Anda di halaman 1dari 17

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Uraian Umum


2.1.1 Sejarah Jalan Raya
Pada awalnya, jalan raya hanya berupa jejak manusia yang mencari
kebutuhan hidup. Setelah manusia mulai hidup berkelompok, jejak-jejak mulai
berubah menjadi jalan setapak yang masih belum berbentuk jalan rata. Lalu
dengan menggunakan alat transportasi seperti hewan, kereta dan lainnya,
mulailah dibuat jalan yang datar.
Sejarah perkembangan jalan di Indonesia yang tercatat dalam sejarah
adalah pembangunan jalan oleh Daendles pada zaman Belanda, yang dibangun
dari Anyer ke Banten sampai Panurukan Banyuwangi Jawa Timur, yang
diperkirakan berjarak 1.000 km. Pembangunan jalan tersebut dilakukan dengan
kerja paksa pada akhir abad ke-18. Tujuan dan kepentingannya adalah untuk
memudahkan pengangkutan hasil bumi.
Sedangkan konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada zaman
keemasan Romawi. Pada saat itu telah mulai dibangun jalan-jalan yang terdiri
dari beberapa lapis perkerasan. Namun perkembangan konstruksi perkerasan
jalan seakan berhenti dengan runtuhnya kekuasaan Romawi sampai abad 18.
Pada abad 18 para ahli di Prancis dan Skotlandia menemukan bentuk
perkerasan yang hingga saat ini masih umum digunakan di Indonesia.

2.2 Konstruksi Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat yang digunakan untuk
melayani beban lalu lintas. Agregat yang biasanya dipakai adalah: batu pecah,
batu belah, batu kali. Sedangkan bahan pengikatnya adalah: semen, aspal, dan
tanah liat. Fungsi utama perkerasan adalah menyebarkan beban roda ke area
permukaan tanah dasar yang lebih luas dibandingkan luas kontak roda dan
perkerasan, sehingga mereduksi tegangan maksimum yang terjadi pada tanah

5
dasar, yaitu pada tekanan di mana tanah dasar tidak mengalami deformasi
berlebihan selama masa pelayanan perkerasan.

2.3 Jenis Perkerasan Lentur


Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan yang digunakan secara umum adalah
sebagai berikut :
2.3.1 Perkerasan Lentur (Flexibel Pavenment)
Perkerasan lentur (flexibel pavenment), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan – lapisan perkerasannya
bersifat memikul menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Perkerasan ini
umumnya terdiri dari berbagai lapisan (layer) yang terletak diatas tanah dasar
yang telah dipadatkan. Tipe kerusakan yang paling penting diperhatikan dan
menjadi titik kritis pada perkerasan lentur adalah kerusakan retak lelah (fatigue
cracking) dan kerusakan deformasi permanen (permanent deformation).
Struktur perkerasan lentur pada umumnya terdiri atas 3 lapis yaitu
lapisan pondasi bawah (subbase course), lapisan pondasi atas (base course),
lapisan permukaan (surface course). (Tenriajeng, 2002, Rekayasa Jalan Raya -
2).
Karakteristik perkerasan lentur yaitu :
1. Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberi
kenyamanan kepada pengguna jalan.
2. Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal.
3. Semua lapisan ikut menanggung beban.

Gambar 2. 1 Struktur Lapisan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Sumber : Ksatria Budi (2013)

6
Oleh karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh
masing–masing lapisan berbeda dan semakin kebawah semakin kecil. Adapun
fungsi dari berbagai lapisan perkerasan yaitu :
1. Tanah Dasar (Sub Grade)
Tanah dasar (sub grade) adalah permukaan tanah semula atau
permukaan galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan yang
merupakan tolak ukur dalam menentukan tebal tipisnya konstruksi
perkerasan diatasnya.
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai
berikut :
1) Perubahan bentuk tetap (Deformasi Permanen) dari macam tanah
tertentu akibat beban lalu lintas.
2) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat kadar
air.
3) Daya dukung tanah yang merata dan sukar ditentukan secara pasti.
4) Tambahan pemadatan (Secondary Compaction) akibat pembebanan
lalu lintas dan penurunan yang diakibatkan yaitu pada tanah yang
berbutir kasar (Granular Soil) yang tidak dipadatkan secara baik
saat pelaksanaan.
Lapisan tanah dasar berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah
aslinya kurang baik, maka dapat diganti dengan tanah yang didatangkan
dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasikan dengan
kapur atau bahan lainnya. Pemadatan yang baik diperoleh jika dilakukan
pada kadar air optimum dan diusahakan kadar tersebut kontan selama
umur rencana.
2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapisan pondasi bawah (sub base course) adalah suatu lapisan
perkerasan jalan yang terletak antara lapisan pondasi atas (base course)
dan tanah dasar (sub grade).
Fungsi dari lapisan pondasi bawah (sub base course) antara lain :
1) Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan jalan untuk
menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

