UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK SIPIL
DIKTAT
Mata Kuliah
PERKERASAN JALAN
Materi I
BAHAN PERKERASAN JALAN DAN
PERENCANAAN CAMPURAN ASPAL PANAS
Oleh:
I Nyoman Arya Thanaya
2019
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penyusun panjatkan kehadapan NYA, karena Diktat Mata Kuliah Perkerasan
Jalan, Materi I: Bahan Perkerasan dan Perencanaan Campuran Aspal Panas ini dapat
diselesaikan.
Dengan disusunnya Diktat ini diharapkan para mahasiswa bisa mempersiapkan diri dengan
baik sebelum perkuliahan dimulai sebagai aktifitas mandiri mahasiswa, sehingga kuliah di kelas
bisa efektif dan lebih banyak berdiskusi, dan presentasi topik- topik yang sudah dibahas.
Semoga diktat ini dapat membatu mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan secara efektif
dan berhasil guna. Diktat ini masih memiliki keterbatasan, kritik saran pembaca sangat kami
harapkan. Terimakasih.
1.1 Umum
Pada perkerasan jalan, agregat merupakan komponen terbesar.Dari segi jumlah berkisar
antara 90-95 % berdasarkan berat, atau 75-85% berdasarkan volume (Sukirman, 2007).
1
Gradasi ini terdiri dari sejumlah besar (dominan) ukuran partikel yang lolos suatu
ayakan dan tertahan suatu ayakan tertentu.Gradasi ini menghasilkan perkerasan yang
kurang kedap air, stabilitas kurang, dan kurang padat.
Gradasi rapat (dense/continuous/well graded):
Pada gradasi ini memberikan proporsi agregat kasar dan halus berimbang, pada seluruh
rentang ukuran partikel dengan komposisi rapat (saling mengunci), lebih kedap air,
lebih padat.Dirancang untuk memperoleh stabilitas maksimum.
Gradasi senjang/buruk (poor graded/gad graded):
Proporsi agregat kasar dan halus tidak berimbang, biasanya jumlah agregat halus
cukup tinggi, dan terdapat kesenjangan (dalam proporsi relative kecil) untuk suatu
rentang ukuran partikel agregat tertentu.Gradasi ini untuk memberikan efek kedap air
yang optimal.
100
90 Gradasi menerus
80 Gradasi senjang
Komulatif lolos (%)
70 Gradasi seragam
60
50
40
30
20
10
0
0.01 0.1 1 10 100
Ukuran partikel (mm)
Bila diaplikasikan untuk campuran agregat-aspal, gradasi rapat dan senjang akan tampak
sepeti pada Gambar 1.3.
2
a. Gradasi rapat b. Gradasi senjang
(Kekuatan dari agregat interlock) (Kekuatan dari mortar aspal-agregat
halus+filer dan aspal)
Gambar 1.3 Potongan melintang campuran aspal.
Pengujian gradasi agregat dilaksanakan dengan mengayak agregat kering memakai satu
set ayakan. Ayakan yang berukuran lebih besar ditempatkan pada bagian atas.
Kemudian tentukan/timbang berat agregat yang tertahan (dalam %) pada masing-
masing ayakan. Kemudian hitung jumlah komulatif tertahan pasing-pasing ayakan.
Selanjutnya jumlah komulatif agregat yang lolos masing-masing ayakan dapat dihitung,
dan dibuat grafik hubungan antara ukuran partikel agregat (mm) sebagai absis, dengan
jumlah komulatif (%) lolos masing-masing saringan sebagai oordinat. Sebagai contoh
dapat dilihat pada analisa saringan agregat dan gradasi (Lampiran 1.1).
Untuk memperoleh gradasi menerus sesuai dengan ukuran butir yang dinginkan, dapat
mempergunakan Rumus Fuller (Fuller and Thomson, 1907) sbb:
n
d
P 100 ……………………………………………………………….............(1.1)
D
dimana : P = komulatif prosentase lolos saringan d mm
D = diameter agregat maximum (mm)
Karena dalam campuran aspal memerlukan sejumlah tertentu agregat halus, terutama filer, maka
oleh Cooper et. al (1985) Rumus Fuller di atas dimodifikasi (Modified Fuller’s curve by Cooper
et. al (1985) menjadi:
(100 F)(d n 0.075 n ) ……………..………………………………………(1.2)
P F
D n 0.075 n
dimana:
P = komulatif prosentassse lolos saringan d (mm )
D = diameter agregat maximum (mm)
3
F = % filler (ditentukan sesuai spesifikasi atau kebutuhan, atau berdasarkan pengalaman)
n = nilai ekponential, yang dapat mempengaruhi kelengkungan kurva. Untuk memperoleh
efek penguncian (interlock) optimal, sering dipakai nilain = 0,45. Di Inggris nila n =
0.5 umum dipakai.
Berikut diberikan contoh aplikasi rumus Modifikasi Fuller yang dibandingkan dengan
suatu spesifikasi yang disarankan oleh Nikolaides, seorang Highway Engineer yang pernah
bekerja untuk Dep. PU, Bina Marga di Indonesia pada tahun 1990an.
Data gradasi diambil dari gradasi Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED) Tipe V yang
diperkenalkan oleh Nikolaides(Nikolaides, 1994) dan dibandingkan dengan hasil aplikasi rumus
Modifikasi Fuller. Dengan mengambil F = 4 %, dan n = 0,45 (Tabel 1.1)
Tabel 1.1 Gradasi Campuran Nikolaides Tipe V, dan Gradasi Modifikasi Fuller
Grafik batas-batas spesifikasi Nikolaides dan garis aplikasi Rumus Modifikasi Fuller dengan F =
4 % dan nilai ‘ n ‘ yang divariasi nilai 0,1 – 0,45 diberikan pada Gambar 1.4 dan 1.5.
4
100
90
80
Cumulative % Passing
70
60
50
40 LL Mid UL
30 ( n = 0.1 ) ( n = 0.2 ) ( n = 0.3)
20 ( n = 0.4 ) ( n = 0.45 )
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Sieve Size ( mm )
Gambar 1.4 Gradasi Campuran Nikolaides Tipe V, dan Gradasi Modifikasi Fuller
(Sumbu x dan y dengan skala normal)
Pada umumnya kurva gradasi lebih sering dibuat dengan absis berskala log. Bila kurva pada
Gambar 2a di atas dibuat dengan absis (sb x) dengan skala log akan tampak seperti Gambar 2b.
100
LL Mid
90
UL ( n = 0.1 )
80 ( n = 0.2 ) ( n = 0.3)
( n = 0.4 ) ( n = 0.45 )
Cumulative % Passing
70
60
50
40
30
20
10
0
0.01 0.10 1.00 10.00 100.00
Sieve Size ( mm )
Gambar 1.5 Gradasi Campuran Nikolaides Tipe V, dan Gradasi Modifikasi Fuller
(Sb. x berskala log dan Sb.y berskala normal)
5
1.5 Ukuran agregat maksimum
Disesuaikan dengan tebal padat perkerasan.Untuk lapis pondasi biasanya ukuran
agregatnya lebih besar dari pada untuk lapisan permukaan.Hal ini sudah ditentukan pada
spesifikasi gradasi agregat.Campuran dengan ukuran diameter agregat > 14 mm termasuk
berdiameter besar.Umumnya ukuran agegat terbesar sekitar 2/3 tebal padat perkerasan jalan.
Aspek positif penggunaan agregat bergradasi besar:
- usaha pemecahan lebih kecil
- karena luas permukaan lebih kecil, penggunaan aspal lebih efisien
- kekuatan lebih besar karena sifat interlock antar agregat yang berdiameter besar lebih stabil
Aspek negatif penggunaan agregat bergradasi besar:
- workability (kemudahan pencampuran dan pelaksanaan) berkurang
- bisa terjadi segregasi (pemisahan agregat sesuai ukuran butir)
6
Skala
larutan
SE
Skala Skala
pasir lumpur
Prinsip test:
Sejumlah agregat bersih dan kering dimasukkan ke dalam tabung silinder baja mesin
Los Angeles( Gambar 1.7) yang sudah terisi sejumlah bola baja berdiameter sekitar 50 mm,
dengan berat sekitar 416 gram. Jumlah bola baja tergantung dari jumlah berat dan ukuran
partikel agregat yang dipakai (lihat Tabel 1.2). Kemudian mesin (silinder) diputar sejumlah
putaran yang diperlukan, lalu agregat diayak dengan ayakan No. 12 (1,70 mm), dicuci dan
dikeringkan.
Tingkat keausan ditentukan dengan menghitung selisih berat benda uji sebelum dan
sesudah nya (% terhadap berat semula).
7
Bola baja
Tabel 1.2 Berat dan ukuran agregat untuk tes abrasi dengan mesin Los Angeles
Ukuran Saringan Jumlah berat dan ukuran partikel agregat (gram)
Lolos Tertahan A B C D E F G
(mm) (mm)
76,20 63,5 2500
63,50 50,80 2500
50,80 35,10 5000 5000
38,10 25,40 1250 5000 5000
25,40 19,50 1250 5000
19,05 12,70 1250 2500
12,70 9,51 1250 2500
9,51 6,35 2500
6,35 4,75 2500
4,75 2,36 5000
Jumlah bola baja 12 11 8 6 12 12 12
Putaran ( x ) 500 500 500 500 1000 1000 1000
Berat Bola Baja 5000 4584 3330 2500 5000 5000 5000
(gram) ± 25 ± 25 ± 25 ± 25 ± 25 ± 25 ± 25
Disintegrasi:
Terjadi akibat pelapukan oleh efek kimia, lingkungan: lembab atau panas atau perbedaan
temperatur.
Diuji dengan Soundness Test, dimana agregat direndam dengan larutan Magnesium Sulfat
(MgSO4) atau Sodium/Natrium Sulfat (Na2SO4) selama 16 jam. Secara praktis biasanya
larutan soundness bisa dibuat dengan melarutkan 120 gram MgSO4 ke dalam 1 liter air.
Besar pengurangan berat terhadap berat semula akibat pelapukan setelah perendaman
dihitung. Syarat Nilai Soundness < 12 %.
Vs = volume solid
9
SG merupakan sifat agregat yang penting, yang dapat dipergunakan untuk menghitung
parameter perencanaan campuran aspal, yaitu: SG campuran/mix, porositas, Volume in Mineral
Aggregate (VMA), dan Volume Filled with Bitumen (VFB).
Secara umum volume agregat yang diperhitungkan adalah volume yang tidak diresapi
oleh aspal. Terdapat tiga jenis SG agregat yaitu tergantung dari sifat penetrasi aspal ke dalam
agregat, yaitu SG bulk, SG semu (Apparent), dan SG Effektif. Untuk menggambarkan secara lebih
jelas, pertimbangan asumsi volume aggregate diilustrasikan pada Gambar 1.8.
Ws Ws
BulkSG …………………………….(1.3)
(Vs Vi Vp) w Vtot w
dimana : Ws= berat partikel; w = berat volume air = 1 gr / cc = 1 t / m3. Sehingga Bulk SG
adalah rasio antara berat agregat dan berat air yang volumenya = Vs+Vi+Vp.
Ws
App.SG …..………………………………………….(1.4)
(Vs Vi ) w
10
Catatan:
Istilah ‘berat jenis’ atau ‘specificgravity (SG)’ atau ‘relative density’, dalam hal ini
memiliki pengertian sama dengan ‘kepadatan partikel (partikel density)’ atau sering juga
disebut ‘berat volume’.
