LANDASAN TEORI
2.1. Umum
Pembahasan pada bab ini menguraikan tentang teori-teori yang mempunyai kaitan
dengan penelitian yang akan dilakukan. Teori-teori yang dibahas diantaranya mengenai
gambaran umum perkerasan jalan raya, bahan-bahan penyusun campuran beton aspal
dan spesifikasinya masing-masing, karakteristik campuran beton aspal, gradasi agregat,
kadar aspal rencana, pengujian Marshall, hubungan kadar aspal dengan parameter
Marshall, hubungan berat jenis filler dengan parameter Marshall, rancangan campuran
beton aspal metode Marshall dan formula-formula yang digunakan dalam perhitungan.
II - 1
2.2.2. Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Lentur
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakan di
atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan–lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Jenis
lapisan perkerasan lentur yang dimaksud adalah sebagai berikut (Sukirman, 1999).
II - 2
perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal
padat maksimum 1 cm.
6) Lataston (Lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot Roll Sheet
(HRS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara
agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras
dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam
keadaan panas. Tebal padat antara 2,5 – 3 cm.
Jenis lapisan permukaan tersebut walaupun bersifat
nonstruktural tetapi dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap
penurunan mutu sehingga secara keseluruhan menambah masa
pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis perkerasan ini terutama
digunakan untuk pemeliharaan jalan.
2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan
menyebarkan beban roda.
1) Penetrasi macadam (Lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri
dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan
seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya
dan dipadatkan lapis demi lapis. Biasanya di atas lapen diberi laburan
aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis dapat
bervariasi dari 4 – 10 cm.
2) Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri
dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang
diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap
lapisannya antara 3 – 5 cm.
3) Laston (Lapis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi
jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang
mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan
pada suhu tertentu.
II - 3
3. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah
material yang cukup kuat. Lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat
umumnya menggunakan material dengan California Bearing Ratio (CBR) >
50% dan Plastisitas Indeks (PI) < 4%. Bahan-bahan alam seperti batu
pecah, krikil pecah, stabilitas tanah dengan semen dan kapur dapat
digunakan sebagai lapis pondasi atas.
II - 4
2.3. Beton Aspal
Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan
aspal dengan atau tanpa bahan tambahan. Material – material pembentuk beton aspal
dicampur di instalasi pencampuran pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi,
dihampar dan dipadatkan. Suhu pencampuran umumnya berkisar antara 145⁰ - 155⁰C,
sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal pula dengan nama
hotmix (Sukirman, 2003).
Salah satu jenis beton aspal campuran panas yang ada di Indonesia adalah
Laston. Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum 2010, sesuai fungsinya
Laston mempunyai 3 (tiga) macam campuran, yaitu :
1. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing
Course) dengan tebal nominal minimum 4 cm.
2. Laston sebagai lapisan antara, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt Concrete-Binder
Course) dengan tebal nominal minimum 6 cm.
3. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt Concrete-
Base) dengan tebal nominal minimum 7,5 cm.
Ketentuan sifat-sifat campuran beraspal untuk Laston dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Ketentuan Sifat – sifat Campuran Lapis Aspal Beton (LASTON)
LASTON
Sifat – sifat Campuran
AC – WC AC-BC AC-Base
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rasio partikel lolos ayakan 0,075 mm dengan Min 1,0
kadar aspal efektif Maks 1,4
Min 3,0
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Maks 5,0
Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (VFB) (%) Min 65
Stabilitas Marshall (kg) Min 800 1800
Min 2 3
Pelelehan (mm)
Maks 4 6
Marshall Quotient Min 250 300
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman
Min 90
selama 24 jam, 60⁰C
Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan
Min 2
membal (refusal)
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 Divisi 6 Tabel 6.3.3.(1c)
II - 5
2.3.1. Bahan Campuran Beton Aspal
Campuran beton aspal merupakan kombinasi dari agregat dan aspal
sebagai bahan pengikat dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan–bahan
pembentuk beton aspal tersebut dicampur di instalasi pencampuran atau unit
pencampuran aspal pada suatu perbandingan dan suhu tertentu. Bahan–bahan
campuran beton aspal yang dimaksud adalah agregat kasar, agregat halus, bahan
pengisi (filler) dan aspal.
