Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH KELOMPOK

PERKERASAN JALAN

UNIVERSITAS KHAIRUN
FAKULTAS TEKNIK
PRODI SIPIL
2021
Kata Pengantar

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah memberikan izin dan kekuatan kepada setiap
makhluk-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Perkerasan jalan. Meskipun banyak hambatan
yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis juga sampaikan terima kasih kepada dosen Pengampu yang telah membantu dan membimbing
kami dalam menyelesaikan makalah ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada temen-teman yang sudah
memberikan bantuan dan masukannya.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

Ternate, Maret 2021


Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
Bab II Pembahasan
2.1 Aspek desain standar, keamanan, kenyamanan dan ekonomi
2.2 Klasifikasi Jalan
2.3 Jenis Perkerasan Jalan
2.4 Bangunan Pelengkap Jalan
2.5 Jenis dan Karakteristik Tanah Dasar
2.6 CBR
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Jalan adalah suatu kepentingan vital yang harus terpenuhi pada zaman sekarang. Seiring dengan
perkembangan zaman, maka kebutuhan akan jalan juga berkembang. Maka mulailah manusia berusaha memenuhi
kebutuhan tersebut.
Dari berbagai sumber diperoleh suatu kesimpulan bahwa air laut dan penambahan kadar garam pada air
laut ternyata mempunyai pengaruh terhadap perkerasan aspal pori, sehingga menyebabkan turunnya nilai stabilitas.
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani
beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu belah atau batu kali ataupun bahan lainnya.
Bahan ikat yang dipakai adalah aspal, semen ataupun tanah liat.
Bangunan jalan atau lebih dikenal dengan konstruksi perkerasan jalan lentur biasanya terbuat dari material
dasar aggregat dan aspal. Aspal adalah material yang berwarna hitam dengan aroma khas, yang akan berbentuk
cair pada suhu yang tinggi dan berbentuk padat pada suhu rendah. Aspal yang sering digunakan untuk membuat
perkerasan jalan dikenal dengan nama hot mix atau aspal panas. Sedangkan aggregat adalah batuan yang terdiri
dari batu besar hingga kecil. Dapat digunakan sesuai kebutuhan konstruksi.
Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis bertujuan untuk menerima beban kendaraan yang melaluinya
dan meneruskan kelapisan dibawahnya. Biasanya material yang digunakan pada lapisan-lapisan perkerasan jalan
semakin kebawah akan semakin berkurang kualitasnya. Karena lapisan yang berada dibawah lebih sedikit menahan
beban, atau menahan beban lebih ringan.

1.2 Rumusan Masalah


Apa itu fungsi jalan yang sesuai dengan kelas dan pengawasan?
Apa saja jenis dan karakteristik tanah dasar?
Apa itu CBR segmen?
Bagaimana menghitung CBR rencana secara grafis dan analitis?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Aspek desain standar, keamanan, kenyamanan dan ekonomi

A. Aspek penelitian
• Mencari dan Meneliti Perkerasan Jalan Sebelum Dilakukannya Pengaspalan.
• Pengumpulan Gambar - Gambar dan Dokumentasi.
• Pencarian Informasi Berupa Data- Data Di Lapangan.
B. Indikasi peninjauan
Mencari dan memaparkan :
1. Lokasi Jalan Pada Penelitian.
2. Jenis Jalan yang Digunakan Dalam Proyek.
3. Lebar jalan yang direncanakan.
4. Kriteria jenis jalan yang digunakan.
5. Lebar median rencana.
6. Umur rencana perencanaan jalan
7. Klasifikasi Jenis dan Bentuk Tanah.
8. Jenis Tanah Timbunan Yang Digunakan.
9. Perencanaan Struktur Pondasi Jalan.
10. Kondisi Lingkungan Proyek Perencanaan.
11. Bentuk Sistem Konstruksi (Bertahap atau Langsung).
12. Sifat - Sifat Bahan Pada Perkerasan.
13. Klasifikasi dan Jenis - Jenis Jalan Pada Perkerasan Jalan.
14. Klasifikasi & Fungsi Alat Berat Selama Pelaksanaan Proyek.
15. Klasifikasi Ketebalan Ketentuan Bahan Pada Perencanaan Jalan.
16. Jenis Campuran Lapisan Pada Perencanaan Jalan.
17. Kriteria Pengadukan Aspal.
18. Peninjauan Mengenai Kesesuaian Ketebalan Jalan Pada Ketentuan Bina Marga.
19. Klasifikasi Tahapan Penghamparan Material dan Aspal :
• Kapasitas Jumlah Hamparan Material atau Aspal.
• Ketebalan, Lebar dan Besar Volume Setelah Penghamparan.
20. Pengecekan Suhu Aspal Secara Sistematis Dari Awal Hingga Akhir Pada Sebelum dan Sesudah
Penggunaan Alat.
21. Penentuan Kekuatan Tanah Dasar Berdasarkan CBR.
22. Pencarian Pengukuran Hasil Data dan Suhu Pada Sembilan Titik Percobaan.
• 3 Titik Di Awal Sepanjang Penghamparan Aspal.
• 3 Titik Di Tengah.
• 3 Titik Di Akhir Sepanjang Penghamparan Aspal.
23. Dokumentasi Peralatan - Peralatan dan Alat Berat Selama Proses Perencanaan.
24. Klasifikasi Alat Berat Beserta Fungsi.
25. Nama Institut PT atau Proyek Pada Penelitian Jalan.
2.2 Klasifikasi Jalan