Bila istilah berat jenis atau SG yang dipakai, tidak berisi satuan karena merupakan
perbandingan berat material dengan berat air yang volumenya sama dengan volume material.
Bila istilah yang dipakai kepadatan partikel atau berat volume satuannya gram/cm3 atau
ton/m3, secara numerik (bilangan) sama besarnya dengan berat jenis atau SG.
Dari kajian terhadap beberapa metode yang tersedia, pada dasarnya metode mencampur
agregat bersifat sangat empiris yang pada prinsipnya didasarkan atas metode coba-coba.Pada
awalnya pencampuran bisa didasarkan dengan metode tertentu yang umum dipakai yang
dilanjutkan dengan cara coba-coba (trial and error).
Misalnya mencampur agregat A dan B yang memiliki gradasi seperti pada Tabel 1.3,
supaya memenuhi spec C (Krebs and Walker, 1971).
Tabel 1.3 Data dua jenis gradasi agregat dan spesifikasi yang ditargetkan
No. Saringan % lolos berdasarkan berat
Agregat A Agregat B Spec C
2” 100 100 100
1½” 100 95 90 - 100
¾“ 63 85 65 - 80
No. 4 (4,75mm) 25 50 30 - 40
No. 10 (2,0mm) 15 36 20 - 35
No. 200 (0,075mm) 3 7 0-5
Kombinasi 60 % A 40 % B
11
Prosedur blending dilaksanakan sbb:
b. Untuk ayakan 2”, kedua jenis agregat lolos 100 %. Hubungkan titik 100 % di sb.y kiri dan
kanan (berimpit dengan sb.x di bag. atas).
c. Untuk ayakan 1½ “, hubungkan titik 100 % di sb.y kiri dengan titik 95 % di sb.y kanan.
d. Untuk ayakan ¾ “, hubungkan titik 63 % di sb.y kiri dengan titik 85 % di sb.y kanan. Demikian
seterusnya untuk ayakan yang lain.
e. Beri tanda (tebalkan ) garis penghubung (garis ayakan) yang telah dibuat pada bagian yang
memenuhi spec. Misalnya untuk ayakan ¾ “, tebalkan garis yang berada diantara prosentase
spec (65-85) % pada sb.y.
Untuk ayakan No. 4, tebalkan garis yang berada diantara prosentase spec. (30-40) % pada
sb. y. Demikian seterusnya untuk garis ayakan yang lain.
f. Tarik garis vertikal melalui ujung paling dalam (sebelah kiri dan kanan) dari garis-garis
ayakan yang ditebalkan, kemudian arsir bidang yang ada diantaranya dan baca skala pada
sb.x di bagian bawah dan atas.
Untuk contoh ini, kombinasi (50-72) % thd. gradasi A, dan (28-50) % thd. gradasi B yang
memenuhi syarat. Diantara rentang tsb. Dapat dipilih kombinasi 60 % thd. gradasi A dan 40 %
thd. gradasi B, untuk memenuhu spesifikasi C, seperti disajikan pada Tabel 1.3.
12
b. Mencampur 3 Jenis Gradasi Agregat
Sebagai contoh agregat A, B, dan C dicampur secara secara grafis, supaya memenihi spec.
seperti terlihat pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4 Data tiga jenis gradasi agregat dan target spesifikasinya
Ayakan Ag. A Ag. B Ag. C Spec. Kombinasi
1“ 100 100 100 95 – 100 100
½“ 63 100 100 70 – 85 77
No. 4 19 100 100 40 – 55 50
No. 10 8 93 100 30 – 42 41
No. 40 5 55 100 20 – 30 27
No. 80 3 36 97 12 – 22 19
No. 200 2 3 88 2 – 10 7
Catatan:
Ag. A lebih kasar dari ag. B, ag. B lebih kasar dari ag. C
Pada penyelesaian blending ag. diatas, dilaksanakan penyederhanaan dengan memakai data
ayakan No. 4, No. 40 dan No. 200 saja, karena sudah dianggap mewakili. Data dari ayakan lain
bisa ditambahkan bila dipandang perlu.
a. Buat dua buah grafik dengan absis dan oordinat seperti Gambar 1.10.
Lihat data agregat yang lolos masing-masing ayakan, dan perhatikan sb.x di bag. atas dan
bawah, dan sb. y di sebelah kiri dan kanan pada tiap grafik.
b. Buatlah untuk data gradasi ag. A dan B pada grafik disebelah kanan seperti prosedur pada
Gambar 7, dimana diperoleh garis kombinasivertical , dengan65 % ag. A dan 35 % ag. B.
c. Tarik garis horizontal ke kiri mulai dari perpotongan garis kombinasi vertical dengan garis
ayakan, sampai memotong sb. y sebelah kanan (dari grafik yang di sebelah kiri), kemudian
hubungkan dengan titik lolos saringan gradasi ag. C pada sb. y sebelah kiri (dari grafik di
sebelah kiri). Buat hal yang sama untuk garis ayakan yang lain.
d. Kemudian beri tanda (tebalkan) bagian garis ayakan (pada grafik yg di sebelah kiri) yang
berada diantara rentang spec.
e. Tarik garis kombinasi vertical yang mewakili. Pada contoh ini diperoleh kombinasi 95 % thd.
( ag. A + B) dan 5 % thd. ag. C. Selanjutnya dibuat perhitungan seperti yang sudah diberikan
di depan.
13
Gambar 1.10 Grafik blending secara grafis 3 jenis gradasi agregat
Dari hasil blending diperoleh porporsi kombinasi agregat sbb:
Ag. A = 0,95 x 65 % = 62 %
Ag. B = 0,95 x 35 % = 33 %
Ag. C = 5%
----------
100 %
Contoh:
Lihat Tabel 4. Bila proporsi agregat yang diperoleh dikombinasikan untuk data pada ayakan
No.4, maka akan diperoleh hasil kombinasi sbb:
= (62 % x 19) + (33 % x 100) + (5 % x 100) = 50 %
Selanjutnya coba dan cocokkan hasil kombinasi yang lain dengan rentang spec.
Berikut adalah sebuag contoh blending secara diagonal (PT. MBT Utama, 1984):
Selain cara-cara diatas, masih ada cara grafis lain: Triangular Chart Method dan cara
Rothfuch’s Method (Singh, 1978; Sukirman, 2007).
15
Tabel 1.5 Daftar Gradasi Agregat Untuk Blending Cara Diagonal
16
1.12.2 Mencampur Agregat Secara Analitis
a. Cara Asphalt Institute
Penggabungan dua jenis agregat dapat dilaksanakan dengan menggunakan persamaan(Asphalt
Institute,1995): P = Aa + Bb ……………………………………………………………….(1.7)
P = persen agregat campuran yang diinginkan, yang melalui ayakan tertentu
A = persen lolos agregat pertama (biasanya yang lebih kasar), yang melalui ayakan tertentu
B = persen lolos agregat kedua (biasanya yang lebih halus), yang melalui ayakan tertentu.
a = proporsi (%) agregat pertama , dan b = proporsi (%) agregat kedua.
PA
Diketahui: a + b = 1, sehingga : a = 1 – b. Kemudian didapat: b , selanjutnya lihat
BA
Tabel 1.6 dst.
.
Tabel 1.6 Spesifikasi dan gradasi masing-masing agregat
19 12,5 9,5 4,75 2,36 0,600 0,300 0,150 0,075
mm mm mm mm mm mm mm Mm Mm
Ayakan ¾“ ½“ 3/8 “ No.4 No.8 No. 30 No. 50 No.100 No.200
Spec. 100 80- 79-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
100
Agg. I 100 90 59 16 3,2 1.1 0 0 0
Agg II 100 100 100 96 82 51 36 21 9,2
- Lihat persentase lolos ayakan yang diperkirakan berpengaruh besar. Misal diambil data
pada ayakan 2.36 mm (No.8).
PA 42,5 3,2
b = = 0,50 ; a = 1 – 0,50 = 0,50
BA 82 3,2
Tabel 1.7 Kombinasi pertama
19 12,5 9,5 4,75 2,36 0,600 0,300 0,150 0,075
mm mm mm mm mm mm mm Mm Mm
Ayakan ¾“ ½“ 3/8 “ No.4 No.8 No. 30 No. 50 No.100 No.200
Spec. 100 80- 79-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
100
Agg. I x 0,50 50 45 29.5 8 1.6 0.55 0 0 0
Agg II x 0,50 50 50 50 48 41 25.5 18 10.5 4.6
Total 100 95 79.5 56 42,6 25.6 18 10.5 4,6
- hasil kombinasi (total) pada ayakan 0.075mm (No.200), perlu ditambahkan. Coba nilai a =
0,45 dan b = 0,55
Tabel 1.8 Kombinasi kedua
19 12,5 9,5 4,75 2,36 0,600 0,300 0,150 0,075
mm mm mm mm mm mm mm Mm Mm
Ayakan ¾“ ½“ 3/8 “ No.4 No.8 No. 30 No. 50 No.100 No.200
Spec. 100 80- 79-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
100
17
Agg. I x 0,45 45 40,5 26,6 7,2 1,4 0,5 0 0 0
Agg II x 0,55 55 55 55 52,8 45,1 28 19,8 11,5 5,1
Total 100 95.5 81.6 60 46.5 28.5 19.8 11.5 5.1
- hasil kombinasi (total) pada ayakan 0.600mm (No.30) terlalu mendekati batas atas spec.
Coba nilai = a = 0,48 dan b = 0,52.
Tabel 1.9 Kombinasi ketiga
19 12,5 9,5 4,75 2,36 0,600 0,300 0,150 0,075
mm mm mm mm mm mm mm mm Mm
Ayakan ¾“ ½“ 3/8 “ No.4 No.8 No. 30 No. 50 No.100 No.200
Spec. 100 80- 79-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10
100
Agg. I x 0,48 48 43.2 28.3 7.7 1.5 0.53 0 0 0
Agg II x 0,52 52 52 52 49.9 42.6 26.5 18.7 10.9 5.1
Total 100 95.2 80.3 57.6 44.1 27.3 18.7 10.9 5.1
- kombinasi ini relative sudah lebih mendekati yang diharapkan.
Untuk mengkombinasi tiga jenis agregat, dapat dilakukan dengan mengkombinasi dua
agregat terlebih dahulu, hasilnya dikombinasikan dengan agregat yang ketiga. Bila
mengkombinasi empat jenis agregat, bisa dicoba dengan mengkombinasi masing masing dua
agregat terlebih dahulu, kemudian hasilnya dikombinasi lagi.
Contoh 1.
Suatu bahan (agregat) seperti tercantum pada Tabel 1.10, memerlukan tambahan butir halus untuk
memenuhi gradasi yang dikehendaki (dalam hal ini pasir halus). Hasil gabungan yang dikehendaki
adalah mendekati tengah-tengah batas spesifikasi. Banyaknya pasir halus yang dibutuhkan dapat
dihitung sbb:
Tentukan persentase pasir yang diperlukan untuk meningkatkan jumlah butir yang lolos saringan
No. 200 sebesar titik tengah spec limit ( 7%). Persentase agregat halus yang diperlukan dapat
dihitung dengan rumus:
SC
X x100 % , dimana …………………………………………………………..(1.8)
FC
X = % pasir halus yang dikehendaki
18
S = % titik tengah spec limit dari saringan yang dikehendaki (No.200)
F = % pasir halus yang lewat saringan No.200.
C = % agrergat kasar yang lewat saringan No.200.
