PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
FAKULTAS TEKNIK
PRODI SIPIL
2021
Kata Pengantar
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah memberikan izin dan kekuatan kepada setiap
makhluk-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Perkerasan jalan. Meskipun banyak hambatan
yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis juga sampaikan terima kasih kepada dosen Pengampu yang telah membantu dan membimbing
kami dalam menyelesaikan makalah ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada temen-teman yang sudah
memberikan bantuan dan masukannya.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
Bab II Pembahasan
2.1 Aspek desain standar, keamanan, kenyamanan dan ekonomi
2.2 Klasifikasi Jalan
2.3 Jenis Perkerasan Jalan
2.4 Bangunan Pelengkap Jalan
2.5 Jenis dan Karakteristik Tanah Dasar
2.6 CBR
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB I
Pendahuluan
Jalan adalah suatu kepentingan vital yang harus terpenuhi pada zaman sekarang. Seiring dengan
perkembangan zaman, maka kebutuhan akan jalan juga berkembang. Maka mulailah manusia berusaha memenuhi
kebutuhan tersebut.
Dari berbagai sumber diperoleh suatu kesimpulan bahwa air laut dan penambahan kadar garam pada air
laut ternyata mempunyai pengaruh terhadap perkerasan aspal pori, sehingga menyebabkan turunnya nilai stabilitas.
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani
beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu belah atau batu kali ataupun bahan lainnya.
Bahan ikat yang dipakai adalah aspal, semen ataupun tanah liat.
Bangunan jalan atau lebih dikenal dengan konstruksi perkerasan jalan lentur biasanya terbuat dari material
dasar aggregat dan aspal. Aspal adalah material yang berwarna hitam dengan aroma khas, yang akan berbentuk
cair pada suhu yang tinggi dan berbentuk padat pada suhu rendah. Aspal yang sering digunakan untuk membuat
perkerasan jalan dikenal dengan nama hot mix atau aspal panas. Sedangkan aggregat adalah batuan yang terdiri
dari batu besar hingga kecil. Dapat digunakan sesuai kebutuhan konstruksi.
Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis bertujuan untuk menerima beban kendaraan yang melaluinya
dan meneruskan kelapisan dibawahnya. Biasanya material yang digunakan pada lapisan-lapisan perkerasan jalan
semakin kebawah akan semakin berkurang kualitasnya. Karena lapisan yang berada dibawah lebih sedikit menahan
beban, atau menahan beban lebih ringan.
A. Aspek penelitian
• Mencari dan Meneliti Perkerasan Jalan Sebelum Dilakukannya Pengaspalan.
• Pengumpulan Gambar - Gambar dan Dokumentasi.
• Pencarian Informasi Berupa Data- Data Di Lapangan.
B. Indikasi peninjauan
Mencari dan memaparkan :
1. Lokasi Jalan Pada Penelitian.
2. Jenis Jalan yang Digunakan Dalam Proyek.
3. Lebar jalan yang direncanakan.
4. Kriteria jenis jalan yang digunakan.
5. Lebar median rencana.
6. Umur rencana perencanaan jalan
7. Klasifikasi Jenis dan Bentuk Tanah.
8. Jenis Tanah Timbunan Yang Digunakan.
9. Perencanaan Struktur Pondasi Jalan.
10. Kondisi Lingkungan Proyek Perencanaan.
11. Bentuk Sistem Konstruksi (Bertahap atau Langsung).
12. Sifat - Sifat Bahan Pada Perkerasan.
13. Klasifikasi dan Jenis - Jenis Jalan Pada Perkerasan Jalan.
14. Klasifikasi & Fungsi Alat Berat Selama Pelaksanaan Proyek.
15. Klasifikasi Ketebalan Ketentuan Bahan Pada Perencanaan Jalan.
16. Jenis Campuran Lapisan Pada Perencanaan Jalan.
17. Kriteria Pengadukan Aspal.
18. Peninjauan Mengenai Kesesuaian Ketebalan Jalan Pada Ketentuan Bina Marga.
19. Klasifikasi Tahapan Penghamparan Material dan Aspal :
• Kapasitas Jumlah Hamparan Material atau Aspal.
