A. Latar Belakang
Transportasi adalah sektor yang sangat penting dalam menunjang
pertumbuhan perekonomian. Adanya sarana dan prasarana transportasi yang
memadai menjadikan hubungan antar daerah semakin lancar. Oleh karena itu
kondisi jalan sangat berpengaruh bagi kenyamanan dan keselamatan setiap
pengguna jalan.
Jalan Teropong dengan tipe jalan dua lajur dua arah tidak terbagi (2/2 TB)
merupakan jalan lokal dengan panjang jalan ±2 km dengan lebar 6 m, yang
menghubungkan antara Jalan Cipta Karya dan Jalan Soekarno Hatta, pada saat ini
kondisi sebagian Jalan Teropong masih berupa jalan tanah sepanjang 1,3 km,
Sehingga saat musim penghujan tiba mengakibatkan tergenangnya air dan
menghambat fungsi pelayanan sebagai prasarana transportasi. Kondisi Jalan
Teropong dapat dilihat pada Gambar A.1.
1
2
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah merencanakan tebal perkerasan lentur (Flexible
Pavement) Jalan Teropong.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai referensi bagi mahasiswa khususnya dibidang perencanaan jalan
raya.
2. Dapat menerapkan ilmu yang didapat di bangku perkuliahan dengan
pelaksanaan yang dilakukan di lapangan.
4
E. Landasan Teori
E.1 Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan – lapisan yang diletakan
diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan – lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan bawahnya (Silvia,
1995).
e) Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan
dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar
dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda-
roda alat berat.
f) Lapisan untuk mencegah partikel–partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapis pondasi atas.
dilakukan dalam kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan) atau
dalam kondisi terburuk yang mungkin terjadi.
b) Untuk mengontrol apakah kepadatan yang diperoleh sudah sesuai dengan
yang diinginkan. Pemeriksaan untuk tujuan ini tidak umum digunakan, lebih
sering menggunakan pemeriksaan yang lain seperti sand cone test.
E.2.2 Agregat
Agregat didefenisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras
dan kenyal (Solid). ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang
terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen–
fragmen (Silvia, 1995).
Agregat merupakan komponen utama lapisan perkerasan jalan yaitu
mengandung 90–95 % agregat berdasarkan persentase berat atau 75–85% agregat
berdasarkan persentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan
mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat
dengan material lain.
Agregat dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Ditinjau dari asal kejadiannya agregat dapat dibedakan atas (Silvia, 1995):
a) Batuan beku
b) Batuan sedimen
c) Batuan metamorf
2. Berdasarkan proses pengolahan agregat yang dipergunakan pada perkerasan
lentur dapat dibedakan atas :
a) Agregat alam
b) Agregat yang melalui proses pengolahan
c) Agregat buatan.
E.2.3 Aspal
Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur
ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu
aspal dapat menajadi lunak/ cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu
pembuatan aspal beton atau dapat masuk ke dalam pori – pori yang ada pada penyemprotan/
penyiraman pada perkerasan. Jika temperatur turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat
pada tempatnya (sifat termoplastis).
Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu
komponen kecil, umumnya hanya 4 – 10% berdasarkan berat atau 10 – 15% berdasarkan
volume, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal.
Hydrocarbon adalah bahan dasar utama dari aspal yang umum disebut bitumen,
sehingga aspal sering juga disebut bitumen. Aspal yang umum digunakan ssat ini terutama
berasal dari salah satu hasil proses destilasi minyak bumi dan disamping itu mulai banyak pula
dipergunakan aspal alam yang berasal dari pulau Buton.
Kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik dan
aromatik yang mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul. Atom – atom selain hidrogen
dan karbon yang juga menyusun aspal adalah nitrogen, oksigen, belerang, dan beberapa atom
lain. Secara kuantitatif, biasanya 80% massa aspal adalah karbon, 10% hidrogen, 6% belerang,
dan sisanya oksigen dan nitrogen, serta sejumlah renik besi, nikel, dan vanadium. Senyawa –
senyawa ini sering dikelaskan atas aspalten (yang massa molekulnya kecil) dan malten (yang
massa molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 sampai 25% aspalten (Silvia, 1995).
1. Fungsi Aspal
Fungsi aspal antara lain adalah sebagai berikut :
a) Untuk mengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu lintas
(water proofing, melindungi terhadap erosi).
b) Sebagai bahan pelapis dan perekat agregat.
c) Lapis resap pengikat (prime coat) adalah lapisan tipis aspal cair yang diletakan di
atas lapis pondasi sebelum lapis berikutnya.
d) Lapis pengikat (tack coat) adalah lapis aspal cair yang diletakan di atas jalan yang
telah beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar, berfungsi sebagai pengikat
diantara keduanya.