72
X x100 % 13.2%
40 2
Jadi pasir halus yang dikehendaki adalah 13.2 %, sedangkan agregat kasar 86.8%.
Dari data (sebaiknya digambar gradasinya), dapat dilihat ada perbedaan besar antara % agregat
kasar dan halus yang lewat saringan No.8. Karenanya sebagai langkah awal, ditargetkan nilai
tengah spec limit pada ayakan No.8 yaitu: 42.5%. Selanjutnya dihitung % agregat halus seperti
pada contoh 1:
FS 95 42.5
X x100 % x100 % 57% , dimana ………………………………(1.9)
FC 95 2.4
X = % agregat kasar yang dikehendaki dalam blending
F = % agregat halus lewat saringan No.8
S = % yang dikehendaki yang lewat ayakan No.8
C = % agregat kasar lewat saringan No.8.
Agregat halus yang diperlukan = 100%-57%= 43%, dimana jumlah agregat halus yang lolos
saringan No.200 adalah = 43%×8.8%=3.8%.
Titik tengah spec limit ayakan No.200 adalah 7%. Jadi masih kekurangan filler (lolos ayakan no.
200 (0.075mm) lagi: 7%-3.8%=3.2%.
3.2
Filler yang diperlukan adalah: x100 % 4.3% atau diambil 4%.
74
Jadi susunan agrgat gabungan menjadi:
57% agregat kasar
(43-4)% = 39% agregat halus
4% filler.
Hasil kombinasi agregatnya adalah seperti tercantum pada Tabel 1.11 di atas.
Pada prinsipnya, metode blending agregat baik secara grafis maupun analitis merupakan
langkah awal, yang kemudian dilanjutkan lagi dengan cara coba-coba sampai gradasi agregat
gabungan memenuhi syarat batas spesifikasi.
19
1.11.3 Mencampur Secara Proporsional
Untuk memperoleh proporsi agregat campuran yang diinginkan selain dengan cara
mencampur (blending) dapat juga dilakukan dengan cara memproporsikan agregat sesuai dengan
gradasi suatu spesifikasi yang ditentukan (Zoorob, 1995). Lebih lanjut akan dijelaskan pada Bab
III, tentang Perencanaan Campuran Aspal Panas.
DAFTAR PUSTAKA
Asphalt Institute, 1995, Mix Design Methods for Asphalt Concrete and Other Hot Mix Types,
Manual Series No. 2 ( MS-2), Sixth Edition.
Bambang Ismanto, 1993, Bahan Perkerasan Jalan, Campuran Aspal dan Agregat, Penataran
Highway Engineering, FT Unvesitas Lampung.
Cooper, K.E. , Brown, S.F. and Pooley, G.R. , 1985, The Design of Aggregate Gradings for
Asphalt Basecourses , Journal of The Association of Asphalt Paving Technologists , Vol.
54 , page 324 to 346.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2004. Desiminasi Spesifikasi Baru Campuran
Beraspal Panas Dengan Alat PRD.
Departemen PU, Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2006,Bahan Untuk Campuran Beraspal Panas.
Fuller, W.B., and Thomson, S.E., 1907,The Laws of Proportioning Concrete, Transaction of the
American Society of Civil Engineers, Vol.59, pp.67-172.
Krebs, R.D. and Walker, R.D., 1971, Highway Materials , McGraw-Hill Book Company.
Nikolaides, A.F, 1994,A New Design Method for Dense Cold Mixtures . Proceedings of the First
European Symposium on Performance and Durability of Bituminous Materials ,
University of Leeds , March 1994 , Editor : J.G. Cabrera and J.R. Dixon , pp. 259 to 269 ,
E & FN Spon , London.
MBT Utama, 1984, Diktat Pendidian dan Latihan Teknologi Aspal, Bandung.
Singh, G.C., 1978, Highway Engineering, Standard Publisher Distributor, Delhi, India.
Sukirman, S., 2007, Beton Aspal Campuran Panas, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Zoorob, S.E., 1995,The Effect of Pulverised Fuel Ash on the Properties and Performance of Hot
Rolled Asphalt. Ph.D Thesis , University of Leeds , UK.
20
LAMPIRAN-LAMPIRAN BAB I
21
Lampiran 1.1 Pembuatan iron / steel slag
Fluxing stones
(limestone, dolomite),
for removing acidic
impurities
Temperature:
1300-1600 °C
Jenis furnace:
(BOF)
24
Ukuran agrEgat :
lolos ayakan a tertahan B
(a-b) mm
(10-5) mm
25
26
Cara II
Dia Sample 1 Kom Lolos Sample 2 Kom Lolos Kom lolos
Ayakan Tertahan diatas tiap ayakan Kom tertahan Tertahan diatas tiap ayakan Kom tertahan rata-rata
( mm ) ( gram ) (%) (%) (%) ( gram ) (%) (%) (%)
a b c d e=100-d b' c' d' e'=100-d' f = (e+e')/2
25 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00
19.0 0.00 0.00 0.00 100.00 100.00 1.79 1.79 98.21 99.11
12.5 850.00 17.00 17.00 83.00 800.00 14.29 16.07 83.93 83.46
9.5 800.00 16.00 33.00 67.00 950.00 16.96 33.04 66.96 66.98
4.75 800.00 16.00 49.00 51.00 850.00 15.18 48.21 51.79 51.39
2.36 700.00 14.00 63.00 37.00 750.00 13.39 61.61 38.39 37.70
1.18 800.00 16.00 79.00 21.00 800.00 14.29 75.89 24.11 22.55
0.60 750.00 15.00 94.00 6.00 750.00 13.39 89.29 10.71 8.36
0.075 200.00 4.00 98.00 2.00 350.00 6.25 95.54 4.46 3.23
Talam (pan) 100.00 2.00 100.00 0.00 250.00 4.46 100.00 0.00 0.00
27
100 100
90 90 Sampel 1
80 80 Sampel 2
Agregat halus : (4,75 - 0.075) mm = lolos 4,75 mm tertahan 0,075 mm (ayakan no. 200) =………….%
Bisa juga dibandingkan dengan gradasi agregat suatu campuran aspal, apakah memenuhi spec
Bagaimana mestinya memilh agregat spy memenuhi spec (blending, cara proporsional) 28
No saringan/ayakan =
jumlah bukaan sepanjang 1 inchi (diarah/sejajar
lubang)
30
JENIS GRADASI
100
90 Gradasi Rapat
80 Gradasi Senjang
Persen Lolos Komulatif (%)
70 Gradasi Seragam
60
50
40
30
LOLOS 2,36mm
20
10
0
0.01 0.1 1 10 100
Ukuran Saringan (mm) TERTAHAN 1,18 mm
31
Gradasi menerus (proporsi agregat disetiap ukuran relatif berimbang)
% lolos
Dia (mm) Tertahan diatas Ayakan
komulatif
(gram) (%) 100
90 Gradasi menerus
19 100
80 Gradasi senjang
12.5 600 12 88 70
% lolos
Dia (mm) Tertahan diatas Ayakan
komulatif
100
(gram) (%) 90 Gradasi menerus
19 100 80 Gradasi senjang
12.5 1000 20 80 70
% lolos
Dia (mm) Tertahan diatas Ayakan
komulatif
(gram) (%) 100
19 100 90 Gradasi menerus
80 Gradasi senjang
12.5 250 5 95 70
PROSEDUR PENGUJIAN
35
PROSEDUR PENGUJIAN ANGULARITITAS AGREGAT KASAR
(Pennsylvania DoT Test Method No.621 :
Menentukan Persentase Fraksi Pecah dalam Kerikil)
1) Umum :
Sifat-sifat agregat dengan kriteria angularitas adalah untuk menjamin gesekan antar agregat
dan ketahanan terhadap alur (rutting).
Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen berat butiran agregat yang lebih besar
dari 4,75 mm (No.4) dengan satu bidang pecah atau lebih.
Suatu pecahan didefinisikan sebagai suatu yang bersudut, kasar atau permukaan pecah pada
butiran agregat yang dihasilkan dari pemecahan batu, dengan cara buatan lainnya, atau dengan
cara alami.
Kriteria angularitas mempunyai suatu nilai minimum dan tergantung dari jumlah lalu lintas
serta posisi penempatan agregat dari permukaan perkerasan jalan.
Suatu muka dipandang pecah hanya bila muka tersebut mempunyai proyeksi luas paling
sedikit seluas seperempat proyeksi luas maksimum (luas penampang melintang maksimum) dari
butiran dan juga harus mempunyai tepi-tepi yang tajam dan jelas.
2) Prosedur:
a) Ambillah agregat kasar tertahan yang sudah dicuci dan dikeringkan sekitar 500 gram.
b) Pisahkan bahan yang tertahan ayakan No.4 (4,75 mm) dan buanglah bahan yang lolos No.4
(4,75 mm), kemudian timbanglah sisanya (B).
c) Pilihlah semua fraksi pecah dalam contoh dan tentukan beratnya dalam gram terdekat (A).
3) Perhitungan :
Dimana :
A = berat fraksi pecah.
B = berat total contoh yang tertahan ayakan No.4 (4,75 mm).
4) Pelaporan :
Laporkan angularitas dalam persen terdekat.
36
PROSEDUR PENGUJIAN ANGULARITAS AGREGAT HALUS
(AASHTO TP-33, ASTM Standard Method of Test C1252, Metode Pengujian untuk
menentukan Rongga Udara dalam Agregat Halus yang tidak dipadatkan)
1) Umum :
Sifat-sifat agregat dengan kriteria angularitas adalah untuk menjamin gesekan antar agregat
dan ketahanan terhadap alur (rutting).
Angularitas agregat halus didefinisikan sebagai persen rongga udara pada agregat lolos
ayakan No.4 (4,75mm) yang dipadatkan dengan berat sendiri.
Angularitas agregat halus diukur pada agregat halus yang terkandung dalam agregat
campuran, diuji dengan AASHTO TP-33, ASTM Standard Method of Test C1252, Metode
Pengujian untuk menentukan Rongga Udara dalam Agregat Halus yang tidak dipadatkan
(sebagaimana dipengaruhi oleh Bentuk Butiran, Tekstur permukaan dan Gradasi). Semakin
tinggi rongga udara berarti semakin tinggi persentase bidang pecah dalam agregat halus.
2) Prosedur :
a) Ambillah agregat halus lolos ayakan No.4 (4.75mm) yang sudah dicuci dan dikering- kan,
kemudian tuangkan kedalam silinder kecil yang sudah diukur dan dikalibrasi volumenya (V)
melalui corong standar yang dipasang diatas silinder dengan suatu kerangka dan mempunyai
jarak tertentu.
b) Hitung dan timbang berat agregat halus (W) yang diisi ke dalam silinder yang sudah diukur
volumenya.
c) Ukurlah Berat Jenis Kering Oven agregat halus (Gsb)
d) Hitung volume agregat halus dengan menggunakan Berat Jenis Kering Oven agregat halus
(W/Gsb).
3) Perhitungan :
V – (W/Gsb)
Hitung rongga udara dengan rumus berikut ini : ----------------- x 100%
V
37
SNI 03-6877-2002
PENGUJIAN
ANGULARITAS AGREGAT HALUS (AAH)
AAH:
persen rongga udara pada agregat lolos
ayakan No.8 (2,36mm) yang dipadatkan
dengan berat sendiri
V = volumenya cetakan/mould
W = berat pasir yang dituangkan
Gsb = BJ Kering Oven agregat halus
V – (W/Gsb)
Rongga udara : ---------------------- x 100%
V
Dimana :
A = berat fraksi pecah.
