Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jalan merupakan prasarana yang sangat menunjang bagi kebutuhan hidup

masyarakat, kerusakan jalan dapat berdampak pada kondisi sosial dan

ekonomi terutama pada sarana transportasi darat. Dampak pada konstruksi

jalan yaitu perubahan bentuk lapisan permukaan jalan berupa lubang

(potholes), bergelombang (rutting), retak-retak dan pelepasan butiran

(ravelling) serta gerusan tepi yang menyebabkan kinerja jalan menjadi

menurun. Perbandingan perencanaan prasarana jalan di suatu wilayah

mulai dari tahapan pra-survey, perencanaan dan perancangan teknis,

pelaksanaan pembangunan fisiknya hingga pemeliharaan harus integral

dan tidak terpisahkan sesuai kebutuhan saat ini dan prediksi umur

pelayanannya di masa mendatang agar tetap terjaga ketahanan

fungsionalnya.

Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan

pelayanan kepada sarana transportasi dimana diharapkan selama masa

pelayanan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Maka dari itu sudah

kewajiban kita untuk mengetahui mulai dari penyebab kerusakan dan cara

pemeliharaan jalan tersebut. Agar tercipta jalan yang aman, nyaman dan

memberikan manfaat yang signifikan bagi kesinambungan dan

1
keberlangsungan hidup masyarakat luas dan menjadi salah satu faktor

menjadikannya peningkatan kehidupan masyarakat dari beberapa aspek –

aspek kehidupan.

Jika kita kaji secara teori dan realita yang sudah berjalan selama ini, dalam

pembangunan jalan ada banyak hal yang harus diperhatikan lebih

mendetail dan teliti baik itu dari perencanaan jalan itu sendiri maupun

pelaksanaan tentunya. Kita sebagai pengguna jalan pastinya menginginkan

jalan yang kita pakai itu aman, nyaman, bersih dan lain-lain. Maka dari itu

kerusakan yang terjadi dijalan tersebut harus ditanggulangi dan diperbaiki

dengan sungguh - sungguh.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini adapun hal yang akan dibahas yaitu :

1. Jenis – jenis perkerasan jalan

2. Jenis – jenis kerusakan pada perkerasan jalan dan penyebabnya

3. Penanganan untuk memperbaiki kerusakan jalan

4. Irigasi bawah jalan

1.3. Manfaat Penulisan

1. Untuk menjelaskan jenis-jenis perkerasan jalan dan kerusakan jalan

yang terjadi serta irigasi bawah jalan

2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca

3. Untuk menambah kreatifitas dan pengembangan diri Mahasiswa

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Jenis – Jenis Perkerasan Jalan

2.1.1. Perkerasan Lentur

Perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang

umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis

permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya.

Sehingga lapisan perkerasan tersebut mempunyai

flexibilitas/kelenturan yang dapat menciptakan kenyaman

kendaraan dalam melintas diatasnya. Perlu dilakuan kajian yang

lebih intensif dalam penerapannya dan harus juga

memperhitungkan secara ekonomis, sesuai dengan kondisi

setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat

teknis lainnya, sehingga konstruksi jalan yang direncanakan itu

adalah yang optimal.

Adapun komponen struktur perkerasan lentur adalah :

1. Tanah dasar

Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan

galian atau permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan

merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian - bagian

perkerasan lainnya.

3
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat

tergantung dari sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar.

Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah

sebagai berikut:

• Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari

macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas.

• Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu

akibat perubahan kadar air.

• Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar

ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam

tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau

akibat pelaksanaan.

2. Lapis pondasi bawah

Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak

antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis pondasi

bawah antara lain:

• Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk

mendukung dan menyebarkan beban roda.

• Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif

murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi

tebalnya (penghematan biaya konstruksi).

• Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis

pondasi.

4
• Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan

lancar.

Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung

tanah dasar terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena

kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah

dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam tipe tanah

setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang relatif lebih baik dari

tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah.

Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen

portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat

bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.

3. Lapis pondasi

Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara

lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan

tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah).

Fungsi lapis pondasi antara lain:

• Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda,

• Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat

dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum

menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan

pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan

sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.

Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR > 50%,

5
PI < 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara

lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi tanah dengan

semen atau kapur.

4. Lapis permukaan

Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas.

