Anda di halaman 1dari 71

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jalan

Jalan merupakan prasarana yang sangat dibutuhkan dalam sistem

transportasi untuk menghubungkan suatu tempat ke tempat lain dalam

rangka pemenuhan kebutuhan ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan

keamanan Negara. Kondisi jalan yang baik diperlukan untuk kelancaran

kegiatan transportasi yaitu untuk mempercepat kelancaran mobilisasi

orang, barang atau jasa secara aman dan nyaman.

2.1.1. Fungsi jalan

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan kedalam jalan arteri,

jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.

a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-

rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak

sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk

dibatasi.

c. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan

rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

II-1
d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan

kecepatan rata-rata rendah.

2.2. Struktur jalan

Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan

perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas, sebagai berikut :

1. Lapisan permukaan (surface course)

2. Lapisan pondasi atas (base course)

3. Lapisan pondasi bawah (subbase course)

4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

Karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh

masing-masing lapisan berbeda dan semakin kebawah semakin kecil.

Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang

bekerja. Lapis pondasi atas menerima gaya vertikal dan getaran,

sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya vertikal saja.

Oleh karena itu terdapat perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi

oleh masing-masing lapisan.

2.2.1. Lapis permukaan (Surface course)

Berupa lapisan aus dan lapisan antara dari campuran beraspal

a. Lapis aus permukaan (wearing course) berfungsi :

1) Menyelimuti perkerasan dari pengaruh air

2) Menyediakan permukaan yang halus

II-2
3) Menyediakan permukaaan yang mempunyai karakteristik yang

kesat, rata sehingga aman dan nyaman untuk dilalui pengguna.

4) Menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya

b. Lapis permukaan antara (binder course) berfungsi :

1) Mengurangi tegangan/regangan akibat beban lalu lintas dan

meneruskannya ke lapis di bawahnya, harus mempunyai

ketebalan dan kekakuan cukup.

2) Mempunyai kekuatan yang tinggi pada bagian perkerasan

untuk menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas

2.2.2. Lapis pondasi atas (Base course)

Dapat berupa granular agregat serta berpengikat baik aspal

maupun semen, mempunyai fungsi :

a) Mendukung beban pada lapis permukaan

b) Mengurangi tegangan/ regangan dan meneruskan/

mendistribusikannya ke lapisan di bawahnya

c) Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah

2.2.3. Lapis pondasi bawah (Subbase course)

Dapat berupa granular agregat dan berpengikat baik aspal maupun

semen, mempunyai fungsi :

a) Sebagai lantai kerja untuk pelaksanaan lapisan pondasi

b) Menyebarkan beban diatasnya

c) Sebagai lapisan perata

d) Mengalihkan infiltrasi air (drainase) dari lapisan pondasi

II-3
e) Sebagai lapisan separator yang mencegah butiran halus dari tanah

dasar naik ke lapis pondasi

f) Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif

murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya.

2.2.4. Tanah dasar (Subgrade)

Dapat berupa tanah asli, timbunan, galian atau hasil stabilisasi

mempunyai fungsi:

a) Mempersiapkan lapisan di atasnya

b) Mendukung beban perkerasan dan beban yang akan melalui

perkerasan

Gambar 1. Struktur jalan

2.3. Perkerasan jalan

Perkerasan jalan adalah segala jenis material konstruksi yang di

hampar dan dipadatkan diatas tanah dasar. Perkerasan jalan raya adalah

bagian jalan raya yang diperkeras dengan lapis konstruksi tertentu, yang

memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan tertentu

agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke tanah dasar

secara aman. Lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah

dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan

II-4
kepada sarana transportasi dan selama masa pelayanannya diharapkan

tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai

dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat,

pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat

diperlukan (Silvia Sukirman, 2003 dalam skripsi Serli Carlina 2013 ).

Agar dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai

jalan,dimana hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni:

1. Daya dukung tanah dasar,

2. Beban lalu lintas,

3. Keadaan lingkungan,

4. Masa pelayanan atau umur rencana

5. Karakteristik material pembentuk perkerasan jalan disekitar lokasi,

6. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuai prosedur pengawasan

yang ada,

7. Pemeliharaan jalan selama masa pelayanan perlu dilakukan secara

periodik sehingga umur rencana dapat tercapai.