A. Klasifikasi jalan berdasarkan fungsi jalan


Jalan umum menurut fungsinya di Indonesia dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal,
dan jalan lingkungan. Klasifikasi fungsional seperti ini diangkat dari klasifikasi di Amerika Serikat dan Canada. Di
atas arteri masih ada Freeway dan Highway. Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku adalah:
1. Jalan arteri
Jika melihat dari fungsinya, jalan bisa dibedakan menjadi empat jenis, yaitu jalan arteri, jalan kolektor, jalan
lokal serta jalan lingkungan. Dikutip dari UU Nomor 38 Tahun 2004, jalan arteri merupakan jalan umum yang
dapat digunakan oleh kendaraan angkutan. Ciri-ciri utama dari jalan arteri adalah jarak perjalanannya jauh,
kecepatan kendaraan tergolong tinggi, serta dilakukan pembatasan secara berdaya guna pada jumlah jalan
masuk. Jalan arteri dibagi menjadi dua, yakni jalan arteri primer serta jalan arteri sekunder. Berikut
penjelasannya :
 Jalan arteri primer
Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antara kegiatan nasional dengan kegiatan
wilayah. Kecepatan kendaraan paling rendah adalah 60 kilometer per jam. Ukuran lebar badan jalan minimal 11
meter. Lalu lintas kendaraan di jalan arteri primer tidak boleh diganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas dan
kegiatan lokal serta tidak boleh terputus di area perkotaan.
 Jalan arteri sekunder
Jalan arteri sekunder mengubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder ke satu serta kawasan
sekunder kedua. Kecepatan kendaraan paling rendah adalah 30 kilometer per jam. Ukuran lebar badan jalan
adalah minimal 11 meter. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
2. Jalan kolektor
Mengutip dari UU Nomor 38 Tahun 2004, jalan kolektor merupakan jalan umum yang ditujukan untuk
kendaraan angkutan pengumpul atau pembagi. Ciri utama dari jalan kolektor adalah jarak perjalanannya
sedang, kecepatan kendaraannya sedang serta adanya pembatasan pada jalan masuk. Jalan kolektor dibagi
menjadi dua, yakni jalan kolektor primer dan jalan kolektor sekunder. Berikut adalah penjelasannya:
 Jalan kolektor primer
Jalan kolektor primer mengubungkan secara berdaya guna antara kegiatan nasional dengan kegiatan
wilayah. Kecepatan kendaran paling rendah adalah 40 kilometer per jam. Ukuran lebar badan jalan adalah
minimal 9 meter. Dilakukan pembatasan pada jalan masuk.
 Jalan kolektor sekunder
Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua dan
kawasan sekunder ketiga. Kecepatan kendaraan paling rendah adalah 20 kilometer per jam. Ukuran lebar
badan jalan adalah minimal 9 meter. Lalu lintas cepat tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat.
3. Jalan lokal
Dikutip dari UU Nomor 38 Tahun 2004, jalan lokal merupakan jalan umum yang ditujukan untuk kendaraan
angkutan lokal. Ciri utama dari jalan lokal adalah jarak perjalanannya dekat, kecepatan kendaraan tergolong
rendah serta adanya pembatasan pada jalan masuk. Jalan lokal dibagi menjadi dua, yakni jalan lokal primer
dan jalan lokal sekunder. Berikut penjelasannya:
 Jalan lokal primer
Jalan lokal primer menghubungkan antara kegiatan nasional dengan kegiatan lingkungan. Kecepatan
kendaran paling rendah adalah 20 kilometer per jam. Baca juga: Bahaya dan Penggolongan Narkoba Ukuran
lebar badan jalan adalah minimal 7,5 meter. Jalannya tidak boleh terputus pada area pedesaan.
 Jalan lokal sekunder
Jalan lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu, kedua dan ketiga dengan kawasan
perumahan. Kecepatan kendaraan paling rendah adalah 10 kilometer per jam. Ukuran lebar badan jalan adalah
7,5 meter.
4. Jalan lingkungan
Mengutip dari UU Nomor 38 Tahun 2004, jalan lingkungan merupakan jalan umum yang ditujukan untuk
kendaraan angkutan lingkungan. Ciri utama dari jalan lingkungan adalah jarak perjalanannya dekat serta
kecepatannya rendah. Jalan lingkungan dibagi menjadi dua, yakni jalan lingkungan primer dan jalan lingkungan
sekunder. Berikut adalah penjelasannya:
 Jalan lingkungan primer
Jalan lingkungan primer menghubungkan kegiatan di kawasan pedesaan dengan lingkungan kawasan
pedesaan. Kecepatan kendaraan paling rendah adalah 15 kilometer per jam. Ukuran lebar badan jalan untuk
kendaraan bermotor roda tiga atau lebih adalah 6,5 meter. Sedangkan ukuran lebar jalan untuk kendaraan
tidak bermotor dan tidak beroda tiga atau lebih adalah 3,5 meter.
 Jalan lingkungan sekunder
Jalan lingkungan sekunder menghubungan kegiatan di kawasan pedesaan dengan kawasan perkotaan.
Kecepatan kendaraan paling rendah adalah 10 kilometer per jam. Ukuran lebar badan jalan untuk kendaraan
bermotor roda tiga atau lebih adalah 6,5 meter. Sedangkan ukuran lebar jalan untuk kendaraan tidak bermotor
dan tidak beroda tiga atau lebih adalah 3,5 meter.

