Anda di halaman 1dari 25

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Umum
Pembahasan pada bab ini menguraikan tentang teori-teori yang mempunyai kaitan
dengan penelitian yang akan dilakukan. Teori-teori yang dibahas diantaranya mengenai
gambaran umum perkerasan jalan raya, bahan-bahan penyusun campuran beton aspal
dan spesifikasinya masing-masing, karakteristik campuran beton aspal, gradasi agregat,
kadar aspal rencana, pengujian Marshall, hubungan kadar aspal dengan parameter
Marshall, hubungan berat jenis filler dengan parameter Marshall, rancangan campuran
beton aspal metode Marshall dan formula-formula yang digunakan dalam perhitungan.

2.2. Perkerasan Jalan Raya


Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan
tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana
transportasi dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang
berarti, agar perkerasan jalan sesuai dengan mutu yang diharapkan maka pengetahuan
tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat
diperlukan (Sukirman, 2003).

2.2.1. Jenis Konstruksi Perkerasan


Konstruksi perkersan jalan dapat dibedakan berdasarkan bahan
pengikatnya, antara lain (Sukirman, 1999):
1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan – lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton
dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa
lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement) yaitu perkerasan kaku
yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur
di atas perkerasan kaku atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

II - 1
2.2.2. Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Lentur
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakan di
atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan–lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Jenis
lapisan perkerasan lentur yang dimaksud adalah sebagai berikut (Sukirman, 1999).

2.2.2.1. Lapisan Permukaan (Surface Course)


Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan. Lapis
permukaan memiliki fungsi sebagai:
1. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas
tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
2. Lapis kedap air sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap
ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan - lapisan tersebut.
3. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan
akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul
oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.

Jenis lapis permukaan yang umum dipergunakan di Indonesia antara


lain:
1. Lapisan bersifat nonstruktural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap
air antara lain:
1) Burtu (Laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi
seragam dengan tebal maksimum 2 cm.
2) Burda (Laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara
berurutan dengan tebal padat maksimum 3,5 cm.
3) Latasir (Lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur,
dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1 – 2
cm.
4) Buras (Laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan
aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inci.
5) Latasbum (Lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang
terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan

II - 2
perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal
padat maksimum 1 cm.
6) Lataston (Lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot Roll Sheet
(HRS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara
agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras
dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam
keadaan panas. Tebal padat antara 2,5 – 3 cm.
Jenis lapisan permukaan tersebut walaupun bersifat
nonstruktural tetapi dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap
penurunan mutu sehingga secara keseluruhan menambah masa
pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis perkerasan ini terutama
digunakan untuk pemeliharaan jalan.
2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan
menyebarkan beban roda.
1) Penetrasi macadam (Lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri
dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan
seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya
dan dipadatkan lapis demi lapis. Biasanya di atas lapen diberi laburan
aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis dapat
bervariasi dari 4 – 10 cm.
2) Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri
dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang
diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap
lapisannya antara 3 – 5 cm.
3) Laston (Lapis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi
jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang
mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan
pada suhu tertentu.

2.2.2.2. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)


Lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis podasi bawah dan
lapis permukaan dinamakan lapis pondasi atas (base course).
Fungsi lapisan pondasi atas ini antara lain sebagai:
1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

II - 3
3. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah
material yang cukup kuat. Lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat
umumnya menggunakan material dengan California Bearing Ratio (CBR) >
50% dan Plastisitas Indeks (PI) < 4%. Bahan-bahan alam seperti batu
pecah, krikil pecah, stabilitas tanah dengan semen dan kapur dapat
digunakan sebagai lapis pondasi atas.

2.2.2.3. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)


Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah
dasar dinamakan lapis pondasi bawah (Subbase).
Lapis pondasi bawah ini berfungsi sebagai:
1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke
tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan
Plastisitas Indes (PI) ≤ 10%.
2. Effisiensi penggunaan material, material pondasi bawah relatip murah
dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya.
3. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.
4. Lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
5. Lapisan pertama agar pekerjaan berjalan dengan lancar. Hal ini
sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera
menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung
tanah dasar menahan roda – roda alat besar.
6. Lapisan untuk mencegah partikel–partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapis pondasi atas.

2.2.2.4. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)


Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika
tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan
atau tanah yang stabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan
yang baik diproleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan
kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai
dengan perlengkapan drainase yang memenuhi syarat.
Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan
atas tiga macam diantaranya adalah lapisan tanah dasar galian, lapisan
tanah dasar timbunan dan lapisan tanah dasar asli.

II - 4
2.3. Beton Aspal
Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan
aspal dengan atau tanpa bahan tambahan. Material – material pembentuk beton aspal
dicampur di instalasi pencampuran pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi,
dihampar dan dipadatkan. Suhu pencampuran umumnya berkisar antara 145⁰ - 155⁰C,
sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal pula dengan nama
hotmix (Sukirman, 2003).
Salah satu jenis beton aspal campuran panas yang ada di Indonesia adalah
Laston. Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum 2010, sesuai fungsinya
Laston mempunyai 3 (tiga) macam campuran, yaitu :
1. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing
Course) dengan tebal nominal minimum 4 cm.
2. Laston sebagai lapisan antara, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt Concrete-Binder
Course) dengan tebal nominal minimum 6 cm.
3. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt Concrete-
Base) dengan tebal nominal minimum 7,5 cm.