Maka konstruksi perkerasan jalan haruslah memnuhi syarat-syarat

tertentu yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi menjadi 2 yaitu

1. Syarat Berlalu Lintas

Dipandang dari keamanan dan kenyamanan berlalu lintas, maka

konstruksi perkerasan lentur harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :

II-5
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan

tidak berlubang.

b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk

akibat beban yang bekerja di atasnya.

c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara

ban dan permukaan jalan sehingga kendaraan tidak mudah selip.

d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar

matahari.

2. Syarat-Syarat Kekuatan/Struktural

Dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban,

maka konstruksi perkerasan jalan lentur harus memenuhi syarat sebagai

berikut:

a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau

muatan lalu lintas ke tanah dasar.

b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan

di bawahnya.

c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh

di atasnya dapat cepat dialirkan.

d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan

deformasi yang berarti.

Berikut ini merupakan perbedaan utama antara perkerasan kaku

dan perkerasan lentur yang dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

II-6
Tabel 2.1 Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku

No Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

1. Bahan Pengikat Aspal Semen

2. Repetisi Beban Timbul rutting Timbul retak-retak

(lendutan pada jalur pada permukaan

roda)

3. Penurunan Jalan bergelombang Bersifat sebagai

tanah dasar (mengikuti tanah balok diatas

dasar) perletakan

4. Perubahan Modulus kekakuan Modulus kekakuan

temperature berubah. Timbul tidak berubah

tegangan dalam kecil. timbul tegangan

dalam yang besar.

Sumber : Sukirman, S., (1992)

Tabel 2.2 Kelebihan dan kekurangan perkerasan lentur dan kaku

No Perkerasan kaku Perkerasan Lentur


1. Kebanyakan digunakan hanya Dapat digunakan untuk

pada jalan kelas tinggi, serta semua tingkat volume lalu

pada perkerasan lapangan lintas. ( + )

terbang. ( - )

II-7
No Perkerasan kaku Perkerasan Lentur
2. Job mix lebih mudah Kendali kualitas untuk job

dikendalikan kualitasnya. Modulus mix lebih rumit. ( - )

Elastisitas antara lapis permukaan

dan pondasi sangat berbeda. ( + )


3. Dapat lebih bertahan terhadap Sulit bertahan terhadap

kondisi drainase yang lebih buruk (+ kondisi drainase yang buruk. (

4. Umur
) rencana dapat mencapai Umur
-) rencana relative

20 tahun.(+) pendek 5 – 10 tahun. ( - )

5. Jika terjadi kerusakan maka Kerusakan tidak merambat

kerusakan tersebut cepat dan ke bagian konstruksi yang

dalam waktu singkat. (-) lain, kecuali jika


6. Indeks pelayanan tetap baik Indeks pelayanan
perkerasan terendamyang
air. ( + )
hampir selama umur rencana, terbaik hanya pada saat

terutama jika transverse joint selesai pelaksanaan

dikerjakan dan dipelihara dengan konstruksi, setelah itu

baik. ( + ) berkurang seiring dengan

waktu dan frekuensi beban

lalu lintasnya. ( - )

II-8
No Perkerasan kaku Perkerasan Lentur
7. Pada umumnya biaya awal Pada umumnya biaya awal

konstruksi tinggi. Tetapi biaya awal konstruksi rendah, terutama

hampir sama untuk jenis konstruksi untuk jalan lokal dengan

jalan berkualitas tinggi dan tidak volume lalu lintas rendah. ( + )

tertutup kemungkinan bisa lebih

8. rendah. (-)
Biaya pemeliharaan relatif tidak ada. Biaya pemeliharaan yang

(+) dikeluarkan, mencapai lebih

kurang dua kali lebih besar


9. Agak sulit untuk menetapkan saat Pelapisan ulang dapatkaku. ( - )
dari pada perkerasan
yang tepat untuk melakukan dilaksanakan pada semua

pelapisan ulang. (-) tingkat ketebalan perkerasan

yang diperlukan, dan lebih

mudah menentukan perkiraan


10 Kekuatan konstruksi perkerasan Kekuatan konstruksi
pelapisan ulang. (+)
. kaku lebih ditentukan oleh kekuatan perkerasan lentur ditentukan

pelat beton sendiri (tanah dasar tidak oleh tebal setiap lapisan dan
11 Tebal konstruksi perkerasan kaku Tebal konstruksi
begitu menentukan) . ( + ) daya dukung tanah dasar. ( - )
. adalah tebal pelat beton tidak perkerasan lentur adalah