B. Klasifikasi jalan berdasarkan administrasi pemerintahan


Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum penyelenggaraan jalan sesuai
dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke
dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
1. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan antar ibu kota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
2. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibu kota
provinsi dengan ibu kota kabupaten/kota, atau antaribu kota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
3. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibu kota
kabupaten dengan ibu kota kecamatan, antaribu kota kecamatan, ibu kota kabupaten dengan pusat
kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4. Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat
pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta
menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam
desa, serta jalan lingkungan.

C. Klasifikasi jalan berdasarkan beban muatan sumbu

Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam
beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan
mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan
bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokan jalan menurut
muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari:

1. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun
sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis telah mencapai muatan sumbu
terberat sebesar 13 ton;
2. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 10 ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas;
3. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;
4. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan
sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;
5. Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter,
dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

*Gambar : Distribusi beban muatan sumbu ke badan jalan


2.3 Jenis Perkerasan Jalan
Beberapa jenis / tipe perkerasan terdiri dari Flexible pavement (perkerasan lentur), Rigid pavement (perkerasan
kaku), Composite pavement (gabungan rigid dan flexible pavement).
1. Flexible Pavement (Perkerasan Lentur)
Perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, yang sifatnya lentur terutama
pada saat panas. Aspal dan agregat ditebar dijalan pada suhu tinggi (sekitar 100 0C). Pada umumnya,
perkerasan jalan lentur terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai
berikut :
 Lapisan tanah dasar (sub grade)
 Lapisan pondasi bawah (subbase course)
 Lapisan pondasi atas (base course)
 Lapisan permukaan / penutup (surface course)

a. Lapisan tanah dasar (sub grade)


Lapisan tanah dasar adalah bagian terbawah dari perkerasan jalan raya. Apabila kondisi tanah pada lokasi
pembangunan jalan mempunyai spesifikasi yang direncanakan maka tanah tersebut akan langsung dipadatkan
dan digunakan. Tebalnya berkisar antara 50 – 100 cm. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat perletakan
jalan raya. Lapisan tanah dasar berfungsi sebagai tempat perletakan lapis perkerasan dan mendukung
konstruksi perkerasan jalan diatasnya. Menurut Spesifikasi, tanah dasar adalah lapisan paling atas dari
timbunan badan jalan setebal 30 cm, yang mempunyai persyaratan tertentu sesuai fungsinya, yaitu yang
berkenaan dengan kepadatan dan daya dukungnya (CBR). Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang
dipadatkan jika tanah aslinya baik, atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang
distabilisasi dan lain - lain. Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas :
• Lapisan tanah dasar, tanah galian.
• Lapisan tanah dasar, tanah urugan.
• Lapisan tanah dasar, tanah asli.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung
tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
• Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu lintas.
• Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air.
• Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat tanah pada lokasi yang
berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaan misalnya kepadatan yang kurang baik.