Ketentuan sifat-sifat campuran beraspal untuk Laston dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Ketentuan Sifat – sifat Campuran Lapis Aspal Beton (LASTON)
LASTON
Sifat – sifat Campuran
AC – WC AC-BC AC-Base
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rasio partikel lolos ayakan 0,075 mm dengan Min 1,0
kadar aspal efektif Maks 1,4
Min 3,0
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Maks 5,0
Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (VFB) (%) Min 65
Stabilitas Marshall (kg) Min 800 1800
Min 2 3
Pelelehan (mm)
Maks 4 6
Marshall Quotient Min 250 300
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman
Min 90
selama 24 jam, 60⁰C
Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan
Min 2
membal (refusal)
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 Divisi 6 Tabel 6.3.3.(1c)

II - 5
2.3.1. Bahan Campuran Beton Aspal
Campuran beton aspal merupakan kombinasi dari agregat dan aspal
sebagai bahan pengikat dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan–bahan
pembentuk beton aspal tersebut dicampur di instalasi pencampuran atau unit
pencampuran aspal pada suatu perbandingan dan suhu tertentu. Bahan–bahan
campuran beton aspal yang dimaksud adalah agregat kasar, agregat halus, bahan
pengisi (filler) dan aspal.

2.3.1.1. Agregat Kasar


Agregat Kasar adalah agregat yang tertahan ayakan No.4 (4,75 mm)
yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari
lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya (Spesifikasi Bina Marga
2010 revisi 3).
Ketentuan yang harus dipenuhi oleh agregat kasar menurut
Spesifikasi Bina Marga 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Kasar

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 Divisi 6 Tabel 6.3.2.(1a)
Catatan:
1. 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau
lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih.

2.3.1.2. Agregat Halus


Agregat halus adalah agregat yang lolos ayakan No. 4 (4,75 mm) dan
tertahan No.200 (0,075 mm). Agregat halus harus merupakan bahan yang
bersih, keras, bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki
lainnya. Agregat halus (pasir alam) dapat digunakan dalam campuran AC

II - 6
sampai batas yang tidak melampui 15% terhadap berat total campuran
(Spesifikasi Bina Marga 2010 revisi 3).
Ketentuan yang harus dipenuhi oleh agregat halus menurut
Spesifikasi Bina Marga 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Halus

2.3.1.3. Bahan Pengisi (Filler)


Filler merupakan bagian dari agregat berbutir halus yang lolos
ayakan No.200 (0,075mm). Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering
dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan
sesuai SNI ASTM C136:2012 harus mengandung bahan yang lolos ayakan
No.200 (0,075 mm) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya kecuali untuk
mineral Asbuton. Mineral Asbuton harus mengandung bahan yang lolos
ayakan No.100 (0,15 mm) tidak kurang dari 95% terhadap beratnya. Semua
campuran beraspal harus mengandung bahan pengisi minimal 1% dan
maksimal 2% dari berat total agregat (Spesifikasi Bina Marga 2010 revisi 3).
Peningkatkan komposisi filler dalam campuran dapat meningkatkan
stabilitas campuran dan menurunkan kadar air void (rongga udara) dalam
campuran. Meskipun demikian komposisi filler dalam campuran tetap
dibatasi karena terlalu tinggi kadar filler dalam campuran akan
mengakibatkan campuran menjadi getas dan akan retak ketika menerima
beban lalu lintas akan tetapi terlalu rendah kadar filler mengakibatkan
campuran terlalu lunak pada saat cuaca panas dan menimbulkan pemukaan
jalan yang bergelombang (Hatherly, 1967).
Filler sebagai bahan pengisi pada campuran beraspal untuk lapisan
perkerasan merupakan salah satu komponen yang mempunyai persentase
yang terkecil (min.1% dan maks. 2% dari berat total agregat). Walaupun
penggunaan filler dalam persentase yang kecil tetapi dapat berfungsi
memodifikasi gradasi agregat halus sehingga kepadatan campuran bisa
meningkat dan jumlah aspal yang dibutuhkan untuk mengisi rongga dapat

II - 7
berkurang. Material yang biasa digunakan sebagai filler pada penyusunan
campuran beraspal adalah semen portland, kapur, abu batu dan abu terbang
(Fly Ash).

1. Abu batu
Abu (debu) batu adalah bahan non plastis yang merupakan hasil
sampingan dari mesin pemecah batu dalam proses pemecahan batu
menjadi batu pecah. Abu batu sering digunakan sebagai bahan pengisi
pada campuran beton aspal karena bebas dari gumpalan-gumpalan dan
lolos ayakan No. 200 (0.075 mm).

