 LaburanAspal (BURAS)

Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dengan

ukuran butir maksimum dari lapisan aspal taburan pasir 9,6 mm atau 3/8 inch.
2.3.6 LaburanBatuSatu Lapis (BURTU)

Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup yang

terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi

seragam. Tebal maksimum 20 mm.

2.3.7 LaburanBatuDua Lapis

Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah merupakan lapis penutup yang

terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara

berurutan. Tebal maksimum 35 mm.

2.3.8 Lapis AspalBetonPondasiAtas (LASTON ATAS)

Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah merupakan

pondasi perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan

perbandingan tertentu, dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.

2.3.9 Lapis AspalBetonPondasiBawah (LASTON BAWAH)

Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH) adalah pada

umumnya merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan

tanah dasar jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan

perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan pada temperatur tertentu.

2.3.10 Lapis Tipis AspalBeton

Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah merupakan lapis penutup

yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal
keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan

panas pada suhu tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm.

2.3.11 Lapis Tipis AspalPasir (LATASIR)

Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah merupakan lapis penutup yang

terdiri dari campuran pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan

dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.

2.3.12 AspalMakadam

Aspal Makadam adalah merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari

agregat pokok dan/atau agregat pengunci bergradasi terbuka atau seragam yang

dicampur dengan aspal cair, diperam dan dipadatkan secara dingin.

Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi: lapis pondasi bawah (sub base

course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course).

Gambar 2.1 Tebal Perkerasan


2.4 KriteriaKonstruksiPerkerasanJalan

Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan

berlalu lintas haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

• Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak

berlubang.

• Permukaan yang cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat

beban yang bekerja di atasnya.

• Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan

permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.

• Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar matahari

Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan

menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat :

• Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu

lintas ke tanah dasar.

• Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan

dibawahnya.

• Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di

atasnya dapat cepat dialirkan.

• Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan

deformasi yang berarti.


2.5 Komponen Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

2.5.1 Dasar-dasar perencanaan

Dalam perencanaan perkerasan kaku, tebal pelat beton dihitung agar mampu

memikul tegangan yang ditimbulkan oleh:

• Beban roda kendaraan

• Perubahan suhu dan kadar air

• Perubahan volume pada lapisan bawahnya

Dalam perencanaan tebal pelat beton diterapkan prinsip kelelahan

(fatigue), dimana dianggap bahwa apabila perbandingan tegangan yang terjadi

pada beton akibat beban roda terhadap kuat lentur beton (modulus of rupture,

MR) menurun, maka jumlah repetisi pembebanan sampai runtuh (failure) akan

meningkat. Apabila perbandingan tegangan tersebut sangat rendah, maka beton

akan mampu memikul repetisi tegangan yang tidak terbatas tanpa kehilangan

kekuatannya. Sebaliknya, apabila perbandingan tegangan yang terjadi tinggi,

beton hanya akan mampu memikul repetisi tegangan yang sangat terbatas

sebelum beton tersebut runtuh. Beban lalu lintas yang akan dipikul oleh pelat

beton dinyatakan dalam konfigurasi dan besarnya beban sumbu.

Untuk menghitung tebal pelat beton dipakai 3 parameter :

• Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar

(k) yang diperoleh melalui pengujian “Plate Bearing”.

• Tebal dan jenis pondasi bawah (bila ada).


• Kekuatan beton yang dinyatakan dalam kuat tarik lentur (Modulus of

Rupture, MR), yang diperoleh dari pengujian kuat lentur Third-Point

Loading

2.5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan

a. Peranan dan tingkat pelayanan.