b. Lapisan pondasi bawah (subbase course)


Lapisan ini berada dibawah lapisan pondasi atas dan diatas lapisan tanah dasar. Lapisan ini berfungsi
untuk menyebarkan beban dari lapisan pondasi bawah ke lapisan tanah dasar, untuk menghemat penggunaan
material yang digunakan pada lapisan pondasi atas, karena biasanya menggunakan material yang lebih murah.
Selain itu lapisan pondasi bawah juga berfungsi untuk mencegah partikel halus masuk kedalam material
perkerasan jalan dan melindungi air agar tidak masuk kelapisan dibawahnya. Lapis pondasi bawah ini berfungsi
sebagai :
• Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
• Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
• Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas.
• Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat (akibat lemahnya daya
dukung tanah dasar) pada awal-awal pelaksanaan pekerjaan.
• Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca terutama hujan. Jenis lapis pondasi
bawah yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain:
a. Agregat bergradasi baik dapat dibagi:
- Sirtu / pitrun kelas A
- Sirtu / pitrun kelas B
- Sirtu / pitrun kelas C
b. Stabilitas
- Stabilitas agregat dengan semen
- Stabilitas agregat dengan kapur
- Stabilitas tanah dengan semen
- Stabilitas tanah dengan kapur.

c. Lapisan pondasi atas (base course)


Lapisan ini terletak dilapisan dibawah lapisan permukaan. Lapisan ini terutama berfungsi untuk menahan
gaya lintang akibat beban roda dan menerus beban ke lapisan dibawahnya, sebagai bantalan untuk lapisan
permukaan dan lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. Material yang digunakan untuk lapisan ini
diharus material dengan kualitas yang tinggi sehingga kuat menahan beban yang direncanakan. Lapisan
pondasi atas ini berfungsi sebagai :
• Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke
lapisan di bawahnya.
• Bantalan terhadap lapisan permukaan
Bahan-bahan untuk lapis pondasi atas ini harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-
beban roda. Dalam penentuan bahan lapis pondasi ini perlu dipertimbangkan beberapa hal antara lain,
kecukupan bahan setempat, harga, volume pekerjaan dan jarak angkut bahan ke lapangan. Jenis lapis pondasi
atas yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain:
• Agregat bergradasi baik dapat dibagi:
- Batu pecah kelas A
- Batu pecah kelas B
- Batu pecah kelas C
• Pondasi Macadam
• Pondasi Telford
• Penetrasi Macadam (Lapen)
• Aspal buton pondasi (Asphalt Concrete Base / Asphalt Treated Base)
• Stabilitas terdiri atas :
- Stabilitas agregat dengan semen
- Stabilitas agregat dengan kapur
- Stabilitas agregat dengan aspal

d. Lapisan permukaan / penutup (surface course)


Lapisan permukaan terletak paling atas pada suatu jalan raya. Lapisan yang biasanya kita pijak, atau
lapisan yang bersentuhan langsung dengan ban kendaraan. Lapisan ini berfungsi sebagai penahan beban roda.
Lapisan ini memiliki stabilitas yang tinggi, kedap air untuk melindungi lapisan dibawahnya sehingga air mengalir
ke saluran di samping jalan, tahan terhadap keausan akibat gesekan rem kendaraan, dan diperuntukkan untuk
meneruskan beban kendaraan ke lapisan dibawahnya. Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai :
• Lapisan yang langsung menahan akibat beban roda kendaraan.
• Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan (lapisaus).
• Lapisan yang mencegah air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan bawahnya dan
melemahkan lapisan tersebut.
• Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan di
bawahnya.
Apabila diperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis penutup / lapis aus (wearing course) di atas lapis
permukaan tersebut. Fungsi lapis aus ini adalah sebagai lapisan pelindung bagi lapis permukaan untuk
mencegah masuknya air dan untuk memberikankekesatan (skid resistance) permukaan jalan. Lapis aus tidak
diperhitungkan ikut memikul beban lalu lintas. Jenis lapis yang digunakan di Indonesia antara lain :
• Lapisan bersifat nonstructural, yang berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air antara lain :
a. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang
ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.
b. Burda (laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri lapisan aspal ditaburi
agregat yang dilakukan dua kali berturut – turutdengan tebal maksimum3,5 cm.
c. Latsir (Lapis Tipis Aspal Pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapis aspal dan pasir
alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu pada suhu
tertentudengan tebal padat 1- 2 cm.
d. Buras (Laburan Aspal), merupakan lapisan penutup terdiri dari lapisan aspal taburan pasir
dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch.
e. Latasbum (Lapis tipis asbuton murni), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran
asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin
dengan tebal padat maksimum 1 cm.
f. Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama hot roll sheet (HRS).
• Lapis bersifat struktur, berfungsi sebagai lapisan yang menahan & menyebarkan beban roda
antara lain :
a. Penetrasi Macadam ( lapen)
b. Lasbutag
c. Laston