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 Divisi 6 Tabel 6.3.2.(1a)
Catatan:
1. 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau
lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih.
II - 6
sampai batas yang tidak melampui 15% terhadap berat total campuran
(Spesifikasi Bina Marga 2010 revisi 3).
Ketentuan yang harus dipenuhi oleh agregat halus menurut
Spesifikasi Bina Marga 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.3
II - 7
berkurang. Material yang biasa digunakan sebagai filler pada penyusunan
campuran beraspal adalah semen portland, kapur, abu batu dan abu terbang
(Fly Ash).
1. Abu batu
Abu (debu) batu adalah bahan non plastis yang merupakan hasil
sampingan dari mesin pemecah batu dalam proses pemecahan batu
menjadi batu pecah. Abu batu sering digunakan sebagai bahan pengisi
pada campuran beton aspal karena bebas dari gumpalan-gumpalan dan
lolos ayakan No. 200 (0.075 mm).
2. Semen Portland
Semen adalah perekat hidrolis yang artinya dapat bereaksi
dengan air membentuk zat baru yang dapat mengikat benda–benda
lainnya membentuk satu kesatuan massa yang kompak, padat dan keras.
Semen juga dapat diartikan sebagai bahan yang tidak larut dalam air.
Semen portland adalah produk yang dipadatkan dengan
membubukkan kerak besi yang terdiri dari material pokok yaitu kalsium
silikat hidrolik (Krebs and Walker, 1971). Semen portland dibuat dari batu
kapur (limestone) dan mineral lainnya, dicampur dan dibakar dalam
sebuah alat pembakaran dan sesudah itu didapat bahan material yang
berupa bubuk. Bubuk tersebut akan mengeras dan terjadi ikatan yang
kuat karena suatu reaksi kimia ketika dicampur dengan air (Harold, 1997).
3. Kapur
Kapur (lime) merupakan salah satu mineral industri yang banyak
digunakan oleh sektor industri maupun konstruksi. Bahan dasar kapur
adalah batu kapur. Batu kapur mengandung kalsium karbonat (CaCO3),
dengan pemanasan (±980⁰C) karbon dioksidannya keluar dan tinggal
kapurnya saja (CaO). Kapur dalam campuran aspal panas (hot mix)
menciptakan banyak manfaat diantaranya adalah bertindak sebagai anti
strpping agent yang dapat meningkatkan durabilitas atau keawetan
kinerja campuran beton aspal dalam menerima repitisi beban lalu lintas,
seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan
permukaan jalan serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan
iklim seperti udara, air atau perubahan temperatur. Kapur juga dapat
II - 8
mempengaruhi kinerja campuran beton aspal dengan cara meningkatkan
ikatan antara aspal dan agregat (Andri, dkk 2012).
2.3.1.4. Aspal
Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau
hitam pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphalthehes, resins dan oils.
Aspal pada lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat
untuk membentuk suatu campuran yang kompak sehingga akan
memberikan kekuatan masing–masing agregat (Krebs and Walker, 1971).
II - 9
Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4 -
10% berdasarkan berat campuran atau 10-15% berdasarkan volume
campuran (Sukirman, 2003). Aspal yang digunakan dalam penelitian ini
adalah aspal keras dengan penetrasi 60/70 produksi pertamina. Persyaratan
aspal keras penetrasi 60/70 dapat dilihat pada Tabel 2.4.
1. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding.
Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas yang
akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari
kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi.
Sebaliknya untuk perkerasan jalan yang melayani lalu lintas kendaraan ringan tidak
perlu mempunyai nilai stabilitas yang tinggi.