Fungsi lapis permukaan antara lain:

• Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda

• Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan

kerusakan akibat cuaca

• Sebagai lapisan aus (wearing course)

Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan

bahan untuk lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih

tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat

bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri

memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi

daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan

bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan,

umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai

manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

Gambar 2.1. Komponen struktur perkerasan lentur

6
2.1.2. Perkerasan Kaku

Perkerasan kaku (rigid pavement) adalah suatu perkerasan jalan

yang terdiri atas plat beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis

pondasi bawah di atas tanah dasar. Karena memakai beton sebagai

bahan bakunya, perkerasan jenis ini juga biasa disebut sebagai

jalan beton. Dalam konstruksinya, plat beton sering dinamakan

lapis pondasi sebab adanya kemungkinan lapisan aspal beton di

atasnya sebagai lapis permukaan. Pada awal penemuannya,

pembangunan perkerasan kaku dilakukan tanpa

mempertimbangkan jenis tanah dasar dan drainase yang

dimilikinya. Namun seiring dengan perkembangan teknologi dan

tuntutan zaman bahwa jalan harus mampu menahan beban dari

kendaraan berat, maka jenis tanah dasar pun menjadi faktor paling

penting yang harus diperhatikan. Pembangunan perkerasan kaku di

atas tanah yang tidak sesuai akan memperbesar risiko terjadinya

pumping yaitu menurunnya daya dukung jalan tersebut akibat

butiran-butiran penyusunnya keluar dari dalam tanah.

Persyaratan umum yang wajib untuk diperhatikan dalam

merencanakan perkerasan kaku, di antaranya :

1. Tanah dasar

Kapasitas daya dukung tanah ditentukan oleh CBR insitu sesuai

SNI 03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai SNI 03-

1744-1989. Masing-masing dari standar tersebut mengatur

tentang perencanaan tebal perkerasan lama perkerasan jalan

7
baru. Jika tanah dasar mempunyai nilai CBR di bawah 2%,

maka perlu digunakan pondasi bawah yang terbuat dari beton

setebal 15 cm sehingga nilai CBR tanah tersebut meningkat

dan dianggap lebih dari 5%. Adapun campuran bahan-bahan

yang dipakai untuk membuat pondasi bawah beton ini yaitu

material berbutir, stabilisasi dengan beton giling padat, dan

campuran beton kurus.

2. Beton semen

Kekuatan beton semen dinyatakan dalam nilai kuat tarik uji

lentur saat usianya mencapai 28 hari setelah pembuatan. Nilai

ini didapatkan dari hasil pengujian balok dengan pembebanan

tiga titik sesuai ASTM C-78 yang besarnya secara tipikal

berkisar antara 3-5 Mpa atau 30-50 kg/cm². Pembangunan

beton semen ini juga bisa diperkuat menggunakan serat baja

untuk menaikkan nilai kuat tarik lenturnya dan mengendalikan

risiko keretakan pada plat.

3. Lalu lintas

Penentuan terhadap beban lalu lintas dinyatakan dalam jumlah

sumbu kendaraan sesuai dengan konfigurasi sumbu pada lajur

rencana selama usia perencanaan. Sedangkan analisis terhadap

lalu lintas dilakukan menurut hasil perhitungan volume lalu

lintas dan konfigurasi sumbu berdasarkan data terbaru minimal

2 tahun terakhir. Kendaraan-kendaraan yang ditinjau dan

8
dimasukkan ke dalam data ialah kendaraan yang mempunyai

bobot total paling sedikit seberat 5 ton.

4. Bahu

Bagian bahu perkerasan kaku bisa dibuat dari material lapisan

pondasi bawah dengan atau tanpa lapisan penutup beraspal atau

lapisan beton semen. Bahu beton semen ialah bahu yang

dikunci dan diikat pada lajur lalu lintas yang memiliki ukuran

lebar minimal 1,5 m atau bahu yang menyatu dengan lajur lalu

lintas selebar 0,6 m termasuk saluran drainase.

5. Sambungan

Sambungan pada perkerasan kaku mempunyai panel yang

bentuknya diusahakan sepersegi mungkin dengan perbandingan

panjang dan lebar maksimal sebesar 1,25. Jarak maksimum

sambungan memanjang ialah 3-4 m serta jarak maksimum

sambungan melintang maksimum adalah 5 m atau 25 kali tebal

plat. Antar sambungan ini kemudian dihubungkan pada satu

titik untuk menghindari terjadinya retak refleksi pada lajur

yang bersebelahan. Sudut sambungan yang kurang dari 60

derajat wajib dihindari dengan cara mengatur panjang terakhir

0,5 m dan dibuat tegak lurus terhadap bagian tepi perkerasan.

Semua bangunan lain juga harus dari perkerasan menggunakan

sambungan muai selebar 12 mm mencakup keseluruhan tebal

plat.

9
2.1.3. Perkerasan Komposit

Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan

kaku (rigid pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible

pavement) di atasnya, dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja

sama dalam memilkul beban lalu lintas.