B = berat total contoh
yang tertahan ayakan
500 gram, cuci dan keringkan No.4 (4,75 mm).
AAK Min = 95 (1+) /90 (2+) (unt pada kedalaman < 10 cm)
= 80 (1+) /75 (2+) (unt pada kedalaman ≥ 10 cm)
39
Jml bid pecah
BAB II
ASPAL
Secara semantik, perlu diberikan klarifikasi perihal pengertian tentang aspal sbb
(Whiteoeak, 1991):
Di Eropa ‘aspal’ berarti campuran antara bahan perekat (bitumen) dengan agregat,
misalnya: hot rolled asphalt, mastic asphalt, dll. Di Eropa bahan perekat aspal lebih dikenal
dengan nama ‘ bitumen’.
Di Amerika Utara ‘aspal’ diartikan sebagai material bahan perekatnya saja. Pengertian
seperti di Amerika Utara ini juga sama halnya dengan di Indonesia.
Aspal adalah resedu dari proses destilasi alam atau buatan (pengilangan) minyak mentah
(crude oil).
Proses Pengilangan minyak mentah, diperlihatkan pada Gambar 2.1b dan 2.2.
40
Gambar 2.1.a. Ilustrasi proses terbentunya aspal
41
Light gases:
propane and butane
gasoline
Reforming
Naphtha
Chemicals
Crude oil
Long residue
Gasoline
Distillate
Vacuum e
Distillation Cracking
(350-400)˚C
Chemical
s
Proses Pemecaham
Lube oil
Molekul. Terjadi Arang.
Manufac-
ture
Bitumen feedstock
42
Gambar 2.2 Flow Chart Proses Produksi Aspal Minyak
(Asphalt Institute, 1995)
43
2.3 Proses Destilasi Fraksional (Fractional Distillation) Minyak Mentah
Proses awal pengilangan minyak mentah adalah ‘destilasi fraksional’ yang dilakukan pada
menara baja yang disebut ‘fractionating column’ atau kolom destilasi (‘distillation column’).
Kolom destilasi ini dibagi dalam beberapa interval yang disekat dengan talam baja
horizontal (‘horizontal steel trays’) yang berlubang untuk melewatkan uap ke atas. Diatas
lubang talam terdapat bagian yang berbentuk lengkung/kubah (bubble caps) yang
memantulkan uap ke bawah, dimana uap akan terkondensasi membentuk gelembung cairan,
yang kemudian ditampung pada talam, terus dialirkan dengan pipa-pipa (Gambar 2.1, 2.2,
dan 2.3).
44
o Sifat fisik short residue dapat dimodifikasi dengan ‘air blowing’. Udara bertindak selaku
‘reactant’ dan mengaduk aspal, sehingga meningkatkan luas permukaan terjadinya reaksi
dan kecepatan reaksi. Dilaksanakan pada temperatur antara: 240 – 320 ˚C.
o Terjadi ‘dehydrogenation’ pada short residue, sehingga mengakibatkan terjadinya:
‘oxidation and polycondensation’, meningkatkan ukuran molekul asphaltene yang sudah
ada, dan membentuk tambahan asphaltene dari phase malthene dalam aspal. Pada
proses ini dihasilkan air (H2O) sebagai hasil sampingan.
o Tujuan utama dari ‘air blowing’ ini adalah untuk meningkatkan kadar asphaltene
sehingga aspal menjadi lebih keras, dan lebih tahan terhadap pengaruh temperatur.
Tingkat kekerasan aspal dapat diatur, tergantung dari: kekentalan bahan aspal awal
temperatur dan lama proses ‘air blowing’.
Untuk menjaga supya kualitas aspal dapat bertahan lama, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
Dalam penyimpanan tidak terkena pemanasan yang berlebihan sampai diatas titik bakar
aspal, dan perlu diaduk secara berkala. Suatu tangki penyimpanan aspal dilengkapi dengan
sistim pemanas dan pengaduk untuk mensirkulsi aspal agar homoginitas aspal terpelihara.
Tidak terjadi oksidasi dan kehilangan komponen aspal akibat penguapan. Diusahakan luas
bagian aspal yang terekpose udara seminimal mungkin. Hal ini dapat dilaksakanan dengan
menyimpan aspal pada tangki yang tinggi (perbandingan antara luas permukaan/jari-jari
terhadap volume/tinggi tangki, kecil).
Bila aspal sudah tersimpan dalam waktu lama, perlu diaduk rata dan dites sifat-sifatnya
sebelum dipergunaan.
45
Tabel 2.1 (lanjutan)
Tingkat Kekerasan (hard grades)
H 80/90 160 200 - 230
H 110/120 190 230 - 230
Tingkat Aspal Cutback (cutback grades) **
50 detik 65 105 150 160
100 detik 70 110 160 170
200 detik 80 120 170 180
Viskositas penyemprotan :
- aspal penetrasi : 0.06 Pascal Second (Pa.s)
- aspal cutback : 0.03 Pascal Second (Pa.s)
*) (TL/Pen) : Titik Lembek / Penetrasi
**) cutback asphalt dibedakan atas ‘flow time’ sejumlah tertentu cutback
asphalt pada ‘Standard Tar Viscometer’ (STV).
46
danau dan kemudian ke bagian pusat danau. Bila digali akan tertutup kembali dalam waktu
24 jam.
Dalam proses eksplorasi, aspal danau digali, kemudian dipanaskan 160ºC, disaring saat
masih encer untuk memisahkan bagian-bagian yang tidak diperlukan: kayu, batuan, ranting-
ranting tumbuhan, dll.
Cukup keras dengan nilai penetrasi 2 dan titik lembek 95ºC. Dalam pemakaian, aspal danau
biasanya dicampur dengan aspal penetrasi yang lunak (pen 200,300).
Memiliki ketahanan yang baik terhadap cuaca (oksidasi), namun memerlukan enersi
pemanasan tinggi, sehingga kurang efisien. Belakangan ini sudah ada aspal minyak yang
dimodifikasi dengan bahan-bahan additif yang memiliki tingkat kekerasan yang memadai
dan lebih efisien, sehingga aspal danau belum digunakan secara luas.
Belakangan ini teknologi aspal danau sudah dikembangan. Salah satu produknya adalah
Trinidad Lake Asphalt (TLA).
47
Gambar 2.5 Rock Asphalt
Aditif kelekatan dan anti pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan dalam bentuk cairan
kedalam campuran agregat dengan mengunakan pompa penakar (dozing pump) pada saat proses
pencampuran basah di pugmil. Kuantitas pemakaian aditif anti striping dalam rentang 0,2% - 0,3 %
terhadap berat aspal. Anti striping harus digunakan untuk semua jenis aspal tetapi tidak boleh tidak
digunakan pada aspal modifikasi yang bermuatan positif. Jenis aditif yang digunakan haruslah yang
disetujui Direksi Pekerjaan. Penyediaan aditif dibayar terpisah dari pekerjaan aspal.
48
b. Aspal Oksidasi (oxidized asphalt)
Aspal ini adalah hasil proses ‘air blowing’ dari short residue. Umumnya dipakai untuk
keperluan industri seperti: pelapisan atap, lantai, pipa, pelaburan dll.
Aspal oksidasi di beri nama berdasarkan ‘titik lembek/tingkat penetrasinya’, misalnya Aspal
Oksidasi 85/40: titik lembeknya 85 ˚C, titik tingkat penetrasinya 40. Jenis aspal oksidasi a.l.:
aspal oksidasi 75/30, 85/25, 85/40, 95/25, 105/35, 115/15.
Aspal ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap temperatur (memiliki Penetration Index -
PI) Tinggi sekitar + 2 s/d +8. Nilai PI aspal secara umum berkisar antara: - 3 s/d +7.
Aspal ini relatif sama dengan aspal oksidasi, hanya tingkat kekerasannya lebih tinggi.
Umumnyadiberi nama dengan huruf awal H (hard) dan interval titik lembeknya. Misalnya
‘H 80/90’ ( aspal keras dengan titik lembek antara 80-90 ˚C). Aspal ini juga umumnya untuk
keperluan industri, seperti halnya aspal oksidasi.
d. Aspal Emulsi
Yaitu aspal keras yang diemulsikan kedalam air. Pada suhu ruang berbentuk cair (Thanaya,
2003).
Diproduksi pada instalasi khusus (Gambar 2.6). Aspal keras (biasanya pen 100,200, atau
300) dipanaskan kemudian dipecahkan dalam ‘colloid mill’ melalui gerakan rotor dan stator
yang berjarak 0.25-0.50 mm. Ukuran butiran aspal sekitar 2-5 mikron (1 mikron = 10-3 mm).
Kemudian secara simultan kedalam colloid mill dialirkan air yang sudah dicampur dengan
49
bahan pengemulsi (emulsifier), larutan asam untuk mengatur pH, dan bahan aditif yang
diperlukan. Larutan pengemulsi memberikan muatan listrik yang sama pada permukaan
butiran aspal sehingga butiran aspal tidak bergabung karena adanya gaya saling tolak
menolak. Hal ini memberikan kestabilan aspal emulsi.
Kestabilan aspal emulsi (tidak terjadi pengendapan akibat penggabungan butiran aspal)
dipengaruhi oleh: ukuran butiran aspal, jumlah dan jenis komponen: (bahan
pengemulsi/emulsifier, aditif, larutan asam), kontaminasi elektrolit, gangguan mekanik, dan
tingat penguapan kadar cairan.
Aspal Emulsi dapat dipakai sebagai prime coat, tack coat, dan bahan pengikat untuk
Campuran Aspal Emulsi Dingin (CAED).
Proses produksi CAED: {agregat (kasar+halus+filer) + air (dilembabkan) dengan jumlah
tertentu yang memberi ‘best coating’ + aspal emulsi}: lalu diaduk rata, kemudian
dipadatkan. Pemadatan dilaksanakan pada kondisi campuran tidak terlalu encer atu terlalu
kering. Hal ini dilakukan dengan menganginkan campuran sebelum dipadatkan.
CAED diproduksi dan diaplikasikan tanpa perlu pemanasan atau pada suhu ruang.
Masalah umum pada CAED: penyelimutan tidak merata terutama pada agregat kasar, terjadi
pengaliran aspal (asphalt drain), kohesi rendah, film aspal tipis. Hal ini umumnya bisa
diatasi dengan teknik perbaikan teknik produksi CAED.
Ada tiga masalah utama pada CAED: kekuatan awal lemah, porositas tinggi, dan waktu
penguapan (curing) agak lama tergantung cuaca.
CAED memerlukan enersi pemadatan yang tinggi untuk mencapai target porositas yang
ditentukan (5-10%), karena saat dipadatkan butiran aspal emulsi beikatan shg semakin kaku.
Peningkatan kekuatan tergantung dari kecepatan penguapan kandungan air pada CAED.
CAED cocok untuk daerah tropis, dan untuk jalan dengan tingkat lalu lintas rendah sampai
sedang, daerah terpencil, dan untuk skala pekerjaan kecil (pemeliharaan jalan rutin).
Kekuatan CAED dapat diitingkatkan dengan menambah 1-2% semen, atau ditambah bubuk
kapur/lime.
Harga aspal emulsi persatuan berat, masih lebih mahal dari pada aspal penerasi.
CAED dapat memberikan efieiensi enersi sampai 40 %, karena tidak memerlukan
pemanasan, sehiggga secara keseluruhan dari segi biaya bisa bersaing dengan campuran
aspal panas.