termasuk pondasi. (- ) tebal seluruh lapisan yang


12 Bila dibebani praktis tdk melentur Bila dibebani melentur.
ada diatas tanah dasar. ( + )
. (kecil) .( - ) Beban hilang, lenturan

kembali. ( + )
Sumber, dikutip dari http://bebas-unik.blogspot.co.id

II-9
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat

yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat dipakai

antara lain adalah batu pecah, batu belah, batu kali, dan hasil samping

peleburan baja. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain adalah

aspal, semen, dan tanah liat. Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi

perkerasan jalan dibedakan atas tiga macam, yaitu:

2.3.1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Mengadopsi model makadam dengan bahan penutup (surfacing) dari

campuran aspal agregat. Bahan konstruksi perkerasan lentur terdiri

atas : bahan ikat (aspal, tanah liat) dan batu. Perkerasan ini umumnya

terdiri atas tiga lapis yaitu lapisan tanah dasar (subgrade), lapisan

pondasi bawah (sub- base), lapis pondasi (base) dan lapisan penutup

(surface). Masing-masing elemen lapisan di atas termasuk tanah dasar

secara bersama-sama memikul beban lalu-lintas. Dari atas sampai

bawah maka tebal lapisan menjadi semakin besar, hal ini seiring

dengan harga materialnya yang semakin kebawah semakin murah.

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang

diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan

tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya

ke lapisan di bawahnya.

II-10
Gambar 2 Lapisan perkerasan jalan lentur

2.3.2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Digunakannya pelat beton diatas lapisan agregat, diatas pelat beton

tersebut dapat dilapisi aspal agregat atau aspal pasir yang tipis atau

tidak. ada lapisan sama sekali. Bagian dari perkerasan kaku terdiri dari :

tanah dasar (subgrade), lapisan pondasi bawah (sub-base), lapisan

beton B-0 (blinding concrete/beton lantai kerja), lapisan pelat beton

(concrete slab), dan lapisan aspal agregat/aspal pasir yang bisa ada bisa

tidak. (Didik Purwadi, 2008).

Gambar 3 lapisan perkerasan jalan kaku

2.3.3. Fungsi perkerasan

Adapun fungsi dari lapis perkerasan yaitu :

1. Lapis Permukaan

Lapis Permukaan adalah lapisan yang terletak pada bagian paling

atas dari struktur perkerasan konstruksi jalan dan berfungsi sebagai:

II-11
a. Lapisan perkerasan yang ikut mendukung dan menyebarkan beban

kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal

maupun beban horizontal (gaya geser).

b. Lapisan kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan

perkerasan yang ada di bawahnya.

c. Lapisan perkerasan menyediakan permukaan yang tetap rata, agar

kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang

cukup.

d. Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung akibat rem

kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

2. Lapis Pondasi Atas (LPA) atau Base Course

Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak

antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah

apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah :

a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan.

b. Pemikul beban horizontal dan vertikal.

c. Lapis perkerasan bagi pondasi bawah.

3. Lapis Pondasi Bawah (LPB) atau SubbaseCourse

Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara

lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah :

a. Penyebar beban roda.

b. Lapis peresapan.

II-12
c. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi.

d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.

4. Lapisan Tanah Dasar (TD) atau Subgrade

Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula,

permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan

dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian

perkerasan lainnya.

2.4. Bahan Penyususun Perkerasan Jalan

Bahan lapis perkerasan jalan terdiri dari agregat dan bahan ikat aspal

yang diikat menjadi suatu campuran aspal yang solid dan biasanya

digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan raya. Pada pekerjaan

diperlukan bahan-bahan penyusun antara lain sebagai berikut :

2.4.1. Agregat

Agregat adalah sekumpulan batu-batu pecah, kerikil, pasir atau

mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun hasil buatan. Agregat

merupakan komponen utama dari lapisan perkersan jalan yaitu

mengandung 90-95 % agregat. Agregat mempunyai peranan yang sangat

penting dalam prasarana transportasi, khususnya pada konstruksi

perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian

besar olek karakteristik agregat yang digunakan. Dengan pemilihan

agregat yang tepat dapat memenuhi syarat, akan sangat menentukan

keberhasian pembangunan jalan.