2.2. Jenis – Jenis Kerusakan Pada Jalan

2.2.1. Kerusakan Pada Perkerasan Lentur

Jenis - jenis kerusakan perkerasan lentur (aspal) pada umumnya

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Deformasi

Deformasi adalah perubah permukaan jalan dari profil aslinya

(sesudah pembangunan). Deformasi merupakan kerusakan

penting dari kondisi perkerasan, karena mempengaruhi kualitas

kenyamanan lalu lintas (kekerasan, genangan air yang

mengurangi kekesatan permukaan) dan dapat mencerminkan

kerusakan struktur perkerasan. Mengacu pada austroads (1987)

dan shahin (1994), beberapa tipe deformasi perkerasan lentur

adalah :

• Bergelombang

Bergelombang atau keriting adalah kerusakan oleh

akibat terjadinya deformasi plastis yang menghasilkan

gelombang-gelombang melintang atau tegak lurus arah

perkerasa - perkerasan aspal. Gelombang - gelombang

10
terjadi pada jarak yang relatih teratur, dengan panjang

kerusakan kurang dari 3 meter di sepanjang perkerasan.

Adapun faktor penyebab kerusakan :

 Permukaan perkerasan yang tidak stabil ini

disebabkan karena campuran lapisan aspal yang

buruk, misalnya akibat terlalu tinggi kadar aspal,

terlalu banyaknya agregat halus, agregat

berbentuk bulat dan licin, atau terlalu lunaknya

campuran semen

 Kadar air dalam lapis pondasi granuler

(granular base) terlalu tinggi

Gambar 2.2. Kerusakan bergelombang


(Jl. Ahmad Yani, Bogor Utara)

• Alur (rutting)

Alur adalah deformasi permukaan perkerasan aspal

dalam bentuk turunnya perkerasan kea rah memanjang

pada lintasan roda kendaraan. Distorsi permukaan jalan

11
yang membentuk alur-alur terjadi oleh akibat beban lalu

lintas yang berulang-ulang pada lintasan roda sejajar

dengan as jalan. Gerakan ke atas perkerasan dapat

timbul di sepanjang pinggir alur. Alur biasanya baru

nampak jelas ketika hujan dan genangan air. Menurut

Asphalt Institute MS-17, sebab-sebab terjadinya alur

adalah seperti tang, alur disebabkan oleh pemadatan

(deformasi tanah dasar) atau perpindahan campuran

aspal yang tidak stabil.

Adapun faktor penyebab kerusakan :

 Pemadatan lapis permukaan dan pondasi (base)

kurang, sehingga akibat beban lalu lintas lapis

pondasi memadat lagi.

 Kualitas campuran aspal rendah, ditandai

dengan gerakan arah lateral dan ke bawah dari

campuran aspal di bawah beban roda berat.

 Gerakan lateral dari satu atau lebih dari

komponen pembentuk lapis perkerasan yang

kurang padat. Contohnya terjadinya alur pada

lintasan roda yang di sebabkan oleh deformasi

dalam lapis pondasi atau tanah dasar.

 Tanah dasar lemah atau agregat pondasi kurang

tebal, pemadatan kurang, atau terjadi pelemahan

akibat infiltrasi air tanah.

12
Gambar 2.3. Kerusakan alur

• Ambles (depression)

Ambles adalah penurunan perkerasan yang terjadi pada

area terbatas yang mungkin dapat diikuti dengan

retakan. Penurunan ditandai dengan adanya genangan

air pada permukaan perkerasan yang membahayakan

lalu lintas yang lewat.

Adapun faktor penyebab kerusakan :

 Beban lalu lintas berlebihan

 Penurunan sebagian dari perkerasan akibat

lapisan dibawah perkerasan mengalami

penurunan

13
Gambar 2.4. Kerusakan ambles

(Jl. RE Martadinata, Bogor Tengah)

• Sungkur (shoving)

Sungkur adalah perpindah permanen secara local dan

memanjang dari permukaaan perkerasan yang

disebabkan oleh beban lalu lintas. Ketika lalu lintas

mendorong perkerasan , maka mendadak timbul

gelombang pendek di permukaannya. Penggembungan

local permukaan perkerasan nampak dalam arah sejajar

dengan arah lalu lintas dan/atau perpindahan horizontal

dari material permukaan, terutama pada arah lalu lintas

dimana aksi pengereman atau percepatan sering terjadi.

Sungkur melintang juga dapat timbul oleh gerakan lalu

lintas membelok. Sungkur biasanya juga terjadi pada

perkerasan aspal yang berbatasan dengan perkerasan

beton semen portland (PCC). Perkerasan beton bertabah

panjang oleh kenaikan suhu, dan menekan perkerasan

aspal, sehingga terjadi sungkur.

14
Adapun faktor penyebab kerusakan :

 Stabilitas campuran lapisan aspal rendah.

Kurangnya stabilitas campuran apat disebabkan

oleh terlalu tingginya kadar aspal , terlalu

banyaknya agregat halus , agregat berbentuk

bulat dan licin atau terlalu lunaknya semen.

 Terlalu banyaknya kadar air dalam lapis pondasi

granuler.

 Ikatan antara lapisan perkerasan tidak bagus.