• Ketebalan, Lebar dan Besar Volume Setelah Penghamparan.
20. Pengecekan Suhu Aspal Secara Sistematis Dari Awal Hingga Akhir Pada Sebelum dan Sesudah
Penggunaan Alat.
21. Penentuan Kekuatan Tanah Dasar Berdasarkan CBR.
22. Pencarian Pengukuran Hasil Data dan Suhu Pada Sembilan Titik Percobaan.
• 3 Titik Di Awal Sepanjang Penghamparan Aspal.
• 3 Titik Di Tengah.
• 3 Titik Di Akhir Sepanjang Penghamparan Aspal.
23. Dokumentasi Peralatan - Peralatan dan Alat Berat Selama Proses Perencanaan.
24. Klasifikasi Alat Berat Beserta Fungsi.
25. Nama Institut PT atau Proyek Pada Penelitian Jalan.
2.2 Klasifikasi Jalan
Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam
beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan
mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan
bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokan jalan menurut
muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari:
1. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun
sudah mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis telah mencapai muatan sumbu
terberat sebesar 13 ton;
2. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran
lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 10 ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas;
3. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;
4. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan
sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;
5. Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter,
dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
Perkerasan kaku/rigit adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, yang sifatnya kaku.
Perkerasan kaku berupa plat beton dengan atau tanpa tulangan diatas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi
bawah. Beban lalu lintas diteruskan keatas plat beton. Perkerasan kaku bisa dikelompokkan atas :
- Perkerasan kaku semen yang terbuat dari beton semen baik yang bertulang ataupun tanpa tulangan.
- Perkerasan kaku komposit yang terbuat dari komposit sehingga lebih kuat dari perkerasan semen,
sehingga baik untuk digunakan pada landasan pesawat udara di Bandara.
Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton
semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga tidak ada) di atas tanah dasar. Dalam
konstruksi perkerasan kaku, plat beton sering disebut sebagai lapis pondasi karena dimungkinkan masih adanya
lapisan aspal beton di atasnya yang berfungsi sebagai lapis permukaan.
Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban ke
bidang tanah dasar yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari
plat beton sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal
lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis permukaan.
Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor
yang paling diperhatikan dalam perencanaan tebal perkerasan beton semen adalah kekuatan beton itu sendiri.
Adanya beragam kekuatan dari tanah dasar dan atau pondasi hanya berpengaruh kecil terhadap kapasitas
struktural perkerasannya.
Lapis pondasi bawah jika digunakan di bawah plat beton karena beberapa pertimbangan, yaitu antara lain
untuk menghindari terjadinya pumping, kendali terhadap sistem drainasi, kendali terhadap kembang-susut yang
terjadi pada tanah dasar dan untuk menyediakan lantai kerja (working platform) untuk pekerjaan konstruksi.
Secara lebih spesifik, fungsi dari lapis pondasi bawah adalah :
- Menyediakan lapisan yang seragam, stabil dan permanen.
- Menaikkan harga modulus reaksi tanah dasar (modulus of sub-grade reaction = k), menjadi modulus
reaksi gabungan (modulus of composite reaction).
- Mengurangi kemungkinan terjadinya retak-retak pada plat beton.
- Menyediakan lantai kerja bagi alat-alat berat selama masa konstruksi.
- Menghindari terjadinya pumping, yaitu keluarnya butir-butiran halus tanah bersama air pada daerah
sambungan, retakan atau pada bagian pinggir perkerasan, akibat lendutan atau gerakan vertikal plat
beton karena beban lalu lintas, setelah adanya air bebas terakumulasi di bawah pelat.
Pemilihan penggunaan jenis perkerasan kaku dibandingkan dengan perkerasan lentur yang sudah lama
dikenal dan lebih sering digunakan, dilakukan berdasarkan keuntungan dan kerugian masing-masing jenis
perkerasan tersebut.
a. Jenis-jenis perkerasan jalan beton semen
Berdasarkan adanya sambungan dan tulangan plat beton perkerasan kaku, perkerasan beton semen dapat
diklasifikasikan menjadi 3 jenis sebagai berikut :
- Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan tanpa tulangan untuk kendali retak.
- Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan dengan tulangan plat untuk kendali retak. Untuk
kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya
tulangan dowel.
- Perkerasan beton bertulang menerus (tanpa sambungan). Tulangan beton terdiri dari baja tulangan
dengan prosentasi besi yang relatif cukup banyak (0,02 % dari luas penampang beton).
Pada saat ini, jenis perkerasan beton semen yang populer dan banyak digunakan di negara-negara maju
adalah jenis perkerasan beton bertulang menerus.
Bangunan Pelengkap Jalan adalah bangunan untuk mendukung fungsi dan keamanan konstruksi jalan
yang meliputi jembatan, terowongan, ponton, lintas atas (flyover, elevated road), lintas bawah (underpass),
tempat parkir, gorong-gorong, tembok penahan, dan saluran tepi jalan dibangun sesuai dengan persyaratan
teknis (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 13/PRT/M/2011 tentang Tata Cara
Pemeliharaan dan Penilikan Jalan).
Bangunan pelengkap Jalan berfungsi sebagai :
- Jalur lalu lintas.
- Pendukung konstruksi jalan.
- Fasilitas lalu lintas dan fasilitas pendukung pengguna jalan.
Bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai jalur lalu lintas mencakup :
- Jembatan
- Lintas atas.
- Lintas bawah.
- Jalan layang.
- Terowongan.
a. Persyaratan Jembatan
- Jembatan harus dilengkapi dengan: sistem drainase dan ruang untuk menempatkan utilitas.
- Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, harus disediakan lajur tepian dengan perkerasan yang
berpenutup di kiri dan kanan jalur lalu lintas paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
- Di kedua sisi jalur lalu lintas harus disediakan trotoar sebagai fasilitas bagi pejalan kaki dan petugas
pemelihara dengan lebar paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
- Lebar jalur lalu lintas pada jembatan harus sama dengan lebar jalur lalu lintas pada bagian ruas jalan di
luar jembatan.
- Khusus untuk fungsi jalan arteri, lebar badan jalan pada jembatan harus sama dengan lebar badan
jalan pada bagian ruas jalan di luar jembatan.
- Tinggi ruang bebas vertikal jembatan keatas paling rendah adalah 5,1 (lima koma satu) meter, dan
tinggi ruang bebas vertikal jembatan kebawah paling rendah 1 (satu) meter dari bagian terbawah
bangunan jembatan.
- Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) untuk jembatan di hulu dan dihilir paling sedikit 100 (seratus)
meter atau ditentukan berdasarkan sifat dan morfologi sungai (5 kelokan).
- Ruang bebas vertikal dan horizontal di bawah jembatan untuk lalu lintas navigasi disesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan.
- Pada saat pengoperasian jalan, kendaraan dilarang berhenti di atas jembatan.
- Permukaan jalan pendekat dan lantai jembatan harus direncanakan dan dipelihara sedemikian
sehingga tidak menyebabkan ketidak-rataan.
b. Persyaratan Lintas Atas
- Lintas atas harus dilengkapi dengan: sistem drainase dan tempat pemasangan utilitas
- Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, maka harus disediakan lajur tepian di kiri dan kanan jalur lalu
lintas paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
- Di kedua sisi badan jalan lintas atas, harus disediakan trotoar untuk pejalan kaki dalam keadaan
darurat dan untuk akses bagi petugas pemeliharaan dengan lebar paling kecil 0,5 (nol koma lima)
meter.
- Lebar badan jalan lintas atas paling sedikit 8 meter.
- Tinggi ruang bebas vertikal lintas atas paling rendah 5,1 (nol koma lima satu) meter dari permukaan
perkerasan jalan.
c. Persyaratan Lintas Bawah
- Lintas bawah harus dilengkapi dengan: sistem drainase, tempat pemasangan utilitas, sistem
penerangan jalan umum, fasilitas untuk keadaan darurat.
