TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak diatas tanah
dasar yang telah mendapatkan pemadatan, yang berfungsi untuk memikul beban
lalu lintas kemudian menyebarkan beban, baik kearah horisontal maupun vertikal
dan akhirnya meneruskan beban ketanah dasar (Subgrade) sehingga beban pada
tanah dasar tidak melampaui daya dukung tanah yang diijinkan. Lapis perkerasan
suatu jalan terdlri dari satu ataupun beberapa lapis material batuan dan bahan ikat.
Bahan batuan dapat terdiri dari berbagai fraksi batuan yang direncanakan
yaitu:
Perkerasan lentur terbuat dari bahan batuan dari berbagai fraksi membentuk
gradasi batuan yang sesuai dengan persyaratan dan diikat oleh bahan pengikat
kalau dibandingkan dengan lapis keras kaku, sehingga sangat baik digunakan
pada konstruksi Jalan yang mengalami lendutan yang relatif besar akibat beban
lalu lintas.
6
7
(Agregate) kerikil dan pasir yang dicampur dan diikat oleh bahan pengikat Semen
Portland (PC). Perkerasan ini terdiri dari plat beton semen yang diletakkan
langsung ditanah dasar yang telah dipersiapkan ataupun diatas pondasi (Base)
agregat klas A / B.
bagaimana cara struktur tersebut melimpahkan beban lalu lintas ke tanah dasar
dengan daerah penyebaran yang luas, sehingga tekanan yang diterima tanah dasar
persatuan luas akibat beban beban lalu lintas menjadi sangat kecil. Kekakuan yang
dengan perkerasan kaku, pada perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapis,
tergantung dari sifat - sifat penyebaran beban oleh masing - masing lapisan.
Berdasarkan kenyataan diatas maka kekuatan dari Jenis perkerasan lentur ini
ditentukan oleh kekuatan bahan penyusunnya, tebal masing - masing lapisan dan
bahan pengikat. Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan
yang melayani beban lalu lintas ringan sampai sedang, seperti jalan perkotaan,
jalan dengan system ultilitas terletak di bwah perkerasan jalan, perkerasan bahu
2. Sifat dari perkerasan ini adalah memikul beban lalu lintas dan
settlement) terbatas
2. Mudah diperbaiki
beberapa lapis yang mana semakin ke bawah memiliki daya dukung tanah
yang jelek
Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau
sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air.
10
Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan
Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap
roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang relatif
lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah.
kapur
Campuran-campuran tanah setempat dengan atau semen portland dalam
beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif terhadap
Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan
dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan
Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet
Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat
digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan
Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis
b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakan akibat
cuaca.
12
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk
lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-
kondisi jalan agar tetap berfungsi optimal melayani lalu lintas selama umur
rencana yang telah direncanakan. Adapun beberapa jenis perawatan yang dapat
dilakukan yaitu pemeliharaan yang dilakukan secara berkala dalam kurun waktu
berat, dan perkerasan dengan lendutan yang lebih tinggi ditinjau dari nilai
pada jenis, tingkat dan luas kerusakan, serta jenis pelapisan yang dipilih.
Kerusakan perkerasan eksisting berupa kerusakan yang dapat dilihat secara visual.
2017)
Menurut Sukirman (1992) supaya perkerasan jalan dapat memberikan rasa aman
dan nyaman kepada si pemakai jalan, maka haruslah memenuhi syarat - syarat
berlubang.
b. Permukaan yang cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan
dibawahnya.
diperhatikan yaitu berdasarkan fungsi jalan, umur rencana, lalu lintas, sifat tanah
dasar, kondisi lingkungan, dan material lapis perkerasan yang tersedia di suatu
daerah tertentu.
umum dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
rata-rata rendah
16
Umur rencana Umur rencana adalah waktu dalam satuan tahun dihitung sejak
perkerasan jalan dibuka untuk lalu lintas sampai saat diperlukan perbaikan berat.