 Tebal perkerasan kurang dari yang di

rencanakan.

Gambar 2.5. Kerusakan sungkur

2. Retak (Crack)

Retak dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Hal ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor dan melibatkan mekanisme

yang kompleks. Secara teoritis, retak dapat terjadi bila

tegangan tarik yang terjadi pada lapisan aspal melampaui

tegangan tarik maksimum yang dapat ditahan oleh perkerasan

15
tersebut. Untuk mencegah terjadinya retak yang terlalu dini,

maka perancangan campuran harus memperhatikan faktor-

faktor seperti :

 Sifat rheology aspal, misalnya penetrasi, kekentalan,

dan indeks penetrasi.

 Kadar aspal optimum/efektif.

 Tebal lapisan film aspal (Bitumen Film Thickness, BFT)

dan rongga dalam mineral agregat, dan rongga terisi

aspal harus diperhatikan.

Terdapat beberapa jenis retak yang dipengaruhi oleh factor

tersebut diantaranya adalah :

• Retak Memanjang (Longitidunal Cracks)

Retak berbentuk memanjang pada perkerasan jalan,

dapat terjadi dalam bentuk tunggal atau berderet yang

sejajar, dan kadang-kadang sedikit bercabang. Retak

memanjang dapat terjadi oleh labilnya lapisan

pendukung dari struktur perkerasan.

Faktor penyebab kerusakan :

 Gerakan arah memanjang oleh akibat kurannya

gesek internal dalam lapis pondasi atau tanah

dasar, sehingga lapisan tersebut stabil.

 Adanya perubahan volume tanah di dalam tanah

dasar oleh geerakan vertical.

16
 Penurunan tanah urug atau bergeraknya lereng

timbunan. Lebarnya celah bias mencapai 6 mm,

sehingga memungkinkan adanya infiltrasi air

dari permukaan.

 Adanya penyusutan semen pengikat pada lapis

pondasi atau tanah dasar.

 Kelelahan pada lintasan roda.

 Pengaruh tegangan akibat penurunan suhu atau

kurangnya pemadatan.

Gambar 2.6. Kerusakan Retak Memanjang


(Jl. RE Martadinata, Bogor Tengah)

• Retak Melintang (Transverse Cracks)

Retak melintang merupakan retakan tunggal, tidak

bersambungan satu sama lain yang melintang

perkerasan. Perkerasan retak, ketika temperature atau

lalu lintas menimbulkan tegangan dan regangan yang

melampaui kuat tarik atau kelelehan dari campuran

17
aspal padat. Retak melintang akan terjadi biasanya

berjarak lebar, yaitu sekitar 15-20 meter.

Faktor penyebab kerusakan :

 Penyusutan bahan pengikat pada lapis pondasi

dan tanah dasar

 Sambungan pelaksanaan atau retak susut (akibat

temperature rendah atau pengerasan) aspal

dalam permukaan

 Kegagalan struktur lapis pondasi

 Pengaruh tegangan termal (akibat perubahan

suhu) atau kurangnya pemadatan

• Retak Diagonal (Diagonal Cracks)

Retak diagonal adalah retakan yang tidak

bersambunngan satu sam lain yang arahnya diagonal

terhadap perkerasan.

Faktor penyebab kerusakan :

 Refleksi dari retak susut atau sambungan pada

material pengikat yang ada di bawahnya

(umumnya beton semen portland, lapis pondasi

rekat dan lapis pondasi aspal)

 Terjadi beda penurunan antara timbunan , galian

atau bangunan

 Desakan akar pohon-pohon

 Pemasangan bangunan layanan umum

18
• Retak berkelok – kelok (Meandering)

Retak berbelok-belok adalah retak yang polanya tidak

teratur, dan arahnya bervariasi biasanya sendiri-sendiri.

Faktor penyebab kerusakan :

 Penyusunan material di bawah material retak

atau material butiran halus tertentu.

 Pelunakan tanah di pinggir perkerasan akibat

kenaikan kelembaban, atau terjadi beda

penurunan antara timbunan, galian atau struktur.

 Pengaruh akar tumbuh-tumbuhan

Gambar 2.7. Kerusakan retak berkelok – kelok

• Retak Reflektif Sambungan (Joint Reflective Cracks)

Berasal dari plat beton semen Portland, PCC,

(memanjang dan melintang). Kerusakan ini umumnya

terjadi pada permukaan perkerasan aspal yang telah

dihamparkan di atas permukaan beton semen Portland

(Portland Cement Concrete, PCC). Retak terjadi pada

lapis tambahan (overlay) aspal yang mencerminkan

19
pola retak dalam perkerasan beton lama yang berada di

bawahnya. Pola retak pada arah memanjang, melintang,

diagonal atau membentuk blok. Retak reflektif pada

sambungan tidak termasuk retak reflektif dari lapis

pondasi (stabilisasi kapur atau semen). Retakan ini

dapat disebabkan oleh perubahan suhu atau kelembaban

yang mengakibatkan pelat beton di bawah lapisan aspal

bergerak. Jadi retak semacam ini bukan dari akibat

pengaruh beban lalu lintas. Namun, beban lalu lintas

dapat memecahkan permukaan aspal disekitar retakan.

