Anda di halaman 1dari 46

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan adalah campuran agregat dan bahan ikat (binder) yang diletakkan
di atas tanah dasar dengan pemadatan untuk melayani beban lalu lintas.Tujuan utama
pembuatan struktur perkerasan jalan adalah untuk mengurangi tegangan atau tekanan
akibat beban roda sehingga mencapai tingkat nilai yang dapat diterima oleh tanah yang
menyokong beban tersebut. Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan
dibedakan menjadi tiga jenis konstruksi perkerasan, yaitu :
1) Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan
aspal sebagai bahan pengikat. Disebut “lentur” karena konstruksi ini mengijinkan
terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas. Fungsi dari lapisan ini adalah
memikul dan mendistribusikan beban lalu lintas dari permukaan sampai ke tanah
dasar. Salah satu jenis perkerasan lentur adalah Hot Rolled Asphalt (HRA), Porous
Asphalt (PA) serta Asphalt Concrete (AC).
2) Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan
semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Disebut “kaku” karena pelat beton
tidak terdefleksi akibat beban lalu lintas dan didesain untuk umur 40 tahun sebelum
dilaksanakan rekonstruksi besarbesaran. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh
pelat beton dengan atau tanpa tulangan yang diletakkan di atas tanah dasar dengan atau
tanpa lapis pondasi bawah.
3) Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan yang
mengkombinasikan antara aspal dan semen (PC) sebagai bahan pengikatnya.
Penyusunan lapisan komposit terdiri dari dua jenis. Salah satu jenis perkerasan
komposit adalah merupakan penggabungan secara berlapis antara perkerasan lentur
(menggunakan aspal sebagai bahan pengikat) dan perkerasan kaku (menggunakan
semen (PC) sebagai bahan pengikat).
Pada umumnya jenis perkerasan yang dipakai di Indonesia adalah perkerasan
lentur. Susunan struktur jalan (perkerasan lentur) di Indonesia pada umumnya mengacu
kepada standar USA,

1
1.1.1 Lapis Permukaan (Surface Course)
Lapis permukaan adalah lapisan perkerasan yang terletak paling atas, yang
terdiri dari lapis aus (wearing course) dan lapis antara (binder course).
a. Lapis Aus (Wearing Course)
1) Sebagai lapisan aus, yaitu lapisan yang semakin lama semakin tipis karena langsung
bersentuhan dengan roda-roda kendaraan lalu lintas, dan dapat diganti lagi dengan
yang baru.
2) Menyediakan permukaan jalan yang aman dan kesat (anti selip).
b. Lapis Antara (Binder Course)
Menyediakan drainase yang baik dari permukaan kedap air, sehingga air hujan yang
jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-
lapisan tersebut. Menerima beban langsung dari lalu lintas dan menyebarkannya
untuk mengurangi tegangan pada lapisan bawah struktur jalan. Menyediakan
permukaan jalan yang baik dan rata sehingga nyaman dilalui.

1.1.2 Lapis Pondasi Atas (Base Course)


Lapis pondasi atas adalah bagian dari lapisan perkerasan yang terletak antara
lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah tanah dasar apabila
tidak menggunakkan lapis pondasi bawah. Karena terletak tepat di bawah
permukaan perkerasan, maka lapisan ini menerima pembebanan yang berat dan
paling menderita. Secara umum lapis pondasi atas (base course) mempunyai fungsi
sebagai berikut :
1. Bantalan atau lapis pendukung terhadap lapis permukaan.
2. Pemikul beban vertikal dan horizontal.
3. Meneruskan beban ke lapisan di bawahnya.
4. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

1.1.3 Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)


Lapis pondasi bawah adalah bagian lapis perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi atas dan tanah dasar. Lapisan ini berfungsi sebagai berikut :
1. Menyebarkan beban roda ke tanah dasar, sehingga lapisan ini harus cukup kuat
(CBR 20% dan Plastisitas Indeks (PI) > 10%).
2
2. Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif lebih murah
dibandingkan dengan material lapisan perkerasan di atasnya.
3. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.
4. Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan dengan
kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh
cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda-roda alat berat.
6. Lapisan untuk mencegah partikel – partikel halus dari tanah dasar naik kelapis
pondasi atas.

1.1.4 Tanah Dasar (Subgrade)


Tanah dasar (Sub Grade) adalah lapisan tanah setebal 50 – 100 cm yang di
atasnya akan diletakkan lapisan pondasi bawah. Sebelum lapisan – lapisan lain
diletakkan, tanah dasar dipadatkan terlebih dahulu sehingga tercapai kestabilan yang
tinggi terhadap perubahan volume, sehingga dapat dikatakan bahwa kekuatan dan
keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat – sifat daya dukung
tanah dasar. Pemadatan yang baik akan diperoleh jika dilakukan pada kondisi kadar
air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Tanah
dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan (jika tanah aslinya baik), tanah yang
didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan, atau tanah yang distabilisasi dengan
kapur atau bahan lainnya.
Adapun fungsi tanah dasar adalah sebagai tempat peletak pondasi dan
pemberi daya dukung terhadap lapisan di atasnya. Ditinjau dari muka tanah asli, maka
lapisan tanah dasar (subgrade) dapat dibedakan atas lapisan tanah dasar (tanah galian),
lapisan tanah dasar (tanah timbunan), lapisan tanah dasar (tanah asli). Pembebanan
pada Perkerasan JalanKendaraan pada posisi berhenti di atas struktur yang diperkeras
akan menimbulkan beban langsung pada arah vertikal (tegangan statis) yang
terkonsentrasi pada bidang kontak yang kecil antara roda dan perkerasan. Ketika
kendaraan bergerak, timbul tambahan tegangan dinamis pada arah horisontal akibat
akselerasi pergerakan kendaraan serta pada arah vertikal akibat pergerakan kendaraan
ke atas dan ke bawah karena perkerasan yang tidak rata. Intensitas tegangan statis dan
dinamis terbesar terjadi di permukaan perkerasan dan terdistribusi dengan bentuk
3
piramida dalam arah vertikal pada seluruh ketebalan struktur perkerasan. Peningkatan
distribusi tegangan tersebut mengakibatkan beban atau tegangan yang terdistribusi
semakin ke bawah semakin kecil sampai permukaan lapis tanah dasar. Konstruksi
perkerasan lentur terdiri dari lapisan–lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang
telah dipadatkan. Lapisan–lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas
dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya. Beban kendaraan dilimpahkan ke
perkerasan jalan melalui melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata Po.
Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebar ke tanah dasar menjadi
P1 yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar, Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, lapisan perkerasan jalan akan mengalami dua pembebanan yaitu beban
tekan dan beban tarik. Beban tarik sering menyebabkan adanya retak, diawali dengan
adanya retak awal (crack initation) pada bagian bawah lapisan perkerasan yang
kemudian akan menjalar ke permukaan. Namun, retak awal juga dapat terjadi pada
bagian atas lalu menyebar ke bawah permukaan. Kerusakan pada konstruksi
perkerasan jalan salah satunya disebabkan oleh peningkatan beban dan repetisi beban.
Sebagian besar jalan di Indonesia menggunakan Asphalt Concrete (AC). Asphalt
Concrete yang bergradasi menerus mempunyai ketahanan yang baik terhadap
deformasi permanen, tetapi kurang tahan terhadap retak akibat kelelahan yang sering
disebabkan oleh beban berulang (repetisi beban). Pengulangan beban akan
menyebabkan retak pada lapisan beraspal. Cuaca menyebabkan lapisan beraspal
menjadi rapuh, sehingga makin rentan terhadap retak dan pelepasan (disintegrasi).
Apabila retak mulai meluas dan tidak segera diperbaiki maka retak akan terus meluas
dengan cepat dan terjadi gompal (spalling) dan akhirnya akan terjadi lubang.
Retak yang disebabkan oleh pengulangan beban menyebabkan adanya gaya
tarik yang dialami asphalt concrete. Berbeda dengan beban tekan yang secara empiris
dapat diperoleh dengan pengujian Marshall secara langsung, besarnya beban tarik
tidak dapat dilakukan pengujian secara langsung dengan Marshall karena terdapat
ring/cincin penahan.