Selama umur rencana ini, perkerasan diharapkan bebas dari pekerjaan perbaikan
berat (Suprapto, 2000, dalam Hardwiyono, 2012). Umur rencana untuk lapis
masa perawatan jalan 10 tahun. Perencanaan umur rencana lapis perkerasan lentur
yang lebih dari 20 tahun dinilai kurang ekonomis, karena pertumbuhan lalu lintas
diperuntungkan bagi lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa
lajur yang merupakan bagian dari jalur lalu lintas pada perkerasan jalan. Pada
jalur lalu lintas yang sering dilewati kendaraan beroda empat atau lebih biasanya
memiliki lebih dari satu lajur (Hardwiyono, 2012). Jumlah lajur minimal untuk
jalan dengan dua arah minimal adalah dua lajur, yang biasanya disebut dengan
Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melintasi pada satu titik
tinjauan yang bisa diamati secara visual dan dihitung dalam satuan waktu yang
17
biasa dinyatakan dalam kendaraan/hari. Satuan volume lalu lintas yang biasa
digunakan adalah :
1.2 Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume lalu lintas rata-rata
2.2 Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) adalah jumlah lalu lintas
kendaraan rata-rata yang melintasi satu jalur selama 24 jam dan diperoleh
melintasi suatu penampang jalan pada jalur jalan selama satu jam dengan
Sifat tanah dasar ini sangat mempengaruhi ketebalan lapis perkerasan dan
daya dukung tanah dasar untuk lapis perkerasan jalan bisa dicari dengan
metode California Bearing Ratio (CBR). Nilai CBR diperoleh dari hasil uji lab
cukup besar dikarenakan musuh utama dari aspal adalah air. Berikut ini
18
air yang berasal dari hujan. Air hujan ini akan meresap masuk dalam tanah
dasar dan bahan granular yang tidak diperkeras sehingga butiran materialnya
bahan ikat material granular. Hal ini disebabkan sifat reologi aspal yang
berkembang jika terkena suhu panas dan menyusut jika terkena suhu dingin.
Pada suhu panas aspal cenderung melunak dan daya dukung aspal berkurang.
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu
ruas jalan, yang menampung lalu-lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki
19
tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai
yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut tabel di bawah ini:
1 (1+r)n-1 -1
N = 2 1+(1+r)n +2(1+r) r
..............................................................(2.5)
lalu lintas
22
r (%) 2 4 5 6 8 10
n (tahun)
n (tahun) 1 1,01 1,02 1,03 1,03 1,04 1,05
2 2,04 2,08 2,10 2,12 2,16 2,21
3 3,09 3,18 3,23 3,28 3,38 3,48
4 4,16 4,33 4,42 4,51 4,69 4,87
5 5,26 5,52 5,66 5,81 6,10 6,41
6 6,37 6,77 6,97 7,18 7,63 8,10
7 7,51 8,06 8,35 8,65 9,28 9,96
8 8,67 9,40 9,79 10,19 11,06 12,01
9 9,85 10,79 11,30 11,84 12,99 14,26
10 11,06 12,25 12,89 13,58 15,07 16,73
11 12,29 13,76 14,56 15,42 17,31 19,46
12 13,55 15,33 16,32 17,38 19,74 22,45
13 14,83 16,96 18,16 19,45 22,36 25,75
14 16,13 18,66 20,09 21,65 25,18 29,37
15 17,47 20,42 22,12 23,97 28,24 33,36
20 24,54 30,37 33,89 37,89 47,59 60,14
25 32,35 42,48 48,92 56,51 76,03 103,26
30 40,97 57,21 68,10 81,43 117,81 172,72
CESA =∑MP
Traktor - Trailer
m x 365 x e x C x N.................................................(2.6)
Keterangan:
2.7.2 Lendutan
Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil pengujian
(BB). Apabila pada waktu pengujian lendutan ditemukan data yang meragukan
maka pada lokasi atau titik tersebut dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang
Lendutan yang digunakan adalah lendutan pada pusat beban (df1). Nilai
lendutan ini harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim) dan
koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat
Keterangan:
yaitu sesuai rumus 8, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau
rumus 9 untuk tebal lapis (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm atau
24
menggunakan tabel 2.5 atau pada gambar 2.2 (Kurva A untuk HL < 10 cm
(-1)
= 4,08 x (Beban Uji dalam ton) ..........................................(2.11)
lendutan tersebut harus dikoreksi dengan, faktor muka air tanah (faktor
musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji
tidak tepat sebesar 8,16 ton). Besarnya lendutan balik adalah sesuai rumus
berikut:
26
keterangan:
d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 m dari titik pengukuran
rumus 8 untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau Rumus 9,
untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm atau
(-2,0715)
= 77,343 x (Beban Uji dalam ton) .......................................(2.14)
Catatan :
1. Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal (H L) kurang
dari 10 cm
minimum 10 cm
Tabel 2.6 Temperatur Tengah (Tt) dan Bawah (Tb) lapis beraspal
berdasarkan data temperatur udara (Tu) dan Temperatur Udara (Tu) dan
29
30
Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian atau
rentang faktor keseragaman antara 0 sampai dengan 10, antara 11 sampai dengan
s
FK = dR x 100% < FK ijin..............................................................................(2.15)
Keterangan:
FK = Faktor Keseragaman
∑nS
1 d
= nS
........................................................................................(2.16)
2
∑nS
1 d
2 ∑nS
1 d
nS nS
= ns ns ns-1
...............................................................(2.17)
d = nilai lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) tiap titik
jalan, digunakan rumus - rumus yang telah disesuaikan dengan fungsi/kelas jalan,
yaitu:
Keterangan:
standar 35oC, maka untuk masing-masing daerah perlu dikoreksi karena memiliki
Gambar 2.3
Keterangan:
tertentu
34
Pedoman ini berlaku untuk lapis tambah dengan Laston, yaitu modulus resilien
(MR) sebesar 2000 MPa dan Stabilitas Marshall minimum 800 kg. Nilai modulus
resilien (MR) diperoleh berdasarkan pengujian UMATTA atau alat lain dengan
temperatur pengujian 25oC. Apabila jenis campuran beraspal untuk lapis tambah
menggunakan Laston Modifikasi dan Lataston atau campuran ber aspal yang
koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai Rumus 2.22 atau Gambar
-0,333
FKTBL = 12,51 x MR ..................................................................................(2.22)
35
Keterangan:
Modulus Stabilita
Resilien, s
Jenis Lapisan MR (MPa) Marshall FKTBL
Laston Modifikasi 3000 (kg)
min. 1000 0,85
Laston 2000 min. 800 1,00
Lataston 1000 min. 800 1,23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksankan di Jalan Lintas Timur Palembang – Betung dengan STA
25+000 – 35+000
Sumatera Selatan
36
37
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, dibutuhkan beberapa data pendukung untuk
dibagi menjadi data primer dan data sekunder yang akan dijelaskan dibawah ini:
Data primer adalah data yang didapat langsung melalui survei secara langsung
ke lokasi penelitian, data ini berguna untuk mempelajari keadaan yang terjadi
di lapangan.
Survei ini dilakukan agar mengetahui lebar dan panjang ruas jalan yang
alat tulis dan buku untuk mencatat data yang sudah diperoleh
Sebelum melakukan survey untuk data yang akan diolah nanti maka
Survey lalu lintas ini dilakukan oleh 2 orang surveyor, dengan waktu
tersebut
5. Serta dua orang surveyor yang bertugas untuk mengukur waktu signal
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Instansi yang terkait dengan
penelitian ini
Data LHR adalah titik rata-rata dalam suatu titik dalam satu hari
yang dilalui oleh volume lalu lintas yang dihitung sepanjang satu tahun.
data ini untuk membandingkan data yang telah didapat dari survey secara
terakhir.