2. Semen Portland
Semen adalah perekat hidrolis yang artinya dapat bereaksi
dengan air membentuk zat baru yang dapat mengikat benda–benda
lainnya membentuk satu kesatuan massa yang kompak, padat dan keras.
Semen juga dapat diartikan sebagai bahan yang tidak larut dalam air.
Semen portland adalah produk yang dipadatkan dengan
membubukkan kerak besi yang terdiri dari material pokok yaitu kalsium
silikat hidrolik (Krebs and Walker, 1971). Semen portland dibuat dari batu
kapur (limestone) dan mineral lainnya, dicampur dan dibakar dalam
sebuah alat pembakaran dan sesudah itu didapat bahan material yang
berupa bubuk. Bubuk tersebut akan mengeras dan terjadi ikatan yang
kuat karena suatu reaksi kimia ketika dicampur dengan air (Harold, 1997).

3. Kapur
Kapur (lime) merupakan salah satu mineral industri yang banyak
digunakan oleh sektor industri maupun konstruksi. Bahan dasar kapur
adalah batu kapur. Batu kapur mengandung kalsium karbonat (CaCO3),
dengan pemanasan (±980⁰C) karbon dioksidannya keluar dan tinggal
kapurnya saja (CaO). Kapur dalam campuran aspal panas (hot mix)
menciptakan banyak manfaat diantaranya adalah bertindak sebagai anti
strpping agent yang dapat meningkatkan durabilitas atau keawetan
kinerja campuran beton aspal dalam menerima repitisi beban lalu lintas,
seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan
permukaan jalan serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan
iklim seperti udara, air atau perubahan temperatur. Kapur juga dapat

II - 8
mempengaruhi kinerja campuran beton aspal dengan cara meningkatkan
ikatan antara aspal dan agregat (Andri, dkk 2012).

4. Abu terbang batu bara (Fly ash)


Abu terbang batu bara merupakan bahan anorganik sisa
pembakaran batu bara dan terbentuk dari perubahan bahan mineral
karena proses pembakaran. Pembakaran batu bara dalam pembangkit
tenaga listrik terbentuk dua jenis abu yakni abu terbang batu bara (fly
ash) dan abu dasar (bottom ash). Partikel abu yang terbawa gas buang
disebut abu terbang batu bara sedangkan abu yang tertinggal dan
dikeluarkan dari bawah tungku disebut abu dasar. Fly ash adalah partikel
halus yang merupakan endapan dari tumpukan bubuk hasil pembakaran
batu bara yang dikumpulkan dengan alat Elektrostatik Presipirator. Fly
ash dapat digunakan sebagai material pada campuran beraspal karena
ukuran partikelnya yang sangat kecil sehingga dapat berfungsi sebagai
pengisi rongga dan sebagai pengikat aspal beton (Tahir, 2009).

2.3.1.4. Aspal
Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau
hitam pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphalthehes, resins dan oils.
Aspal pada lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat
untuk membentuk suatu campuran yang kompak sehingga akan
memberikan kekuatan masing–masing agregat (Krebs and Walker, 1971).

Aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, sangat


sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut.
Komposisi aspal terdiri dari asphaltenes dan metanes. Asphaltenes
merupakan material yang berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut
dalam heptane. Asphaltenes menyebar di dalam larutan yang disebut
maltenes. Maltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang
terdiri dari resins dan oils. Resins merupakan cairan kental berwarna kuning
atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian
yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan,
sedangkan oils yang berwarna lebih muda merupakan media dari
asphaltenes dan resin (Sukirman, 1999).

II - 9
Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4 -
10% berdasarkan berat campuran atau 10-15% berdasarkan volume
campuran (Sukirman, 2003). Aspal yang digunakan dalam penelitian ini
adalah aspal keras dengan penetrasi 60/70 produksi pertamina. Persyaratan
aspal keras penetrasi 60/70 dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Persyaratan Aspal Keras Penetrasi 60/70

2.3.2. Karakteristik Campuran Beton Aspal


Karakteristik yang dimiliki beton aspal adalah stabilitas, keawetan atau
durabilitas, kelenturan atau fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan, kekeatan
permukaan atau tahanan geser, kedap air dan kemudahan pelaksanaan (Sukirman,
2003).

1. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding.
Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas yang
akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari
kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi.
Sebaliknya untuk perkerasan jalan yang melayani lalu lintas kendaraan ringan tidak
perlu mempunyai nilai stabilitas yang tinggi.
Kepadatan campuran dapat menentukan nilai stabilitas campuran. Pemilihan
agregat bergradasi baik atau rapat akan memperkecil rongga antara agregat
sehingga aspal yang dapat ditambahkan dalam campuran menjadi sedikit. Hal ini
berakibat film aspal menjadi tipis. Pemakaian aspal yang banyak akan

II - 10
menyebabkan terjadinya bleeding karena aspal tidak dapat menyelimuti agregat
dengan baik. Kadar aspal yang optimal akan memberikan nilai stabilitas yang
maksimum.