Jika perkerasan menjadi terpecah-pecah di sepanjang

retakan, maka retak ini disebut gompal (spalling).

Faktor penyebab kerusakan

 Gerakan vertical atau horizontal pada lapisan di

bawah lapis tambahan yang timbul akibat

ekspansi dan kontraksi saat terjadi perubahan

temperature atau kadar air.

 Gerakan tanah pondasi.

• Retak Blok (Block Cracks)

Retak blok ini berbentuk blok-blok besar yang saling

bersambungan, dengan ukuran sisi blok 0,20-0,30

meter, dan dapat membentuk sudut atau pojok yang

tajam. Kerusakan ini bukan karena beban lalu lints.

Kesulitan sering terjadi untuk membedakan apakah

20
retak blok disebabkan oleh perubahan volume di dalam

campuran aspal atau di dalam lapis pondasi (base), atau

tanah dasar. Retak blok biasanya terjadi pada area yang

luas pada perkerasan aspal dan kadang-kadang terjadi

pada area yang jarang di lalui oleh lalu lintas.

Faktor penyabab kerusakan :

 Perubahan volume campuran aspal yang

mempunyai kadar agregat halus tinggi dari aspal

penetrasi rendah dan agregat yang mudah

menyerap (odsorptive aggregate).

 Pengaruh siklus temperature harian dan

pengerasan aspal

 Sambungan dalam lapisan beton yang berada di

bawahnya.

 Retak akibat kelelahan (fatigue) dalam lapisan

aus aspal.

• Retak Kulit Buaya (Alligator Crack)

Retak kulit buaya adalah retak yang berbentuk sebuah

jaringan dari bidang bersegi banyak (poligon) kecil-

kecil menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah lebih

besar atau sama dengan 3 mm. retak kulit bauay terjadi

hanya pada daerah yang dipengaruhi beban kendaraan

secara berulang-ulang, seperti pada lintasan roda,

karena itu retak ini tidak menyebar ke seluruh area

21
perkerasan, kecuali jika pola lalu lintasnya juga

menyebar.

Faktor penyebab kerusakan

 Defleksi berlebihan dari permukaan perkerasan.

 Gerakan satu atau lebih lapisan yang berada di

bawah.

 Modulus dari material lapis pondasi rendah.

 Lapis pondasi atau lapis aus terlalu getas.

 Kelelahan dari permukaan.

 Pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian

perkerasan di bawah lapis permukaan kurang

stabil.

• Retak slip (slip cracks)

Retak yang diakibatkan oleh gaya horizontal yang

berasal dari kendaraan. Retak ini diakibatkan oleh

kurangnya ikatan antar lapisan permukaan dengan

lapisan dibawahnya, sehingga terjadi pergelinciran.

Retakan ini sering terjadi pada tempat-tempat

kendaraan mengerem, yaitu pada saat turun dari bukit.

Faktor penyebab kerusakan

 Kurangnya ikatan antar lapisan permukaan

dengan lapisan dibawahnya. Hal ini dapat

disebabkan oleh debu, minyak, karet ,kotoran,

22
air atu bahan lainnya yang tidak adhesive yang

berada diantara lapis aus dan lapis dibawahnya.

 Campuran terlalu banyak kandungan pasirnya.

 Pemadatan perkerasan kurang

 Tegangan sangat tinggi akibat pengereman dan

percepatan kendaraan.

 Lapis aus dipermukaan terlalu tipis.

 Modulus lapis terlalu rendah.

3. Kerusakan tekstur permukaan

Kerusakan tekstur permukaan merupakan kehilangan material

perkerasan secara berangsur-angsur dari lapisan permukaan kea

rah bawah. Kerusakan tekstur permukaan aspal dapat di

bedakan menjadi :

• Pelapukan dan Butiran Lepas (Weathering and

Raveling)

Pelapukan dan butiran lepas adalah disintegrasi

permukaan perkerasan aspal melalui pelepasan partikel

agregat yang berkelanjutan, berawal dari permukaan

perkerasan menuju ke bawah atau dari pinggir ke

dalam. Butiran agregat berangsur-angsur lepas dari

permukaan perkerasan, akibat lemahnya pengikat antara

partikel agregat.

23
Faktor penyebab kerusakan

 Campuran material aspal lapis permukaan

kurang baik.

 Melemahnya bahab pengikat dan/atau batuan.

 Pemadatan kurang baik, karena dilakukan pada

musim hujan.

