TINJAUAN PUSTAKA
10
11
(Sumber: Sukirman,1999)
1. Jalan arteri, yaitu jalan umum yang melayani angkutan utama dengan
ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna.
12
Jalan arteri merupakan jalan utama, sedangkan jalan kolektor dan lokal
adalah jalan minor. Berdasarkan klasifikasi jaringan jalan merupakan dimensi dan
muatan sumbu diatur oleh UU RI No.22 Tahun 2009 tentang prasarana dan lalu
lintas jalan kemudian dibagi dalam beberapa kelas, yaitu :
1. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang bisa dilewati kendaraan bermotor
termasuk muatan dalam ukuran lebar tidak lebih 2,5 meter, ukuran
panjang tidak melebihi 18 meter dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan adalah 10 ton.
2. Jalan kelas II, yaitu jalan yang bisa dilewati kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak lebih dari 2,5 meter,
ukuran panjang tidak melebihi 18 meter dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan 10 ton.
3. Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang bias dilewati
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak lebih
2,5 meter, ukuran panjang tidak melebihi 18 meter dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan adalah 8 ton.
4. Jalan kelas IIIB, yaitu jalan kolektor yang bias dilewati kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak lebih 2,5 meter,
ukuran panjang tidak melebihi 12 meter dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan adalah 8 ton.
5. Jalan kelas IIIC, yaitu jalan lokal yang bias dilewati kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak lebih dari 2,1
meter, ukuran panjang tidak melebihi 9 meter dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan adalah 8 ton.
13
seperti yang ada pada Gambar 2.1, Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 . Fungsi tanah
dasar adalah sebagai bahan yang mampu menahan beban lalu lintas dan untuk
menghindari meresapnya air ke dalam lapisan-lapisan perkerasan yang ada di
atasnya. Susunan lapis perkerasan lentur dapat dilihat pada Gambar 2.4.
3. Untuk jalan dengan lalu lintas rendah dapat menggunakan nilai perkiraan
pada Tabel 2.2.
19
Tabel 2.2 Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan dengan Lalu Lintas Rendah (Kasus Beban
Berlebih)
Deskripsi Jalan LHRT Kend Umur Pertumbuhan Pertumbuhan Kelompok Kumulatif ESA/HVAG Lalin desain
dua Berat rencana lalu lintas lalu lintas sumbu/ HVAG (overloaded) indikatif
arah (% dari (th) (%) kumulatif Kendaraan (Pangkat 4)
lalu berat Overloaded
lintas)
Jalan desa minor 30 3 20 1 22 2 14.454 3,16 4,5 x 104
dengan akses
kendaraan berat
terbatas
Jalan kecil 2 arah 90 3 20 1 22 2 21.681 3,16 7 x 104
Jalan Lokal 500 6 20 1 22 2,1 252.945 3,16 8 x 105
Akses lokal 500 8 20 3,5 28,2 2,3 473.478 3,16 1,5 x 106
daerah industri
atau quarry
Jalan kolektor 2000 7 20 3,5 28,2 2,2 1.585.122 3,16 5 x 106
Pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana bisa di hitung dengan rumus
Persamaan 2.1.
Dengan :
R = Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
komulatif. i = Laju Pertumbuhan lalu lintas tahunan
(%).
UR = Umur rencana (tahun).
2.3.4 Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Dalam merencanakan jalan yang diartikulasikan biasannya memiliki satu
jalur atau beberapa jalur, jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur maka jumlah
jalur dapat ditentukan dari lebar jalan tersebut berdasarkan Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)
L < 5,50 m 1 Jalur
5,50 m ≤ L ≤ 8,25 m 2 Jalur
8,25 m ≤ L ≤ 11,25 m 3 Jalur
11,25 m ≤ L ≤ 15,00 m 4 Jalur
15,00 m ≤ L ≤ 18,75 m 5 Jalur
18,75 m ≤ L ≤ 22,00 m 6 Jalur
(Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1987)
21
Sumbu Tunggal
Sumbu Ganda
Tiga faktor penting di dalam desain perkerasan adalah lalu lintas, tanah
dasar dan pengaruh air. Selain itu, pada kasus perkerasan yang harus dibangun di
kawasan dengan tanah bermasalah seperti gambut dan tanah lunak, karakteristik
tanah bersangkutan merupakan faktor yang sangat penting karena analisis tanah
dasar biasa tidak dapat menghasilkan perkerasan dengan kinerja yang diharapkan.
Kelas Jalan Tinggi Tanah Dasar diatas Muka Tinggi Tanah Dasar diatas
Air Tanah (mm) Muka Air Banjir (mm)
Jalan Bebas 1200 (jika ada drainase bawah 500 (banjir 50 tahunan)
Hambatan permukaan di median)
1700 (tanpa drainase bawah permukaan di median)
Jalan Raya 1200 (tnah lunak jenuh atau
gambut tanpa lapis drainase)
800 (tanah lunak jenuh atau gambut tapa lapis drainase)
600 (tanah dasar normal)
Jalan Sedang 600 500 (banjir 10 tahunan)
Jalan Kecil 400 NA
(Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 2017)
2.4 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Menggunakan Metode AASHTO
1993
Parameter perencanaan tebal perkerasan lentur yang mengacu pada
Metode AASHTO 1993 menurut Siegfried (2007) antara lain : Analisis lalu lintas,
Reliability, Serviceability, Resilient Modulus, Drainage Coefficient, Layer
Coefficient, dan Structural Number (SN).