7
2) Menjaga efisiensi penggunaan material agar ketebalan lapisan-
lapisan berikutnya dapat dikurangi (penghematan biaya
konstruksi).
3) Sebagai lapis peresapan (drainage blanket sheet), sehingga air
tanah tidak mengumpul di pondasi yang dapat mengganggu
konstruksi tersebut, sebaiknya lapisan pondasi bawah terbuat dari
material yang non-plastis (lanau kelempungan atau pasir
kelempungan).
Jenis-jenis lapis pondasi bawah (sub base course) yang umumnya
dipergunakan di Indonesia, antara lain :
1) Pondasi Bawah yang menggunakan sirtu.
2) Pondasi Bawah yang menggunakan material ASTB (Asphalt
Treated Sub Base)/ Laston (Lapisan aspal beton).
3) Pondasi Bawah yang menggunakan stabilisasi.
4) Pondasi bawah (sub base course) yang menggunakan agregat.

3. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)


Lapisan pondasi atas (base course) adalah bagian perkerasan yang
terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah.
Fungsi dari lapis pondasi atas (base course) adalah, antara lain:
1) Sebagai bagian perkerasaan yang menahan beban roda dan
menyebarkan beban tersebut kelapisan dibawahnya.
2) Memberikan bantalan terhadap lapisan permukaan.
3) Sebagai lapisan peresapan untuk pondasi bawah.
Menurut Spesifiksi Umum Bina Marga (2018), macam – macam
bahan alam yang mempunyai CBR minimum 90% dan indeks plastis (PI)
≤ 6 dapat digunakan untuk lapis pondasi atas, seperti: batu pecah, kerikil
pecah dan tanah yang distabilisasi dengan bahan tertentu seperti semen
atau kapur. Jenis lapis pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia
antara lain agregat bergradasi baik yaitu agregat kelas A.
4. Lapisan Permukaan (Surface Course)

8
Lapis permukaan adalah lapis perkerasan yang bersentuhan langsung
dengan beban roda kendaraan dan bersifat kedap air.

Fungsi dari lapisan permukaan adalah:


1) Menerima beban-beban roda yang bekerja diatasnya serta
menyebarkannya kepada lapisan perkerasan yang ada dibawahnya.
2) Sebagai lapisan rapat kedap air untuk melindungi badan jalan dari
kerusakan akibat cuaca (air hujan).
3) Menyediakan permukaan yang tetap rata agar kendaraan tetap
berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup.
4) Sebagai lapis aus (Wearning Course) yang selanjutnya dapat
diganti dengan yang baru.
5) Berfungsi sebagai penutup lapis permukaan untuk mencegah
masuknya air dari permukaan kedalam konstruksi perkerasan.
6) Merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran agregat
bergradasi timpang (senjang), filler dan aspal keras, dengan
perbandingan tertentu yang dicampur, dihampar dan dipadatkan
dalam keadaan panas.
2.3.2 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Perkerasan jalan yang lapis utamanya menggunakan semen portland
sebagai bahan pengikat. Umumnya terdiri dua lapis yaitu: Lapisan permukaan
dan lapisan pondasi yang terletak diatas tanah dasar. Untuk lebih jelas
mengenal struktur perkerasan kaku dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2. 2 Perkerasan Kaku


Sumber : Rekayasa Jalan Raya -2

9
Kedua jenis perkerasan diatas memiliki keuntungan dan kerugian
masing-masing:
1) Keuntungan menggunakan jenis perkerasan kaku adalah tahan
terhadap air (jika drainase kurang berfungsi), tahan deformasi
(perubahan bentuk).
2) Relatif tidak tebal (± 3,5 cm), tahan lama (umur rencana 15 s/d 20
tahun) dan biaya pemeliharaannya tidak terlalu mahal
dibandingkan dengan perkerasan lentur.
3) Kerugiannya menggunakan jenis perkerasan kaku jika
dibandingkan dengan perkerasan lentur adalah biaya
pembangunannya yang mahal, tidak dapat dibangun secara
bertahap, ketika dibangun jalan harus ditutup dari arus lalulintas
selama 14 s/d 21 hari.