1.1.5 Bahan Penyusun Lapis Aspal Beton (Asphalt Concrete)


Aspal beton (Asphalt Concrete) merupakan salah satu jenis perkerasan lentur
yang umum digunakan di Indonesia. Aspal beton merupakan suatu lapisan pada
4
konstruksi jalan raya yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang
bergradasi menerus (well graded), dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu tertentu. Pembuatan lapis aspal beton dimaksudkan untuk
mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya
yang mampu memberikan sumbangan daya dukung terukur yang dapat melindungi
konstruksi di bawahnya. Pembuatan Lapis Aspal Beton (LASTON) dimaksudkan
untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara (binder) pada
perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur
serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi
dibawahnya (Bina Marga, 1987)
Aspal beton merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai
bahan pengikat. Pekerjaan pencampuran dilakukan dipabrik pencampur, kemudian
dibawa ke lokasi dan dihampar dengan mempergunakan alat penghampar sehingga
diperoleh lapisan lepas yang seragam dan merata untuk selanjutnya dipadatkan dengan
mesin pemadat dan akhirnya diperoleh lapisan padat Aspal Beton.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum


Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan
atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan bagi jalur
lalu lintas dan harus cukup kuat untuk memenuhi dua syarat utama sebagai berikut :
1. Syarat berlalu lintas seperti permukaan jalan tidak bergelombang, tidak melendut, tidak
berlubang, cukup kaku, dan tidak mengkilap. Selain itu jalan harus dapat menahan
gaya gesekan atau keausan terhadap roda-roda kendaraan.
2. Syarat kekuatan/struktural yang secara keseluruhan perkerasan jalan harus cukup kuat
untuk memikul dan menyebarkan beban lalu lintas yang melintas diatasnya. Selain itu
harus kedap air, permukaan mudah mengalirkan air serta mempunyai ketebalan cukup.
Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Jalan No.
34/2006, Jalan adalah sebagai salah satu prasarana transportasi dalam kehidupan bangsa,
kedudukan dan peranan jaringan jalan pada hakikatnya menyangkut hajat hidup orang
serta mengendalikan struktur pengembangan wilayah pada tingkat nasional terutama
yang menyangkut perwujudan perkembangan antar daerah yang seimbang dan
pemerataan hasil-hasil pembangunan serta peningkatan pertanahan dan keamanan
Negara.
Pavement Condotion Index (PCI) adalah tingkatan dari kondisi permukaan
perkerasan dan ukuran yang ditinjau dari fungsi daya berguna yang mengacu pada kondisi
dan kerusakan dipermukaan perkerasan yang terjadi. PCI ini merupakan indeks numerik
yang nilainya berkisar di antara 0 sampai 100. Nilai 0, menunjukkan perkerasan dalam
kondisi sangat rusak dan nilai 100 menunjukkan perkerasan masih sempurna. PCI ini
didasarkan pada hasil survey kondisi visual. Tipe kerusakan, tingkat kerusakan, dan
ukurannya di indentifikasikan saat survey kondisi tersebut. PCI dikembangkan untuk
memberikan indeks dari integritas struktur perkerasan dan kondisi operasional
permukaannya. Informasi kerusakan yang diperoleh sebagai bagian dari survey kondisi
PCI, memberikan informas sebab-sebab kerusakan dan apakah kerusakan terkait dengan
beban atau iklim.

6
Dalam metode PCI, tingkat keparahan kerusakan perkerasan merupakan fungsi dari
3 faktor utama yaitu :
a. Tipe kerusakan
b. Tingkat keparahan kerusakan
c. Jumlah atau kerapatan kerusakan.
Metode PCI memberikan informasi kondisi perkerasan hanya pada saat survey
dilakukan, tapi tidak dapat memberikan gambaran prediksi dimasa datang. Namun
demikian, dengan melakukan survey kondisi secara periodik, informasi kondisi
perkerasan dapat berguna untuk prediksi kinerja dimasa datang, selain juga dapat
digunakan sebagai masukan pengukuran yang lebih detail.

2.2 Pengertian Jalan dan Klasifikasi Jalan Raya


Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).
Jalan raya adalah jalur :
- jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat oleh manusia dengan bentuk, ukuran
- ukuran dan jenis konstruksi nya sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas
orang, hewan dan kendaraan yang mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat
lainnya dengan mudah dan cepat
(Clarkson H.Oglesby,1999).
Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometriknya harus ditetapkan
sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang
optimal kepada lalu lintas sesuai dengan fungsinya, sebab tujuan akhir dari perencanaan
geometrik ini adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalu
lintas dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan biaya juga memberikan rasa aman
dan nyaman kepada pengguna jalan.

7
KLASIFIKASI JALAN
a) Jalan Arteri Primer
Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan
nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Sistem
jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan
sebagai berikut:
1. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah,
pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan
2. Menghubungkan antarpusat kegiatan nasional, sebagai contoh Jalur Pantura yang
menghubungkan antara Sumatera dengan Jawa di Merak, Jakarta, Semarang,
Surabaya sampai dengan Banyuwangi merupakan arteri primer.
Karakteristik Jalan Arteri Primer
Karakteristik jalan arteri primer adalah sebagai berikut :
 Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam
puluh) kilometer per jam (km/h).
 Lebar Daerah Manfaat Jalan minimal 11 (sebelas) meter.
 Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung
minimal 500 meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kapling luas lahan
harus di atas 1000 m2, dengan pemanfaatan untuk perumahan.
 Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang
sesuai dengan volume lalu lintas dan karakteristiknya.
 Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka
jalan, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain.
 Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya.
 Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya
dilengkapi dengan median (sesuai dengan ketentuan geometrik).
 Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi,
maka pada jalan arteri primer harus disediakan jalur lambat (frontage road) dan juga
jalur khusus untuk kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak, dll).
8
b) Jalan Arteri Sekunder
Jalan arteri sekunder adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
seefisien,dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota.
Didaerah perkotaan juga disebut sebagai jalan protokol.
Ciri Jalan Arteri Sekunder
 Jalan arteri sekunder menghubungkan : kawasan primer dengan kawasan sekunder
kesatu, antar kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan
sekunder kedua, dan jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.
 Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30
(tiga puluh) km per jam.
 Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter.
 Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
lambat.
 Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.
 Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan
melalui jalan ini.
 Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang
sesuai dengan volume lalu lintasnya.
 Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume lalu
lintas rata-rata.
 Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak
dizinkan pada jam sibuk.
 Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu
pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain.
 Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem
sekunder yang lain.
 Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya.
 Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan
kelas jalan yang lebih rendah.
c) Jalan Kolektor Primer
9
Jalan kolektor primer adalah jalan yang dikembangkan untuk melayani dan
menghubungkan kota-kota antar pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal dan atau
kawasan-kawasan berskala kecil dan atau pelabuhan pengumpan regional dan pelabuhan
pengumpan lokal.
Ciri jalan Kolektor Primer :
 Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar
kota.
 Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
 Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40
(empat puluh) km per jam.
 Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 (tujuh) meter.
 Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar
jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter.
 Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
 Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang
sesuai dengan volume lalu lintasnya.
 Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume
lalu lintas rata-rata.
 Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan pada
jam sibuk.
 Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka
jalan, lampu lalu lintas dan lampu penerangan jalan.
 Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri
primer.
 Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya.
d) Jalan Kolektor Sekunder
Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau
pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi, dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat
di dalam kota.
Ciri Jalan Kolektor Sekunder :
10
 Jalan kolektor sekunder menghubungkan: antar kawasan sekunder kedua, kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
 Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarken keoepatan rencana paling rendah 20
(dua puluh) km per jam.
 Lebar badan jalan kolektor sekunder tidak kurang dari 7 (tujuh) meter.
 Kendaraan angkutan barang berat tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah
pemukiman.
 Lokasi parkir pada badan jalan-dibatasi.
 Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.
 Besarnya lalu lintas harian rata-rata pads umumnya lebih rendah dari sistem primer
dan arteri sekunder.
e) Jalan Lokal Primer
Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat
kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.
Ciri Jalan Lokal Primer
 Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota.
 Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya.
 Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua
puluh) km per jam.
 Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
 Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 (enam) meter.
 Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem
primer.
e) Jalan Lokal Primer
Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat
kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.
Ciri Jalan Lokal Primer :
 Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota.
11
 Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya.
 Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua
puluh) km per jam.
 Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
 Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 (enam) meter.
 Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem
primer.
f) Jalan Lokal Sekunder
Jalan lokal sekunder ajavascript:void(0)dalah menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
Ciri Jalan Lokal Sekunder :
 Jalan lokal sekunder menghubungkan: antar kawasan sekunder ketiga atau
dibawahnya, kawasan sekunder dengan perumahan.
 Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10
(sepuluh) km per jam.
 Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 5 (lima) meter.
 Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan melalui fungsi jaIan ini
di daerah pemukiman.
 Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah dibandingkan
dengan fungsi jalan yang lain.