2.4.1 Structural Number
Menurut Siegfried (2007), Structural Number merupakan fungsi dari
ketebalan lapisan, koefisien relative lapisan (layer coefficient), dan koefisien
drainase (drainase coefficient). Persamaan untuk structural number adalah sebagai
berikut:
SN = a1D1+ a2D2m2+a3D3m3..........................................................................................( 2.5 )
Dimana :
SN : Nilai structural number
a1,a2,a3 : Koefisien relatif masing-masing lapisan
D1,D2,D3 : Tebal masing-masing lapisan perkerasan
m2, m3 : Koefisien drainase masing-masing lapisan
(LHR), pertumbuhan lalu lintas tahunan, damage factor, umur rencana, faktor
distribusi arah (DD), faktor distribusi lajur (DL), ESAL selama umur rencana.
Menurut Siegrfried (2007), prosedur perencanaan untuk parameter lalu
lintas didasarkan pada kumulatif beban gandar standar ekivalen (Equivalent
Standard Axle Load ) atau ESAL. Beban jalan memiliki ragam yang sangat
banyak. Untuk perhitungan berikutnya, beban dari kendaraan akan dikonversikan
dengan angka ekivalen tertentu sesuai dengan beban masingmasing kendaraan.
Perhitungan untuk ESAL ini didasarkan pada konversi lalu lintas yang lewat
terhadap beban gandar standar 8,16 kN dan mempertimbangkan umur rencana,
volume lalu lntas, faktor distribusi lajur, serta faktor bangkitan lalu lintas (growth
factor).
2.4.3 Reliabilitas (Reliability)
Menurut Siegfried (2007), konsep reliability untuk perencanaan perkerasan
didasarkan pada beberapa ketidaktentuan dalam proses perencanaan. Tingkat
reliabilitas ini yang digunakan tergantung pada volume lalu lintas, klasifikasi jalan
yang akan direncanakan maupun ekspetsi dari pengguna jalan.
2.4.4 Faktor Lingkungan
Menurut Siegfried (2007), persamaan-persamaan yang digunakan untuk
perencanaan AASHTO didasarkan atas hasil pengujian dan pengamatan pada jalan
percobaan selama lebih kurang 2 tahun. Pengaruh jangka panjang dari temperature
dan kelembaban pada penurunan serviceability belum dipertimbangkan. Satu hal
yang menarik dari faktor lingkungan ini adalah pengaruh dari kondisi awal swell
dan forst heave dipertimbangkan, maka penurunan serviceability diperhitungkan
selama masa analisis yang kemudian berpengaruh pada umur rencana perkerasan.
28
2.4.5 Serviceability
Menurut Siegrfried (2007) serviceability merupakan tingkat pelayanan
yang diberikan oleh sistem perkerasan yang kemudian dirasakan oleh pengguna
jalan. Untuk serviceability ini parameter utama yang dipertimbangkan adalah nilai
Present Serviceability Index (∆PSI). Nilai serviceability ini merupakan nilai yang
menjadi penentu tingkat pelayanan fungsional dari sistem perkerasan jalan. Secara
numeric serviceability ini merupakan fungsi dari beberapa parameter antara lain
ketidakrataan, jumlah lubang, luas tambalan, dll.
2.4.6 Langkah-Langkah Perencanaan dengan Metode AASHTO 1993
Perencanaan tebal perkerasan lentur metode AASHTO berdasarkan pada
analisis lalu lintas, perhitungan modulus resilien tanah, serviceability, reliability,
deviasi standar keseluruhan, koefisien drainase, dan kekuatan relatif lapisan.
2.4.6.1 Analisis Lalu Lintas
1. Penentuan umur rencana.
2. Penentuan faktor distribusi arah (DD). Nilai fakor distribusi arah antara 0,3 –
0,7. Tetapi umumnya diambil 0,5 (AASHTO, 1993)
3. Penentuan faktor distribusi lajur (DL)
Maksimum(ton)
Maksimum(ton)
UE 18 KSAL
UE 18 KSAL
o Roda Tunggal Pada
Sumbu&Tipe
BeratKosong
Maksimum
BeratTotal
Roda Ganda Pada Ujung
Kosong
Sumbu
(ton)
Dimana :
DD = Faktor distribusi
Arah DL = Faktor Distribui
Lajur
W18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah
31
Dimana :
Wt = Jumlah beban gandar standar kumulatif selama UR
W18 = Beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun
N = Umur pelayanan (tahun)
g = Perkembangan lalu lintas (%)
Dimana :
Dimana:
SN : Nilai Structural Number.