50
Gambar 2.6a Skema instalasi pembuatan aspal emulsi
51
Gambar 2.6c Rotor dan Stator pada Colloid Mill
52
Gambar 2.6d. Gambar prosedur pembuatan CAED
53
Gabar 2.6e. Ilustrasi Coating Test (tes penyelimutan)
Aspal busa diperoleh dengan menginjeksikan air dingin pada aspal panas dengan suhu 149ºC
ke atas, (sehingga timbul busa secara spontan) di dalam suatu tempat pembusaan (foaming
chamber) seperti diilustrasikan pada Gambar 2.7, dan Gambar 2.8.
Pembusaaan aspal dimaksudkan untuk menurunkan viskositas/kekentalan, sehingga mudah
dicampur dengan agregat.
Kekuatan awal campuran lemah, dan penyelimutan tidak merta.
Kekuatan campuran padat meningkat sejalan dengan penguapan kandungan air.
Kekuatan campuran dapat ditingkatkan dengan menambah kapur atau semen.
Masalah dalam produksi: perlu ketelitian tinggi pada sistim penyemprotan aspal busa
terhadap agrregat.
Agregat perlu dilembabkan sebelum dicampur dengan aspal busa.
Ada dua sifat yang menentukan kualitas aspal busa:
- perbandingan pengembangan (expansion ratio) yaitu perbandingan volume aspal awal
dengan volume setelah dibusakan: 10 – 15 kali.
- umur setengah (half life), yaitu umur dalam detik dimana busa aspal masih bertahan
sampai setengah dari volume pengembangan maksimalnya: 5-10 detik.
Tipikal komposisi aspal busa berdasarkan berat: 97% aspal, 2% air, dan 1 % bahan pelunak
air , mis. sodium chlorida untuk mengurangi kekerasan air akibat kandungan Ca dan Mg.
Kekurangannya: tidak bisa disimpan lama, harus dicampur langsung dilapangan.
54
Gambar 2.7 Skema Pembusaan Aspal dan aplikasi lapangan.
55
Gambar 2.8.b Rangkaian peralatan aplikkasi aspal busa di lapangan
Yaitu aspal penetrasi yang sudah dimodifikasi dengan penambahan bahan-bahan aditif,
untuk mendapakan perbaikan sifat-sifat aspal sesuai kebutuhan.
Umumnya bahan-bahan aditif dicampur terlebih dahulu (pre-blended) ke dalam aspal
sebelum dipergunakan.
Tujuan memodifikasi aspal umumnya untuk mengurangi terjadinya deformasi permanen
pada suhu tinggi dan meningkatkan sifat elastis/lentur pada suhu rendah di mana aspal
menjadi lebih getas (mudah retak) pada suhu dingin.
Aspal modifikasi sudah banyak tersedia di pasaran, dan merupakan produk yang cara
pembuatannya dirahasiakan (proprietary product).
Terdapat banyak jenis bahan aditif diantaranya adalah: polimer (polymer). Polimer secara
teori adalah suatu senyawa alami atau buatan yang terdiri dari molekul-molekul ukuran besar
yang terbenuk oleh kombinasi molekul-molekul sederhana berukuran kecil. Polimer dapat
dikelompokkan kedalam dua kelompok besar:
- ‘thermolastic’, ‘crystalline polymers’ atau ‘plastomer’, seperti: polyethylene,
polypropylene, polyvinyl chloride (PVC), polystyrene, ethylene vinyl acetate (EVA) and
ethylene methyl acrylate (EMA).
- thermoplastic rubbers or ‘elastomers’ seperti: natural rubber, styrene-butadiene-
rubber (SBR), styrene-butadiene-styrene (SBS), styrene-isoprene-styrene (SIS),
polybutadiene (PBD), and polyisoprene.
Ada pula bahan aditif berupa ubuk (powder): ‘carbon black’ dan ‘hydrated lime’.
Aspal emulsi sudah banyak dibuat dari aspal modifikasi (modified bitumen emulsion) untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan pada sifat aspal emulsi.
Salah satu aspek dalam menggunakan bahan aditif adalah kecocokan (compatibility) dengan
jenis aspal yang dipakai. Bisa dikatakan compatiblebila bahan aditif mudah menyatu/larut
(dissolve) ke dalam aspal membentuk senyawa homogen, tidak terjadi pemisahan (segregasi)
akibat perbedaan Spesific Grafity (SG).
56
2.5.3 Tar
Suatu cairan yang diperoleh dari proses karbonasi (destilasi destruktif tanpa udara/oksigen)
suatu material organis, misalnya kayu atau batubara.
Tar biasa diproduksi dari proses karbonasi batu bara menjadi ‘coke’, yaitu sejenis arang
dengan kadar karbon tinggi dan sangat sedikit mengeluarkan asap bila dipakai bahan bakar
(smokeless fuel). Coke biasanya dipakai sebagai bahan bakar pada pabrik besi/baja karena
memiliki intensitas panas yang tinggi. Dalam proses karbonasi tadi terbentuk gas dan uap
yang bila dikondensasi akan menjadi cairan kental (Tar) yang berupa rantai hidrokarbon
panjang.
Tar bisa dipakai sebagai bahan perekat seperti aspal, tetapi lebih peka terhadap temperature.
Pada temteratur tinggi lebih mudah mengalami deformasi, dan pada temperatur rendah lebih
getas dari pada aspal minyak.
Tar juga dapat mengeluarkan gas beracun (tidak terlalu signifikan), dapat diatasi dengan
memakai masker untuk pernafasan.
Secara garis besar, ada empat sifat pokok aspal yang perlu dievaluasi untuk memperoleh kinerja
aspal yang memuaskan:
Aspal terdiri dari beberapa unsur dengan unsur karbon dan hydrogen yang paling banyak.
Tipikal komposisi komponen aspal adalah sbb:
Karbon 82 - 88 %
Hydrogen 8 - 11 %
Sulfur 0-6%
Oxygen 0 - 1.5 %
Nitrogen 0-1%
Aspaltenes:
o tidak larut dalam heptane
o bersifat polar tinggi (memiliki kutub listrik)
o berupa butiran dengan berat molekul antara 600 – 300.000 satuan molekul
o ukuran partikel 5 nano meter (nm) – 50 nm.
1 nano meter (nm) = 10-9m = 10-6mm = 10-3mikron.
1 mikron (μm) = 10-3mm
o Makin tinggi kadar asphaltenes, aspal semakin kental. Tipikal kadar asphaltenes
suatu jenis aspal : 5-25%, dan sebagian besar tersusun dari unsur karbon.
o Aromatics:
- berupa cairan dengan berat molekul paling rendah: 300 – 2000 satuan molekul
- membentuk 45 – 65 % dar senyawa aspal
- bersifat non polar
- memiliki daya melarutkan tinggi terhadap molekul hidrokarbon yang lebih berat.
o Saturates:
- berupa minyak (oil) yang kental dan non polar
- berwarna putih atau ke kuning-kuningan
- berat molekul hampir sama dengan aromatics
- terdiri dari komponen seperti lilin (waxy) dan non waxy
Aspal pada hakekatnya adalah sistim koloid, dimana asphaltenes larut dalam maltenes.
58
Bila aspal mengandung kadar resins dan aromatics tinggi dengan daya larut baik, maka aspal
disebut aspal tipe ‘SOL’.
Bila resins dan aromatics jumlahnya sedikit, dimana asphaltenes tidak sepenuhnya
terdistribusi/larut, maka disebut aspal tipe ‘GEL’, yang lebih kental dari tipe ‘SOL’. Jenis
aspal ‘GEL’ ( blown asphalt atau oxidized asphat) biasanya dipakai sebagai pelapis atap.
Kekentalan aspal tergantung dari berat molekul pembentuknya. Makin berat aspal (makin
banyak kadar asphaltenesnya), aspal makin kental.
Struktur Kimia Aspal diperlihatkan pada Gambar 2.9
59
2.9 Bitumen Data Charts
Panduan umum kondisi dan karakteristik pemakaian aspal dapat disajikan pada
Gambar2.10 dan 2.11.
1.25
800
Gb 2.10
Gb 2.11
60
2.10 Prinsip Pengujian Aspal
Dalam campuran aspal beton, aspal berfungsi sebagai bahan pengikat dan pengisi rongga antar
butiran agregat dan pori-pori agregat. Untuk memperoleh kualitas campuran yang diinginkan maka perlu
dilaksanakan pengujian kualitas aspal.
a. Pengujian Penetrasi
61
b. Pengujian Titik Lembek
Untuk mengetahui kepekaan aspal terhadap temperatur. Walaupun Nilai Penetrasinya sama,
titik lembeknya bisa berbeda.
Sebagai pedoman untuk pelaksanaan pemadatan di lapangan. Pemadatan akhir (finish
rolling) dilaksanakan di atas titik lembek aspal, dimana aspal masih bersifat plastis.
Pengujian dilaksanakan dengan alat ‘Ring and Ball Apparatus’ (R&B).
Untuk aspal yang titik lembeknya dibawah 80 ˚C dipergunakan media air suling, untuk aspal
yang titik lembeknya diatas 80 ˚C dipergunakan ‘gliserin’.
‘Ring’ diisi aspal, kemudian ‘ball’ dengan diameter ± 9.53mm, berat ± 3.5 gram diletakkan
diatas aspal, seperti pada gambar, dan gelas/bejana diberi pemanasan. Pemanasan
dilaksanakan mulai dari suhu 5 ˚C dengan kenaikan suhu 5 ˚C permenit.
Titik lembek adalah suhu rata-rata (dengan beda suhu ≤ 1˚C) pada saat bola baja menembus
aspal karena leleh dan menyentuh plat dibawahnya (sejarak 1 inch = 25,4 mm).
Nilai penetrasi aspal pada titik lembeknya sekitar 800.
62
c. Pengujian Titik Nyala (Flash Point)
Untuk mengetahui temperatur pemanasan aspal maksimal ‘yang aman’ sebelum terbakar.
Diuji dengan Cleveland Open Cup seperti gambar.
Titik Nyala (Flash Point), yaitu suhu pada saat terlihat nyala api minimal selama 5 detik.
63
e. Thin Film Oven (TFO) Test
Test ini pada prinsipnya sama dengan Test Kehilangan Berat (Loss on Heating) di atas,
tetapi film aspalnya lebih tipis yaitu 1/8 inchi (3mm), dengan menggunakan ukuran piring
metal (pan) yang diameternya lebih besar .
Dalam TFO Test , karena aspal yang di test lebih tipis, sehingga memberikan efek
penguapan (volatilization) dan oksidasi (oxidation) yang lebih signifikan dari pada Test
Kehilangan Berat (loss on heating).
TFO Test dimaksudkan untuk mensimulasi efek pemanasan saat memproduksi campuran
aspal panas, dimana agregat diselimuti oleh lapisan aspal tipis.
Proses pemanasan, sama dengan Test Kehilangan Berat (loss on heating), dan diakhir test
aspal ditimbang (uji kehilangan berat) dan di tes nilai penetrasinya.
Ada kecenderungan semakin banyak Spesifikasi berdasarkan TFO Test, dari pada
berdasarkan Test Kehilangan Berat (loss on heating).
Sebelum dan setelah test ini, biasanya dilaksanakan test viskositas aspal untuk mengetahui
peningkatan kekekentalan/kekerasan aspal ybs.