2.3 Jenis Perkerasan


Pada umumnya pembuatan jalan menempuh jarak beberapa kilometer sampai
ratusan kilometer bahkan melewati medan yang berbukit, berliku-liku dan berbagai
masalah lainnya. Oleh karena itu jenis konstruksi perkerasan harus disesuaikan dengan
kondisi tiap-tiap tempat atau daerah yang akan dibangun jalan tersebut, khususnya
mengenai bahan material yang digunakan diupayakan mudah didapatkan disekitar trase
jalan yang akan dibangun, sehigga biaya pembangunan dapat ditekan. Silvia sukirman
(1999) menyatakan bahwa berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi jalan dapat
dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement).
12
Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adalah lapis perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan ikat antar material. Lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan meneruskan serta menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
Perkerasan lentur (flexibel pavement) merupakan perkerasan yang terdiri atas
beberapa lapis perkerasan. Susunan lapisan perkerasan lentur secara ideal antara lain
lapis tanah dasar (subgrade), lapisan pondasi bawah (subbase course), lapisan pondasi
atas (base course), dan lapisan permukaan (surface course). Susunan perkerasan jalan
yang digunakan pada umumnya terdiri dari 3 (tiga) lapisan diatas tanah dasar (sub
grade) seperti pada gambar dibawah ini

Gambar 2. 1 Strukur lapisan perkerasan lentur

1.1 Lapisan Permukaan (Surface Course)


Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan yang terletak pada
bagian paling atas dari struktur perkerasan lentur. Lapisan permukaan terdiri
dari dua lapisan yakni :
a. Lapisan teratas disebut lapisan penutup (Wearing course)
b. Lapisan kedua disebut lapisan pengikat (Blinder Course)
Perbedaan antara lapisan penutup dan lapisan pengikat hanyalah terletak pada
komposisi campuran aspalnya, dimana mutu campuran pada lapisan penutup lebih
baik daripada lapisan pengikat. Lapisan aspal merupakan lapisan yang tipis tetapi kuat
dan bersifat kedap air.
Adapun fungsi dari lapisan permukaan tersebut adalah :
1). Sebagai bagian dari perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban
beban roda kendaraan yang melintas diatasnya.
2). Sebagai lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan dari
kerusakan akibat cuaca.
13
3). Sebagai lapisan aus (Wearing Course)
4). Sebagai lapisan yang menyebarkan beban kebagian bawah
(struktural), sehingga dapat dipikul oleh lapisan yang mempunyai
daya dukung lebih jelek.
Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan
dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan
tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan kegunaan, umur
rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya dari biaya
yang dikeluarkan.
2.1 Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapisan pondasi atas adalah bagian dari perkerasan terletak antara
lapisan permukaan dan lapisan pondasi bawah.
Adapun fungsi dari lapisan pondasi atas adalah :
a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda
dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya.
b. Sebagai lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c. Sebagai bantalan terhadap lapisan permukaan

3.1 Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)


Lapisan pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara
lapisanpondasi atas dan lapisan tanah dasar (sub grade)
Adapun fungsi dari lapisan pondasi bawah adalah :
a. Sebagai bagian dari perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah
dasar.
b. Untuk mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar
lapisan diatasnya dapat dikurangi ketebalannya, untuk menghemat biaya.
c. Sebagai lapisan peresapan, agar air tanah tidak mengumpul pada pondasi.
d. Sebagai lapisan pertama agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
e Sebagai lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik
kelapisan pondasi atas.
14
4.1 Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade)
Lapisan tanah dasar adalah merupakan tanah asli, tanah galian atau tanah
timbunan yang merupakan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan jalan.
Kekuatan dan keawetan dari konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat
dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan tentang tanah dasar adalah
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi) permanen dari macam tanah tertentu
akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengambang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air yang terkandung didalamnya
c. Daya dukung tanah dasar yang tidak merata dan sukar ditentukan secara
pasti pada daerah dan macam tanah yang berbeda sifat dan kedudukannya
atau akibat pelaksanaannya
d. Perbedaan penurunan akibat terdapatnya lapisan-lapisan tanah lunak
dibawah tanah dasar akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
tetap
Kriteria tanah dasar (sub grade) yang perlu dipenuhi adalah :
a. Kepadatan lapangan tidak boleh kurang dari 95% kepadatan kering
maksimum dan 100% kepadatan kering maksimum untuk 30 cm
langsung dibawah lapis perkerasan.
b. Air Voids setelah pemadatan tidak boleh lebih dari 10% untuk timbunan
tanah dasar dan tidak boleh lebih dari 5% untuk lapisan 60cm paling atas
c. Pemadatan dilakukan bila kadar air tanah berada dalam rentang kurang
3% sampai lebih dari 1% dari kadar air optimum (AASHTO T99)
2. Kontruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement).
Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) adalah lapis perkerasan yang
menggunakan semen sebagai bahan ikat antar materialnya. Pelat beton dengan
atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi
bawah. Beban lalu lintas dilimpahkan ke pelat beton, konstruksi ini jarang
digunakan karena biaya yang cukup mahal, tetapi biasanya digunakan pada

15
proyek-proyek jembatan layang.

Gambar 2. 2 Struktur lapisan perkerasan kaku

Karena beton akan segerah mengeras setelah dicor, dan pembuatan beton tidak
dapat menerus, maka pada perkerasan ini terdapat sambungan-sambungan beton atau
joint. Pada perkerasan ini juga slab beton akan ikut memikul beban roda, sehingga
kualitas beton sangat menentukan kualitas pada rigid pavement.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement).
Perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa
perkerasan lentur diatas perkerasan kaku. Perkerasan komposit merupakan gabungan

Gambar 2. 3 Struktur lapisan perkerasan komposit

konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible
pavement) di atasnya, dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memikul
beban lalu lintas. Untuk ini maka perlu ada persyaratan ketebalan perkerasan aspal agar
mempunyai kekakuan yang cukup serta dapat mencegah retak refleksi dari perkerasan
beton di bawahnya.