2. Jenis Aspal
Berdasarkan cara diperolehnya aspaldapat dibedakan atas (Silvia, 1995):
a) Aspal alam, dapat dibedakan atas :
13
c) Jalan kelas III A yaitu jalan arteria tau kolektor yang dapat dialui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, dukuran
panjang tidak melebihi 18 m, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
d) Jalan kelas III B yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak
melebihi 12 m, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
e) Jalan kelas III C yaitu jalan local dan jalan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 9 m, dan muatan
sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
Untuk menghitung tebal perkerasan jalan dengan metode analisa komponen maka
diperlukan :
1. Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan cepat,
kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan, dan kendaraan yang tidak bermotor.
Koefisien Distribusi Kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur
rencana ditentukan menurut Tabel E.2.
Tabel E.2 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Untuk memperkirakan nilai CBR tanah atau bahan granular dapat menggunakan
beberapa metode, namun yang cukup akurat dan paling murah sampai saat ini adalah dengan
alat Penetrasi Konus Dinamis atau dikenal dengan nama Dynamic Cone Penetrometer
(DCP). Di samping itu DCP adalah salah satu cara pengujian tanpa merusak atau Non
Destructive Testing (NDT), yang digunakan untuk lapis pondasi batu pecah, pondasi bawah
sirtu, stabilisasi tanah dengan semen atau kapur dan tanah dasar (Dachlan, 2000).
Menurut Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum (2010) tentang Pedoman Cara Uji
California Bearing Ratio (CBR) dengan Dynamic Cone Penetrometer (DCP), cara
pengujian alat DCP adalah sebagai berikut :
1. Letakkan alat DCP pada titik uji di atas lapisan yang akan diuji.
2. Pegang alat yang sudah terpasang pada posisi tegak lurus di atas dasar yang rata dan
stabil, kemudian catat pembacaan awal pada mistar pengukur kedalaman.
3. Mencatat jumlah tumbukan :
a) Angkat penumbuk pada tangkai bagian atas dengan hati-hati sehingga
menyentuh batas pegangan.
b) Lepaskan penumbuk sehingga jatuh bebas dan tertahan pada landasan.
c) Lakukan langkah – langkah di atas, catat jumlah tumbukan dan kedalaman pada
formulir.
4. Pengujian per titik, dilakukan minimum duplo (dua kali) dengan jarak 20 cm dari
titik uji satu ke titik uji lainnya.
5. Langkah-langkah setelah pengujian :
a) Siapkan peralatan agar dapat diangkat atau dicabut ke atas.
b) Angkat penumbuk dan pukulkan beberapa kali dengan arah ke atas sehingga
menyentuh pegangan dan tangkai bawah terangkat ke atas permukaan tanah.
c) Lepaskan bagian-bagian yang tersambung secara hati-hati, bersihkan alat dari
kotoran dan simpan pada tempatnya.
21
Jalan dalam arah memanjang cukup panjang dibandingkan dengan jalan dalam arah
melintang. Jalan tersebut dapat saja melintasi jenis tanah, dan keadaan medan yang berbeda
– beda. Kekuatan tanah dasar dapat bervariasi antara nilai yang baik dan yang jelek.
Dengan demikian perencanaan tebal lapis perkerasan jalan akan menghasilkan nilai yang
tidak ekonomis jika hanya berdasarkan pada nilai CBR yang paling besar. Sebaiknya
panjang jalan tersebut dibagi atas segmen – segmen jalan, dimana setiap segmen
mempunyai daya dukung yang hampir sama. Jadi segmen jalan adalah bagian dari panjang
jalan yang mempunyai daya dukung tanah, sifat tanah, dan keadaan lingkungan yang relatif
sama.
Setiap segmen mempunyai nilai CBR yang mewakili daya dukung tanah dasar dan
dipergunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan dari segmen tersebut. Nilai CBR
segmen dapat ditentukan dengan mempergunakan cara analitis atau dengan cara grafis
(Silvia, 1995), yaitu sebagai berikut.
1. Cara Analitis
CBR maks – CBR min
CBR segmen = CBR rata-rata – ................................ (7)
R
Dimana nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam 1 segmen.
Besarnya nilai R dapat dilihat pada Tabel E.5.
Tabel E.5 Nilai R untuk perhitungan CBR segmen
Nilai
Jumlah titik pengamatan R
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
> 10 3,18
(Sumber : Silvia, 1995)
22
a) Mencari CBR lapangan dengan alat DCP (Dynamic Cone Penetrometer) dapat
digunakan persamaan :
CBR = 10(2,628 – 1,273 x log DCP)................................................................. (8)
b) CBR rata – rata pada suatu titik pengamatan dapat dihitung dengan persamaan
:
3
ℎ1 3√𝐶𝐵𝑅1 + …. …ℎ𝑛 3√𝐶𝐵𝑅𝑛
CBR titik pengamatan = { } ............................... (9)
100
Dimana :
hn = tebal tiap lapisan tanah ke n
CBRn = nilai CBR pada lapisan ke n
c) DDT (Daya Dukung Tanah)
Nilai DDT dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
DDT = 1,6649 + 4,3592 log (CBR rencana) ..................................... (10)
2. Cara Grafis
Menghitung besarnya nilai CBR yang didapat dari hasil pengamatan, prosedurnya
adalah sebagai berikut :
a) Tentukan nilai CBR yang terendah.