Kepadatan campuran dapat menentukan nilai stabilitas campuran. Pemilihan
agregat bergradasi baik atau rapat akan memperkecil rongga antara agregat
sehingga aspal yang dapat ditambahkan dalam campuran menjadi sedikit. Hal ini
berakibat film aspal menjadi tipis. Pemakaian aspal yang banyak akan
II - 10
menyebabkan terjadinya bleeding karena aspal tidak dapat menyelimuti agregat
dengan baik. Kadar aspal yang optimal akan memberikan nilai stabilitas yang
maksimum.
II - 11
butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat,
kepadatan campuran dan tebal film aspal. Ukuran maksimum butir agregat ikut
menentukan kekesatan permukaan. Agregat yang digunakan tidak saja harus
mempunyai permukaan yang kasar tetapi juga mempunyai daya tahan untuk
permukaannya tidak mudah menjadi licin akibat repetisi kendaraan.
Ketujuh sifat campuran beton aspal ini tak mungkin dapat dipenuhi
sekaligus oleh satu jenis campuran. Sifat – sifat beton aspal mana yang dominan
lebih diinginkan akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Hal ini sangat perlu
diperhatikan ketika merancang tebal perkerasan jalan. Jalan yang melayani lalu
lintas ringan seperti mobil penumpang, sepantasnya lebih memilih jenis beton aspal
yang mempunyai sifat durabilitas dan fleksibitas yang tinggi daripada memilih jenis
beton aspal dengan stabilitas tinggi.
II - 12
2.4.1. Jenis Gradasi Agregat
Susunan butiran agregat atau yang disebut dengan gradasi agregat dibedakan
dalam 3 (tiga) macam yaitu gradasi seragam, gradasi menerus dan gradasi senjang.
Ilustrasi susunan butiran atau gradasi agregat dapat dilihat pada Gambar 2.1.
1. Gradasi Seragam
Gradasi seragam adalah susunan agregat dengan ukuran yang hampir
sama atau sejenis serta mengandung agregat halus yang sedikit sehingga tidak
dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi
terbuka. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan
perkerasan dengan sifat permeabiltas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume
kecil.
2. Gradasi Menerus
Gradasi menerus merupakan susunan agregat kasar dan agregat halus
dalam porsi yang berimbang sehingga penguncian antar agregat sangat baik.
Gradasi menerus disebut juga gradasi rapat atau agregat bergradasi baik.
Agregat dengan gradasi menerus menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat
stabilitas yang tinggi, relatif kaku dan mempunyai kekesatan yang tinggi.
3. Gradasi Senjang
Gradasi senjang merupakan susunan agregat kasar dan agregat halus
yang tidak berimbang atau ada sebagian yang tidak ada walaupun ada tetapi
jumlahnya hanya sedikit. Campuran beton dengan agregat bergradasi senjang
mempunyai rongga yang besar antar butir agregat sehingga jumlah aspal yang
dipakai untuk mengisi rongga-rongga tersebut sangat banyak.
II - 13
2.4.2. Gradasi Agregat Gabungan
Sesuai spesifikasi umum yang dikeluarkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga Tahun 2010 revisi 3, gradasi agregat untuk campuran
beton aspal berbeda–beda sesuai dengan jenis perkerasannya. Gradasi agregat
gabungan untuk campuran aspal ditunjukan dalam persen terhadap berat agregat dan
bahan pengisi. Rancangan dan perbandingan campuran untuk gradasi agregat
gabungan harus memenuhi batas – batas yang terdapat pada Tabel 2.5.
P = 100 ( )
d
D
0 . 45
...................................................................................... (2.1)
Keterangan:
P = persen lolos saringan dengan bukaan saringan d mm
d = ukuran agregat yang diperiksa (mm)
D = ukuran maksimum agregat yang terdapat dalam campuran
II - 14
2.2. Kadar Aspal Rencana
Kadar aspal campuran biasanya telah ditetapkan dalam spesifikasi sifat campuran
untuk rancangan campuran di Laboratorium menggunakan kadar aspal tengah atau ideal.