2. Rigid pavement (Perkerasan Kaku)

Perkerasan kaku/rigit adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, yang sifatnya kaku.
Perkerasan kaku berupa plat beton dengan atau tanpa tulangan diatas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi
bawah. Beban lalu lintas diteruskan keatas plat beton. Perkerasan kaku bisa dikelompokkan atas :
- Perkerasan kaku semen yang terbuat dari beton semen baik yang bertulang ataupun tanpa tulangan.
- Perkerasan kaku komposit yang terbuat dari komposit sehingga lebih kuat dari perkerasan semen,
sehingga baik untuk digunakan pada landasan pesawat udara di Bandara.
Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton
semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga tidak ada) di atas tanah dasar. Dalam
konstruksi perkerasan kaku, plat beton sering disebut sebagai lapis pondasi karena dimungkinkan masih adanya
lapisan aspal beton di atasnya yang berfungsi sebagai lapis permukaan.
Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban ke
bidang tanah dasar yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari
plat beton sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal
lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis permukaan.
Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor
yang paling diperhatikan dalam perencanaan tebal perkerasan beton semen adalah kekuatan beton itu sendiri.
Adanya beragam kekuatan dari tanah dasar dan atau pondasi hanya berpengaruh kecil terhadap kapasitas
struktural perkerasannya.
Lapis pondasi bawah jika digunakan di bawah plat beton karena beberapa pertimbangan, yaitu antara lain
untuk menghindari terjadinya pumping, kendali terhadap sistem drainasi, kendali terhadap kembang-susut yang
terjadi pada tanah dasar dan untuk menyediakan lantai kerja (working platform) untuk pekerjaan konstruksi.
Secara lebih spesifik, fungsi dari lapis pondasi bawah adalah :
- Menyediakan lapisan yang seragam, stabil dan permanen.
- Menaikkan harga modulus reaksi tanah dasar (modulus of sub-grade reaction = k), menjadi modulus
reaksi gabungan (modulus of composite reaction).
- Mengurangi kemungkinan terjadinya retak-retak pada plat beton.
- Menyediakan lantai kerja bagi alat-alat berat selama masa konstruksi.
- Menghindari terjadinya pumping, yaitu keluarnya butir-butiran halus tanah bersama air pada daerah
sambungan, retakan atau pada bagian pinggir perkerasan, akibat lendutan atau gerakan vertikal plat
beton karena beban lalu lintas, setelah adanya air bebas terakumulasi di bawah pelat.
Pemilihan penggunaan jenis perkerasan kaku dibandingkan dengan perkerasan lentur yang sudah lama
dikenal dan lebih sering digunakan, dilakukan berdasarkan keuntungan dan kerugian masing-masing jenis
perkerasan tersebut.
a. Jenis-jenis perkerasan jalan beton semen
Berdasarkan adanya sambungan dan tulangan plat beton perkerasan kaku, perkerasan beton semen dapat
diklasifikasikan menjadi 3 jenis sebagai berikut :
- Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan tanpa tulangan untuk kendali retak.
- Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan dengan tulangan plat untuk kendali retak. Untuk
kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya
tulangan dowel.
- Perkerasan beton bertulang menerus (tanpa sambungan). Tulangan beton terdiri dari baja tulangan
dengan prosentasi besi yang relatif cukup banyak (0,02 % dari luas penampang beton).
Pada saat ini, jenis perkerasan beton semen yang populer dan banyak digunakan di negara-negara maju
adalah jenis perkerasan beton bertulang menerus.

3. Composite pavement (gabungan rigid dan flexible pavement).


Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) dan lapisan
perkerasan lentur (flexible pavement) di atasnya, dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam
memikul beban lalu lintas. Untuk ini maka perlu ada persyaratan ketebalan perkerasan aspal agar mempunyai
kekakuan yang cukup serta dapat mencegah retak refleksi dari perkerasan beton di bawahnya. Konstruksi ini
umumnya mempunyai tingkat kenyamanan yang lebih baik bagi pengendara dibandingkan dengan konstruksi
perkerasan beton semen sebagai lapis permukaan tanpa aspal.