Sumatera Selatan
Data yang sudah didapat, selanjutnya di olah. Pada tahapan pengolahan atau
yang digunakan. Hasil dari pengolahan tersebut, data digunakan kembali sebagai
Semua data informasi primer ataupun sekunder yang telah didapat kemudian
direncanakan dan disusun sedemikian rupa agar mendapatkan hasil akhir, adapun
Dari data LHR yang telah didapat dari survey dilapangan, selanjutnya akan diolah
lagi dengan dikalikan smp/jam dan dengan nilai tersebutlah kita akan menghitung
Perhitungan tebal lapis tambah yang disarankan pada pedoman ini adalah
berdasarkan data lendutan yang diukur dengan alat FWD atau BB. Pengukuran
lendutan dengan alat FWD disarankan dilakukan pada jejak roda luar (jejak
roda kiri) dan untuk alat BB pada kedua jejak roda (jejak roda kiri dan jejak
b. hitung lendutan hasil pengujian dengan alat FWD atau BB dan koreksi
dengan faktor muka air tanah (faktor musim, Ca) dan faktor temperatur
standar (Ft) serta faktor beban uji (FKB-FWD untuk pengujian dengan
FWD dan FKB-BB untuk pengujian dengan BB) bila beban uji tidak
dengan pengertian :
dengan pengertian :
Dstl ov = lendutan setelah lapis tambah atau lendutan rencana dalam satuan
milimeter
Ht = Ho x Fo
Dengan pengertian:
h. bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak sesuai
dengan ketentuan di atas maka tebal lapis tambah harus dikoreksi dengan
Mulai
Survey Lokasi
Pengumpulan Data
Mencatat Data
Pengolahan Data
Selesai
BAB IV
Survey LHR ini diambil pada STA 29+800 pada tanggal 23 Juni 2020 – 29 Juni
2020 selama 7 hari dimana dalam 1 hari survey dilakukan selama 12 jam dengan
jarak satu jam, dan data LHR ini diambil dari hari yang terpadat selama survey 7
hari tersebut.
44
61
i = 3,50%
No Konfigurasi AADT
Jenis Kendaraan
No BM Sumbu 2020 2021 2026 2031
Tahun Ke 0 5 10
1 1 Sp. Motor, Scoter, Kumbang 1.468
2 2 Sedan, Jeep, Sta. Wagon 1 4.507 4.665 5.540 6.580
3 3 Angkot, Combi 1 379 392 466 466
4 4 Pick UP 1 624 646 767 767
5 5A Bus Kecil 1 41 42 50 50
5B Bus Besar 1 45 47 55 55
6 6A Truk Kecil, 2 as, 4 roda 1 901 933 1.108 1.108
6B Truk Sedang, 2 as, 6 roda 1 4.320 4.471 5.310 5.310
7 7A Truk Berat, 3 as 1 1.300 1.346 1.598 1.598
7B Truk Gandengan 1.2 - 2.2 5 5 6 6
7C Truk Semi Trailer 1.2 - 22 102 106 125 125
8 8 Kendaraan Tidak Bermotor 2
I Jumlah Kendaraan ≥ 4 roda 12.224 12.652 15.026 16.066
Jumlah Kendaraan Niaga > 4 roda ( Bus Besar + Truk
II ) 5.772 5.974 7.095 7.095
II % Kendaraan Niaga > 4 roda ( Bus Besar + Truk ) 47% 47% 47% 44%
Dikarenakan lebar perkerasan jalan adalah 7,00 m, maka sesuai dengan Tabel 2.1.
Setelah didapatkan jumlah lajur berdasarkan lebar jalan, maka dengan sesuai tabel
2.2 Koefisien Distribusi Kendaraan (C) adalah 0,50 untuk kendaraan ringan dan
2 4
Angka Ekivalen = 5,40
2,5 4
Angka Ekivalen = 5,40
3. Pick Up (6 ton)
48
6 4
Angka Ekivalen = 5,40
8 4
Angka Ekivalen = 5,40
12 4
Angka Ekivalen = 5,40
9 4
Angka Ekivalen = 8,16
49
4
Angka Ekivalen = 8,16
25 4
Angka Ekivalen = 13,76
35 4
Angka Ekivalen = 18,45
42 4
Angka Ekivalen = 18,45
1 (1+r)n-1 -1
N = 2 1+(1+r)n +2(1+r) r
1 (1+0,035)10-1 -1
N = 2 1+(1+0,035)10 +2(1+0,035) 0,035
N = 11,93
kendaraan (E), dan faktor umur rencana dan perkembangan lalu lintas (N), maka
kita bisa menghitung nilai CESA dengan jumlah dari CESA masing - masing
CESA =∑MP
Traktor - Trailer
m x 365 x e x C x N