Kadar aspal tengah yaitu nilai tengah dari rentang kadar aspal dalam spesifikasi
campuran. Berdasarkan spesifikasi Depkimpraswil 2002 (Sukirman, 2003), kadar aspal
tengah dapat ditentukan dengan persamaan (2.2)
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%filler) + K.................................. (2.2)
Keterangan:
Pb = kadar aspal tengah, persen terhadap berat campuran
CA = persen agregat kasar (tertahan saringan No.4)
FA = persen agregat halus (lolos saringan No.4 tertahan saringan No.200)
Filler = persen agregat minimal 75% lolos saringan No.200
K = konstanta
= 0,5 – 1,0 untuk laston
= 2,0 – 3,0 untuk lataston
Penentuan kadar aspal optimum umumnya dibuat 6 (enam) variasi kadar aspal
rencana yang masing-masing berbeda 0,5%. Kadar aspal yang dipilih haruslah
sedemikian rupa sehingga 2 (dua) kadar aspal kurang dari nilai kadar aspal tengah dan 3
(tiga) kadar aspal lebih besar dari nilai kadar aspal tengah. Misalkan kadar aspal tengah
adalah a% maka variasi kadar aspal yang digunakan (a-1)%, (a-0,5)%, a%, (a+0,5)%,
(a+1)% dan (a+1,5)%.
Kinerja beton aspal padat ditentukan melalui pengujian benda uji yang meliputi:
1. Penentuan berat volume benda uji
II - 15
2. Pengujian nilai stabilitas, adalah kemampuan maksimum beton aspal padat menerima
beban sampai terjadi kelelehan plastis.
3. Pengujian kelelehan (flow), adalah besarnya perubahan bentuk plastis dari beton aspal
padat akibat adanya beban sampai batas keruntuhan.
4. Perhitungan Kuosien Marshall, adalah perbandingan antara nilai stabilitas dan flow.
5. Perhitungan berbagai jenis volume pori dalam beton aspal padat (VIM, VMA dan VFB)
6. Perhitungan tebal selimut atau film aspal.
Keenam butir pengujian tersebut umumnya dilakukan untuk menentukan kinerja
beton aspal tetapi terlihat bahwa hanya nilai stabilitas dan flow yang ditentukan dengan
mempergunakan alat Marshall sedangkan parameter lainnya ditentukan dengan
penimbangan benda uji dan perhitungan. Walaupun demikian secara umum telah dikenali
bahwa pengujian Marshall meliputi keenam butir pengujian tersebut (Sukirman, 2003).
II - 16
2.6. Hubungan Berat Jenis Filler dan Parameter Marshall
Hubungan berat jenis filler dan parameter Marshall dapat diketahui dari beberapa
penelitian terdahulu yang melakukan pengujian Marshall dengan berat jenis filler yang
berbeda, penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan acuan atau literatur dalam
penelitian ini sehingga dapat mengambil kesimpulan dari hasil pengujiannya masing-
masing, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Suprapto (1998), telah melakukan penelitian tentang ”Pengaruh Berat Jenis Filler
Pengganti terhadap Sifat Beton Aspal”. Hasil pengujian berat jenis filler pada penelitian
tersebut adalah nilai berat jenis filler abu batu 2.756 gr/cc dan nilai berat jenis filler
Ekstraksi asbuton 1.292 gr/cc. Perbedaan nilai berat jenis tersebut mengakibatkan nilai
setiap parameter Marshall berbeda. Perbedaan dari setiap nilai parameter dapat dilihat
pada poin-poin berikut ini:
1) Filler dengan nilai berat jenis yang lebih kecil memiliki nilai stabilitas yang besar
2) Filler dengan nilai berat jenis yang lebih kecil memiliki nilai flow yang besar
3) Filler dengan nilai berat jenis yang lebih kecil memiliki nilai Void In Mix (VIM) yang
kecil
4) Filler dengan nilai berat jenis yang lebih kecil memiliki nilai Void In Mineral Aggregat
(VMA) yang kecil
5) Filler dengan nilai berat jenis yang lebih kecil memiliki nilai Void Filled Bitumen
(VFB) yang besar
2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprapto (1998) diperkuat dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Archenita dan Partawijaya (2003), tentang ”Pengaruh Berat Jenis
Filler Pengganti Terhadap Sifat Aspal Beton”. Hasil pengujian berat jenis filler pada
penelitian tersebut adalah nilai berat jenis filler abu batu 2.751 gr/cc dan nilai berat
jenis filler fly ash 1.283 gr/cc. Hasil pengujian Marshall pada penelitian tersebut sama
seperti yang telah diuraikan pada poin (1). Hasil dari kedua penelitian yang telah
disebutkan dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.