16
2.4 Lapis Perkerasan
Sedangkan lapisan konstruksi perkerasan secara umum yang biasa digunakan
di Indonesia menurut Sukirman (1999) terdiri dari :
a. Lapisan permukaan (surface course).
b. Lapisan pondasi atas (base course).
c. Lapisan pondasi bawah (subbase course).
d. Lapisan tanah bawah (subgrade).
Selanjutnya bagian perkerasan jalan dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2. 4 Bagian lapisan konstruksi perkerasan jalan

1. Lapisan Permukaan (surface course).


Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak paling atas yang berfungsi sebagai
lapis perkerasan penahan beban roda, lapis kedap air, lapis aus dan lapisan yang
menyebarkan beban kelapisan bawah. Jenis lapisan permukaan
yang umum dipergunakan di Indonesia adalah lapisan bersifat non structural dan
bersifat structural.
2. Lapisan Pondasi Atas (base course).
Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara
lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan yang berfungsi sebagai penahan
gaya lintang dari beban roda, lapisan peresapan dan bantalan terhadap lapisan
permukaan.
3. Lapisan Pondasi Bawah (subbase course).
Lapisan pondasi bawah adalah lapisan perkerasan yang terletak antara
lapisan pondasi atas dan tanah dasar. Fungsi lapisan pondasi bawah yaitu :
a) Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah
dasar.
17
b) Efisiensi penggunaan material.
c) Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
d) Lapis perkerasan.
e) Lapisan pertama agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
f) Lapisan untuk partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan
pondasi atas.
4. Lapisan Tanah Dasar
Lapisan tanah dasar adalah tanah permukaan semula, permukaan tanah
galian ataupun tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar
untuk perletakan bagian-bagian perkerasan yang lain. Ditinjau dari muka tanah
asli, maka tanah dasar dibedakan atas :
a) Lapisan tanah dasar berupa tanah galian.
b) Lapisan tanah dasar berupa tanah timbunan.
c) Lapisan tanah dasar berupa tanah asli.

18
BAB III
METODE PENELITIAN

Menghitung CBR
Tanah Dasar

Menghitung LHR VDF Kendaraan


Tahun Awal

Menghitung Faktor
CESAL
Umur Rencana (N)

Menghitung SN
MR
Reliabilitas
Zr
Ipt
Ipo

Tebal
Perkerasan
Lentur

19
Menghitung CBR
Tanah Dasar

Menghitung LHR Sumbu Kendaraan

Pilih Jenis dan Menghitung Faktor


Tebal Fondasi Umur Rencana (N)
Bawah

CBR efektif

Fkb
Fcf
Bahu / Tanpa
Bahu

Tebal
Perkerasan
Kaku

20
BAB IV
ANALISA PERHITUNGAN

4.1 Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar (CBR segmen)


Data CBR (%)
Tabel 4. 1 Data CBR Pengamatan
No Sta CBR (x-xrata-rata )2
1 1+200 41 151,9
2 3+100 42,5 117,2
3 4+000 44 87,0
4 4+500 39,5 191,1
5 5+500 33,5 393,0
6 6+700 32 454,8
7 7+500 43,5 96,5
8 8+000 45 69,3
9 9+500 48 28,4
10 10+500 59,5 38,1
11 11+100 53,5 0,0
12 13+200 60 44,6
13 15+400 57 13,5
14 17+200 55,5 4,7
15 18+200 67 187,0
16 20+500 65,5 148,2
17 21+100 61 58,9
18 22+000 59,5 38,1
19 23+200 74,5 448,4
20 25+100 84,5 971,9
Jumlah 1066,5 3542,6
Didapatkan :
1. Rata – rata = 53.325
2. Standar deviasi sampel = 13.65
𝑠
3. Cv (Koefisien Keseragaman) = 𝑥100%
𝐶𝑏𝑟 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎
13.65
= 𝑥100%
53.325

= 25.6% (keseragaman cukup) < 30%

21
1. Perhitungan Nilai CBR metode Distribusi Normal
CBRsegmen = CBRrerata – (K x S)
= 53.325 – (1.282 x 13.65)
= 35.82%
Nilai K pada kasus ini sebesar 1.282 dengan probabilitas 90 % dikarenakan CBR
diguakan untuk jalan arteri.
2. Perhitungan Nilai CBR metode Japan Road Ass
cbr max − cbr min Nilai R diperoleh sebesar 3.18
CBRsegmen = CBRrerata - R
84.5−32
apabila data pengamatan CBR
= 53.325 - 3.18 >10
= 36.81%
3. Perhitungan Nilai CBR metode grafis
Tabel 4. 2 Data CBR perhitungan metode grafis

Nilai CBR
No Sta CBR (%) Jumlah Data CBR CBR ≥
dari kecil ke besar
1 1+200 41 32 20 100
2 3+100 42,5 33,5 19 95
3 4+000 44 39,5 18 90
4 4+500 39,5 41 17 85
5 5+500 33,5 42,5 16 80
6 6+700 32 43,5 15 75
7 7+500 43,5 44 14 70
8 8+000 45 45 13 65
9 9+500 48 48 12 60
10 10+500 59,5 53,5 11 55
11 11+100 53,5 55,5 10 50
12 13+200 60 57 9 45
13 15+400 57 59,5 8 40
14 17+200 55,5 59,5 7 35
15 18+200 67 60 6 30
16 20+500 65,5 61 5 25
17 21+100 61 65,5 4 20
18 22+000 59,5 67 3 15
19 23+200 74,5 74,5 2 10
20 25+100 84,5 84,5 1 5

22
Gambar 4. 1 Grafik hubungan nilai CBR Dengan persentase jumlah data yang sama
atau lebih besar dari CBR yang diamati

Didapatkan nilai CBR 90 % pada grafik sebesar 39.5 %

Tabel 4. 3 Hasil Nilai CBR pada tiga metode


Metode Nilai CBRsegmen
Distribusi Normal 35.82%
Japan Road ASS 36.81%
Grafis 39.5%

Kesimpulan :
Dari hasil perhitungan CbR segmen pada tiga metode tersebut didapatkan nilai
masing - masing CBR pada masing – masing metode pada tabel 4.3. Hasil CBR segmen
acuan yang digunakan adalah 35.82% pada perhitungan metode distribusi normal karena
semakin kecil nilai CBR, maka tebal perkerasan jalan akan semakin tebal dan juga untuk
menjaga keamanan jalan yang akan digunakan oleh kendaraan.

23
4.2 Perhitungan Repetisi Beban Lalu Lintas dan CESAL
a. Tabel LHR Untuk Tahun 2019
Golongan Kendaraan LHR Kend
No Kelas Kendaraan Konfigurasi Sumbu
Binamarga /2 arah 2019
1 Kendaraan penumpang 2 1.1 6110
2 Kendaraan Utilitas 1 (freight) 3 1.1 123
3 Kendaraan utilitas 2 (passenger) 4 1.1 110
4 Bus kecil (Bus tiga perempat 5A 1.2 531
5 Bus Besar 5B 1.2 321
6 Truk 2 as kecil (truk tiga perempat 6A 1.1 451
7 Truk 2 as besar 6B 1.2 311
8 truk 3 as (tronton) 71 1.22 111
9 Truk gandengan 7B 1.2+2.2 51
10 Truk semi-trailer 7C 1.2-2.2 71

b. Data pertumbuhan lalu lintas :