a1, a2, a3 : Layer Coefficient
D1, D2, D3 :Tebal masing-masing lapis perkerasaan
(inchi) m2, m3 : Koefisien drainase lapisan base dan
subbase
< 50.000 1 4
50.001 - 150.000 2 4
150.001 - 500.000 2,5 4
500.001 - 2.000.000 3 6
2.000.001 - 7.000.000 3,5 6
> 7.000.000 4 6
(Sumber : AASHTO, 1993)
39
Tabel 2.20 Contoh daftar harga satuan dasar (HSD) dump truck 10 ton
Harga Jumlah
No Uraian Kode Satuan Koef
Satuan Harga
(Rp) (Rp)
A Uraian Peralatan
1 Jenis Peralatan Dump Truck 10 Ton - -
2 Tenaga Pw HP 190 - -
3 Kapasitas Cp Ton 10 - -
4 Alat Baru:
a. Umur Ekonimis A Tahun 5 - -
b. Jam Kerja dalam 1 Tahun W Jam 2000 - -
c. Harga Alat B Rp 420000000 - -
B Biaya Pasti Per Jam Kerja
1 Nilai Sisa Alat (10% x B) C Rp 42000000 - -
𝐴
𝑖 𝑥 (1+𝑖)
2 Faktor Angsuran Modal ( ) D - 0.26 - -
(1+𝑖)𝐴−1
Biaya Pasti Per Jam
a. Biaya Pengembalian Modal E Rp 49.857 - -
3 ( (𝐵−𝐶)𝑥𝐷 )
𝑊 0,002𝑥𝐵
b. Asuransi ( ) F Rp 420,00 - -
𝑊
Biaya Pasti Per Jam (E + F) G Rp 50.377,72 - -
C Biaya Operasi Per Jam Kerja
1 Bahan Bakar (12%-15%) x Pw x
Ms H Rp 149.302,38 - -
2 Pelumas (2,5%-3%) x Pw x Mp
(6,25% 𝑑𝑎𝑛 8,75%) 𝑥 𝐵
Biaya Bengkel ( ) I Rp 85.500,00 - -
𝑊 J Rp 18.375 - -
(12,5%−17,5%) 𝑥 𝐵
3 Perawatan ( 𝑊 ) K Rp 26.250,00 - -
4 Operator (1 orang/jam) x U1 L Rp 4.179,29 - -
Pembantu Operator(1
5 orang/jam)xU2 M RP 3.707,86 - -
Biaya Operasi Per Jam P Rp 287.314,52 - -
(H+I+J+K+L+M)
D Total Biaya Sewa Alat/Jam (G+P) S Rp 337.592,52 - -
E Lain-lain
1 Tingkat Suku Bunga i % / Th 10 - -
2 Upah Operator / Supir / Mekanik U1 Rp/jam 4179.29 - -
3 Upah Pmb Operator/Pmb Supir/P,b U2 Rp/jam 3707.86 - -
Mekanik
4 Bahan Bakar Solar Ms Liter 6543.35 - -
5 Minyak Pelumas Mp Liter 18000 - -
(Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum, 2016)
Produksi bahan memerlukan alat yang mungkin lebih dari satu alat. Setiap alat
dihitung kapasitas produksinya dalam satuan pengukuran per jam, dengan cara
memasukkan data kapasitas alat, faktor efisiensi alat, faktor lain dan waktu siklus
masing-masing.
HSD bahan terdiri atas harga bahan baku atau HSD bahan baku, HSD
bahan olahan, dan HSD bahan jadi. Perhitungan harga satuan dasar (HSD) bahan
yang diambil dari quarry dapat menjadi dua macam, yaitu berupa bahan baku
(batu kali/gunung, pasir sungai atau gunung dll), dan berupa bahan olahan
(misalnya agregat kasar dan halus hasil produksi mesin pemecah batu dan lain
sebagainya).
Harga bahan di quarry berbeda dengan harga bahan yang dikirim ke base
camp atau ke tempat pekerjaan, karena perlu biaya tambahan berupa biaya
pengangkutan material dari quarry ke base camp. Contoh penggunaan Harga
Satuan Dasar (HSD) alat seperti pada Tabel 2.21.
Tabel 2.21 Contoh daftar harga satuan dasar (HSD) bahan
Harga Satuan Jumlah Harga
No Uraian Kode Satuan Volume
(Rp) (Rp)
1 Pasir Pasang Pp m3 - 25.750,00 -
2 Pasir Beton Pb m3 - 20.000,00 -
3 Batu Kali Bk m3 - 19.500,00 -
4 Batu Belah Bb m3 - 9.000,00 -
5 Gravel Grv m3 - 8.000,00 -
6 Aspal Cement Ac Ton - 1.100.000,00 -
7 Sirtu Srt m3 - 17.500,00 -
8 Pasir Urug Pu m3 - 18.000,00 -
9 Tanah Timbun Ttbn m3 - 20.300,00 -
10 Material Pilihan Mpil m3 - 20.300,00 -
Jumlah Harga
A Rp
Pekerjaan
PPN (10% x A) B Rp
Total (A+B) C Rp
(Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum, 2016)