 Agregat mudah menyerap air (Hydrophilic)

Gambar 2.8. Kerusakan pelapukan dan butiran lepas

• Kegemukan

Kegemukan adalah hasil dari aspal pengikat yang

berlebihan, yang bermigrasi ke atas permukaan

perkerasan. Kelebihan kadar aspal atau terlalu

rendahnya kadar udara dalam campuran, dapat

mengakibatkan kegemukan. Kegemukan juga

menyebabkan tenggelamnya agregat (parsial maupun

keseluruhan) ke dalam pengikat aspal yang

menyebabkan berkurangnya kontak antara ban

24
kendaraan dan batuan. Kerusakan ini menyebabkan

permukaan jalan menjadi licin. Pada temperature tinggi

aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda.

Faktor penyebab kerusakan :

 Pemakaian kadar aspal yang tinggi pada

campuran aspal.

 Kadar udara dalam campuran aspal terlalu

rendah.

 Pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan

prime coat atau tack coat.

 Pada tambalan, terlalu banyakny aspal di bawah

permukaan tambalan.

 Agregat ter penetrasi ke dalam lapis pondasi,

sehingga lapis pondasi menjadi lemah.

Gambar 2.9. Kerusakan kegemukan (Jl. Ahmad Yani)

25
2.2.2. Kerusakan Pada Perkerasan Kaku

Kerusakan pada perkerasan kaku dapat diakibatkan oleh dua:

1. Kondisi perkerasan yang memburuk atau berkurangnya mutu

kekuatan perkerasan beton. Berkurangnya kekuatan beton dapat

diakibatkan oleh material pembentuk yang tidak awet, proses

beku-cair, reaksi agregat alkali dan lain-lain. Kerusakan

perkerasan kaku juga bisa diakibatkan oleh melengkung atau

tidak tepatnya kelurusan batang ruji (dowel) dan tegangan-

tegangan yang timbul akibat ekspansi dan penyusutan.

2. Kerusakan yang diakibatkan oleh lemahnya struktur perkerasan

beton, lapis pondasi bawah (subbase), dan tanah-dasar.

Perkerasan rusak oleh akibat beban yang berlebihan,

pemompaan (pumping),pecahnya bagian pojok pelat, rusaknya

sambungan dan lain-lain. Kerusakan perkerasan kaku dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Deformasi (deformation)

b) Retak (cracks)

c) Disintegrasi (disintegration)

1. Deformasi

Deformasi adalah sembarang perubahan

permukaan perkerasan dan bentuk aslinya.

Penyebab dari deformasi perkerasan adalah:

26
• Beban lalu lintas.

• Pengaruh lingkungan, atau pengaruh lain,

misalnya tanah pondasi mudah mengembang.

mudah membeku atau penurunan tanah pondasi

yang berlebihan.

• Retakan pelat beton atau gerakan relatif diantara

pelat-pelat.Deformasi mengurangi kualitas

kenyamanan kenclavaan, dan dapat

menimbulkan genangan air yang menambah

kemungkinan air masuk ke

perkerasan.Genangan air ini juga dapat

mengakibatkan kecelakaan.

1.1 Pemompaan (pumping)

Pemompaan adalah peristiwa terangkatnya

campuran air, pasir, lempung dan/atau lanau di

sepanjang sambungan transversal atau longitudinal,

dan pinggir perkerasan oleh gerakan berulang-ulang

pelat beton akibat beban lalu lintas.

Faktor penyebab kerusakan :

 Seperti telah dijelaskan di atas, adalah akibat

terpompanya material berbutir halus dari

tanah-dasar dan/atau lapis pondasi, ketika

retakan atau sambungan tergenang air dan

dilalui

27
 kendaraan secara berulang-ulang, sehingga

mengurangi dukungan tanah-dasar pada

pelat beton.

1.2 Blow-up/Buckling

Blow-up/bucklings adalah rusaknya perkerasan

beton akibat tekuk (buckling) lokal dari

perkerasan beton. Biasanya terjadi pada retakan

atau sambungan melintang yang mengalami

tegangan tekan yang tinggi, yaitu jika material keras

mengisi sambungan, sehingga menghambat

pemuaian pelat beton,akibatnya ujung pelat beton

terangkat secara lokal dan tekuk terjadi di dekat

sambungannya. Blow-up sering terjadi selama

musim panas, di mana pelat memuai secara

berlebihan.

Faktor penyebab kerusakan :

 Sambungan pelat terisi dengan material

keras (material tidak mudah mampat: pasir,

kerikil), sehingga menghambat pemuaian

pelat beton

28
1.3 Penurunan atau Patahan (Seulentent or Faulting)

Penurunan atau patahan adalah beda elevasi dua

pelat beton pada sambungan atau retakan. Patahan

biasanya terjadi akibat tidak adanya transfer beban

di antara dua pelat, yang diikuti dengan pemadatan

atau penyusutan volume lapisan tanah di bawah

pelat tersebut. menunjukkan perkerasan beton

dengan tanpa alat transfer beban yang diberikan

pada sambungan.