Tahun 2020 sampai dengan tahun 2030 pertumbuhan lalulintas sebesar 5,1 %
Tahun 2030 sampai dengan tahun 2040 pertumbuhan lalulintas sebesar 4,1 %
Tahun 2040 sampai dengan tahun 2060 pertumbuhan lalulintas sebesar 2,1 %
Tahun 2060 sampai dengan tahun 2070 pertumbuhan lalulintas sebesar 1,51 %

c. Umur rencana :
Untuk perkerasan lentur 20 tahun
Untuk perkerasan kaku 40 tahun

d. Jalan dibuka pada Tahun


2025

24
e. Data LHR dan perhitungan ESAL acuan data LHR tahun 2019 untuk tahun 2020
DATA LHR DAN CESAL PADA TAHUN 2019 - 2020
Golongan Kendaraan Konfigurasi LHR Kend LHR Angka
No Kelas Kendaraan hari DA DL R ESAL
Binamarga Sumbu /2 arah 2019 2020 Ekuivalen
1 Kendaraan penumpang 2 1.1 6110 6422 0,0002 365 0,9 0,5 1,0000 215,9988
Kendaraan Utilitas 1
129 0,0119 365 0,9 0,5 1,0000 240,5639
2 (freight) 3 1.1 123
Kendaraan utilitas 2
116 0,0024 365 0,9 0,5 1,0000 42,4965
3 (passenger) 4 1.1 110
Bus kecil (Bus tiga
558 0,0150 365 0,9 0,5 1,0000 1306,4511
4 perempat 5A 1.2 531
5 Bus Besar 5B 1.2 321 337 0,0758 365 0,9 0,5 1,0000 3998,2386
Truk 2 as kecil (truk
474 0,1662 365 0,9 0,5 1,0000 12309,1101
6 tiga perempat 6A 1.1 451
7 Truk 2 as besar 6B 1.2 311 327 3,1234 365 0,9 0,5 1,0000 159548,7525
8 truk 3 as (tronton) 71 1.22 111 117 3,7555 365 0,9 0,5 1,0000 68469,1644
9 Truk gandengan 7B 1.2+2.2 51 54 3,5493 365 0,9 0,5 1,0000 29731,5565
10 Truk semi-trailer 7C 1.2-2.2 71 75 2,9845 365 0,9 0,5 1,0000 34804,8523
Contoh Perhitungan :
LHR2020 = LHR2019 × (1+i)n ESAL = LHR × Angka Ekivalen × hari × DA × DL × R
= 6110 × (1 + 5,1%)1 = 6110 × 0,0002 × 365 × 0,9 × 0,5 × 1,0000
= 6422 kendaraan = 215,9988 lss/hari/2 arah
(1+5,1%)1 −1
R = = 1,00
5,1%

25
f. Jalan dibuka pada tahun 2025, tipe jalan arteri sekunder acuan data LHR pada tahun 2020 (lentur)
DATA LHR DAN CESAL PADA TAHUN 2020 - 2025
Golongan Kendaraan Konfigurasi LHR 2020 LHR Angka
No Kelas Kendaraan hari DA DL R ESAL
Binamarga Sumbu 2025 Ekuivalen
1 Kendaraan penumpang 2 1.1 6422 8235 0,0002 365 0,9 0,5 5,5367 1256,9082
Kendaraan Utilitas 1
129 0,0119 365 0,9 0,5 5,5367 1399,8537
2 (freight) 3 1.1 166
Kendaraan utilitas 2
116 0,0024 365 0,9 0,5 5,5367 247,2893
3 (passenger) 4 1.1 148
Bus kecil (Bus tiga
558 0,0150 365 0,9 0,5 5,5367 7602,3052
4 perempat 5A 1.2 716
5 Bus Besar 5B 1.2 337 433 0,0758 365 0,9 0,5 5,5367 23265,9530
Truk 2 as kecil (truk
474 0,1662 365 0,9 0,5 5,5367 71627,3355
6 tiga perempat 6A 1.1 608
7 Truk 2 as besar 6B 1.2 327 419 3,1234 365 0,9 0,5 5,5367 928422,2802
8 truk 3 as (tronton) 71 1.22 117 150 3,7555 365 0,9 0,5 5,5367 398425,5393
9 Truk gandengan 7B 1.2+2.2 54 69 3,5493 365 0,9 0,5 5,5367 173009,4348
10 Truk semi-trailer 7C 1.2-2.2 75 96 2,9845 365 0,9 0,5 5,5367 202531,1999
Contoh Perhitungan :
LHR2025 = LHR2020 × (1+i)n ESAL = LHR × Angka Ekivalen × hari × DA × DL × R
= 6442 × (1 + 5,1%)5 = 6422× 0,0002 × 365 × 0,9 × 0,5 × 5,6367
= 8235 kendaraan = 1256,9082 lss/hari/2 arah
(1+5,1%)5 −1
R = = 5,536
5,1%

26
g. Data LHR dan Perhitungan ESAL acuan data LHR tahun 2025 untuk tahun 2030 (lentur)
DATA LHR DAN CESAL PADA TAHUN 2025 - 2030
Golongan Kendaraan Konfigurasi LHR 2025 LHR Angka
No Kelas Kendaraan hari DA DL R ESAL
Binamarga Sumbu 2030 Ekuivalen
1 Kendaraan penumpang 2 1.1 8235 10560 0,0002 365 0,9 0,5 5,5367 1611,8222
Kendaraan Utilitas 1
0,0119 365 0,9 0,5 5,5367 1795,1313
2 (freight) 3 1.1 166 213
Kendaraan utilitas 2
0,0024 365 0,9 0,5 5,5367 317,1165
3 (passenger) 4 1.1 148 190
Bus kecil (Bus tiga
0,0150 365 0,9 0,5 5,5367 9748,9733
4 perempat 5A 1.2 716 918
5 Bus Besar 5B 1.2 433 555 0,0758 365 0,9 0,5 5,5367 29835,5760
Truk 2 as kecil (truk
0,1662 365 0,9 0,5 5,5367 91852,7950
6 tiga perempat 6A 1.1 608 779
7 Truk 2 as besar 6B 1.2 419 538 3,1234 365 0,9 0,5 5,5367 1190581,5117
8 truk 3 as (tronton) 71 1.22 150 192 3,7555 365 0,9 0,5 5,5367 510929,2302
9 Truk gandengan 7B 1.2+2.2 69 88 3,5493 365 0,9 0,5 5,5367 221862,2268
10 Truk semi-trailer 7C 1.2-2.2 96 123 2,9845 365 0,9 0,5 5,5367 259720,0728
Contoh Perhitungan :
LHR2030 = LHR2025 × (1+i)n ESAL = LHR × Angka Ekivalen × hari × DA × DL × R
= 8235 × (1 + 5,1%)5 = 6422× 0,0002 × 365 × 0,9 × 0,5 × 5,6367
= 10560 kendaraan = 1611,8222 lss/hari/2 arah
(1+5,1%)5 −1
R = = 5,5367
5,1%