Ada tipe pengujian lain suatu tebal film aspal yang disebut ‘Rolling Thin Film Oven
(RTFO) Test’, dengan tujuan sama dengan TFO Test tetapi cara yang berbeda. Pada test ini
digunakan beberapa botol gelas khusus, dimana sejumlah tertentu aspal dituangkan ke dalam
beberapa botol, lalu diletakkan dalam rak yang dapat berputar di dalam oven dengan suhu
163 ˚C selama 5 jam, dan spesimen diberikan tekanan udara panas.
Test ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah aspal yang ada / larut dalam ‘karbon
tetraklorida (CCl4)’ atau dalam ‘karbon bisulfida (CS2)’. Test ini juga untuk mengetahui
apakah aspal mengandung material yang tidak diinginkan.
Pada test ini sekitar 2 gram aspal dilarutkan dalam 100 ml larutan di atas, kemudian disaring
dengan kertas saring.
Berat material yang tersaring (kotaminan: karbon dan unsur mineral) ≤ 1% dari berat aspal
semula, atau:
Kelarutan aspal = (berat aspal yang larut/berat aspal semula) ≥ 99 %.
64
h. Pengujian Daktilitas (Ductility)
SG aspal, adalah perbandingan antara berat aspal dengan berat air suling dengan volume
sama pada temperatur tertentu (25 ˚C).
Data SG dipergunakan untuk perhitungan dalam perencanaan dan evaluasi sifat campuran
aspal beton ( perhitungan SG mix dan Porositas).
Pengujian SG dilaksanakan dengan menggunakan Pycnometer (lihat Gambar 2.19), dengan
prinsip sbb:
A = berat pycnometer dengan penutup
B = berat pycnometer + air (penuh) +penutup
C = berat pycnometer + aspal
D = berat pycnometer + aspal + air (s/d penuh)+ penutup
65
a. b.
c. d. e.
Gambar 2.19 Model-model pycnometer (a,b,c,d); dan alternatif alat (e) memakai tabung gelas dan
penutup.
Cara fundamental untuk mengukur viskositas adalah dengan ‘sliding plate viscometer’,
yang terdiri dari dua plat berukuran 2x3x0.6 cm, yang diantara keduanya dilapisi aspal
setebal 50-100 mikron. Kemudian diberikan tekanan (stress) dalam Pascal (Pa), dan
deformasi (regangan) atau ‘rate of strain’ yang terjadi perdetik dicatat. Viskositas ini disebut:
Viskositas dinamis/absolut = tekanan (Pa)/ regangan perdetik = Pascal(Pa) second atau
Pa.s.
Pa
∆𝑙
ε =𝑙
Gambar 2.21 Diagram penentuan viskositas dinalis
Pa
Viskositas dinamis = ε/sec = Pa second………………………………………………….(2.1)
Alat yang umum dipakai untuk mengukur viskositas adalah Viscometer, dimana aspal
penetrasi dipanaskan terlebih dahulu kemudian dituangkan ke dalam viscometer sampai
mencapai tanda isian (filling line). Kemudian disimpan di dalam bak dengan pengatur
temperatur yang berisi air atau olie (Gambar 2.22).
Nilai viskositas, ditentukan berdasarkan waktu yang diperlukan aspal untuk melalui dua
tanda (timing marks) pada pipa kapiler viscometer. Waktu mulai dicatat saat aspal melewati
tanda pertama sampai mencapai tanda berikutnya.
66
Gambar 2.22 Pipa kapiler dan viskometer dalam bak
o suhu 135 ˚C: mewakili temperatur selama proses pencampuran dan penghamparan
campuran aspal. Pada suhu ini aspal cukup encer, dimana aspal dapat mengalir pada
67
pipa kalpiler secara gravitasi dengan memberi sedikit tekanan pada bukaan pipa yang
besar, atau sedikit hisapan/vacuum pada bukaan pipa yang kecil.
Kepadatan (density) aspal mempengaruhi kecepatan pengaliran. Test viskositas
pada suhu ini umumnya memakai jenis ‘Zeitfuchs Cross-Arm Viscometer’ (Gambar
2.24). Nilai viskositas yang diperoleh adalah: Viskositas Kinematis, yang diperoleh
dengan mengalikan waktu yang diperlukan bagi aspal untuk melewati ‘dua tanda’
dikalikan dengan faktor kalibrasi alat. Dengan variable waktu dan faktor kalibrasi,
maka Viskositas Kinematis dapat dihitung dalam satuan cm2/detik (stokes), atau
mm2/detik (centistokes).
68
Ada pula jenis test viskositas empiris yaitu Test Viskositas Saybolt Furol (Gambar 2.25).
Umumnya dipergunakan untuk menguji viskositas aspal emulsi, ‘blown asphalt’, dan
‘oxidised asphalt’. Pada test ini sejumlah 60 ml aspal (cair) ditempatkan dalam tabung
kemudian dialirkan keluar melalui suatu bukaan ukuran standar. Waktu yang diperlukan
untuk mengalirkan semua aspal dicatat dalam satuan ‘detik’, atau Second Saybolt Furol
(SSF). Makin kental aspal makin lama waktu yang dibutuhkan.
Test ini tidak begitu luas dipakai, dan diperkenalkan oleh Transport and Road Research
Laboratory (TRRL)-UK.
Test ini memberi indikasi ketahanan aspal terhadap cuaca: ultra violet dari sinar
matahari, oksigen, hujan, dan deposit kontaminan dari lalu lintas (olie dan minyak).
Test ini mempergunakan suatu kapasitor.
Permitivity = kapasitan suatu kapasitor dengan aspal sebagai dielektrik (media) ‘dibagi’
kapasitan suatu kapasitor dengan ruang hampa udara sebagai dielektrik.
Nilai Permitivity minimal = 2.63 (menurut TRRL, UK).
- +
Media
l. Float Test
Test ini dipergunakan untuk menguji konsistensi/kekentalan aspal yang terlalu lunak
untuk di tes penetrasi dan terlalu kental untuk Tes Viskositas Saybolt Furol, misalnya
aspal resedu dari hasil destilasi aspal cair.
Pengujian dilaksanakan dengan mengisi suatu tabung (colar) dengan aspal dan
disekrupkan pada mangkok aluminium. Kemudian diapungkan (float-ed) diatas air dalam
suatu bak pada temperatur tertentu (biasanya 50 ºC).
Hasil Float Test ini berupa ‘waktu (detik) dari saat mengapungkan mangkok aluminium
sampai aspal dalam tabung (colar) didesak oleh air.
69
Gambar 2.27 Float Test
Test ini dipergunakan untuk menggambarkan kelakuan aspal pada suhu rendah sampai
sekitar - 30 ºC, dengan memakai alat seperti pada Gambar 2.28.
Pada tes ini suatu pelat baja yang berukuran 41x20x0.15 mm dilapisi aspal setebal 0.5 mm.
Pelat dilentur-lenturkan perlahan pada temperatur yang diturunkan sebesar 1 ºC permenit,
sampai terjadi retak (biasanya pada suhu antara 0 -30ºC, tergantung jenis aspal).
Temperatur pada saat aspal mulai retak disebut ‘Fraass Breaking Point’, dimana aspal
memiliki kekakuan sekitar 2,1 x 109 Pascal (Pa), yang mendekati kekakuan maksimal aspal
sekitar 2,7 x 109 Pa.
Pada ‘Fraass Breaking Point’, aspal memiliki nilai penetrasi sekitar 1.25.
70
b. Tes Titik Nyala
Untuk menentukan suhu tertinggi dimana aspal cair mulai terbakar/menyala.
Untuk menguji aspal cair jenis slow curing/setting dipakai ‘cleveland open cup’.
Untuk menguji aspal cair jenis medium dan rapid curing/setting yang lebih cepat
menguap, dipakai ‘tag open cup’ yang terbuat dari gelas, dengan pemanasan
mempergunakan pemanas air (water bath), seperti diperlihatkan pada Gambar 2.29.
Resedu yang diperoleh, diuji nilai penetrasi dan daktilitasnya setelah didinginkan terlebih
dahulu.
71
DAFTAR PUSTAKA
Asphalt Institute, 1995, Mix Design Methods for Asphalt Concrete and Other Hot Mix Types.
Manual Series No. 2 ( MS-2), Sixth Edition.
Asphalt Institute, 1977, . A Brief Introduction to Asphalt and Some of Its Uses.Manual Series
No. 5 ( MS-5) , Seventh Edition.
Garber, N.J, and Hoel L.A., 1996, Traffic and Highway Engineering, PWS Publishing
Company.
Krebs, R.D. and Walker, R.D., 1971, Highway Materials , McGraw-Hill Book Company.
Sukirman, S., 1992, Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova.
Sukirman, S., 2007, Beton Aspal Campuran Panas, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Thanaya, I N.A., 2003, Improving the Performance of Cold Bitumnious Emulsion Mixtures
Incorporating Waste Materials, PhD Thesis, Leeds University, United Kingdom.
Wright, P.H., 1996, Highway Engineering, John Willey and Sons, INC.
Whiteoeak, D., 1991, The Shell Bitumen Hand Book , Shell Bitumen – UK.
72
BAB III
Perencanaan suatu jenis campuran aspal panas (hot mix) dilaksanakan dengan mengacu
kepada spesifikasi yang ditentukan. Secara umum dilaksanakan dengan tahapan sbb:
73
Sedangkan perencanaan gradasi agregat untuk campuran aspal di laboratorium, bisa
dilaksanakan tanpa mem ‘blending’ agregat, yaitudengan Cara Proporsional (memproporsikan
agregat) berdasarkan Gradasi Ideal (Batas Tengah) ‘Spesifikasi Gradasi Agregat Gabungan’ yang
ditentukan (Zoorob, 1995). Masing-masing ukuran butir agregat diperoleh dengan mengayak
agregat sesuai ukuran saringan yang ditentukan.Kemudian proporsi agregat dicari berdasarkan
komulatif prosentase lolos gradasi ideal (Lampiran 3.1).
Kadar aspal awal dapat diestimasi = kadar aspal efektif + kadar aspal yang diserap.
Kadar aspal efektif bisa mengacu pada suatu spesifikasi. Kadar aspal yang diserap
biasanya diambil sebesar 50 % dari absorpsi total agregat (kasar, halus dan filer) terhadap air.
Prosentase proporsi agregat seperti yang tercantum pada Lampiran 3.1 (Tabel 1, 2, dan 3),
adalah berdasarkan berat total agregat.Karena dalam campuran terdapat kandungan aspal, maka
perlu dihitung prosentase material terhadap berat total campuran, dengan cara sbb:
74
Tabel 3.1 Proporsi Material
Material % terhadap Faktor Pengali % terhadap
berat total agregat berat total campuran
1 2 3 4=2x3
Agregat kasar (a) 31 (100-d)/100 28,8
Agregat Halus (b) 61 (100-d)/100 56,7
Filler (c) 8 (100-d)/100 7,5
Aspal (d) - - 7
Total 100 % 100 %
Untuk membuat sebuah sampel, umumnya diperlukan antara 1000-1200 gram agregat
(tergantung berat jenis) yang proporsinya sesuai dengan ukuran butir agregat (seperti pada kolom
2 Tabel 3.4 di atas).Selanjutnya lihat contoh pada Lampiran 3.1.
Prosentase terhadap berat total campuran akan berubah sesuai dengan variasi prosentase
kadar aspalnya, misalnya: 6 ; 6,5 ; 7 ; 7,5 ; 8 % terhadap berat total campuran.
75
Untuk mengurangi kehilangan temperatur, yang bisa berakibat agregat tidak terselimuti
aspal dengan merata maka material campuran dipanaskan lagi beberapa saat (2-5 menit),
kemudian diaduk kembali sampai rata.