2.3.3 Perkerasan Komposite (Composite Pavement)


Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan lentur
dan perkerasan kaku,perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya,
dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memikul beban lalu
lintas.

Gambar 2. 3 Perkerasan Komposite atau gabungan


Sumber : Rekayasa Jalan -2

2.4 Kelas Lapis Pondasi Agregat

10
Menurut Spesifikasi Umum (2018) revisi 2, pada pekerjaan lapis pondasi
harus meliputi pemasokan, pemrosesan, pengangkutan, penghamparan dan
pemadatan agregat diatas permukaan yang telah disisipkan dan telah diterima
sesuai dengan detail yang ditunjuk dalam gambar atau dengan perintah direksi
pekerjaan, dan memelihara lapis pondasi agregat yang telah selesai sesuai dengan
yang disyaratkan.
Lapis pondasi agregat adalah lapis pondasi yang bahan utamanya terdiri atas
agregat atau batu dan atau granular material. Agregat adalah material berbutir
yang keras dan kompak dan yang dimaksud agregat mencangkup antara lain batu
bulat,batu pecah, abu batu, dan pasir.
Lapis pondasi agregat terdiri atas 3 (tiga) kelas yang berbeda yaitu kelas A,
kelas B, dan kelas S.
1. Agregat Kelas A
Agregat Kelas A merupakan suatu lapisan perkerasan jalan yang
biasa disebut lapisan pondasi atas dan terletak diantara lapis
permukaan dan lapisan pondasi bawah yang berfungsi sebagai bagian
perkerasan yang mendukung lapis permukaan dan beban-beban roda
dan menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis pondasi bawah
kemudian ke lapis tanah dasar. Syarat utama dari Agregat A adalah
material yang lolos saringan 1,5 dan yang tertahan pada saringan No.4
dan memiliki ±100% bidang pecah serta memiliki prsentase CBR
90%.
2. Agregat kelas B
Agregat B atau Lapisan Pondasi B adalah lapisan perkerasan yang
terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar berfungsi sebagai
bagian perkerasan yang meneruskan beban diatasnya dan selanjutnya
menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar. Syarat utama
dari Agregat B adalah material yang lolos saringan No.2 dan yang
tertahan pada saringan No.4 dan memiliki ±50% bidang pecah serta
memiliki presentase CBR 60%.
3. Agregat Kelas S

11
Agregat yang biasanya digunakan pada bahu jalan tanpa penutup
aspal, dengan kondisi elevasi permukaan dan kemiringan melintang
mengacu pada spesifikasi teknik. Bahan material agregat kelas S
terdiri dari fraksi agregat kasar (tertahan pada saringan No.4) dan
fraksi agregat halus (Lolos saringan No.4) dan memiliki presentase
CBR 50%.
Persyaratan gradasi lapis pondasi agregat dapat dilihat pada Tabel 2. 4
dibawah ini.

Tabel 2.4 Persyaratan Lapis Pondasi Agregat


Sumber : kementrian P.U, Dirjen Bina Marga, 2018, spesivikasi
teknik devisi V1.7
2.5 Persyaratan Lapis Pondasi

12
Seluruh lapis pondasi agregat harus bebas dari bahan organic dan gumpalan
lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan setelah dipadatkan

harus memenuhi ketentuan gradasi (menggunakan pengayakan dan setelah


dipadatkan harus memenuhi ketentuan gradasi (menggunakan pengayakan secara
basah) dan memenuhi sifat-sifat yang diberikan dalam Tabel 2.5 berikut :
Tabel 2. 5 Sifat-Sifat Lapis Pondasi Agregat
Sumber: SPESIFIKASI UMUM 2018 TABEL 5.1.2.(2) Sifat-sifat Lapis
Pondasi Agregat