Makin penting peranan jalan, dan makin tinggi intensitas lalu lintas, maka

makin tinggi pula perwujudan yang harus disediakan. Hal ini dapat diperoleh

dengan menerapkan tingkat kepercayaan yang tinggi dalam menetapkan besaran-

besaran rencana.

b. Lalu lintas

Variabel-variabel lalu lintas yang berpengaruh adalah :

• Volume lalu lintas

• Konfigurasi sumbu roda

• Beban sumbu

• Ukuran dan tekanan ban pertumbuhan lalu lintas

• Jumlah jalur dan arah lalu lintas

c. Umur rencana

Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas dasar petimbangan-

pertimbangan peranan jalan, pola lalu lintas dan nilai ekonomi jalan.

d. Kapasitas jalan

Kapasitas maksimum jalan yang direncanakan harus dipandang

sebagai pembatasan.

e. Tanah dasar
Dalam merencanakan tebal pelat beton perkerasan kaku, keseragaman

daya dukung tanah dasar lebih dituntut dibandingkan dengan besarnya nilai

daya dukung itu sendiri, seperti dijelaskan dalam gambar 1. dalam hal pengujian

Plate Bearing tidak bisa dilakukan, nilai k dapat juga ditentukan berdasarkan nilai

CBR

Gambar 2.2
Pengaruh Reaksi tanah dasar pada tegangan pelat beton
Gambar 2.3 a. Hubungan Antara CBR tanah Dengan Nilai k
Gambar 2.3 b. Hubungan Antara CBR tanah Dengan Nilai k

Apabila digunakan lapis pondasi bawah dan lapis pondasi tersebut

diperhitungkan mempunyai daya dukung, maka nilai k gabungan dapat ditentukan

dengan menggunakan gambar 2.4 dan tabel 2.1


Gambar 2.4 Nilai k gabungan

f. Lapis pondasi bawah

Pada dasarnya lapis pondasi bawah pada perkerasan kaku tidak

merupakan bagian utama untuk memikul beban tetapi apabila dilaksanakan

(dalam hal k tanah dasar ≤ 2kg/cm3) harus berfungsi sebagai berikut :

• Mengendalikanpengaruhkembangsusuttanahdasar.
• Mencegahintrusidanpemompaanlumpur (mud pumping) padasambungan,

retakandantepipelat.

• Memberikandukungan yang mantapdanseragampadapelat.

• Sebagaiperkerasanjalankerjaselamapelaksanaan.

Untuk menghitung nilai k gabungan, nilai modulus elastisitas lapisan

pondasi dapat ditentukan/diperkirakan dengan menggunakan tabel 1.

Tabel 2.1 Untuk menghitung nilai k gabungan, nilai modulus elastisitas


lapisan pondasi

Jenis Bahan Gpa Psi Kg/cm2

Granular 0,055 – 0,138 8000 – 20000 565 – 1410

Lapis pondasi distabilisasi semen 3,5 – 6,9 50000 – 1000000 35210 - 70420

Tanah distabilisasi semen 2,8 – 6.2 400000 – 900000 28170 – 63380

Lapis pondasi diperbaiki aspal 2,4 – 6,9 350000 – 1000000 24650 – 70420

emulsi 0,28 – 2,1 4000 - 300000 2815 - 21125

g. Bahu

Bahu biasanya dibuat dari bahan lapis pondasi lentur atau bahan lapis

pondasi distabilisasi yang kemudian ditutup dengan lapis bahan beraspal.

Perbedaan kekuatan antara bahu dengan jalur lau lintas akan menimbulkan

persoalan pada sambungan (antara bahu dengan pelat) apabila sebagian roda

kendaraan berat menginjak bahu. Hal tersebut bisa diatasi antara lain dengan cara

• Membuat bahu dari pelat beton den mngikatkannya pada pelat perkerasan.
• Mempertebal tepi pelat.

• Menggunakan kerb monolit.

h. Kekuatan beton

Tegangan kritis dalam perkerasan semen beton semen terjadi sebagai

akibat melenturnya perkerasan (pelat beton) tersebut, sehingga kekuatan lentur

beton (flexural strength) lebih cocok dalam perencanaan

Modulus Recilient = Modulus Elastisitas

MR = Untuk Aspal

ME = Untuk Granular

2.5.3 Persyaratan Dan Pembatasan

a. Modulus Reaksi Tanah Dasar (k), minimum 2 kg/cm3

b. Kuat Lentur Tarik (MR), minimum 40 kg/cm2pada umur 28 hari (dalam

keadaan terpaksa boleh menggunakan MR 30 kg/cm2)

c. Kelandaian memanjang jalan, maksimum 10%.