2.4 Bangunan Pelengkap Jalan

Bangunan Pelengkap Jalan adalah bangunan untuk mendukung fungsi dan keamanan konstruksi jalan
yang meliputi jembatan, terowongan, ponton, lintas atas (flyover, elevated road), lintas bawah (underpass),
tempat parkir, gorong-gorong, tembok penahan, dan saluran tepi jalan dibangun sesuai dengan persyaratan
teknis (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 13/PRT/M/2011 tentang Tata Cara
Pemeliharaan dan Penilikan Jalan).
Bangunan pelengkap Jalan berfungsi sebagai :
- Jalur lalu lintas.
- Pendukung konstruksi jalan.
- Fasilitas lalu lintas dan fasilitas pendukung pengguna jalan.
Bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai jalur lalu lintas mencakup :
- Jembatan
- Lintas atas.
- Lintas bawah.
- Jalan layang.
- Terowongan.

a. Persyaratan Jembatan
- Jembatan harus dilengkapi dengan: sistem drainase dan ruang untuk menempatkan utilitas.
- Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, harus disediakan lajur tepian dengan perkerasan yang
berpenutup di kiri dan kanan jalur lalu lintas paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
- Di kedua sisi jalur lalu lintas harus disediakan trotoar sebagai fasilitas bagi pejalan kaki dan petugas
pemelihara dengan lebar paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
- Lebar jalur lalu lintas pada jembatan harus sama dengan lebar jalur lalu lintas pada bagian ruas jalan di
luar jembatan.
- Khusus untuk fungsi jalan arteri, lebar badan jalan pada jembatan harus sama dengan lebar badan
jalan pada bagian ruas jalan di luar jembatan.
- Tinggi ruang bebas vertikal jembatan keatas paling rendah adalah 5,1 (lima koma satu) meter, dan
tinggi ruang bebas vertikal jembatan kebawah paling rendah 1 (satu) meter dari bagian terbawah
bangunan jembatan.
- Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) untuk jembatan di hulu dan dihilir paling sedikit 100 (seratus)
meter atau ditentukan berdasarkan sifat dan morfologi sungai (5 kelokan).
- Ruang bebas vertikal dan horizontal di bawah jembatan untuk lalu lintas navigasi disesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan.
- Pada saat pengoperasian jalan, kendaraan dilarang berhenti di atas jembatan.
- Permukaan jalan pendekat dan lantai jembatan harus direncanakan dan dipelihara sedemikian
sehingga tidak menyebabkan ketidak-rataan.
b. Persyaratan Lintas Atas
- Lintas atas harus dilengkapi dengan: sistem drainase dan tempat pemasangan utilitas
- Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, maka harus disediakan lajur tepian di kiri dan kanan jalur lalu
lintas paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
- Di kedua sisi badan jalan lintas atas, harus disediakan trotoar untuk pejalan kaki dalam keadaan
darurat dan untuk akses bagi petugas pemeliharaan dengan lebar paling kecil 0,5 (nol koma lima)
meter.
- Lebar badan jalan lintas atas paling sedikit 8 meter.
- Tinggi ruang bebas vertikal lintas atas paling rendah 5,1 (nol koma lima satu) meter dari permukaan
perkerasan jalan.
c. Persyaratan Lintas Bawah
- Lintas bawah harus dilengkapi dengan: sistem drainase, tempat pemasangan utilitas, sistem
penerangan jalan umum, fasilitas untuk keadaan darurat.
- Fasilitas untuk keadaan darurat wajib diadakan pada lintas bawah dengan panjang paling sedikit 500
(lima ratus) meter.
- Fasilitas untuk keadaan darurat mencakup: fasilitas pintu darurat dengan jalur evakuasi, fasilitas
pemadam kebakaran, dan fasilitas air/hydran.
- Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, maka harus disediakan lajur tepian di kanan kiri jalur lalu lintas
paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
- Lebar trotoar paling kecil yang harus disediakan di kedua sisi badan jalan untuk pejalan kaki dalam
keadaan darurat dan untuk akses bagi petugas pemeliharaan adalah 0,5 (nol koma lima) meter.
- Lebar badan jalan lintas bawah paling sedikit 8 (delapan) meter.
- Tinggi ruang bebas vertikal lintas bawah paling rendah 5,1 (lima koma satu) meter dari permukaan
perkerasan jalan.
d. Persyaratan Jalan Layang
- Jalan layang harus dilengkapi dengan: sistem drainase dan tempat pemasangan utilitas.
- Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, harus disediakan lajur tepian di kiri dan kanan jalur lalu lintas
paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
- Di kedua sisi badan jalan pada jalan layang, harus disediakan trotoar untuk pejalan kaki dalam
keadaan darurat dan untuk akses bagi petugas pemeliharaan dengan lebar paling sedikit 0,5 (nol koma
lima) meter.
- Lebar badan jalan pada jalan layang sekurang-kurangnya 8 (delapan) meter.
- Tinggi ruang bebas vertikal jalan layang paling rendah 5,1 (lima koma satu) meter dari permukaan
perkerasan jalan.
e. Persyaratan Terowongan
- Terowongan harus dilengkapi dengan: sistem drainase, tempat pemasangan utilitas, sistem aliran
udara buatan, sistem penerangan jalan umum, dan fasilitas untuk keadaan darurat.
- Kelandaian jalur lalu lintas di dalam terowongan maksimum 3% (tiga persen).
- Terowongan dapat dibangun untuk masing-masing arah lalu lintas.Sistim aliran udara buatan harus
diadakan pada terowongan:
o Dengan panjang paling sedikit 300 (tiga ratus) meter dan lalu lintas harian rata-rata tahunan ≥
6000 (enam ribu) kendaraan/hari atau 75% (tujuh puluh lima persen) kapasitas jalan (pilih
yang paling kecil).
o Dengan panjang 1000 (seribu) meter atau lebih, atau
o Sistem aliran udara buatan pada terowongan dengan lalu lintas harian ratarata tahunan <
6000 (enam ribu) kendaraan per hari, dapat tidak dilengkapi.
- Fasilitas untuk keadaan darurat mencakup:
o Fasilitas pintu darurat dan jalur evakuasi.
o Fasilitas pemadam kebakaran.
o Fasilitas air/hidran.
- Perencanaan bangunan terowongan harus memperhatikan kebutuhan ruang minimum yang harus
disediakan untuk semua fasilitas dan unsur arsitektur yang memadai.
- Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, harus disediakan lajur tepian di kiri dan kanan jalur lalu lintas
paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
- Di kedua sisi badan jalan, harus disediakan trotoar untuk pejalan kaki dalam keadaan darurat dan
untuk akses bagi petugas pemeliharaan dengan lebar paling kecil 0,5 (nol koma lima) meter.
- Lebar badan jalan di dalam terowongan sekurang-kurangnya 8 (delapan) meter.
- Tinggi ruang bebas vertikal di dalam terowongan paling rendah 5,1 (lima koma satu) meter dari
permukaan perkerasan jalan.
- Panjang jalan keluar terowongan sampai ke persimpangan jalan paling sedikit 300 (tiga ratus) meter,
digunakan untuk penempatan rambu lalu lintas yang diperlukan.
- Ketentuan lebih lanjut diatur dalam pedoman perencanaan teknis terowongan yang ditetapkan oleh
Menteri.