CESAsedan, jeep, sta wagon = 4507 x 365 x 0,018817 x 0,50 x 11,93= 184.646,57
4.2.2. Lendutan
Alat yang digunakan untuk mengukur lendutan untuk penelitian ini adalah Falling
34+600 617 4,48 0,144 34,3 36,3 40,1 35,4 37,267 0,96 1,2 0,9107143 0,1510766 0,0228241
35+000 633 4,45 0,211 34,3 35,40 39,5 34,5 36,467 0,98 1,2 0,9168539 0,2275045 0,0517583
Jumlah 6,199428 38,432908
Lendutan Rata-rata (dR) 0,2384395
Jumlah Titik 26
Deviasi Standar (s)_ 0,0677069
4.2.3. Keseragaman Lendutan
0,4
0,35
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
25+000
25+400
25+800
26+200
26+600
27+000
27+400
27+800
28+200
28+600
29+000
29+400
29+800
30+200
30+600
31+000
31+400
31+800
32+200
32+600
33+000
33+400
33+800
34+200
34+600
35+000
Lendutan Rata-rata Lendutan Terkoreksi
yaitu:
s
FK = dR x 100%
0,067
FK = 0,238 x 100%
Menurut kelas jalan yang merupaka arteri, maka digunakanlah rumus 2.18, yaitu:
Dwakil = dR + 2 s
Dwakil = 0,372 mm
Untuk lendutan rencana/ijin ini digunakan rumus yang sesuai dengan alat yang
digunakan, dikarenakan untuk penelitian ini dilakukan dengan alat Falling Weight
Drencana = 0,19932 mm
57
Ho = 11,05 cm
Untuk menghitung tebal lapis tambah (Fo) bisa dio lihat dari gambar 4.2, dengan
nilai temperatur perkerasan rata-rata tahunan TPRT adalah 36,7˚C. Jadi tebal lapis
Fo = 1,02553
sebagai berikut:
Ht = Ho x Fo
58
Ht = 11,05 x 1,02553
Ht = 11,33 cm
koreksi tebal lapis tambah penyesuaian (FKTBL) sesuai tabel 2.7 Faktor Koreksi
Jadi, sesuai dengan tabel tersebut FKTBL yang didapat untuk perhitungan tebal
lapis tambah ini adalah 0,85. Maka, untuk menghitung tebal lapis tambah adalah
sebagai berikut:
Ht = 11,33 cm x FKTBL
Ht = 11,33 cm x 0,85
Ht = 9,6 cm ≈ 10 cm
Karena lapis tambah perkerasan hanya terdiri dari dua lapisan, yaitu AC – BC dan
AC – BC = Ht - AC – WC
59
= 10 – 4
= 6 cm
4.3. Pembahasan
Dari perhitungan yang telah dianalisa dengan data primer ataupun sekunder,
didapatkan bahwa tebal lapis tambah yang diperlukan untuk ruas Jalan Palembang
– Betung STA 25+000 – 35+000 agar dapat melayani lalu lintas sebanyak 267,7 x
106 ESA selama umur rencana 10 tahun adalah 11 cm Laston dengan Modulus
Resilien 2000 MPa dengan Stabilitas Marshall minimum 800 kg atau setebal 10
Konsultan Peneliti
Perencana
Metode yang digunakan Manual Desain PdT 05-2005-B
Perkerasan Jalan
Bagian II
CESA 17.615.285 267,7 x 106
AC – BC 4 cm 4 cm
AC – WC 7 cm 6 cm
Dari semua hasil yang didapatkan bahwa terdapat beberapa perbedaan diantara
keduanya, mulai dari metode yang digunakan konsultan perencana dengan metode
36
62
metode PdT 05-2005-B, serta nilai CESA yang berbeda dikarenakan perbedaan
data survey LHR yang ada di Konsultan Perencana dan survey langsung yang
BAB V
5.1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dibuat oleh penulis, diperoleh beberapa kesimpulan,
yaitu:
1. LHR yang didapat dari perhitungan ini ialah lebih dari 12.000 kendaraan yang
lewat, dengan CESA yang didapat dari ruas Jalan Palembang – Betung STA
2. Tebal lapis tambah yang didapat dari perhitungan ini adalah 10 cm, dengan 4
AC – WC = 4 cm, dan AC – BC = 7 cm
63
64
4. Dari Perbandingan tersebut dapat dilihat bahwa hasil yang didapat dari P2JN
Provinsi Sumatera Selatan dan penulis berbeda di tebal lapisan aspal bawah
AC – BC dengan selisih 1 cm
5.2. Saran
– daerah kritis seperti daerah dengan lendutan balik yang jauh lebih besar