2.5.4 Besaran-Besaran Rencana

a. Umurrencana

Perkerasan kaku bisa direncanakan dengan umur rencana 20 sampai 40

tahun.
b. Lalulintasrencana

 Lalu lintas harus dianalisa berdasarkan hasilperhitungan volume

lalulintas dan konfigurasi sumbu berdasarkan data terakhir( 2

tahun terakhir) dari pos-pos resmi setempat.

 Untuk keperluan perencanaan perkerasan kaku, hanya kendaraan

niaga yang mempunyai berat total minimum 5 ton yang ditinjau

dengan kemungkinan 3 konfigurasi sumbu sebagai berikut :

– Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)

– Sumbu tunggal roda ganda (STRG)

– Sumbu tandem roda ganda (STdRG)

 Kekuatan tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Hal ini

sudah dijelaskan di muka. Untuk menentukan besarnya modulus

reaksi tanah dasar (k) rencana mewakili suatu seksi jalan dapat

digunakan rumus sebagai berikut :

k° = 𝑘̅ – 2s (untuk jalan TOL)

k° = 𝑘̅ – 1,64s (untuk jalan arteri)

k° = 𝑘̅ – 1.28s (untuk jalan kolektor/lokal)

𝑆
dengan faktor keseragaman [𝐹𝐾 = 𝐾 𝑥 100%] lebih kecil dari 25%

Dimana

k° = modulus reaksi tanah dasar yang mewakili satu seksi.


∑𝑘
𝑘̅ = 𝑛 (modulasi reaksi tanah dasar rata-rata dalam satu seksi

jalan)

k = modulus reaksi tanah dasar tiap titik dalam seksi jalan.

𝑁(∑ 𝐾2 )−(∑ 𝐾2 )
𝑆= (Standar Deviasi)
𝑛 (𝑛−1)

c. Kekuatan beton

Hal ini sudah disinggung dimuka. Untuk tujuan sementara, kuat tarik

lentur (MR) dapat dikorelasikan pada kuat tekan hancur seperti

ditunjukkan gambar 2.5.

Gambar 2.5 korelasi kuat tekan hancur dengan kuat tarik lentur (MR)
2.5.5 Langkah-Langkah Penentuan Tebal PelatBeton

a. Dihitung jumlah Kendaraan Niaga Harian (JKNH) pada tahun pembukaan.

Kendaraan dengan berat total minimal 5 ton > 5 ton.

b. Dihitung Jumlah Kendaraan Niaga (JKN)selama umur rencana

JKN = 365 x JKNH x R R = Faktor Pertumbuhan

(1 + 𝑖)𝑛 − 1
𝑅= 𝑒
𝐿𝑜𝑔 (1 + 𝑖)

I = angka pertumbuhan lalu lintas tahunan

n = umur rencana

c. Dihitung Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga Harian (JSKNH) dan kemudian

dihitung Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga (JKSN) selama umur rencana.

JKSN = 365 x JKSNH x R

d. Dihitung Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga Harian (JSKNH) dan kemudian

dihitung Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga (JKSN) selama umur rencana.

Jumlah Sumbu yang Ditinjau


Persentase Beban Sumbu=
JSKNH

Repetisi yang akan terjadi = JSKN x Persentase beban sumbu x koefisien

distribusi jalur
Tabel 2.2 Koefisien Distribusi Jalur

Jumlah Jalur Kendaraan Niaga

1 Arah 2 Arah

1 Jalur 1 1

2 Jalur 0,70 0.5

3 Jalur 0.5 0.475

4 Jalur 0.45

5 Jalur 0.425

6 Jalur 0.4

Angka pertumbuhan adalah i

Faktor pertumbuhan adalah R

e. Besarnya beban sumbu rencana dihitung dengan cara mengalikan

beban sumbu yang ditinjau dengan faktor keamanan (FK).