27
h. Data LHR dan perhitungan ESAL acuan data LHR tahun 2030 untuk tahun 2040 (lentur)
DATA LHR DAN CESAL PADA TAHUN 2030 - 2040
Golongan Kendaraan Konfigurasi LHR 2030 LHR Angka
No Kelas Kendaraan hari DA DL R ESAL
Binamarga Sumbu 2040 Ekuivalen
1 Kendaraan penumpang 2 1.1 10560 15783 0,0002 365 0,9 0,5 12,0619 4502,9602
Kendaraan Utilitas 1
0,0119 365 0,9 0,5 12,0619 5015,0722
2 (freight) 3 1.1 213 318
Kendaraan utilitas 2
0,0024 365 0,9 0,5 12,0619 885,9308
3 (passenger) 4 1.1 190 284
Bus kecil (Bus tiga
0,0150 365 0,9 0,5 12,0619 27235,7822
4 perempat 5A 1.2 918 1372
5 Bus Besar 5B 1.2 555 829 0,0758 365 0,9 0,5 12,0619 83351,8801
Truk 2 as kecil (truk
0,1662 365 0,9 0,5 12,0619 256609,8659
6 tiga perempat 6A 1.1 779 1165
7 Truk 2 as besar 6B 1.2 538 803 3,1234 365 0,9 0,5 12,0619 3326136,8034
8 truk 3 as (tronton) 71 1.22 192 287 3,7555 365 0,9 0,5 12,0619 1427386,9531
9 Truk gandengan 7B 1.2+2.2 88 132 3,5493 365 0,9 0,5 12,0619 619818,2237
10 Truk semi-trailer 7C 1.2-2.2 123 183 2,9845 365 0,9 0,5 12,0619 725581,9817
Contoh Perhitungan :
LHR2040 = LHR2030 × (1+i)n ESAL = LHR × Angka Ekivalen × hari × DA × DL × R
= 10560 × (1 + 4,1%)10 = 10560 × 0,0002 × 365 × 0,9 × 0,5 × 12,0619
= 15783 kendaraan = 4502,9602 lss/hari/2 arah
(1+4,1%)10 −1
R = = 12,0619
4,1%

28
DATA LHR DAN CESAL PADA TAHUN 2040 - 2045
Golongan Kendaraan Konfigurasi LHR 2040 LHR Angka
No Kelas Kendaraan hari DA DL R ESAL
Binamarga Sumbu 2045 Ekuivalen
1 Kendaraan penumpang 2 1.1 15783 17511 0,0002 365 0,9 0,5 5,2145 2909,3611
Kendaraan Utilitas 1
0,0119 365 0,9 0,5 5,2145 3240,2365
2 (freight) 3 1.1 318 353
Kendaraan utilitas 2
0,0024 365 0,9 0,5 5,2145 572,3996
3 (passenger) 4 1.1 284 315
Bus kecil (Bus tiga
0,0150 365 0,9 0,5 5,2145 17597,0301
4 perempat 5A 1.2 1372 1522
5 Bus Besar 5B 1.2 829 920 0,0758 365 0,9 0,5 5,2145 53853,6230
Truk 2 as kecil (truk
0,1662 365 0,9 0,5 5,2145 165795,5520
6 tiga perempat 6A 1.1 1165 1293
7 Truk 2 as besar 6B 1.2 803 891 3,1234 365 0,9 0,5 5,2145 2149015,9214
8 truk 3 as (tronton) 71 1.22 287 318 3,7555 365 0,9 0,5 5,2145 922234,2524
9 Truk gandengan 7B 1.2+2.2 132 146 3,5493 365 0,9 0,5 5,2145 400464,3554
10 Truk semi-trailer 7C 1.2-2.2 183 203 2,9845 365 0,9 0,5 5,2145 468798,2856
i. Data LHR dan Perhitungan ESAL acuan data LHR tahun 2040 untuk tahun 2045 (lentur)

Contoh Perhitungan :
LHR2045 = LHR2040 × (1+i)n ESAL = LHR × Angka Ekivalen × hari × DA × DL × R
= 15783 × (1 + 2,1%)5 = 15783 × 0,0002 × 365 × 0,9 × 0,5 × 5,2145
= 17511 kendaraan = 2909,3611 lss/hari/2 arah
(1+2,1%)5 −1
R = = 5,2145
2,1%
29
DATA LHR DAN CESAL PADA TAHUN 2040 - 2060
Golongan Kendaraan Konfigurasi LHR 2040 LHR Angka
No Kelas Kendaraan hari DA DL R ESAL
Binamarga Sumbu 2060 Ekuivalen
1 Kendaraan penumpang 2 1.1 15783 23916 0,0002 365 0,9 0,5 24,5408 13692,3226
Kendaraan Utilitas 1
0,0119 365 0,9 0,5 24,5408 15249,5211
2 (freight) 3 1.1 318 481
Kendaraan utilitas 2
0,0024 365 0,9 0,5 24,5408 2693,8835
3 (passenger) 4 1.1 284 431
Bus kecil (Bus tiga
0,0150 365 0,9 0,5 24,5408 82816,8805
4 perempat 5A 1.2 1372 2078
5 Bus Besar 5B 1.2 829 1256 0,0758 365 0,9 0,5 24,5408 253451,2369
Truk 2 as kecil (truk
0,1662 365 0,9 0,5 24,5408 780283,3945
6 tiga perempat 6A 1.1 1165 1765
7 Truk 2 as besar 6B 1.2 803 1217 3,1234 365 0,9 0,5 24,5408 10113910,8848
8 truk 3 as (tronton) 71 1.22 287 434 3,7555 365 0,9 0,5 24,5408 4340309,8837
9 Truk gandengan 7B 1.2+2.2 132 200 3,5493 365 0,9 0,5 24,5408 1884704,8843
10 Truk semi-trailer 7C 1.2-2.2 183 278 2,9845 365 0,9 0,5 24,5408 2206304,7723
j. Data perkerasan kaku pada umur rencana 40 tahun data acuan LHR Tahun 2040 untuk LHR 2060

Contoh Perhitungan :
LHR2040 = LHR2060 × (1+i)n ESAL = LHR × Angka Ekivalen × hari × DA × DL × R
= 15783 × (1 + 2,1%)20 = 15783 × 0,0002 × 365 × 0,9 × 0,5 × 24,5408
= 23916 kendaraan = 13692,3226 lss/hari/2 arah

30
DATA LHR DAN CESAL PADA TAHUN 2060 - 2065
Golongan Kendaraan Konfigurasi LHR 2060 LHR Angka
No Kelas Kendaraan hari DA DL R ESAL
Binamarga Sumbu 2065 Ekuivalen
1 Kendaraan penumpang 2 1.1 23916 25777 0,0002 365 0,9 0,5 5,1533 4357,0107
Kendaraan Utilitas 1
0,0119 365 0,9 0,5 5,1533 4852,5242
2 (freight) 3 1.1 481 519
Kendaraan utilitas 2
0,0024 365 0,9 0,5 5,1533 857,2161
3 (passenger) 4 1.1 431 464
Bus kecil (Bus tiga
0,0150 365 0,9 0,5 5,1533 26353,0190
4 perempat 5A 1.2 2078 2240
5 Bus Besar 5B 1.2 1256 1354 0,0758 365 0,9 0,5 5,1533 80650,2879
Truk 2 as kecil (truk
0,1662 365 0,9 0,5 5,1533 248292,6546
6 tiga perempat 6A 1.1 1765 1903
7 Truk 2 as besar 6B 1.2 1217 1312 3,1234 365 0,9 0,5 5,1533 3218330,4165
8 truk 3 as (tronton) 71 1.22 434 468 3,7555 365 0,9 0,5 5,1533 1381122,6414
9 Truk gandengan 7B 1.2+2.2 200 215 3,5493 365 0,9 0,5 5,1533 599728,7424
10 Truk semi-trailer 7C 1.2-2.2 278 300 2,9845 365 0,9 0,5 5,1533 702064,4969
(1+2,1%)20 −1
R = = 24,508
2,1%

k. Data perkerasan kaku final 2065 acuan data LHR Tahun 2060

Contoh Perhitungan :
LHR2065 = LHR2060 × (1+i)n ESAL = LHR × Angka Ekivalen × hari × DA × DL × R
= 23916 × (1 + 1,51%)5 = 23916 × 0,0002 × 365 × 0,9 × 0,5 × 5,1533
= 25777 kendaraan = 4357,0107 lss/hari/2 arah
31
(1+1,51%)5 −1
R == = 5,1533
1,51%