2. Keawetan atau durabiltas


Durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima gesekan antara roda
kendaraan dan permukaan jalan serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca
dan iklim seperti udara, air dan perubahan temperatur. Durabilitas beton aspal
dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran,
kepadatan dan kedap air campuran. Selimut aspal yang tebal akan membungkus
agregat secara baik, beton aspal akan lebih kedap air sehingga kemampuannya
menahan keausan semakin baik tetapi semakin tebal selimut aspal maka semakin
mudah terjadi bleeding yang mengakibatkan jalan semakin licin. Semakin besar pori
yang tersisa maka beton aspal semakin tidak kedap air dan semakin banyak udara
di dalam beton aspal menyebabkan semakin mudahnya selimut aspal beroksidasi
dengan udara sehingga beton aspal menjadi getas dan durabilitasnya menurun.

3. Kelenturan atau fleksibilitas


Fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat
penurunan (konsolidasi) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar tanpa terjadi
retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi beban lalu lintas atau penurunan akibat
berat sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli. Fleksibilitas dapat
ditingkatkan dengan mempergunakan agregat bergradasi terbuka dengan kadar
aspal yang tinggi.

4. Ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistane)


Ketahanan terhadap kelelahan adalah kemampuan beton aspal menerima
lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan
retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi. Volume
pori beton aspal yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan
kelelahan lebih cepat.

5. Kekesatan atau tahanan geser (skid resistance)


Skid resistance adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama pada
kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga kendaraan
tidak tergelincir ataupun slip. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan
sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, kekasaran permukaan dari

II - 11
butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat,
kepadatan campuran dan tebal film aspal. Ukuran maksimum butir agregat ikut
menentukan kekesatan permukaan. Agregat yang digunakan tidak saja harus
mempunyai permukaan yang kasar tetapi juga mempunyai daya tahan untuk
permukaannya tidak mudah menjadi licin akibat repetisi kendaraan.

6. Kedap Air (impermeabilitas)


Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk menahan air yang masuk
atau udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan
percepatan proses penuaan aspal dan pengelupasan film atau selimut aspal dari
permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa setelah beton aspal dipadatkan dapat
menjadi indikator kekedapan air campuran. Tingkat impermeabilitas beton aspal
berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya.

7. Mudah dilaksanakan (workability)


Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah
dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat kemudahan dalam pelaksanaan menentukan
tingkat efisiensi pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemudahan dalam
proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas aspal, kepekaan aspal
terhadap perubahan temperatur dan gradasi serta kondisi agregat. Revisi atau
koreksi terhadap rancangan campuran dapat dilakukan jika ditemukan kesukaran
dalam pelaksanaan.

Ketujuh sifat campuran beton aspal ini tak mungkin dapat dipenuhi
sekaligus oleh satu jenis campuran. Sifat – sifat beton aspal mana yang dominan
lebih diinginkan akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Hal ini sangat perlu
diperhatikan ketika merancang tebal perkerasan jalan. Jalan yang melayani lalu
lintas ringan seperti mobil penumpang, sepantasnya lebih memilih jenis beton aspal
yang mempunyai sifat durabilitas dan fleksibitas yang tinggi daripada memilih jenis
beton aspal dengan stabilitas tinggi.

2.1. Gradasi Agregat


Gradasi agregat merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat
yang membentuk susunan campuran tertentu. Gradasi agregat ini diperoleh dari hasil
analisa saringan dengan menggunakan 1 (satu) set saringan. Saringan yang paling kasar
diletakan di atas dan yang paling halus diletakan di bawah. Penelitian ini menggunakan
tipe gradasi Bina Marga dengan ukuran butiran maksimum 19 mm.

II - 12
2.4.1. Jenis Gradasi Agregat
Susunan butiran agregat atau yang disebut dengan gradasi agregat dibedakan
dalam 3 (tiga) macam yaitu gradasi seragam, gradasi menerus dan gradasi senjang.
Ilustrasi susunan butiran atau gradasi agregat dapat dilihat pada Gambar 2.1.

1. Gradasi Seragam
Gradasi seragam adalah susunan agregat dengan ukuran yang hampir
sama atau sejenis serta mengandung agregat halus yang sedikit sehingga tidak
dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi
terbuka. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan
perkerasan dengan sifat permeabiltas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume
kecil.

2. Gradasi Menerus
Gradasi menerus merupakan susunan agregat kasar dan agregat halus
dalam porsi yang berimbang sehingga penguncian antar agregat sangat baik.
Gradasi menerus disebut juga gradasi rapat atau agregat bergradasi baik.
Agregat dengan gradasi menerus menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat
stabilitas yang tinggi, relatif kaku dan mempunyai kekesatan yang tinggi.

3. Gradasi Senjang
Gradasi senjang merupakan susunan agregat kasar dan agregat halus
yang tidak berimbang atau ada sebagian yang tidak ada walaupun ada tetapi
jumlahnya hanya sedikit. Campuran beton dengan agregat bergradasi senjang
mempunyai rongga yang besar antar butir agregat sehingga jumlah aspal yang
dipakai untuk mengisi rongga-rongga tersebut sangat banyak.