Berdasarkan hasil dari kedua penelitian yang telah diuraikan maka dapat
disimpulkan bahwa hubungan berat jenis filler dan parameter Marshall adalah sebagai
berikut:
1) Nilai berat jenis filler yang lebih kecil cenderung memiliki nilai stabilitas, flow dan VFB
yang besar
2) Nilai berat jenis filler yang lebih kecil cenderung memiliki nilai VIM dan VMA yang kecil
II - 17
Tabel 2.6 Hasil penelitian Suprapto (1998)
II - 18
3. Menentukan kadar aspal total dalam campuran dengan menggunakan persamaan
(2.2).
4. Membuat benda uji atau beriket beton aspal dengan jumlah sesuai denga variasi kadar
aspal, masing-masing kadar aspal dibuat 3 (tiga) buah benda uji.
5. Melakukan uji Marshall untuk mendapatkan nilai stabilitas dan kelelehan (flow) benda
uji mengikuti prosedur SNI 06-2489-1991.
6. Menghitung parameter Marshall, yaitu VIM, VMA, VFB, berat volume dan parameter
lainnya sesuai parameter yang ada pada spesifikasi campuran.
7. Gambarkan hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall, yaitu kadar aspal
dengan stabilitas, kadar aspal dengan kelelehan, kadar aspal dengan VIM, kadar aspal
dengan VMA dan kadar aspal dengan berat volume.
8. Menentukan kadar aspal optimum berdasarkan gambar dari butir (7).
9. Jika hasil yang diperoleh telah memuaskan maka proporsi campuran agregat dan
kadar aspal yang terpilih pada butir (8) merupakan rumus campuran hasil perancangan
di Laboratorium atau biasa disebut dengan Design Mix Formula.
1. Analisa saringan
II - 19
Bk = berat benda uji kering oven (gram)
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)
Ba= berat benda uji dalam air (gram)
P1, P2,...,Pn = persentase berat masing – masing fraksi agregat terhadap berat total
agregat campuran (%)
G1, G2,...,Gn = berat jenis bulk dari masing – masing fraksi agregat (gr/cc)
II - 20
Gsa = berat jenis semu agregat campuran (gr/cc)
G1, G2,...,Gn = berat jenis semu dari masing – masing fraksi agregat (gr/cc)
G se = 100 − Pa
100 Pa
−
Gmm Ga ................................................................................ (2.15)
Keterangan:
Gse = berat jenis efektif agregat campuran (gr/cc)
Gmm = berat jenis maksimum campuran (gr/cc)
Pa = % aspal dari berat total campuran
Ga = berat jenis aspal (gr/cc)
100 = persen total campuran (%)
II - 21
Keterangan:
Pab = kadar aspal yang menyerap ke dalam pori butir agregat, % dari berat agregat
Gsb = berat jenis bulk/curah agregat campuran
Gse = berat jenis efektif agregat campuran
Ga = berat jenis aspal
13. Volume pori dalam agregat campuran (VMA) terhadap berat agregat
Gmb 100
VMA = 100 − × × 100
Gsb 100 + Pa ............................................. (2.21)
Keterangan:
VMA = volume pori antara agregat di dalam beton aspal padat,
% dari volume bulk beton aspal padat.
Gmb = berat jenis bulk campuran padat
II - 22
Pa = kadar aspal terhadap berat beton aspal padat (%)
Gsb = berat jenis bulk/curah agregat campuran
II - 23
MS
MQ =
MF .............................................................................................. (2.24)
Keterangan:
MQ = hasil bagi Marshall (Marshall Quotient), kg/mm
MS = Marshall stability, kg
MF = Flow Marshall, mm
II - 24
II - 25