b) Tentukan berapa banyak nilai CBR yang sama atau lebih besar dari masing –
masing nilai CBR dan kemudian disusun secara berurut dari nilai CBR terkecil
sampai yang terbesar.
c) Angka terbanyak diberi nilai 100%, angka yang lain merupakan persentase dari
100%.
d) Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.
e) Nilai CBR segmen adalah nilai pada keadaan 90%.
23
Dalam menentukan Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IPt), perlu
dipertimbangkan faktor–faktor klasifikasi fungsional jumlah lintas ekivalen
rencana (LER), dapat dilihat pada Tabel E.8.
Catatan : *) LER dalam satu angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal
Koefisien Kekuatan
Kekuatan Bahan
Relatif
Jenis Bahan
MS Kt CBR
a1 a2 a3
(kg) (kg/cm) (%)
Tanah/ Lempung
- - 0,1 - - 20
Kepasiran
(Sumber : SKBI 2.3.26.1987)
≥ 10,00 10 Laston
(Sumber : SKBI 2.3.26.1987 )
Untuk batas – batas minimum tebal perkerasan dapat dilihat pada Tabel
E.11.
F. Metodologi Penelitian
F.1 Studi Literatur
Penelitian dimulai dengan mempelajari dan memahami buku – buku atau
referensi – referensi yang berkaitan dengan penelitian tugas akhir ini, baik buku –
buku teknik sipil ataupun laporan tugas akhir yang berkaitan.
F.2 Persiapan
Merencanakan jadwal pelaksanaan tugas akhir, mempersiapkan peralatan
dan perlengkapan yang akan digunakan serta mempersiapkan personil yang
dibutuhkan untuk melakukan survey dan pengujian dilapangan. Adapun peralatan
yang perlu dipersiapkan antara lain :
29
Gambar F.1 Sket lokasi penelitian beserta titik pengujian CBR Lapangan
30
1. Data CBR
Data CBR (California Bearing Ratio) penulis peroleh dengan melakukan
pengujian langsung di lapangan dengan menggunakan alat DCP (Dynamic
Cone Penetrometer), dengan langkah – langkah sebagai berikut :
a. Menyiapkan alat DCP, alat tulis dan formulir pengujian serta personil
yang berjumlah 4 orang.
b. Menentukan titik pengujian pada jalan dengan jarak antar titik
pengujian adalah 100 m.
c. Meletakan alat DCP di atas tanah (titik) yang akan diuji dan membaca
rol meter.
d. Melakukan pemukulan hammer 1 kali dan membaca rol meter.
Kemudian catat ke dalam lembar formulir pengujian.
e. Melakukan bacaan dan catat setiap per 1 kali pukulan hammer
berikutnya hingga bacaan pada rol meter mendekati 100 cm.
2. Data LHR
Pengumpulan data mengenai volume lalu lintas harian rata – rata ini
dilakukan dengan cara manual yaitu survei lapangan dengan langkah –
langkah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan personil yang berjumlah 4 orang dan menyediakan
lembar formulir untuk mencatat volume lalu lintas.
b. Menentukan lokasi tempat pengambilan data LHR.
c. Menghitung jumlah dan jenis kendaraan yang lewat untuk kedua arah
selama 3 hari.
MULAI
IDENTIFIKASI MASALAH
STUDI LITERATUR
PENGAMBILAN DATA
PENGOLAHAN DATA
HASIL DAN
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
SELESAI
Jadwal rencana pelaksanaan tugas akhir ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan
dengan tahapan sebagai berikut :
1. Persiapan
a. Studi Literatur
b. Persetujuan Proposal
c. Seminar Proposal
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Pengumpulan Data Primer
b. Pengumpulan Data Sekunder
c. Analisa Hasil Laporan
3. Penyusunan Laporan
a. Draft Tugas Akhir Penelitian
b. Revisi Tugas Akhir
c. Presentasi Tugas Akhir
4. Ujian Akhir
a. Ujian Tugas Akhir
b. Pengadaan Laporan
Jadwal pelaksanaan penelitian dirangkum pada gambar F.3 berikut :
BULAN
No KEGIATAN
JUL AGUST SEP OKT NOV DES JAN FEB
1 Studi Literatur
2 Pembuatan Proposal
3 Pengumpulan Data Awal
4 Seminar Proposal dan Revisi
Survei Lapangan dan
5
Pembahasan
6 Kesimpulan dan Saran
7 Seminar Hasil
8 Seminar TA
32