- Fasilitas untuk keadaan darurat wajib diadakan pada lintas bawah dengan panjang paling sedikit 500
(lima ratus) meter.
- Fasilitas untuk keadaan darurat mencakup: fasilitas pintu darurat dengan jalur evakuasi, fasilitas
pemadam kebakaran, dan fasilitas air/hydran.
- Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, maka harus disediakan lajur tepian di kanan kiri jalur lalu lintas
paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
- Lebar trotoar paling kecil yang harus disediakan di kedua sisi badan jalan untuk pejalan kaki dalam
keadaan darurat dan untuk akses bagi petugas pemeliharaan adalah 0,5 (nol koma lima) meter.
- Lebar badan jalan lintas bawah paling sedikit 8 (delapan) meter.
- Tinggi ruang bebas vertikal lintas bawah paling rendah 5,1 (lima koma satu) meter dari permukaan
perkerasan jalan.
d. Persyaratan Jalan Layang
- Jalan layang harus dilengkapi dengan: sistem drainase dan tempat pemasangan utilitas.
- Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, harus disediakan lajur tepian di kiri dan kanan jalur lalu lintas
paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
- Di kedua sisi badan jalan pada jalan layang, harus disediakan trotoar untuk pejalan kaki dalam
keadaan darurat dan untuk akses bagi petugas pemeliharaan dengan lebar paling sedikit 0,5 (nol koma
lima) meter.
- Lebar badan jalan pada jalan layang sekurang-kurangnya 8 (delapan) meter.
- Tinggi ruang bebas vertikal jalan layang paling rendah 5,1 (lima koma satu) meter dari permukaan
perkerasan jalan.
e. Persyaratan Terowongan
- Terowongan harus dilengkapi dengan: sistem drainase, tempat pemasangan utilitas, sistem aliran
udara buatan, sistem penerangan jalan umum, dan fasilitas untuk keadaan darurat.
- Kelandaian jalur lalu lintas di dalam terowongan maksimum 3% (tiga persen).
- Terowongan dapat dibangun untuk masing-masing arah lalu lintas.Sistim aliran udara buatan harus
diadakan pada terowongan:
o Dengan panjang paling sedikit 300 (tiga ratus) meter dan lalu lintas harian rata-rata tahunan ≥
6000 (enam ribu) kendaraan/hari atau 75% (tujuh puluh lima persen) kapasitas jalan (pilih
yang paling kecil).
o Dengan panjang 1000 (seribu) meter atau lebih, atau
o Sistem aliran udara buatan pada terowongan dengan lalu lintas harian ratarata tahunan <
6000 (enam ribu) kendaraan per hari, dapat tidak dilengkapi.
- Fasilitas untuk keadaan darurat mencakup:
o Fasilitas pintu darurat dan jalur evakuasi.
o Fasilitas pemadam kebakaran.
o Fasilitas air/hidran.
- Perencanaan bangunan terowongan harus memperhatikan kebutuhan ruang minimum yang harus
disediakan untuk semua fasilitas dan unsur arsitektur yang memadai.
- Dalam hal bahu jalan tidak diadakan, harus disediakan lajur tepian di kiri dan kanan jalur lalu lintas
paling sedikit 0,5 (nol koma lima) meter.
- Di kedua sisi badan jalan, harus disediakan trotoar untuk pejalan kaki dalam keadaan darurat dan
untuk akses bagi petugas pemeliharaan dengan lebar paling kecil 0,5 (nol koma lima) meter.
- Lebar badan jalan di dalam terowongan sekurang-kurangnya 8 (delapan) meter.
- Tinggi ruang bebas vertikal di dalam terowongan paling rendah 5,1 (lima koma satu) meter dari
permukaan perkerasan jalan.
- Panjang jalan keluar terowongan sampai ke persimpangan jalan paling sedikit 300 (tiga ratus) meter,
digunakan untuk penempatan rambu lalu lintas yang diperlukan.
- Ketentuan lebih lanjut diatur dalam pedoman perencanaan teknis terowongan yang ditetapkan oleh
Menteri.