II - 13
2.4.2. Gradasi Agregat Gabungan
Sesuai spesifikasi umum yang dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga Tahun 2010 revisi 3, gradasi agregat untuk campuran
beton aspal berbeda–beda sesuai dengan jenis perkerasannya. Gradasi agregat
gabungan untuk campuran aspal ditunjukan dalam persen terhadap berat agregat dan
bahan pengisi. Rancangan dan perbandingan campuran untuk gradasi agregat
gabungan harus memenuhi batas – batas yang terdapat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Gradasi Agregat Gabungan untuk Campuran Laston


% Berat yang Lolos terhadap Total Agregat dalam
Ukuran Ayakan
Campuran
(mm)
AC - WC AC - BC AC - Base
37,500 100
25,000 100 90 - 100
19,000 100 90 - 100 76 – 90
12,500 90 – 100 75 – 90 60 – 78
9,500 77 – 90 66 – 82 52 – 71
4,750 53 – 69 46 – 64 35 – 54
2,360 33 – 53 30 – 49 23 – 41
1,180 21 – 40 18 – 38 13 – 30
0,600 14 – 30 12 – 28 10 – 22
0,300 9 – 22 7 – 20 6 – 15
0,150 6 – 15 5 – 13 4 – 10
0,075 4–9 4-8 3-7
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 Divisi 6 Tabel 6.3.2.(3)

Agregat bergradasi baik atau buruk dapat diperikasa dengan menggunakan


rumus Fuller (2.1)

P = 100 ( )
d
D
0 . 45

...................................................................................... (2.1)
Keterangan:
P = persen lolos saringan dengan bukaan saringan d mm
d = ukuran agregat yang diperiksa (mm)
D = ukuran maksimum agregat yang terdapat dalam campuran

II - 14
2.2. Kadar Aspal Rencana
Kadar aspal campuran biasanya telah ditetapkan dalam spesifikasi sifat campuran
untuk rancangan campuran di Laboratorium menggunakan kadar aspal tengah atau ideal.
Kadar aspal tengah yaitu nilai tengah dari rentang kadar aspal dalam spesifikasi
campuran. Berdasarkan spesifikasi Depkimpraswil 2002 (Sukirman, 2003), kadar aspal
tengah dapat ditentukan dengan persamaan (2.2)
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%filler) + K.................................. (2.2)
Keterangan:
Pb = kadar aspal tengah, persen terhadap berat campuran
CA = persen agregat kasar (tertahan saringan No.4)
FA = persen agregat halus (lolos saringan No.4 tertahan saringan No.200)
Filler = persen agregat minimal 75% lolos saringan No.200
K = konstanta
= 0,5 – 1,0 untuk laston
= 2,0 – 3,0 untuk lataston

Penentuan kadar aspal optimum umumnya dibuat 6 (enam) variasi kadar aspal
rencana yang masing-masing berbeda 0,5%. Kadar aspal yang dipilih haruslah
sedemikian rupa sehingga 2 (dua) kadar aspal kurang dari nilai kadar aspal tengah dan 3
(tiga) kadar aspal lebih besar dari nilai kadar aspal tengah. Misalkan kadar aspal tengah
adalah a% maka variasi kadar aspal yang digunakan (a-1)%, (a-0,5)%, a%, (a+0,5)%,
(a+1)% dan (a+1,5)%.

2.3. Pengujian Marshall


Pengujian kinerja beton aspal padat dilakukan melalui pengujian Marshall yang
dikembangkan pertama kali oleh Bruce Marshall dan dilanjutkan oleh U. S. Corps
Engineer.
Pengujian Marshall dilakukan dengan menggunakan alat Marshall. Alat Marshall
merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas
22,2 KN (= 500 lbf) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas
dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk
silinder berdiameter 4 inci (= 10,2 cm) dan tinggi 2,5 inci (= 6.35 cm). Prosedur pengujian
Marshall mengikuti SNI 06-2489-1991.

Kinerja beton aspal padat ditentukan melalui pengujian benda uji yang meliputi:
1. Penentuan berat volume benda uji

II - 15
2. Pengujian nilai stabilitas, adalah kemampuan maksimum beton aspal padat menerima
beban sampai terjadi kelelehan plastis.
3. Pengujian kelelehan (flow), adalah besarnya perubahan bentuk plastis dari beton aspal
padat akibat adanya beban sampai batas keruntuhan.
4. Perhitungan Kuosien Marshall, adalah perbandingan antara nilai stabilitas dan flow.
5. Perhitungan berbagai jenis volume pori dalam beton aspal padat (VIM, VMA dan VFB)
6. Perhitungan tebal selimut atau film aspal.
Keenam butir pengujian tersebut umumnya dilakukan untuk menentukan kinerja
beton aspal tetapi terlihat bahwa hanya nilai stabilitas dan flow yang ditentukan dengan
mempergunakan alat Marshall sedangkan parameter lainnya ditentukan dengan
penimbangan benda uji dan perhitungan. Walaupun demikian secara umum telah dikenali
bahwa pengujian Marshall meliputi keenam butir pengujian tersebut (Sukirman, 2003).