2.5 Jenis dan Karakteristik Tanah Dasar


Tanah dasar adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai tempat perletakan lapis
perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan diatasnya. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli
yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang
distabilisasi dengan semen dan lain lain. Ditinjau dari penyiapan tanah dasar, maka lapisan tanah dasar dapat
dibuat sebagai berikut.
- Lapisan tanah dasar, yang berasal dari tanah galian.
- Lapisan tanah dasar, tanah urugan.
- Lapisan tanah dasar, tanah asli

A. Tanah Lempung
Karakteristik tanah Lempung :
- Berukuran kurang dari 0,002 mm.
- Ukurannya ini sangat kecil sekali sehingga berbentuk butiran halus
- Tingkat permeabilitas yang rendah.
- Tingkat permeabilitas yang rendah ini memungkinkan jenis tanah lempung tidak dapat menyerap air
sehingga tidak cocok untuk digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan.
- Tingkat kenaikan air kapiler yang tinggi.
- Bersifat kohesif.
- Pada saat jumlah air yang sangat banyak mengenangi jenis tanah ini maka tanah ini akan sangat
lengket sekali
- Tingkat kembang dan susutnya sangat tinggi.
- Proses konsolidasinya lambat.
- Memiliki ion positif yang dapat dipertukarkan.
- Memiliki luas permukaan yang sangat besar.
- Bertekstur keras jika dibakar.
B. Lanau
Yaitu tanah berbutir halus yang berukuran lebih kecil dari 0,074 mm. Lanau terdiri dari dua jenis yaitu lanau
anorganik (inorganik silt) yang merupakan tanah berbutir halus dengan plastisitas kecil mengandung butiran
kuarsa sedimensi yang kadang di sebut tepung batuan (rockflour) dan tanah lanau organik (organik silt) tanah
agak plastis berbutir halus dengan campuran partikel partikel bahan organik terpisah secara halus, warna tanah
bervariasi dari abu-abu terang ke abu-abu sangat gelap.