Faktor penyebab kerusakan :

 Beban kejut lalu lintas yang bergerak di atas

sambungan.

 Dukungan tanah-dasar dan lapis pondasi

buruk.

 Pelat tertekuk atau bergelornbang akibat

perubahan temperatur atau beda

kelembaban.

 hilangnya butiran halus material lapis

pondasi akibat pemompaan.

 Perubahan volume tanah-dasar

29
1.4 Punch-out

Punch-out adalah kerusakan lokal pada perkerasan

beton yang pecah menjadi beberapa bagian yang

relative kecil.sering diikuti dengan tenggelamnya

pecahan pelat. Punch-out mempunyai banyak

perbedaan bentuk, biasanya didefinisikan dari

retakan dan sambungan, atau retak yang berjarak

dekat (biasanya berjarak 1.5 m)

Faktor penyebab kerusakan :

 Pelat perkerasan beton yang terlalu tipis.

 Pengecoran beton buruk.

1.5 Rocking

Rocking adalah fenomena dinamik, yang bcrupa

gerakan vertikal pada sambungan atau retakan

akibat beban lalu lintas. Biasanya, rocking terjadi

oleh akibat turunnya tanah-dasar atau pemompaan

(pumping) lapisan pendukung di bawah

pelat,sehingga dukungan hilang yang dapat

menimbulkan patah permanen.

Faktor penyebab kerusakan :

 Pemadatan yang buruk pada lapis pondasi

bawah.

30
 Tanah-dasar buruk.

 Terjadi beda penurunan pada tanah-dasar.

 Hilangnya butiran halus pada lapis pondasi

bawah (subbase) atau tanah-dasar akibat

pemompaan.

2. Retak (Cracks)

Retak yang terjadi pada perkerasan beton disebabkan

oleh beberapa faktor, dengan pola retak yang

berbeda-beda. Penyebab perbedaan pola ini juga

bermacam-macam.

Retak susut terjadi akibat dart penyusutan betonnya

sendiri. Retak ini sering terjadi selama masa

pengeringan. Bentuk retakan biasanya pendek-

pendek dengan jarak yang acak, baik dalam arah

memanjang dan melintang. Semua perkerasan dari

beton semen portland akan mengalami retak susut,

tapi bila perancangan baik, retak ini bisa

dikendalikan, sehingga tidak merusakkan perkerasan.

Secara umum, retak perkerasan beton dapat

diakibatkan oleh banyak hal, seperti :

a) Kekuatan (mutu bahan) dan tebal beton

kurang.

b) Bahan kendaraan berlebihan (overload).

31
c) Kehilangan dukungan tanah-dasar yang

diakibatkan oleh pemompaan (pumping).

d) Pasti lebar pelat beton terhadap panjang tidak

benar (sambungan terlalu jauh).

e) Tegangan tekuk yang berlebihan oleh akibat

perubahan temperatur.

f) Tidak sempurnanya transfer beban pada

sambungan-sambungan, dowel macet atau

melengkung, atau sambungan terlalu lebar.

g) Sambungan tidak cukup dalam, atau

buruknya sambungan.

Retaknya pelat beton bisa berakibat :

a) Hilangnya kenyamanan dalam berkendaraan

(kegagalan fungsional).

b) Hilangnya kemampuan pelat beton dalam

menyebarkan began ke lapisan di bawahnya.

c) Hilangnya keindahan permukaan jalan.

d) Korosi pada tulangan beton.

e) Masuknya air ke lapisan lebih bawah,

sehingga dukungan terbaclap pelat melemah.

32
Tipe-tipe retak pada perkerasan beton menurut

AUSTROADS (1987) adalah :

a) Retak memanjang (longitudinal crucks)

Gambar 2.10. Kerusakan retak memanjang

b) Retak melintang (transversal cracks)

c) Retak diagonal (diagonal cracks)

Gambar 2.11. Kerusakan retak diagonal

d) Retak berkelok-kelok (meandering cracks)

e) Pecah sudut (corner breaks)

33
3. Disintegrasi

Disitegrasi adalah terurainya pelat beton kedalam

bagian kecil-kecil,kerusakan ini apabila tidak

dicegah secepatnya maka dapat mengakibatkan

perbaikan total

3.1 Scaling/Map Cracking/Crazing

Map cracking atau crazing menunjukkan

suatu bentuk jaringan retak dangkal, halus atau

retak rambut, berkembang hanya di permukaan

perkerasan beton.

Faktor penyebab kerusakan :

 Pencampuran adukan beton buruk.

 Agregate kotor yang menyebabkan

lumpur/lanau dan Iempung mengalir ke

permukaan saat proses penyelesaian.