Keterangan Tabel 2. 5 :
1. Pengujian abrasi menggunakan Los Angeleles Machine yaitu
pengujian agregat yang berprinsip menguji agregat dengan pukulan
dan gesekan di dalam mesin mix jika nilai abrasinya besar maka
nilai abrasi yang berada di dalam mesin mix akan mengalami
banyak yang pecah sehingga nilai abrasi yang di inginkan 0-40%.
2. 95/90 menunjukan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka
bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai
muka bidang pecah dua atau lebih 55/50 menunjukan bahwa 55%
agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan
50 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

13
3. Batas cair tanah adalah kadar air tanah pada keadaan batas cair dan
plastis (kadar air pada kondisi pralihan tanah dari bentuk plastis
menjadi cair).
4. Batas plastis bertujuan menentukan kadar air tanah pada kondisi
batas plastis.
5. Pengujian CBR digunakan untuk mengevaluasi potensi kekuatan
material tanah dasar, pondasi bawah dan pondasi nilai CBR untuk
agregat A min. 90%.

Sedangkan agregat berdasarkan proses pengolahanya dapat di


bedakan berdasarkan asalnya agregat digolongkan menjadi:

1. Agregat Alam
Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam
atau dengan sedikit proses pengolahan, dinamakan agregat alam. Dua
bentuk agregat alam yang sering dipergunakan yaitu kerikil dan pasir.
Kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel > ¼ inch (6,35 mm),
pasir adalah agregat dengan ukuran partikel < ¼ inch tetapi lebih besar
dari 0,075 mm (saringan no.200).

2. Agregat Buatan
Di gunung-gunung atau di bukit-bukit sering ditemui agregat masih
berbentuk batu gunung sehingga diperlukan proses pengolahan
terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai agregat konstruksi
perkerasan jalan. Agregat ini harus melalui proses pemecahan terlebih
dahulu supaya diperoleh:
a. Bentuk partikel bersudut diusahakan berbentuk kubus.
b. Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang
baik.
c. Gradasi sesuai yang diinginkan.
Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah
batu (Stone Crusher) sehingga ukuran partikel yang dihasilkan dapat
terkontrol sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

14
Berdasarkan besar partikel-partikel agregat, agregat dapat
dibedakan atas:

a. Fraksi Agregat Kasar


Agregat kasar yang tertahan pada ayakan 4,75 mm harus terdiri
dari partiekl atau pecahan batu atau kerikil yang keras dan
awet. Bahan yang pecah bila berulang-ulang dibasahi dan
dikeringkan tidak boleh digunakan.
Bilamana agregat kasar berasal dari kerikil maka untuk lapis
pondasi Agregat kelas A mempunyai 100% berat agregat kasar
dengan angularitas 95/90 dan untuk Lapis Pondasi Agregat
Kelas B yang berasal dari kerikil mempunyai 60% berat
agregat kasar dengan angularitas 95/90 menunjukan bahwa
95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau
lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah
dua atau lebih.

Gambar 2. 6 Agregat Kasar

b. Fraksi Agregat Halus/Pasir


Agregat halus lolos ayakan 4,75 mm harus terdiri dari partikel
pasir alami atau batu pecah halus dan partikel halus lainnya.
Fraksi bahan yang lolos ayakan No.200 tidak boleh melampaui
2/3 fraksi bahan lolos No. 4.

15
Gambar 2. 7 Agregat Halus

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam


memikul beban lalu lintas. Agregat dengan kualitas dan sifat yang
baik dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul
beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya. Sifat
agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan konstruksi
perkerasan jalan dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok yaitu:
1) Kekuatan dan keawetan (Strength and Durability)
Lapisan perkerasan dipengaruhi oleh:
a) Gradasi
b) Ukuran maksimum
c) Kadar lempung
d) Kekerasan dan ketahanan
e) Bentuk butir
f) Tekstur permukaan (bidang pecah)
2) Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, dipengaruhi oleh:
a) Porositas
b) Kemungkinan basah
c) Jenis agregat

16
3) Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan
yang nyaman dan aman dipengaruhi oleh:
a) Tahan geser (Skid resistance)
b) Campuran yang memberikan kemudahan dalam
pelaksanaan (Bitominoiun Mix Workability)
Agregat yang dipakai untuk lapisan permukaan harus
mempunyai Gradasi yang menerus dan butir yang kasar
sampai yang halus dan apabila diperiksa dengan SNI harus
memenuhi salah satu gradasi yang digunakan lapis
permukaan No. 4.
c) Blending equipment
Pada blending equipment digunakan alat Agregate
Mixing Plant untuk pencampuran agregat.

Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel


agregat harus berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk
masingmasing ukuran partikel harus dalam proporsi tertentu.
Distribusi dari fariasi ukuran butir agregat ini di sebut gradasi agregat.
Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan
menentukan Workabilytas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas
campuran.

2.6 Penghamparan dan pemadatan lapisan pondasi Agregat A


Pekerjaan Penghamparan dan pemadatan lapisan pondasi agregat A
berdasarkan Spesifikasi 2018 rev.2 pasal 5.1.3

2.6.1 Pekerjaan Persiapan


1. Bila mana lapis pondasi agregat akan dihampar pada perkerasan
atau bahu jalan lama, semua kerusakan yang terjadi pada
perkerasan atau bahu jalan lama harus di perbaiki terlebih dahulu.
2. Bila mana lapisan pondasi Agreget akan di hampar pada suatu
lapisan perkerasan eksisting atau tanah dasar baru yang
disiapakan atau lapisan pondasi yang disiapkan maka lapisan ini

17
harus diselesaikan sepenuhnya, juga lapis drainase di atas tanah
dasar baru yang disiapkan.
3. Lokasi yang telah disediakan untuk pekerjaan Lapisan Pondasi
Agregat dan Lapis Drainase sesuai dengan butir (1) dan (2) di
atas, harus disiapkan dan mendapatkan persetujuan terlebih
dahulu dari Pengawas Pekerjaaan paling sedikit 100 m ke depan
dari rencana akhir lokasi penghamparan lapis pondasi pada setiap
saat. Untuk perbaikan tempat-tempat yang kurang dari 100 m
panjangnya, seluruh formasi itu harus dipersiapkan dan disetujui
sebelum lapis pondasi agregat di hampar.
4. Bila lapis pondasi agregat akan dihampar langsung diatas
permukaan perkerasan aspal lama, yang menurut pendapat
Pengawas Pekerja dalam kondisi tidak rusak, maka harus
dilakukan penggarukan atau pengaluran pada permukaan
perkerasan aspal lama dengan greder agar diperoleh tahanan geser
yang lebih baik.
5. Lebar pelebaran harus diberi tambahan yang cukup sehingga
memungkinkan tepi setiap lapisan yang dihampar bertangga
terhadap lapisan dibawahnya atau terhadap perkerasan eksisting.
Susunan bertangga ini diperlukan untuk memungkinkan
penggilasan yang sedikit ke luar dari tepi hamparan dan untuk
memperoleh daya dukung samping yang memadai, dan harus
dibuat berturut-turut selebar 5 cm untuk setiap pelapisan (overlay)
yang dihampar.
6. Penebangan pohon hanya akan dilaksanakan bilamana mutlak
diperlukan untuk pelaksanaan pelebaran jalan, baik pada jalur lalu
lintas maupun pada bahu jalan. Pohon-pohon yang sudah ditebang
harus diganti dengan cara penanaman pohon baru di daerah
manfaat jalan (diluar bahu jalan). Penebangan pohon tidak boleh
dilaksananakan bilamana kesetabilan lereng lama menjadi
terganggu.

18
2.6.2 Penghamparan
1. Lapisan Pondasi Agregat dan Lapis Drainase harus dibawa ke
badan jalan sebagai campuran yang merata dan untuk Lapisan
Pondasi Agregat harus di hampar pada kadar air dalam rentang 3 %
di bawah kadar air optimum sampai 1 % di atas kadar air optimum
kadar air dalam bahan harus tersebar secara merata.
2. Setiap lapis harus dihampar pada suatu kegiatan dengan takaran
yang merata agar menghasilkan tebal padat yang diperlukan dalam
toleransi yang disyaratkan. Bilamana akan dihampar lebih dari satu
lapis, maka lapisan-lapisan tersebut harus diusahakan sama
tebalnya.
3. Lapisan Pondasi Agregat dan Lapis Drainase harus dihampar dan
dibentuk dengan salah satu metode yang disetujui yang tidak
menyebabkan segregasi pada partikel agregat kasar dan halus.
Bahan yang segregasi harus diperbaiki atau dibuang dan diganti
atau diganti dengan bahan yang bergradasi baik.
4. Tebal padat maksimum tidak boleh melebihi 20 cm, kecuali
digunakan peralatan khusus yang disetujui Pengawas Pekerja.
5. Alat untuk menghamparkan material agregat lapis pondasi
menggunakan motor grader dan penghamparan material agregat
tidak boleh di lakukan apabila cuaca tidak mendukung seperti pada
waktu hujan karena kadar air terlalu tinggi.