32
l. Data Akhir CESAL pada perkerasan lentur dan perkerasan kaku
Perkerasan Letur Perkerasan Kaku
Kelas Kendaraan
ESA 20 tahun ESA 40 tahun
Kendaraaa Penumpang 9024,1435 24164,1157
Kend utilitas 1 10050,4401 26912,2489
Kend utilitas 2 1775,4469 4754,1469
Bus Kecil 54581,7856 146154,6549
Bus Besar 167041,0790 447288,9809
Truk 2 As Kecil 514258,2129 1377038,7100
Truk 2 As Besar 6665734,2365 17848959,6164
Truk 3 As ( Tronton ) 2860550,4358 7659748,7084
Truk Gandengan 1242144,8059 3326114,0771
Truk Semi-trailer 1454100,3400 3893671,3236
CESAL 12979260,9262 34754806,5828

Contoh Perhitungan :
CESALLentur = 9024,1435 + 10050,4401 + 1775,4469 + 54581,7856 + 167041,0790 +
514258,2129 + 6665734,2365 + 2860550,4358 + 1242144,8059 +
1454100,3400
= 12979260,9262 lss/UR/LR/2 arah

m. Perhitungan distribusi beban kendaran berdasarkan konfigurasi sumbu


standar

33
Beban Sumbu (Kg)
LHR Berat Kend Angka
No Kelas Kendaraan STRT STRT STRG STRG STRG STdRG STrRG
Kend/2arah rata - rata Ekivalen
1 2 1 2 3 1 1
Kendaraaa
1 6110 1100 550 550 0,0002
Penumpang
2 Kend utilitas 1 123 3000 1500 1500 0,0119
3 Kend utilitas 2 110 2000 1000 1000 0,0024
4 Bus Kecil 531 4000 1360 2640 0,0150
5 Bus Besar 321 6000 2040 3960 0,0758
6 Truk 2 As Kecil 451 7300 2482 4818 0,1662
7 Truk 2 As Besar 311 15200 5168 10032 3,1234
Truk 3 As ( Tronton
8 111 23 5750 17250 3,7555
)
9 Truk Gandengan 51 29 5220 8120 7830 7830 3,5493
10 Truk Semi-trailer 71 26 3380 10400 12220 2,9845
Contoh Perhitungan :
𝑩𝒆𝒃𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍 𝒅𝒆𝒑𝒂𝒏 𝟒 𝑩𝒆𝒃𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒎𝒃𝒖 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍 𝒃𝒆𝒍𝒂𝒌𝒂𝒏𝒈 𝟒
𝑬𝑴𝒐𝒃𝒊𝒍 𝑷𝒆𝒏𝒖𝒎𝒑𝒂𝒏𝒈 =( ) + ( )
𝟓𝟒𝟎𝟎 𝟓𝟒𝟎𝟎
𝟓𝟓𝟎 𝟒 𝟓𝟓𝟎 𝟒
= (𝟓𝟒𝟎𝟎) + (𝟓𝟒𝟎𝟎) = 0,0002

34
4.3 Perhitungan Tebal Struktur Perkerasan Lentur
PERHITUNGAN STRUKTRURAL NUMBER 3,2, DAN 1
1. Mencari nilai Struktural Number 3
(didasarkan pada metode AASHTO 1993)
Diambil Nilai So = 0,45 Jenis perkerasan : sirtu
CBR tanah dasar untuk SN3 = 35% kelas A
 Mr = 2555 × (CBR) 0,64
A3 = 0,13
0,64
= 2555 × (35)
= 24865,34
∆𝑝𝑠𝑖
log[ ]
4,2−1,5
 log (W18) = ZR x S0 + 9,36 x log (SN + 1) – 0,20 + 1094 +
0,40+
(𝑆𝑁+1)5,19

2,32 × log(Mr) − 8,07


log (12979260,9) = -1,282 x 0,45 + 9,36 x log (SN + 1) – 0,20 +
4−2,5
log[ ]
4,2−1,5
1094 + 2,32 × log(24865,34) − 8,07
0,40+
(𝑆𝑁+1)5,19

SN3 = 3,44
2. Mencari nilai Struktural Number 2
(didasarkan pada metode AASHTO 1993)
Diambil Nilai So = 0,45 Jenis perkerasan : batu
CBR Lapis Fondasi Bawah SN2 = 80% pecah kelas b
 Mr = 2555 × (CBR) 0,64
A2 = 0,13
= 2555 × (80)0,64
= 42205,44
∆𝑝𝑠𝑖
log[ ]
4,2−1,5
 log (W18) = ZR x S0 + 9,36 x log (SN + 1) – 0,20 + 1094 +
0,40+
(𝑆𝑁+1)5,19

2,32 × log(Mr) − 8,07


log (12979260,9) = -1,282 x 0,45 + 9,36 x log (SN + 1) – 0,20 +
4−2,5
log[ ]
4,2−1,5
1094 + 2,32 × log(42205,44) − 8,07
0,40+
(𝑆𝑁+1)5,19

SN2 = 2,77

35
3. Mencari nilai Struktural Number 1
(didasarkan pada metode AASHTO 1993)
Diambil Nilai So = 0,45
Jenis perkerasan : laston
CBR Lapis Fondasi Bawah SN2 = 80%
A1 = 0,35
 Mr =48654,521
∆𝑝𝑠𝑖
log[ ]
4,2−1,5
 log (W18) = ZR x S0 + 9,36 x log (SN + 1) – 0,20 + 1094 +
0,40+
(𝑆𝑁+1)5,19

2,32 × log(Mr) − 8,07


log (12979260,9) = -1,282 x 0,45 + 9,36 x log (SN + 1) – 0,20 +
4−2,5
log[ ]
4,2−1,5
1094 + 2,32 × log(48654,521) − 8,07
0,40+
(𝑆𝑁+1)5,19

SN1 = 2,61

PERHITUNGAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR

Tabel minimum tebal lapis permukaan dan lapis fondasi agregat

Didapatkan data sebagai berikut :


SN3 = 3,44 a3 = 0,13 m1 = -
SN2 = 2,77 a2 = 0,13 m2 = 1
SN1 = 2,61 a1 = 0,35 m3 = 1

1. Tebal perkerasan D1
SN1 = a1 × D1
2,61 = 0,35 × D1

36
= 7 in
= 18 cm

2. Tebal perkerasan D2
𝑆𝑁2−(𝑎1×D1)
D2 = 𝑎2×m2
2,77−(0,35×7,45)
= 0,13×1

= 1,25 in → 2 in → 6 cm karena D2<D1 dan tidak memenuhi syarat minimum


perkerasan, maka D2 diambil nilai sebesar 8 in → 22 cm

3. Tebal perkerasan D3
𝑆𝑁3−(𝑎1×D1)+(a2×m2×D2)
D3 = 𝑎3×m3
3,44−(0,35×7,45)+(0,13×1×8)
= 0,13×1

= 14,40 in
= 40 cm

18 cm

22 cm

40 cm

37
4.4 Perhitungan Tebal Struktur Perkerasan Kaku
Hal yang perlu diasumsikan antara lain sebagai berikut :
1. Jenis perkerasan beton semen bersambung dengan ruji
2. Menggunakan tanpa bahu beton dan dengan ruji
3. Pelat beton 210 mm
4. Fcf 4 Mpa
5. fkb 1,1
6. CBR tanah dasar 35,82%

Data lalu lintas harian rata – rata :

Tabel 4. 4 Data LHR

Golongan Kendaraan LHR Kend LHR


No Kelas Kendaraan Konfigurasi Sumbu
Binamarga /2 arah 2019 2025
1 Kendaraan penumpang 2 1.1 6110 8235
2 Kendaraan Utilitas 1 (freight) 3 1.1 123 166
3 Kendaraan utilitas 2 (passenger) 4 1.1 110 148
4 Bus kecil (Bus tiga perempat 5A 1.2 531 716
5 Bus Besar 5B 1.2 321 433
6 Truk 2 as kecil (truk tiga perempat 6A 1.1 451 608
7 Truk 2 as besar 6B 1.2 311 419
8 truk 3 as (tronton) 71 1.22 111 150
9 Truk gandengan 7B 1.2+2.2 51 69
10 Truk semi-trailer 7C 1.2-2.2 71 96

Direncanakan perkerasan beton semen untuk jalan 4 jalur 2 arah untuk jalan arteri
dengan model perkerasan beton sambung tanpa tulangan (BPTT).