II-13
Menurut Silvia Sukirman (2003), agregat merupakan butir-butir batu

pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun

buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil

atau fragmen-fragmen.

Sedangkan menurut America Standard for Testing and Materials

(ASTM) mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari

mineral padat, berupa massa berukuran besar ataupun berupa fragmen-

fragmen. Agregat adalah bahan yang berbutir yang mempunyai komposisi

mineral seperti pasir, kerikil, batu pecah, atau komposisi mineral-

minerallainnya, baik berupa hasil alammaupun hasil pengolahannya yang

merupakan bahan utamauntuk konstruksi jalan.

Salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan dalam

memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca adalah sifat

agregat. Sifat agregat menentukan kualitasnya sebagai bahan material

perkerasan jalan, sehingga diperlukan pemeriksaan terhadap sifat-sifat

fisik dari material. Dalam hal ini yang perlu untuk dilakukan pemeriksaan

adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk

butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air,

berat jenis, dan daya pelekatan dengan aspal

Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal

dibagi atas 2 (dua) fraksi, yaitu :

a. Agregat kasar

II-14
Agregat kasar adalah material yang tertahan pada saringan no.8

(2,36 mm). Agregat kasar untuk campuran aspal harus terdiri dari batu

pecah yang bersih, kuat, kering, awet, bersudut, bebas dari kotoran

lempung dan material asing lainnya serta mempunyai permukaan tekstur

yang kasardan tidak bulat agar dapat dapat memberikan sifat interlocking

yang baik yang baik dengan material yang lain. Tingginya kandungan

agregat kasar membuat lapis perkerasan lebih permeabel. Hal ini

menyebabkan rongga udara meningkat dan menurunnya daya lekat

bitumen, maka terjadi pengelupasan aspal dari batuan.

Agregat kasar pada umumnya harus memenuhi persyaratanya yang

telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang ada, sepeeti tertera pada

Tabel Dibawah :

Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Kasar

Metoda

Pengujian Pengujian Nlai

Kekekalan bentuk agregat Natrium sulfat Maks.12 %


SNI 3407:2008
terhadap larutan Magnesium sulfat Maks.18 %

Abrasi Campuran AC 100 Putaran SNI 2417:2008 Maks.6 %

dengan Modifikasi dan


500 Putaran Maks.30 %
mesin Los

II-15
Metoda

Pengujian Pengujian Nlai

SMA
Semua jenis 100 Putaran Maks.8 %

campuran
Maks.40 %
Angeles beraspal
500 Putaran
bergradasi

lainnya

Kelekatan Agregat Terhadap Aspal SNI 2439:2011 Maks.95%

Butir Pecah pada Agregat SMA 100/90*)


SNI 7619:2012
Kasar Lainnya 95/90 **)

SMA ASTM D4791-10 Maks.5 %

Partikel Pipih dan Lonjong Perbandingan 1

Lainnya :5 Maks.10 %

SNI ASTM
Material lolos Ayakan No.200 Maks.1 %
C117:2012

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Divisi 6 Perkerasan Aspal

Tabel 6.3.2 (1a)

b. Agregat Halus

II-16
Agregat halus pasir alam merupakan hasil desintegrasi alami batuan

atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu. Agregat halus

adalah material yang lolos saringan no.8 (2,36 mm). Agregat dapat

menigkatkan stabilitas campuran dengan penguncian antara butiran.

Selain itu agregat halus juga mengisi ruang antara butir Bahan ini dapat

terdiri dari butir-butiran batu pecah atau pasir alam atau campuran dari

keduanya. Agregat halus pada umumnya harus memenuhi persyaratan

yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang ada, seperti tertera

pada tabel 2.4 di bawah :

Tabel 2.4 Ketentuan agregat halus

Pengujian Standar Nilai

SNI 03 – 4428 –
Nilai setara pasir Min 50%
1997

Uji Kadar Rongga Tanpa Pemadatan SNI 03 - 6877 - 2002 Maks. 45

Gumpalan Lempung dan Butir-Butir


SNI 03 - 4141 - 1996 Maks 1%
Mudah Pecah dalam Agregat

SNI ASTM C117: Min. 10%


Agregat Lolos Ayakan No.200
2012

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Divisi 6 Perkerasan Aspal

Tabel 6.3.2.2

d. Ukuran Agregat

Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari

yang berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran

II-17
maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam

campuran tersebut.

e. Gradasi Agregat

Gradasi agregat adalah distribusi dari ukuran partikelnya dan

dinyatakan dalam persentase terhadap total beratnya. Gradasi ditentukan

dengan melewatkan sejumlah material melalui serangkaian saringan dari

ukuran besar ke ukuran kecil dan menimbang berat material yang tertahan

pada masing-masing saringan. Kombinasi gradasi agregat campuran

dinyatakan dalam persen berat agregat.