Tabel 2.3 Faktor Keamanan

Peranan Jala FK

Jalan TOL 1.2


Jalan Arteri 1.1
Jalan Kolektor / Jalan Lokal 1.0

f. Dengan besaran-besaran beban sumbu, k dan tebal pelat yang sudah

diketahui (ditaksir), besarnya tegangan yang terjadi bisa didapat dari

NOMOGRAM yang bersangkutan (gambar 2, gambar 3, atau gambar 4)


g. Dihitung perbandingan antara TEGANGAN YANG TERJADI dengan

MR.

h. Berdasarkan perbandingan teegangan tersebut di atas kemudian dari tabel

2 dapat diketahui jumlah pengulangan (repetisi) tegangan yang diijinkan.

i. PERSENTASE LELAH (FATIGUE) untuk tiap-tiap konfigurasi beban

sumbu daoat dijitung dengan cara membagi REPETISI YANG AKAN

TERJADI dengan REPETISI YANG DIINGINKAN.

j. TOTAL FATIGUE dihitung dengan cara menjumlahkan

besarnya PERSENTASE FATIGUE dari seluruh konfigurasi beban

sumbu.

k. Langkah langkah yang sama (1 sampai 10) diulangi untuk tebal pelat beton

lainnya yang dipilih/ditaksir.

l. Tebal pelat beton yang dipilih/ditaksir dinyatakan sudah benar/cocok

apabila total fatigue yang didapat besarnya LEBIH KECIL ATAU SAMA

DENGAN 100%.
Gambar 2.6Nomogram untuk Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)
Gambar 2.7Nomogram untuk Sumbu tunggal roda Ganda (STRG)
Gambar 2.8Nomogram untuk Sumbu tandem roda Ganda (STdRG)
Tabel 2.4 Perbandingan Tegangan dan Jumlah Repetisi Beban Yang
diijinkan
Jumlah Jumlah

Perbandingan pengulangan Perbandingan pengulangan

tegangan beban yang tegangan beban yang

dijinkan dijinkan

0.51 400000 0.69 2500

0.52 300000 0.7 2000

0.53 240000 0.71 1500

0.54 180000 0.72 1100

0.55 130000 0.73 850

0.56 100000 0.74 650

0.57 75000 0.75 490

0.58 57000 0.76 360

0.59 42000 0.77 270

60 32000 0.78 210

0.61 24000 0.79 160

0.62 18000 0.8 120

0.63 14000 0.81 90

0.64 11000 0.82 70

0.65 8000 0.83 50

0.66 6000 0.84 40

0.67 4500 0.85 30


Jumlah Jumlah

Perbandingan pengulangan Perbandingan pengulangan

tegangan beban yang tegangan beban yang

dijinkan dijinkan

0.68 3500

2.5.6 PerencanaanTulangan

a. Perkerasan beton bersambung

𝐴1200 . 𝐹 . 𝐿 . ℎ
𝐴𝑠 =
𝐹𝑠

dimana :

As = Luas tulangan yang dibutuhkan (CM/M lebar)

F = Koefisien gerakan antara pelat beton dengan lapisan di

bawahnya. L = Jarak antara sambungtan (m)

h = Tebal pelat (m)

Fs = Tegangan tarikan baja yang diijinkan (kg/cm2)

b. Perkerasan beton bertulang menerus

• Tulangan memanjang

100. 𝐹𝑡
𝐴𝑆 = (1.3 − 0.2𝐹)
(𝐹𝑦 − 𝑛𝐹𝑡)

dimana :

Ps = Persentase tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap

penampang beton. Ft = Kuat tarik beton (0,4 – 0,5 MR)

Fy = Tegangan leleh rencana baja


n = Angka ekivalensi antara baja-beton (Es/Ec)

F = Koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan pondasi.

Es = Modulus elastisitas baja

Ec = Modulus elastisitas beton

Persentase minimum = 0,6% dari luas penampang

• Tulangan melintang

1200 . 𝐹. 𝐿 . ℎ
𝑃𝑠 =
𝐹𝑠

Anda mungkin juga menyukai