2.4. Hubungan Kadar Aspal dan Parameter Marshall


Kecenderungan bentuk lengkung hubungan antara kadar aspal dan parameter
Marshall adalah sebagai berikut (Sukirman, 2003).
1. Stabilitas akan meningkat jika kadar aspal bertambah sampai mencapai nilai
maksimum dan setelah itu akan menurun.
2. Kelelehan atau flow akan terus meningkat dengan meningkatnya kadar aspal.
3. Lengkung berat volume identik dengan lengkung stabilitas tetapi nilai maksimum
tercapai pada kadar aspal yang sedikit lebih tinggi dari kadar aspal untuk mencapai
stabilitas maksimum.
4. Lengkung VIM akan terus menurun dengan bertambahnya kadar aspal sampai secara
ultimit mencapai nilai minimum.
5. Lengkung VMA akan turun sampai mencapai nilai minimum dan kemudian kembali
bertambah dengan bertambahnya kadar aspal.

2.5. Berat Jenis


Berat jenis (spesific gravity) adalah perbandingan berat dari suatu volume bahan
terhadap berat air dengan volume yang sama pada suatu temperatur tertentu. Berat jenis
agregat sangat penting dalam perencanaan campuran beton aspal karena umumnya
campuran direncanakan berdasarkan perbandingan berat. Agregat dengan berat jenis
yang kecil mempunyai volume yang besar sehingga dapat mengurangi aspal untuk
mengisi rongga dalam campuran. Hal tersebut mengindikasikan bahwa berat jenis
agregat dapat mempengaruhi nilai kadar aspal optimum yang kemudian berpengaruh
terhadap nilai parameter Marshall (Sudarsono, 2015).

II - 16
2.6. Hubungan Berat Jenis Filler dan Parameter Marshall
Hubungan berat jenis filler dan parameter Marshall dapat diketahui dari beberapa
penelitian terdahulu yang melakukan pengujian Marshall dengan berat jenis filler yang
berbeda, penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan acuan atau literatur dalam
penelitian ini sehingga dapat mengambil kesimpulan dari hasil pengujiannya masing-
masing, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Suprapto (1998), telah melakukan penelitian tentang ”Pengaruh Berat Jenis Filler
Pengganti terhadap Sifat Beton Aspal”. Hasil pengujian berat jenis filler pada penelitian
tersebut adalah nilai berat jenis filler abu batu 2.756 gr/cc dan nilai berat jenis filler
Ekstraksi asbuton 1.292 gr/cc. Perbedaan nilai berat jenis tersebut mengakibatkan nilai
setiap parameter Marshall berbeda. Perbedaan dari setiap nilai parameter dapat dilihat
pada poin-poin berikut ini:
1) Filler dengan nilai berat jenis yang lebih kecil memiliki nilai stabilitas yang besar
2) Filler dengan nilai berat jenis yang lebih kecil memiliki nilai flow yang besar
3) Filler dengan nilai berat jenis yang lebih kecil memiliki nilai Void In Mix (VIM) yang
kecil
4) Filler dengan nilai berat jenis yang lebih kecil memiliki nilai Void In Mineral Aggregat
(VMA) yang kecil
5) Filler dengan nilai berat jenis yang lebih kecil memiliki nilai Void Filled Bitumen
(VFB) yang besar
2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprapto (1998) diperkuat dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Archenita dan Partawijaya (2003), tentang ”Pengaruh Berat Jenis
Filler Pengganti Terhadap Sifat Aspal Beton”. Hasil pengujian berat jenis filler pada
penelitian tersebut adalah nilai berat jenis filler abu batu 2.751 gr/cc dan nilai berat
jenis filler fly ash 1.283 gr/cc. Hasil pengujian Marshall pada penelitian tersebut sama
seperti yang telah diuraikan pada poin (1). Hasil dari kedua penelitian yang telah
disebutkan dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.

Berdasarkan hasil dari kedua penelitian yang telah diuraikan maka dapat
disimpulkan bahwa hubungan berat jenis filler dan parameter Marshall adalah sebagai
berikut:
1) Nilai berat jenis filler yang lebih kecil cenderung memiliki nilai stabilitas, flow dan VFB
yang besar
2) Nilai berat jenis filler yang lebih kecil cenderung memiliki nilai VIM dan VMA yang kecil

II - 17
Tabel 2.6 Hasil penelitian Suprapto (1998)

Beton Aspal dengan Filler


Parameter dan
Ekstraksi Asbuton
Spesifikasi Abu Batu
Dikoreksi Tidak dikoreksi
Stabilitas > 550 kg 2031 1551 2184
Flow 2 – 4 mm 3,2 3,25 3,35
VIM 2 – 5% 5,87 5,48 0,65
VFB 75 – 82% 64,65 64,28 89.95
VMA > 14% 18,00 18,18 13,25
Sumber: Suprapto 1998

Tabel 2.7 Hasil penelitian Archenita dan Partawijaya (2003)