Dalam lapisan beton aspal, gradasi agregat merupakan hal yang

penting. Agregat campuran harus mempunyai gradasi yang menerus dari

butir kasar sampai dengan butir halus. Dalam hal ini lapis aspal beton

menggunakan gradasi tipe IV untuk agregat campuran dengan

persyaratan pada tabel.

Tabel 2.5 Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Beraspal

% Berat Yang Lolos Terhadap Total

Agregat
Ukuran ayakan
Lataston
Laston ( AC )
(HRS)

ASTM (mm) WC Base WC BC Base


1
12” 37,5  -  - -  -  100

1” 25  - -   - 100 90-100

II-18
% Berat Yang Lolos Terhadap Total

Agregat
Ukuran ayakan
Lataston
Laston ( AC )
(HRS)

ASTM (mm) WC Base WC BC Base

3
” 19 100 100 100 90-100 76 – 90
4

1
” 12,5 90-100 90-100 90-100 75 - 90 60 – 78
2

3
” 9,5 75 - 85 65 - 90 77 - 90 66 - 82 52 – 71
8

No.4 4,75  - -  53 - 69 46 - 64 35 – 54

No.8 2,36 50 - 72 35 - 55 33 - 53 30 - 49 23 – 41

No.16 1,18  -  - 21 - 40 18 - 38 13 – 30

No.30 0,600 35 - 60 15 - 35 14 - 30 12 - 28 10 – 22

No.50 0,300  - -  9 – 22 7 - 20 6 – 15

No.100 0,150 -   - 6 – 15 5 - 13 4 – 10

No.200 0,075 6 – 10 2-9 4–9 4-8 3–7

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Divisi 6

2.4.2 Sifat-sifat Fisik Agregat

Dalam hubungannya dengan kinerja campuran beraspal diperlukan

pemeriksaan terhadap sifat-sifat fisik agregat. Untuk tujuan ini sifat pada

agregat yang harus di periksa antara lain : ukuran butir,kebersihan,

II-19
kekerasan, bentuk partikel, tekstur permukaan, penyerapan dan kelekatan

terhadap aspal.

a. Ukuran Butir

Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari

berukuran besar sampai yang terkecil. Semakin besar ukuran maksimum

agregat yang di pakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran

tersebut.

Mineral pengisi dan mineral abu dapat terjadi secara almiah atau

dapat juga di hasilkan dari proses pemecahan batuan atau proses

buatan. Mineral ini penting artinya untuk mendapatkan campuran yang

padat, berdaya tahan dan kedap air. Perubahan sifat dari campuran ini

bisa terjadi hanya karena sedikit perubahan dalam jumlah atau sifat dari

bahan pengisi atau mineral debu yang digunakan. Oleh karena itu jenis

dan jumlah mineral pengisi atau debu yang di gunakan dalam campuran

haruslah dikontrol dengan seksama.

b. Kebersihan Agregat

Dalam spesifikasi biasanya memasukkan syarat kebersihan agregat

dengan memberikan suatu batasan jenis dan jumlah material yang tidak

diperlukan, seperti lumpur, tanaman dan lain sebagainya, yang melekat

pada agregat, karena akan memberikan pengaruh yang jelek pada

perkerasan seperti berkurangnya ikatan antara aspal dan agregat.

II-20
c. Kekerasan

Agregat yang nantinya digunakan sebagai lapis permukaan haruslah

lebih keras (lebih tahan) dari agregat yang digunakan pada lapisan

dibawahnya. Hal ini disebabkan karena permukaan pekerasan akan

menerima dan menahan tekanan dan benturan dari beban lalu lintas

paling besar.

d. Bentuk butir agregat

Agregat memiliki bentuk butir dari bulat (rounded) dan bersudut

(angular). Bentuk butir agregat dapat mempengaruhi workabilitas

campuran perkerasan pada saat penghamparan, yaitu dalam hal energi

pemadatan yang dibutuhkan untuk memadatkan campuran, dan untuk

kekuatan struktur perkerasan selama umur pelayanannya.