2.6.3 Pemadatan
1. Segera setelah pencampuran dan pembentukan akhir, setiap lapis
harus dipadatkan menyeluruh dengan alat pemadat yang cocok dan
memadai dan disetujui oleh Pengawas Pekerja, sehingga pemadatan
paling sedikit 100 % dari kepadatan kering maksimum modifikasi
seperti yang ditentukan oleh SNI 1743:2008 metode D untuk Lapis
Pondasi Agregat. Pemadatan lapis Drainase dengan mesin gilas
bergetar (vibratory roller) sekitar 10 ton harus dilaksanakan sampai
seluruh permukaan telah mengalami penggilasan sebanyak enam

19
lintasan dengan penggetar yang diaktifakan atau sebagaimana
diperintahkan oleh Pengawas Pekerja.
2. Pengawas Pekerja dapat memerintahkan agar digunakan mesin
gilas beroda karet digunakan untuk pemadatan terakhir, bila mesin
gilas statis beroda baja dianggap mengakibatkan kerusakan atau
degradasi berlebihan dari lapis pondasi agregat.
3. Pemadatan harus dilakukan hanya bila kadar air dari bahan berada
dalam rentan 3 % di bawah kadar air optimum sampai 1% di atas
kadar air optimum, dimana kadar air optimum adalah seperti yang
ditetapkan oleh kepadatan kering maksimum modifikasi yang
ditentukan oleh SNI 1743:2008, metode D
4. Kegiatan penggilasan harus dimulai dari panjang tepi dan bergerak
sedikit demi sedikit ke arah sumbu jalan, dalam arah memanjang.
Pada bagian yang ber”superelevasi”, penggilasan harus dimulai
dari bagian yang rendah dan bergerak sedikit demi sedikit ke
bagian yang lebih tinggi. Kegiatan pengilasan harus dilanjutkan
sampai seluruh bekas roda mesin gilas hilang dan lapis tersebut
terpadatkan secara merata.
5. Bahan sepanjang kerb, tembok dan tempat-tempat yang tak
terjangkau mesin gilas harus dipadatkan dengan timbiris mekanis
atau alat pemadat lainnya yang disetujui.

2.6.4 Uji Sand Cone


Sand cone test adalah pemeriksaan kepadatan tanah di lapangan dengan
menggunakan pasir Kuarsa sebagai parameter kepadatan yang mempunyai sifat
kering, bersih, keras, tidak memiliki bahan pengikat sehingga dapat mengalir
bebas. Pasir kuarsa yang digunakan adalah lolos saringan no.10 dan tertahan di
saringan no.200. metode ini hanya terbatas untuk lapisan atas tanah yaitu
antara 10 sampai 15 cm.
Pemadatan dapat dikatakan sebagai proses pengeluaran udara dari pori
pori tanah dengan salah satu mekanis. Cara mekanis yang digunakan di
lapangan bisanya dengan menggilas sedangkan di laboratorium dengan cara

20
menumbuk atau memukul. Daya pemadatan ini tergantung pada kadar air
meskipun digunakan energi yang sama, nilai kepadatan yang akan diperoleh
akan berbeda beda. Pada kadar air yang cukup rendah tanah sukar dipadatkan,
sedangkan pada kadar air yang cukup tinggi nilai kepadatan akan menurun,
sampai suatu kadar air tinggi sekali sehinnga air tidak dapat dikeluarkan
dengan pemadatan. Pada pemadatan dengan kadar air yang berbeda-beda akan
didapat nilai kepadatan yang berbeda pula. Sehingga kadar air tertentu akan
didapat keadaan yang paling padat (angka pori yang paling rendah). Kadar air
dimana tanah mencapai keadaan yang paling padat disebut kadar air optimum.
Untuk menentukan kadar air optimum ini biasanya dibuat grafik hubungan
antara kadar air dan berat isi kering. Berat isi kering digunakan untuk
menentukan kadar air optimum dimana mencapai keadaan air paling padat.
(SNI 03-2828-1992).

21

Anda mungkin juga menyukai