A. Tanah Lempung
Karakteristik tanah Lempung :
- Berukuran kurang dari 0,002 mm.
- Ukurannya ini sangat kecil sekali sehingga berbentuk butiran halus
- Tingkat permeabilitas yang rendah.
- Tingkat permeabilitas yang rendah ini memungkinkan jenis tanah lempung tidak dapat menyerap air
sehingga tidak cocok untuk digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan.
- Tingkat kenaikan air kapiler yang tinggi.
- Bersifat kohesif.
- Pada saat jumlah air yang sangat banyak mengenangi jenis tanah ini maka tanah ini akan sangat
lengket sekali
- Tingkat kembang dan susutnya sangat tinggi.
- Proses konsolidasinya lambat.
- Memiliki ion positif yang dapat dipertukarkan.
- Memiliki luas permukaan yang sangat besar.
- Bertekstur keras jika dibakar.
B. Lanau
Yaitu tanah berbutir halus yang berukuran lebih kecil dari 0,074 mm. Lanau terdiri dari dua jenis yaitu lanau
anorganik (inorganik silt) yang merupakan tanah berbutir halus dengan plastisitas kecil mengandung butiran
kuarsa sedimensi yang kadang di sebut tepung batuan (rockflour) dan tanah lanau organik (organik silt) tanah
agak plastis berbutir halus dengan campuran partikel partikel bahan organik terpisah secara halus, warna tanah
bervariasi dari abu-abu terang ke abu-abu sangat gelap.
2.6 CBR
CBR (California boaring ratio), yaitu nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan
standar berupah batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas
CBRmax = 9
CBRmin = 5
Jumlah titik pengamatan = 9 → R = 3,08
3.1 Kesimpulan
Tanpa pemeliharaan dan perbaikan jalan secara memadai, baik rutin maupun berkala, akan dapat
mengakibatkan kerusakan yang lebih parah pada jalan, sehingga jalan akan lebih cepat kehilangan fungsinya
baik perkerasan jalan lentur maupun perkerasan jalan kaku. Tetapisekali jalan itu mulai rusak dan dibiarkan
begitu saja tanpa perbaikan,maka kerusakan yang lebih parah akan berlangsung sangat cepat.
3.2 Saran
a. Untuk meminimalisir masalah kerusakan jalan yang terjadi, makarancangan pemeliharaannya perlu
dilakukan survey yang lebihakurat dengan melibatkan sejumlah instansi terkait.
b. Agar kerusakan yang terjadi pada ruas jalan tidak menjadi lebih parah, maka perlu segera dilakukan
tindakan perbaikan pada bagian-bagian yang rusak, sehingga tidak menimbulkan kerusakanyang lebih
parah.
c. Pekerjaan jalan harus menggunakan spesifikasi yang ditetapkan.
d. Perlunya pengawasan yang objektif tanpa adanya KKN oleh dinasatau instansi terkait agar kualitas jalan
menjadi lebih bermutu.
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/37738027/Makalah_Perkerasan_Jalan
http://rizalsyamenginering.blogspot.com/2012/07/aspek-aspek-yang-perlu-diperhatikan_24.html
http://sudarman28.blogspot.com/2011/02/perancangan-perkerasan-jalan_23.html
https://www.slideshare.net/AristoAmir/tugas-besar-geometrik-jalan-raya
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/12/143500969/klasifikasi-jalan-raya-berdasarkan-
fungsinya?page=all#:~:text=Jenis%20jalan%20raya%20berdasarkan%20fungsinya,jalan%20kota%20dan
%20jalan%20desa.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengelompokan_jalan#:~:text=Jalan%20umum%20menurut%20statusnya
%20dikelompokkan,strategis%20nasional%2C%20serta%20jalan%20tol.
https://www.slideshare.net/AristoAmir/tugas-besar-geometrik-jalan-raya
https://www.scribd.com/doc/185971071/CBR-soal-penyelesaian
https://www.kumpulengineer.com/2014/05/tanah-dasar-sub-grade-struktur.html