Dalam campuran beraspal, penggunaan agregat yang bersudut saja

atau bulat saja tidak akan menghasilkan campuran beraspal yang baik.

Kombinasi penggunaan kedua bentuk partikel ini sangat dibutuhkan untuk

menjamin kekuatan pada struktur perkerasan dan workabilitas yang baik

dari campuran tersebut.

e. Tekstur permukaan agregat

Permukaan agregat yang kasar akan memberikan kekuatan pada

campuran beraspal karena kekasaran permukaan agregat dapat menahan

agregat dari pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan agregat

juga akan memberikan tahanan gesek yang kuat pada roda kendaraan

sehingga meningkatkan keamanan kendaraan terhadap slip.

II-21
Agregat dengan permukaan yang kasar memiliki koefisien gesek

yang tinggi yang membuat agregat tersebut sulit untuk berpindah tempat

sehingga akan menurunkan workabilitasnya. Oleh sebab itu, penggunaan

agregat bertekstur halus dengan proporsi tertentukadang-kadang

dibutuhkan untuk membantu meningkatkan workabilitasnya. Dilain pihak

film aspal lebih mudah merekat pada permukaan yang kasar sehingga

akan menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dan agregat.

f. Daya serap agregat

Keporusan agregat menentukan banyaknya zat cair yang dapat

diserap agregat. Kemampuan agregat untuk menyerap air dan aspal

adalah suatu informasi yang penting yang harus diketahui dalam

pembuatan campuran beraspal. Jika daya serap agregat sangat tinggi,

agregat ini akan terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah

proses pencampuran agregat dengan aspal di unit pencampur aspal

(AMP). Hal ini akan menyebabkan aspal yang berada pada permukaan

agregat yang berguna untuk mengikat partikel agregat menjadi lebih

sedikit sehingga akan menghasilkan film aspal yang tipis. Oleh karena itu,

agar campuran yang dihasilkan tetap baik agregat yang porus

memerlukan aspal yang lebih banyak dibandingkan denganyang kurang

porus.

Agregat dengan keporusan atau daya serap yang tinggi biasanya

tidak digunakan, tetapi untuk tujuan tertentu pemakaian agregat ini masih

dapat dibenarkan asalkan sifat lainnya dapat terpenuhi. Contoh material

II-22
seperti batu apung yang memiliki keporusan tinggi yang digunakan karena

ringan dan tahan terhadap abrasi.

g. Kelekatan Agregat Terhadap Aspal

Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat

untuk menerima, meyerap dan menahan film aspal. Agregat hidrophobik

(tidak menyukai air) adalah agregat yang memiliki sifat kelekatan terhadap

aspal yang tinggi, contoh dari agregat ini adalah batu gamping dan

dolomit. Sebaliknya, agregat hidrophilik (suka air) adalah agregat yang

memiliki kelekatan terhadap aspal yan rendah. Sehingga agregat

jenis ini cenderung terpisah dari film aspal bila terkena air. Kuarsit dan

beberapa jenis granit adalah contohagregat hidrophilik.

Ada beberapa metode uji untuk menentukan kelekatan agregat

terhadap aspal dan kecenderungannya untuk mengelupas (stripping).

Salah satu diantaranya dengan merendam agregat yang telah terselimuti

aspal kedalam air, lalu diamati secara visual. Tes lainnya adalah dengan

melakukan perendaman mekanik. Tes ini menggunakan 2 contoh

campuran, satu direndam dalam air dan diberikan energi mekanik dengan

cara pengadukan, dan satunya lagi tidak. Kemudian kedua contoh ini diuji

kekuatannya. Perbedaan kekuatan antara keduanya dapat dipakai

sebagai indikator untuk dapat mengetahui kepekaan agregat terhadap

pengelupasan.

II-23
2.4.3 Bahan Pengisi (Filler)

Bahan pengisi (filler) yaitu material yang lolos saringan No.200

(0,075 mm) campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada

suatu batas yang menguntungkan. Bahan pengisi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah semen. Bahan pengisi gumpalan-gumpalan dan

mempunyai sifat non plastis. Fungsi filler dalam campuran adalah :

1. Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran

meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga

akan berkurang.

2. Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang

akan membalut dan mengikat agregat halus untuk membentuk mortar.