Beton Aspal dengan Filler


Parameter dan
Fly Ash
Spesifikasi Abu Batu
Dikoreksi Tidak dikoreksi
Stabilitas > 550 kg 1534,88 1098,25 1718,39
Flow 2 – 4 mm 3,10 3,34 3,55
VIM 2 – 5% 5,75 5,38 1,65
VFB 75 – 82% 63,95 62,74 91,25
VMA > 14% 17,00 17,91 13,15
Sumber: Archenita dan Partawijaya 2003

2.7. Rancangan Campuran Beton Aspal Metode Marshall


Metode rancangan campuran yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah
metode rancangan campuran berdasarkan pengujian empiris dengan mempergunakan
alat Marshall. Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce
Marshall. Prinsip dasar dari metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan
(flow) serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Benda uji
atau briket beton aspal padat dibentuk dari gradasi agregat campuran tertentu, sesuai
spesifikasi campuran. Metode Marshall dikembangkan untuk rancangan campuran beton
aspal bergradasi baik (Sukirman, 2003).
Langkah-langkah rancangan campuran metode marshall adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari spesifikasi gradasi agregat campuran yang diinginkan.
2. Merancang proporsi dari masing-masing agregat yang tersedia untuk mendapatkan
agregat campuran dengan gradasi sesuai butir (1).

II - 18
3. Menentukan kadar aspal total dalam campuran dengan menggunakan persamaan
(2.2).
4. Membuat benda uji atau beriket beton aspal dengan jumlah sesuai denga variasi kadar
aspal, masing-masing kadar aspal dibuat 3 (tiga) buah benda uji.
5. Melakukan uji Marshall untuk mendapatkan nilai stabilitas dan kelelehan (flow) benda
uji mengikuti prosedur SNI 06-2489-1991.
6. Menghitung parameter Marshall, yaitu VIM, VMA, VFB, berat volume dan parameter
lainnya sesuai parameter yang ada pada spesifikasi campuran.
7. Gambarkan hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall, yaitu kadar aspal
dengan stabilitas, kadar aspal dengan kelelehan, kadar aspal dengan VIM, kadar aspal
dengan VMA dan kadar aspal dengan berat volume.
8. Menentukan kadar aspal optimum berdasarkan gambar dari butir (7).
9. Jika hasil yang diperoleh telah memuaskan maka proporsi campuran agregat dan
kadar aspal yang terpilih pada butir (8) merupakan rumus campuran hasil perancangan
di Laboratorium atau biasa disebut dengan Design Mix Formula.

2.8. Parameter dan Formula Perhitungan


Parameter dan formula untuk menganalisa campuran beton aspal adalah sebagai
berikut:

1. Analisa saringan

Kumulatif berat agregat tertahan


× 100
a. Persen tertahan = berat total agregat .............(2.3)
b. Persen lolos = 100% - persen tertahan......................................... (2.4)

2. Berat jenis dan penyerapan agregat kasar


Bk
a. Berat jenis kering (bulk) = Bj − Ba ..................................................... (2.5)
Bj
b. Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) = Bj − Ba ........................(2.6)
Bk
c. Berat jenis semu (apperent) = Bk − Ba ............................................ (2.7)
Bj − Bk
× 100
d. Penyerapan air = Bk ......................................................... (2.8)
Keterangan:

II - 19
Bk = berat benda uji kering oven (gram)
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)
Ba= berat benda uji dalam air (gram)

3. Berat jenis dan penyerapan agregat halus


Bk
a. Berat jenis kering (bulk) = BA + Bj − Bt ............................................ (2.9)
Bj
b. Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) = BA + Bj − Bt ...............(2.10)
Bk
c. Berat jenis semu (apperent) = BA + Bk − Bt ....................................(2.11)
Bj − Bk
× 100
d. Penyerapan air = Bk ......................................................... (2.12)
Keterangan:
Bk = berat benda uji kering oven (gram)
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)
BA = berat piknometer + air (25⁰C), (gram)
Bt = berat piknometer + air + benda uji (gram)

4. Berat jenis bulk atau curah agregat campuran (Gsb)


P1 + P2 + .. . + Pn
P1 P2 Pn
+ + ... +
Gsb = G1 G2 Gn ................................................................... (2.13)
Keterangan:
Gsb = berat jenis bulk/curah agregat campuran (gr/cc)

P1, P2,...,Pn = persentase berat masing – masing fraksi agregat terhadap berat total
agregat campuran (%)
G1, G2,...,Gn = berat jenis bulk dari masing – masing fraksi agregat (gr/cc)

5. Berat jenis semu (Gsa)


P1 + P2 + .. . + Pn
P1 P2 Pn
+ + ... +
Gsa = G1 G2 Gn ................................................................... (2.14)
Keterangan:

II - 20
Gsa = berat jenis semu agregat campuran (gr/cc)
G1, G2,...,Gn = berat jenis semu dari masing – masing fraksi agregat (gr/cc)