Tabel 4. 5 Data faktor keamanan beban

38
Pada kasus ini, perkerasan kaku tidak menggunakan cbk (campuran beton kurus)
dan bp (bahan pengikat) karena nilai cbr tanah dasar didapatkan sebesar 35,82 % yang
artinya tanah dasar berperilaku baik dan untuk cbr effektif digunakan nilai cbr tanah dasar
sebesar 35,82 %

Umur rencana perkerasan kaku selama 40 tahun :


(1 + 1,51 %)40 − 1
𝑅= = 54,38 %
5,1%

Tabel 4. 6 Data Koefisien Distribusi

Koefisien C = 0,45 (2 lajur 2 arah)

A. ANALISIS LALU LINTAS


Perhitungan jumlah sumbu berdasarkan jenis dan bebannya

Tabel 4. 7 Perhitungan jumlah sumbu LHR 2019-2025 berdasarkan jenis dan bebanya
Konfigurasi Beban Jumlah Jumlah Jumlah
Sumbu (ton) Kendaraan Sumbu Sumbu STRT STRG STDRG STRRG
Jenis Kendaraan (Bh) per (Bh)
Kendaraan
RD RB RGD RGB RGD (gandeng) RGB (gandeng) RGB (Hidraulik) (Bh) BS JS BS JS BS JS BS JS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
MP 0,5 0,5 8235 - - - - - - - - - -
Kendaraan Utilitas 1 1,5 1,5 166 -
Kendaraan Utilitas 2 1 1 148 -
Bus kecil 1,36 2,64 716 -

Bus besar 2,04 3,96 433 2


866 2,04 433 3,96 433
2,482 608
Truk 2 as kecil 2,482 4,818 608 2 1216
4,818 608
Truk 2 as besar 5,168 10,032 419 2
838 5,168 419 10,03 419

Truk 3 as tronton 5,75 17,25 150 2 300 5,75 150 17,25 150

Truk gandengan 5,22 8,12 7,83 7,83 69 4 5,22 69 8,12 69


276 7,83 69
7,83 69
Truk semi trailer 3,38 10,4 12,22 96 5 480 3,38 96 10,4 96 12,22 96
Total 3976 2383 1155 150 12,22 96

Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana (40 tahun)
39
JSKN = 365 x JSKNH x R
= 365 x 3976 x 54,38
= 78918431,2
JSKN rencana = 0,45 x 78918431,2
= 35513294,

B. PERHITUNGAN REPETISI SUMBU YANG TERJADI


Tabel 4. 8 Perhitungan repetisi sumbu
Jenis Sumbu Beban Sumbu (ton) Jumlah Sumbu Proporsi beban Proporsi Sumbu Lalu Lintas Rencana Repetisi yang Terjadi
1 2 3 4 5 6 (7)=(4)x(5)x(6)
2,04 433 0,182 0,667 35513294,04 4301330,44
2,482 608 0,255 0,667 35513295,04 6039743,60
3,38 96 0,040 0,667 35513296,04 953643,75
STRT 5,168 419 0,176 0,667 35513297,04 4162257,75
5,22 69 0,029 0,667 35513298,04 685431,49
5,75 150 0,063 0,667 35513299,04 1490068,49
4,818 608 0,255 0,667 35513300,04 6039744,45
Total 2383 1,000
3,96 433 0,458 0,265 35513302,04 4301331,408
10,03 210 0,222 0,265 35513303,04 2086096,123
8,12 69 0,073 0,265 35513304,04 685431,6025
STRG
7,83 69 0,073 0,265 35513305,04 685431,6218
7,83 69 0,073 0,265 35513306,04 685431,6411
10,4 96 0,101 0,265 35513307,04 953644,0492
Total 946 1,000
STDRG 17,25 150 1,000 0,042 35513309,04 1490068,911
Total 150 1,000
STRRG 12,22 96 1,000 0,027 35513311,04 953644,1566
Total 96 1,000
Kumulatif 35513299,49

C. PERHITUNGAN TEBAL PELAT BETON


Jenis perkerasan : BBTT dengan ruji
Jenis bahu : Beton
Umur rencana : 40 tahun
JSK : 35513294,04
Faktor keamanan : 1,1 (arteri)
Kuat tarik lentur beton : 4 Mpa
CBR tanah dasar : 35,82 %
CBR efektif : 35,82 %
Tebal taksiran pelat beton : 210 mm

40
Tabel 4. 9 Perhitungan Analisis Fatik dan Erosi
beban beban rencana repetisi faktor teganngan Analisis Fatik Analisis Erosi
Jenis
sumbu per yang dan Repetisi Persen rusak Repetisi Persen rusak
sumbu ton roda (kn) terjadi erosi ijin (%) ijin (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2,04 11,220 4301330,44 TE = 0,89 TT 0 TT 0
2,482 13,651 6039743,60 FRT = 0,22 TT 0 TT 0
3,38 18,590 953643,75 FE = 2,13 TT 0 TT 0
STRT 5,168 28,424 4162257,75 TT 0 TT 0
5,22 28,710 685431,49 TT 0 TT 0
5,75 31,625 1490068,49 TT 0 TT 0
4,818 26,499 6039744,45 TT 0 TT 0
3,96 10,890 4301331,408 TE = 1,41 TT 0 TT 0
10,03 27,583 2086096,123 FRT = 0,35 4000000 52,152 10000000 20,861
8,12 22,330 685431,6025 FE = 2,74 TT 0 40000000 1,714
STRG
7,83 21,533 685431,6218 TT 0 80000000 0,857
7,83 21,533 685431,6411 TT 0 80000000 0,857
10,4 28,600 953644,0492 2000000 47,582 8000000 11,921
TE = 1,18
STDRG 17,25 23,719 1490068,911 FRT = 0,3 TT 0 TT 0
FE = 2,84
STRRG 12,22 11,202 953644,1566 TE = 0,88
FRT = 0,22 TT 0 TT 0
FE = 2,9
TOTAL 99,734<100% 36,21<100%

21 cm

10 cm

41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Tebal perkerasan lentur dengan Cesal sebesar 12979260,9262 didapatkan sebagai
berikut :

18 cm

22 cm

40 cm

Untuk tebal lapis perkerasan kaku didapatkan sebagai berikut

21 cm

10 cm

Dari kedua jenis perkerasan tersebut, bahwa perkerasan yang memiliki lapis tebal
yang lebih sedikit adalah perkerasan kaku yang tidak membutuhkan lapis fondasi atas
atau bawah. Sedangkan untuk perkerasan lentur diperlukan lapis fondasi atas dan bawah
untuk keamanan pada perkerasan tersebut.

5.2 Saran
Saran dari penyusun tugas adalah dapat teliti kembali dalam mengerjakan tugas ini
karena perhitungan ini akan diterapkan di lapangan ketika kelak bekerja di bidang
pembangunan jalan.

42
LAMPIRAN

43
44

Anda mungkin juga menyukai