2.6 CBR

CBR (California boaring ratio), yaitu nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan
standar berupah batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas

A. Menghitung nilai CBR


Pemeriksaan CBR suatu segmen jalan diperoleh nilai CBR sebagai berikut : 5, 6, 5, 7, 8, 6, 7, 9, 5.
Tentukan nilai CBR yang mewakili dengan cara grafis dan analitis.

Nilai CBR yang mewakili (CBR segmen) :


 Secara analitis

CBRsegmen = CBRrata-rata – ( CBRmax – CBRmin ) / R

5+6+5+7+ 8+6+7 +9+5


CBRrata-rata = = 6,444
9

CBRmax = 9

CBRmin = 5
Jumlah titik pengamatan = 9 → R = 3,08

Table nilai R untuk perhitungan CBR segmen :

CBRsegmen = 6,444 – (9-5) / 3,08 = 5,146


 Secara grafis
Tentukan data CBR yang sama dan lebih besar dari masing-masing nilai pada data CBR. Angka
dengan jumlah terbanyak dinyatakan dalam angka 100%, sedangkan jumlah lainnya merupakan
prosentase dari angka 100% tersebut. Dari angka-angka tersebut dibuat grafik hubungan antara harga
CBR dan angka prosentasenya. Ditarik garis dari angka presentase 90% menuju grafik untuk
memperoleh nilai CBR segmen. Dari nilai CBR segmen yang telah ditentukan dapat diperoleh nilai
DDT dari grafik koleransi DDT dan CBR, dimana grafik DDT dalam skala linier, dan grafik CBR dalam
skala logaritma.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tanpa pemeliharaan dan perbaikan jalan secara memadai, baik rutin maupun berkala, akan dapat
mengakibatkan kerusakan yang lebih parah pada jalan, sehingga jalan akan lebih cepat kehilangan fungsinya
baik perkerasan jalan lentur maupun perkerasan jalan kaku. Tetapisekali jalan itu mulai rusak dan dibiarkan
begitu saja tanpa perbaikan,maka kerusakan yang lebih parah akan berlangsung sangat cepat.

3.2 Saran

a. Untuk meminimalisir masalah kerusakan jalan yang terjadi, makarancangan pemeliharaannya perlu
dilakukan survey yang lebihakurat dengan melibatkan sejumlah instansi terkait.
b. Agar kerusakan yang terjadi pada ruas jalan tidak menjadi lebih parah, maka perlu segera dilakukan
tindakan perbaikan pada bagian-bagian yang rusak, sehingga tidak menimbulkan kerusakanyang lebih
parah.
c. Pekerjaan jalan harus menggunakan spesifikasi yang ditetapkan.
d. Perlunya pengawasan yang objektif tanpa adanya KKN oleh dinasatau instansi terkait agar kualitas jalan
menjadi lebih bermutu.

Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/37738027/Makalah_Perkerasan_Jalan

http://rizalsyamenginering.blogspot.com/2012/07/aspek-aspek-yang-perlu-diperhatikan_24.html

http://sudarman28.blogspot.com/2011/02/perancangan-perkerasan-jalan_23.html

https://www.slideshare.net/AristoAmir/tugas-besar-geometrik-jalan-raya

https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/12/143500969/klasifikasi-jalan-raya-berdasarkan-
fungsinya?page=all#:~:text=Jenis%20jalan%20raya%20berdasarkan%20fungsinya,jalan%20kota%20dan
%20jalan%20desa.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengelompokan_jalan#:~:text=Jalan%20umum%20menurut%20statusnya
%20dikelompokkan,strategis%20nasional%2C%20serta%20jalan%20tol.
https://www.slideshare.net/AristoAmir/tugas-besar-geometrik-jalan-raya

https://www.scribd.com/doc/185971071/CBR-soal-penyelesaian

https://www.kumpulengineer.com/2014/05/tanah-dasar-sub-grade-struktur.html

Anda mungkin juga menyukai