Catatan: berat alat tumbuk = 4,5 kg (10 lb), dengan tinggi jatuh tinggi 45.7 cm (18 inch).
Setelah pemadatan, sampel berikut mould didinginkan pada suhu ruang.Setelah dingin (mencapai
suhu ruang) sample dikeluarkan dengan ejektor (Gambar 3.3).
76
Kepadatan Bulk Kering (Dry Bulk Density-D)
Untuk data/sifat ini diperlukan massa dan volume dari sampel. Masa/beratnya dengan
mudah dapat ditimbang, namun penentuan volumenya memerlukan ketelitian karena bentuk
sample yang tidak sepenuhnya berbentuk matematis.Hal ini dapat dilakukan dengan prinsip
‘penggantian volume air’ sesuai Hukum Archimedes.
Sampel ditimbang diudara dan saat seluruhnya berada didalam air. Volume
Vdiperolehdengan menghitung selisih berat di udara dan berat di dalam air.
V= (berat di udara – berat di dalam air)
Prinsip ini sesuai dengan Hukum Archimedes, yaitu sampel di dalam air akan memperoleh
tekanan ke atas (uplift pressure) seberat air yang dipindahkan. Kepadatan air diambil 1 gram/cm3
pada suhu ruang, karenanya berat air (dalam gram) yang dipindahkan akan sama dengan volume
sampel dalam cm3. Rumus diatas berlaku untuk sample yang benar-benar kedap air.
Penimbangan sample di dalam air dilakukan dengan bantuan sejenis keranjang atau metal
dengan dasar dan dinding berlubang-lubang. Terlebih dahulu alat timbang dibebani keranjang
kawat kecil dimana keranjang dalam keadaan terendam air.Kemudian alat timbang di nolkan.Lalu
keranjang diangkat dan diisi sampel, setelah itu sampel ditimbang dalam air (lihat Gambar 3.4).
Karena kondisi sampel campuran aspal yang ‘tidak seluruhnya kedap air’ akibat adanya
porositas, mengakibatkan air bisa meresap kedalam sampel.Karena itu volume sampel ditentukan
sbb.(Asphalt Institute, 1995):
V= (berat sampel dalam keadaan SSD – berat di dalam air)
Sampel SSD: saturated surface dry, diperoleh dari mengeringkan permukaan sampel dengan ‘lap’
(towel dried) setelah ditimbang dalam air.
Bila sample memiliki porositas tinggi, maka gelembung-gelembung udara akan keluar dari
sample. Pembacaan timbangan dilakukan saat tidak ada lagi gelembung udara yang keluar.Untuk
efisiensi waktu, sebaiknya sample yang memiliki porositas tinggi direndam dahulu beberapa
waktu (sekitar 30 menit) sampai semua gelembung udara keluar.
77
Porositas (P) = Void in Mix (VIM)
Porositas (air voids) adalah volume dari kantung udara diantara agregat yang terlapisi aspal,
ditentukan menggunakan rumus dibawah (BS EN 12697-8:2003):
SGmix D D
Porositas (P) % = 100 % 1 100 % , thd.vol.bulk sample.
SGmix SG mix
dimana SGmix ditentukan dari Rumus dibawah (BS EN 12697-5:2002):
100
SG mix berdasarkanberat total campuran
%CA %FA %F %Binder
SG CA SG FA SG F SG Binder
Catatan :SGmix = maximum theoretical density ; CA (coarse aggregate) =agregat kasar; FA (fine
aggregate)=agregat halus; F = filler, Binder =perekat aspal,.
(Untuk perhitungan Porositas, dipergunakan :SG effective = ½ (SG bulk+SG Apparent) dari dari
masing-masing agregat).
Nilai voids in mineral aggregates (VMA) dan voids filled with bitumen (VFB), dihitung
dengan rumus berikut (Asphalt Institute, MS-2, 1995).
VMA adalah volume antar butiran agregat dari sample yang dipadatkan yang mencakup
porositas (void) dan kadar aspal efektif campuran padat (yaitu kadar aspal total dikurangi bagian
aspal yang terserap oleh agregat). Sedangkan VFB adalah bagian dari VMA yang terisi oleh aspal
efektif.
% Wagg
Voids in mineral aggregates (VMA) = 100 D , dalam satuan % thd.
SG agg
volumetotal sampel, dimana: % Wagg = % thd berat total campuran.
(VMA P)
Voids Filled with Bitumen (VFB) 100 %, terhadap VMA
VMA
dimana SGagg.dihitung berdasarkan rumus berikut:
100
SG agg berdasarkan berat total agregat
%CA %FA %F
SG CA SG FA SG F
Catatan : CA = Coarse Aggregate, FA = Fine Aggregate, F = Filler, SG = specific gravity, (Menurut Bina Marga,
untuk perhitungan VMA dipergunakan : SG eff. dari dari masing-masing agregat. Manurut Asphalt Institute
dipergunakan SG bulk).
Sebuah alternatif contoh tabulasi perhitungan volumetrik sampel diberikan pada Lampiran 3.2.
Stabilitas Max
/ kN)
Stabilitas (kg
Flow (mm)
Secara umum hubungan Stabiltas (kg atau kN) terhadap Flow (mm) adalah seperti disajikan
pada Gambar 3.5a, dan tipikal grafik sifat campuran diperlihatkan pada Gambar 3.5b.
Nilai stabilitas sampel, perlu dikoreksi, sesuai dengan ketebalan atau volumenya, dengan
mempergunakan Koefisien Koreksi seperti diperlihatkan pada Tabel 3.2.
79
Tabel 3.2 Faktor Koreksi Stabilitas, [Asphalt Institute, MS-2, 1998].
Catatan :
1 kg = 1kg x 9,8 m/dt2 = 9,8 N = 0,0098 kN
1 kN = 1 / 0,0098 = 102 kg
80
Stabilitas (kg , kN)
Flow (mm)
Kadar Aspal (%) Kadar Aspal (%)
Disarankan
memilih
kadar aspal
Kepadatan Bulk (gr/cm3)
Min
VFB (%)
Gambar 3.6 Tipikal Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dengan Sifat Campuran Aspal Panas.
Secara umum ‘karakteristik’ campuran aspal untuk perkerasan jalan yang perlu dikaji adalah
sbb:
a. Stabilitas
Stabilitas campuran:
- Mengindikasikan kemampuan lapis perkerasan jalan untuk menerima beban tanpa terjadi
deformasi seperti bergelombang, beralur, ataupun bleeding (karena kelebihan aspal), sesuai
tingkat beban lalulintas yang direncanakan.
- Stabilitas yang terlalu tinggi (karena campuran padat) berakibat campuran manjadi kaku,
bisa lebih cepat retak. Karena padat, maka rongga antar agregat dalam campuran (VMA)
lebih rendah sehingga kadar aspal yang diperlukan bisa lebih sedikit. Hal ini berakibat tebal
lapis film aspal menjadi tipis, sehingga mudah teroksidasi, menjadi getas dan mudah
mengelupas.
- stabilitas yang baik bisa diperoleh dengan menggunakan:
a. Gradasi rapat, sehingga sifat saling kunci (interlock) optimal
b. Agregat dengan permukaan kasar, dan berbentuk kubikal
c. Aspal penetrasi rendah
d. Aspal dalam jumlah cukup untuk megikat antar butiran agregat
e. Bila kadar aspal lebih tinggi dari yang diperlukan, porositas (Void in Mixture-VIM)
menjadi lebih kecil. Bila terjadi tambahan pemampatan akibat beban berulang lalu lintas,
aspal dapat memberi efek pelumasan/lubrikasi. Karena tidak cukup VIM (terutama
dalam cuaca yang lebih tinggi), maka aspal bisa meleleh keluar (bleeding). Karenanya
ada batas bawah dari VIM.
f. Campuran aspal AC (asphalt concrete) mengandalkan stabilitas tinggi.
b. Durabilitas:
Yaitu ketahanan jangka panjang, perkerasan jalan, yang dipengaruhi oleh:
- Tebal film aspal yang memadai. Bila terlalu tipis mudah teroksidasi udara dan terkelupas,
bila terlalu tebal bisa terjadi bleeding.
- Porositas (VIM) yang kecil, dimana lapisan menjadi cukup impermeable, sehingga tidak
mudah ditembus oleh udara sehingga mengurangi proses oksidasi yang merapuhkan aspal,
kemudian mengelupas.
- VMA yang besar, sehingga tebal film aspal bisa lebih tebal. Untuk mendapat VMA yang
besar disarankan memakai gradasi senjang.
- VMA dan VIM (dapat dipandang sebagai indikator durabilitas)
c. Kelenturan (fleksibilitas):
Yaitu kemampuan campuran untuk mengalami deformasi akibat beban lalu lintas, tanpa
timbul retak dan perubahan volume. Hal ini dapat dicapai dengan:
- Menggunakan agregat bergradasi senjang, sehingga VMA menjadi lebih besar.
- Menggunakan aspal yang lebih lunak (penetrasi lebih tinggi)
- Menggunakan aspal yang lebih banyak sehingga VIM menjadi lebih kecil walaupun VMA
agak besar.
82
- Memenuhi syarat Marshall Quotient (MQ), yaitu perbandingan antara stabilitas/flow
(kN/mm). MQ merupakan indikator sifat lentur perkerasan.
Yang dimaksud fatigue adalah femomena keretakan akibat beban berulang. Fenomena ini
bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh beberapa hal.
83
3.13 Penentuan Kadar Aspal Optimum
Kadar aspal optimum, ditentukan dengan mengevaluasi rentang kadar aspal yang
memberikan karakteristik sample yang memenuhi spesifikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan
membuat diagram seperti diperlihatkan dalam contoh pada Gambar 3.7.
Stabilitas Ket:
Porosity
7 7,5 8 8,5 9
Kadar Aspal ( % )
Pada contoh kasus di atas, rentang kadar aspal yang memenuhi syarat tergantung dari nilai
VFB yang memenuhi spesifikasi.Selanjutnya lihat contoh pada Lampiran 3.4 bagian akhir.
Gambar 3.8 Tipikal posisi aggregate dalam campuran bergradasi menerus/rapat (macadam),
dengan textur permukaan tidak halus.
85
Gambar 3.9 Tipikal posisi aggregate dalam campuran bergradasi senjang (hot rolled asphalt),
dengan textur permukaan halus. Biasanya diberi ‘14 mm coated chipping’ untuk memberi
efek gesekan (skid resistant)
Daftar Pustaka
Asphalt Institute , 1998, Marshall Mix Design Criteria, Manual Series 2 (MS-2).
Asphalt Institute, 1995, Mix Design Methods for Asphalt Concrete and Other Hot Mix Types.
Manual Series No. 2 ( MS-2), Sixth Edition.
Asphalt Institute, 1977, .A Brief Introduction to Asphalt and Some of Its Uses.Manual Series No.
5 ( MS-5) , Seventh Edition.
British Standard-BS 594: Part 1, 1992, Criteria for Stability and Flow of Laboratory Designed
Asphalt (Hot Bituminous Mixtures).
British Standard BS EN 12697-5:2002, Bituminous mixtures, Test methods for hot mix asphalt,
Part 5: Determination of the maximum density.
British Standard BS EN 12697-6:2003, Bituminous mixtures, Test methods for hot mix asphalt,
Part 6: Determination of bulk density of bituminous specimens.