6. Berat jenis efektif agregat campuran (Gse)

G se = 100 − Pa
100 Pa

Gmm Ga ................................................................................ (2.15)
Keterangan:
Gse = berat jenis efektif agregat campuran (gr/cc)
Gmm = berat jenis maksimum campuran (gr/cc)
Pa = % aspal dari berat total campuran
Ga = berat jenis aspal (gr/cc)
100 = persen total campuran (%)

7. Berat jenis maksimum campuran dengan perbedaan kadar aspal (Gmm)


100
Gmm =
Ps Pa
+
Gse Ga ............................................................................... (2.16)
Keterangan:
Gmm = berat jenis maksimum campuran (gr/cc)
Ps = % agregat dari berat total campuran

8. Berat jenis bulk campuran padat (Gmb)


Bk
Gmb =
B ssd − Ba .................................................................................. (2.17)
Keterangan:
Gmb = berat jenis bulk campuran padat (gr/cc)
Bk = berat kering beton aspal padat (gram)
Bssd = berat kering permukaan dari beton aspal padat (gram)
Ba = berat beton aspal padat di dalam air (gram)
Bssd – Ba = volume bulk dari beton aspal padat jika berat jenis air diasumsikan = 1

9. Penyerapan aspal (Pab)


Gse − Gsb
Pab = 100 Ga
Gsb × Gse .................................................................. (2.18)

II - 21
Keterangan:
Pab = kadar aspal yang menyerap ke dalam pori butir agregat, % dari berat agregat
Gsb = berat jenis bulk/curah agregat campuran
Gse = berat jenis efektif agregat campuran
Ga = berat jenis aspal

10. Kadar aspal efektif yang menyelimuti agregat (Pae)


Pab
Pae = Pa − Ps
100 .............................................................................. (2.19)
Keterangan:
Pae = kadar aspal yang menyelimuti butir – butir agregat,
% terhadap berat beton aspal padat
Pa = kadar aspal terhadap berat beton aspal padat (%)
Ps = % agregat dari berat total campuran
Pab = kadar aspal yang menyerap ke dalam pori butir agregat,
% dari berat agregat

11. Kadar aspal tengah (Pb)


Rumus untuk menghitung kadar aspal tengah, lihat persamaan (2.2)
12. Volume pori dalam agregat campuran (VMA) terhadap berat beton aspal padat
Gmb × Ps
VMA = 100 −
Gsb .................................................................... (2.20)
Keterangan:
VMA = volume pori antara agregat di dalam beton aspal padat,
% dari volume bulk beton aspal padat.
Gmb = berat jenis bulk campuran padat
Ps = % agregat dari berat total campuran
Gsb = berat jenis bulk/curah agregat campuran

13. Volume pori dalam agregat campuran (VMA) terhadap berat agregat
Gmb 100
VMA = 100 − × × 100
Gsb 100 + Pa ............................................. (2.21)
Keterangan:
VMA = volume pori antara agregat di dalam beton aspal padat,
% dari volume bulk beton aspal padat.
Gmb = berat jenis bulk campuran padat

II - 22
Pa = kadar aspal terhadap berat beton aspal padat (%)
Gsb = berat jenis bulk/curah agregat campuran

14. Volume pori dalam beton aspal padat (VIM)


Gmm − Gmb
VIM = 100 ×
Gmm ................................................................. (2.22)
Keterangan:
VIM = volume pori dalam beton aspal padat, % dari volume bulk
beton aspal padat.
Gmm = berat jenis maksimum beton aspal yang belum dipadatkan
Gmb = berat jenis bulk campuran padat

15. Volume pori antara butir agregat terisi aspal (VFB)


( VMA − VIM )
VFB = 100 ×
VMA ................................................................... (2.23)
Keterangan:
VFB = volume pori antara butir agregat yang terisi aspal, % dari VMA
VMA = volume pori antara agregat di dalam beton aspal padat,
% dari volume bulk beton aspal padat.
VIM = volume pori dalam beton aspal padat, % dari volume bulk
beton aspal padat.

16. Menentukan nilai stabilitas


Nilai stabilitas diproleh berdasarkan nilai masing – masing yang ditunjukan oleh
jarum dial. Nilai stabilitas yang ditunjukan oleh jarum dial perlu dikonversikan
terhadap alat Marshall.

17. Menentukan nilai Flow


Nilai flow diproleh berdasarkan nilai masing – masing yang ditunjukan oleh
jarum dial. Nilai flow sudah dalam satuan mm (milimeter) sehingga tidak perlu
dikonversikan.

18. Hasil bagi Marshall (MQ)

II - 23
MS
MQ =
MF .............................................................................................. (2.24)
Keterangan:
MQ = hasil bagi Marshall (Marshall Quotient), kg/mm
MS = Marshall stability, kg
MF = Flow Marshall, mm

19. Keausan agregat kasar


a−b
× 100
Keausan = a ........................................................................ (2.25)
Keterangan:
a = berat benda uji semula (gram)
b = berat benda uji tertahan saringan No.12 (1,70 mm), gram.

II - 24
II - 25

Anda mungkin juga menyukai