 Perawatan/pengeringan beton kurang

baik.

 Siklus beku-cair, hilangnya lapisan es

3.2 Gompal (Spoiling)

Gompal pada sambungan dan sudut adalah

pecah atau disintegrasi dari beton pada bagian

pinggir perkerasan, sambungan atau retakan pada

arah memanjang atau melintang. Gompal tidak

34
meluas ke seluruh pelat, tapi hanya memotong

sebagian sambungan atau retakan di sudut.

Faktor penyebab kerusakan :

 Akibat dari penutupan sambungan atau

retakan yang buruk,sehingga

memungkinkan material keras masuk ke

dalam luhang sambungan atau retakan

 Bentuk sambungan buruk. Gompal terjadi

oleh akibat panas yang menyebabkan

pelat memuai. Pemuaian ini memecahkan

beton pada sambungan atau retakan yang

terisi oleh material keras, karena

pemuaian pelat menjadi tertahan.

 Dowel yang digunakan untuk alat transfer

beban memotong sambungan ekspansi,

tidak diletakkan dalam posisi sejajar

dcngan sumbu dan perrnukaan

perkerasan.

3.3 Agregat Licin (Polished Aggregate)

Agregat licin adalah tergosoknya partikel

agregat di permukaan perkerasan, sehingga

permukaannya menjadi licin karena aus .

Kadang-kadang, permukaan perkerasan menjadi

licin dan mengkilat.

35
Faktor penyebab kerusakan :

 Kualitas agregat campuran beton tidak

bagus, sehingga oleh beban lalu lintas

permukaan perkerasan menjadi aus dan

licin terutama saat basah atau

hujan.beberapa kerikil secara alami

permukaannya halus. Bila agregrat ini

tidak dipecah saat digunakan dalam

campuran beton maka akan mengurangi

kesesatan permukaan

 Kualitas mortar pada permukaan tidak

baik

 Pengcoran beton kurang baik sehingga

mengakibatkan naiknya air semen ke

permukaan

4. Lubang (Pothole)

Lubang adalah kerusakan bcrbentuk cekungan

akibat Penurunan permukaan perkerasan beton,

dengan tidak memperlihatkan pecahan-pecahan

bersudut seperti gompal. Pada kerusakan lubang,

perkerasan beton pecah dan ambles.Kedalaman

lubang dapat bertambah oleh pengaruh air. Lubang

ini terjadi akibat retak dan disintegrasi dart pelat

beton.

36
Faktor penyebab kerusakan :

 Retak lokal didalam tulangan yang terbuka

 Aksi pembekuan

 Penempatan dowel terlalu dekat dengan

permukaan

 Retakan atau kerusakan lain yang tidak

segera ditutup

2.3 Pengertian Drainase

2.3.1 Drainase Secara Umum

Drainase atau pengatusan adalah pembuangan massa air secara

alami atau buatan dari permukaan atau bawah permukaan dari

suatu tempat. Pembuangan ini dapat dilakukan dengan

mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan

air. Irigasi dan drainase merupakan bagian penting dalam penataan

sistem penyediaan air di bidang pertanian maupun tata ruang.

2.3.2 Fungsi Drainase

• Untuk mengurangi kelebihan air dari suatu kawasan atau

lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.

• Sebagai pengendali air kepermukaan dengan tindakan untuk

memperbaiki daerah becek, genangan air/banjir.

• Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.

37
• Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan

yang ada.

• Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak

terjadi bencana banjir.

2.3.3 Macam – macam Drainase

• Drainase Alamiah, Drainase yang terbentuk alami dan

tidak terdapat bangunan – bangunan penunjang seperti

bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong – gorong

dan lain – lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang

bergerak karena gravitasi.

• Drainase Buatan, Drainase yang dibuat dengan maksud

dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan –

bangunan khusus seperti selokan pasangan batu/beton,

gorong – gorong, pipa – pipa, dan sebagainya.

• Drainase Permukaan Tanah, Saluran drainase yang

berfungsi mengalirkan air limpasan tekstur.

• Drainase Bawah Permukaan Tanah, Saluran drainase

yang bertujuan mengalirkan air limpasan di bawah tanah

melalui pipa – pipa, karena alasan – alasan tertentu.

38
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tanpa adanya pemeliharaan

dan perbaikan jalan secara memadai, baik secara rutin maupun berkala, maka

akan dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih parah, sehingga jalan akan

kehilangan lebih cepat fungsinya. Oleh karena itu sangat penting untuk

melakukan pemeliharaan yang bersifat pencegahan seperti menutup

sambungan atau retak – retak dan memperbaiki kerusakan – kerusakan yang

timbul dengan sesegera mungkin. Dan harus diperhatikan kembali dari sistem

drainasenya sendiri, karena memiliki dampak yang cukup besar.

39

Anda mungkin juga menyukai