British Standard BS EN 12697-8:2003, Bituminous mixtures, Test methods for hot mix asphalt,
Part 8: Determination of voidcharacteristics of bituminous specimens.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2004. Desiminasi Spesifikasi Baru Campuran
Beraspal Panas Dengan Alat PRD.
Sukirman, S., 2007, Beton Aspal Campuran Panas, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Kementerian PU RI-Ditjen Bina Marga, 2010, Dokumen Pelelangan Nasional Penyediaan
Pekerjaan Konstruksi (Pemborongan ) Untuk Harga Satuan, Spesifikasi Umum,
Campuran Beraspal Panas.
Zoorob, S.E., 1995,The Effect of Pulverised Fuel Ash on the Properties and Performance of Hot
Rolled Asphalt. Ph.D Thesis ,University of Leeds , UK.
86
Lampiran-Lampiran Bab III
87
Lampran 3.1
Tabel 1.a Gradasi agregat HRS -WC Tabel 1.b Gradasi agregat HRS -WC
Ukuran Saringan % lolos (thd berat) Ukuran Saringan % lolos (thd berat)
HRS-WC HRS-WC
No. Bukaan (mm) Bts bawah Bts tengah Bts atas No. Bukaan (mm) Bts bawah Bts tengah Bts atas
3/4 " 19.0 100 100 100 3/4 " 19.0 100 100 100
1/2" 12.5 90 95 100 1/2" 12.5 90 95 100
3/8" 9.5 75 80 85 3/8" 9.5 75 80 85
No. 4 4.75 *) No. 4 4.75 60 69 78
No. 8 2.36 50 61 72 No. 8 2.36 50 61 72
No.16 1.18 *) No.16 1.18 45 55 65
No. 30 0.60 35 47.5 60 No. 30 0.60 35 47.5 60
No.50 0.30 *) No.50 0.30 25 32 42
No.100 0.15 *) No.100 0.15 13 20 28
No.200 0.075 6 8 10 No.200 0.075 6 8 10
*) tidak ditentukan
100 100
70 70 Bts bwh
Bts bwh
Komulatif lolos (%) 60
60
50 50
40 40
30 30
20 20
10 10
0 0
0.01 0.10 1.00 10.00 100.00 0.01 0.10 1.00 10.00 100.00
89
Tabel 3. Proporsi agregat dan aspal untuk pembuatan sampel HRS-WC
Catatan:
- Berat total agregat untuk membuat satu sampel bisa lebih atau kurang dari 1200 gram, tergantung
berat jenis agregat.
- Hal ini perlu dicoba sesuai dengan ukuran cetakan sampel (dia 4 inch = 101, 6 mm) dan enersi
pemadatan yg dipakai
- Pada prinsipnya jumlah campuran material (agregat dan aspal) yang dipadatkan sejumlah tertentu,
yang menghasilkan sampel padat dengan tebal sekitar 63,5 mm.
90
Tabel 4. Alternatif cara memproporsikan material HRS-WC
19.0 -
12.5 5 55 55 55 55 55
2.36 8 88 88 88 88 88
Filler 8 88 88 88 88 88
91
LAMPIRAN 3.2
Uraian % thd berat Faktor Proporsi Material berdasarkan berat total campuan Berat Jenis Note
agregat Pengali (Specific Gravity)
(%) (%) (%) (%) (%) (%) SG Bulk SG App. SG Eff.
a b c d1 = b*c d2 = b*c d3 = b*c d4 = b*c d5 = b*c e f g=(e+f)/2
Agregat Kasar 39.00 (100-KAi )/100 36.66 36.47 36.27 36.08 35.88 2.550 2.620 2.585 Batu Klungkung
Agregat Halus 53.00 (100-KAi )/100 49.82 49.56 49.29 49.03 48.76 2.600 2.680 2.640 Pasir Klungkung
Filer (fly ash) 8.00 (100-KAi )/100 7.52 7.48 7.44 7.40 7.36 2.160 2.160 2.160 Abu Batu
Kadar Aspal (KAi) - - 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00 1.037 1.037 1.037 Pen 60/70
Jumlah 100.00 - 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 -
Catatan:
* thd vol. bulk/total
BM = Bina Marga
Lihat Rumus-rumus untuk perhitungan volumetrik sampel
D-Bulk berdasarkan hasil pengujian sampel
Porositas diihitung berdasarkan SG Mix (eff.) agregat
92
Lampiran 3.3 Contoh Tabulasi Perencanaan Campuran Aspal Panas
Proporsi Agregat Kadar BJ. Bulk BJ. Eff BJ. Max Berat (gr) Isi Benda BJ. Bulk Kadar Rongga Rongga Stabilitas Flow MQ
(% Total Campuran Agregat) Aspal Total Total Total Di Dalam SSD Uji (gr) Campuran Rongga Dalam Terisi Dibaca Kalibrasi Disesuaikan (mm) (kg/mm)
No
Agregat Agregat Campuran Udara Air Agregat Campuran Aspal lab alat
(Gsb) (Gse) (Gmm) Gmb VMA VIM VFB (kN) (kg) (kg)
p1 p2 p3 A B C D E F G H I J K L M N O P Q
Agregat Agregat Filler % berat Lihat Lihat Lihat Dari Dari Dari G-F E/H Lihat Lihat Lihat Dari M x 102 Dari Dari O/P
Kasar Halus total Catatan 1 Catatan 2 Catatan 3 Lab Lab Lab Catatan 4 Catatan 5 Catatan 6 Lab Lab Lab
1 70 24 6 5 2.488 2.555 2.373 1112.4 601.6 1121.4 519.8 2.140 18.29 9.817 46.32 12.19 1243.38 1243.38 3.42 363.56
2 5 2.488 2.555 2.373 1124.2 615.1 1130.1 515 2.183 16.65 8.010 51.89 12.75 1300.50 1300.50 3.39 383.63
3 5 2.488 2.555 2.373 1114.7 613.8 1124.2 510.4 2.184 16.61 7.966 52.04 11.37 1159.74 1159.74 3.09 375.32
rata-rata 2.169 17.181 8.598 50.081 1234.54 3.30 374.17
1 70 24 6 5.5 2.488 2.555 2.355 1122.3 617.2 1132.1 514.9 2.180 17.21 7.446 56.74 13.14 1340.28 1340.28 2.71 494.57
2 5.5 2.488 2.555 2.355 1124.8 621.7 1138.4 516.7 2.177 17.32 7.563 56.33 14.31 1459.62 1459.62 3.22 453.30
3 5.5 2.488 2.555 2.355 1116.8 614.1 1120.3 506.2 2.206 16.20 6.317 61.01 15.26 1556.52 1618.78 4.79 337.95
rata-rata 2.188 16.910 7.109 58.026 1472.89 3.57 428.61
1 70 24 6 6 2.488 2.555 2.339 1153.7 647.3 1171.2 523.9 2.202 16.80 5.851 65.17 14.12 1440.24 1382.63 2.9 476.77
2 6 2.488 2.555 2.339 1154.1 649.2 1174.5 525.3 2.197 16.99 6.070 64.28 17.15 1749.30 1679.33 4.99 336.54
3 6 2.488 2.555 2.339 1163.6 650.7 1179.2 528.5 2.202 16.82 5.870 65.09 15.16 1546.32 1484.47 3.47 427.80
rata-rata 2.200 16.870 5.930 64.849 1515.48 3.79 413.70
1 70 24 6 6.5 2.488 2.555 2.324 1159.2 649.3 1176.4 527.1 2.199 17.35 5.370 69.06 15.48 1578.96 1515.80 5.98 253.48
2 6.5 2.488 2.555 2.324 1177.4 654.5 1186.8 532.3 2.212 16.88 4.823 71.42 13.44 1370.88 1316.04 5.62 234.17
3 6.5 2.488 2.555 2.324 1159.2 648.7 1177.1 528.4 2.194 17.56 5.603 68.09 14.52 1481.04 1421.80 3.21 442.93
rata-rata 2.202 17.262 5.265 69.521 1417.88 4.94 310.19
1 70 24 6 7 2.488 2.555 2.307 1145.1 639.9 1158.6 518.7 2.208 17.48 4.307 75.36 12.21 1245.42 1245.42 5.04 247.11
2 7 2.488 2.555 2.307 1174.3 652.3 1187.8 535.5 2.193 18.03 4.946 72.57 13.22 1348.44 1348.44 6.33 213.02
3 7 2.488 2.555 2.307 1148.4 641.1 1162.7 521.6 2.202 17.70 4.565 74.21 11.59 1182.18 1182.18 5.06 233.63
rata-rata 2.201 17.738 4.606 74.048 1258.68 5.48 231.25
Spec Min. 14 4.9 - 5.9 Min. 63 Min. 800 Min. 2 Min. 200
Catatan : Nilai stabilitas Marshall yang terbaca pada kolom M, berdasarkan perendaman sampel pada bak air dengan suhu 60 °C selama 30-40 menit.
Perlu dicari Stabilitas Sisa pada kadar aspal optimum : (stab marshall spt diatas / stab Marshall dengan perendaman pada suhu 60 °C selama 24 jam), nilainya minimal 90 %.
93
Lampiran 3.4 Contoh Perhitungan Karakteristik Marshall
2,49 gr/cm3
94
70 24 6
2 2,49
70 24 6 2
2,624 2,641 2,51
2,555 gr/cm3
96
Contoh grafik karakteristik Marshall
97
Catatan:
Setelah kadar aspal optimum ditentukan, kemudian buat sampel sesuai dengan kadar aspal optimum,
kemudian dicari karakteristik Marshall nya.
Stab Sisa = Nilai stab pada KAO (direndam pd suhu 60 °C selama 30-40 mnt) ×100%
Nilai stab pada KAO (direndam pd suhu 60 °C selama 24 jam)
98
Lampiran 3.5 Diagram Volumetrik Campuran Beraspal
Vsb
Agregat/ Vse
solid
Keterangan:
VFB = volume rongga berisi aspal (Void Filled with Bitumen)
Vba = volume aspal yang diserap agregat (volume of bitumen absorbed)
VMA = volume rongga antar agregat (void in mineral agregat)
Vsb = volume agregat/solid bulk
Vb = volume aspal/bitumen
Vbe = volume aspal efeltif = Vb – Vba = VFB
Vse = volume agregat/solid efektif
VIM = volume rongga dalam campuran (Voi in Mix) = porositas
Vmm = volume campuran tanpa rongga
Vmb = vilume bulk campuran padat
Catatan:
99
Lampiran 3.6
RINGKASAN
SPESIFIKASI UMUM 2018
100
D IV IS I 6
PERKERASAN ASPAL
S E K S I 6.1
LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS P E R E K A T
Tabel 6.1.2.1). Persyaratan Aspal Emulsi Modifikasi
(PMCQS-1h dan PMQS-1h)
101
S E K S I 6.2
L A B U R A N A S P AL S A T U L A P I S (B U R T U ) D A N
L A B U R A N A S P A L D U A L A P I S (B U R D A )
102
103
Temperatur aspal keras pada saat penyemprotan untuk BURTU dan BURDA
tidak boleh bervariasi melebihi 10 °C dari temperatur harga-harga yang telah
diberikan dalam Tabel 6.2.5.1)
S E K S I 6.3
CAMPURANBERASPALPANAS
104
105
6.3.2 BAHAN
106
107
108
109
6) Bahan aspal untuk campuran beraspal
110
7) Bahan Anti Pengelupasan
111
8) Aspal Modifikasi
9) Serat selulosa
112
6.3.3 CAMPURAN
113
114
115
116