3. Mengisi ruang antara agregat halus dan kasar serta menigkatkan

kepadatan dan kestabilan.

Filler berperan dalam campuran aspal dengan 2 macam cara : yaitu

pertama filler sebagai modifikasi dari gradasi pasir yang menimbulkan

kepadatan campuran dengan lebih banyak titik kontak antara butiran

partikel, hal ini akan mengurangi jumlah aspal yang akan mengisi rongga-

rongga yang tersisa didalam campuran. Sedangkan peran kedua adalah

suatu cara yang baik untuk mempengaruhi kinerja filler dengan

mempertimbangkan proporsi yang menguntungkan dari komposisi agregat

halus, filler dan aspal didalam mortar, selanjutnya sifat-sifat mortar ini

tergantung pada sifat asli dari pasir, jumlah takaran dalam campuran

aspal serta bahan pengikat yang digunakan.

II-24
Menurut Sukirman (2003), bahan pengisi (filler) juga harus memenuhi

persyaratan- persyaratan sebagai berikut:

a. Gradasi agregat AASHTO T27 – 82

b. Berat jenis curah (Bulk) AASHTO T84 – 88 minimum 2,5

c. Penyerapan air maksimum 3%.

2.4.4 Aspal

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam

kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair

bila mendapat pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang

membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada

tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada

dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut

bitumen. Oleh sebab itu, aspal sering disebut material berbituminous.

Umumnya aspal dihasilkan dari penyulingan minyak bumi, sehingga

disebut aspal keras.

Aspal sebagai bahan pengikat merupakan senyawa hidrokarbon

berwarna coklat gelap atau hitam yang terbentuk dari unsur-unsur

asphaltenese resins dan oils. Aspal pada lapisan keras jalan berfungsi

sebagai bahan pengikat antar agregat untuk membentuk suatu cairan

yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan yang lebih besar dari

pada kekuatan masing-masing agregat.

Untuk menentukan penggunaan kadar aspal sesuai persyaratan

yang ditetapkan Bina Marga digunakan rumus:

II-25
PB = 0,035 ( % CA ) + 0,045 ( % FA ) + 0,18 ( % Filler ) + konstanta

PB = Perkiraan kadar aspal optimum

CA = Agregat kasar

FA = Agregat halus

2.4.4.1 Sifat – Sifat Aspal

Sifat sifat aspal ada dua yaitu :

1. Sifat Kimia Aspal

Aspal keras dihasilkan melalui proses destilasi minyak bumi. Minyak

bumi yang digunakan terbentuk secara alami dari senyawa-senyawa

organik yang telah berumur ribuan tahun dibawah tekanan dan variasi

temperatur yang tinggi. Susunan struktur internal aspal sangat ditentukan

oleh susunan kimia molekul-molekul yang terdapat dalam aspal tersebut.

Susunan molekul aspal sangat kompleks dan dominasi ( 90 -95% dari

berat aspal)oleh unsur karbon dan hidrogen. Oleh sebab itu, senyawa

aspal seringkali disebut sebagai senyawa hidrokarbon. Sebagian kecil,

sisanya (5-10%), dari dua jenis atom, yaitu: heteroatom dan logam.

Analisa kimia yang dihasilkan biasanya hanya dapat memisahkan

molekul aspal dalam dua grup, yaitu aspalten dan malten. Selanjutnya

malten dapat dibagi menjadi saturated, aromatik dan resin. Walaupun

begitu pembagian ini tidak dapat didefinisikan secara jelas karena adanya

sifat saling tumpang tindih antara kelompok-kelompok tersebut.

II-26
a. Aspalten

Aspalten adalah unsur kimia aspal yang padat yang tidak larut dalam

n- penten. Aspalten berwarna cokelat sampai hitam yang mengandung

karbon dan hidrogen dengan perbandungan 1 : 1, dan kadang-kadang

juga mengandung nitrogen, sulfur, dan oksigen. Aspalten biasanya

deanggap sebagai material yang bersifat polar danmemiliki bau yang khas

dengan berat molekul yang cukup berat. Molekul aspalten ini memiliki

ukuran antara 5-30 nano meter. Besar kecilnya kandungan aspalten

dalam aspal sangat mempengaruhi sifat rheologi aspal tersebut.

Peningkatan kandungan aspalten dalam aspal menghasilkan aspal yang

lebih keras dengan nilai penetrasi yang rendah, titik lembek yang tinggi

dan tingkat kekentalan aspal yang tinggi pula.

b. Malten

Malten adalah unsur kimia lainnya yang terdapat di dalam aspal

selain aspalten. Unsur malten ini dapat dibagi lagi menjadi 3 :

a) Resin

Resin secara dominan terdiri dari hidrogen dan karbon, dan sedikit

mengandung oksigen, sulfur dan nitrogen. Rasio kandungan unsur

hidrogen terhadap karbn di dalam resin berkisar antara 1,3 – 1,4. Resin ini

memiliki ukuran antara 1-5 nanometer, berwarna cokelat, berbentuk semi

padat, bersifar sangat polar dan memberikan sifat adesif pada aspal.

Didalam aspal, resin berperan sebagai zat pendispersi aspaltene. Sifat

aspal, SOL (larutan) atau GEL (jeli) sangat ditentukan oleh proporsi

II-27
kandungan resin terhadap kandungan aspalten yang terdapat pada aspal

tersebut.

b) Aromatik

Aromatik adalah unsur pelaryt aspalten yang paling dominan di

dalam aspal. Aromatik berbentuk cairan kental yang berwarna cokelat tua

dan kandungan di dalam aspal bersifat antara 40% - 60% terhadap berat

aspal. Aromatik terdiri dari rantai karbon yang bersifat non polar yang

didominasi oleh unsur tak jenuh ( un saturated) dan memiliki daya larut

yang tinggi terhadap molekul hidrokarbon.

c) Saturated

Saturated adalah bagian dalam molekul malten yang berupa minyak

kental yang berwarna putih atau kekuning-kuningan dan bersifat non

polar. Saturated terdiri dari parafin ( wax) dan non parafin, kandungannya

di dalam aspal berkisar antara 5% - 20% terhadap berat aspal.

Gambar 4 Kandungan kimia dari aspal

2. Sifat – sifat Fisik Aspal

Sifat-sifat aspal yang sangat mempengaruhi perencanaan, produksi

dan kinerja campuran beraspal antara lain adalah:

II-28
a. Durabilitas

Kinerja aspal sangat dipengaruhi oleh sifat aspal tersebut setelah

digunakan sebagai bahan pengikat dalam campuran beraspal dan

dihampar dilapangan. Hal ini di sebabkan karena sifat-sifat aspal akan

berubah secara signifikan akibat oksidasi dan pengelupasan yang terjadi

pada saat pencampuran, pengankutan dan penghamparan campuran

beraspal di lapangan. Perubahan sifat ini akan menyebabkan aspal

menjadi berdakhtilitas rendah atau dengna kata lain aspal telah mngalami

penuan. Kemampuan aspal untuk menghambat laju penuaan ini disebut

durabilitas aspal.

b. Adesi dan Kohesi

Adesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama

lainnya, dan kohesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan

mengikat agregat. Sifat adesi dan kohesi aspal sangat penting diketahui

dalam pembuatan campuran beraspal Karena sifat ini mempengaruhi

kinerja dan durabilitas campuran.

c. Kepekaan aspal terhadap temperatur

Seluruh aspal bersifat termoplastik yaitu menjadi lebih keras bila

temperatur menurun dan melunak bila temperatur meningkat. Kepekaan

aspal untuk berubah sifat akibat perubahan temperatur ini di kenal

sebagai kepekaan aspal terhadap temperatur.

II-29
d. Pengerasan dan penuaan aspal

Penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik untuk mengetahui

durabilitas campuran beraspal. Penuaan ini disebabkan oleh dua factor

utama, yaitu: penguapan fraksi minyak yang terkandung dalam aspal dan

oksidasi penuaan jangka pendek dan oksidasi yang progresif atau

penuaan jangka panjang. Oksidasi merupakan factor yang paling penting

yang menentukan kecepatan penuaan.

2.4.4.2 Fungsi Aspal

Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi

sebagai:

a. Sebagai bahan pengikat antara agregat maupun antara aspal itu

sendiri.

b. Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir agregat dan

pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.

Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal itu dengan baik, maka

aspal haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat

dilaksanakan mempunyai tingkat kekentalan tertentu.

Adhesi adalah kemampuan agregat untuk mengikat aspal sehingga

dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah

kemampuan aspal untuk mempertahankan agregat tetap ditempatnya

setelah terjadi pengikatan. Sifat ini dapat diperiksa dengan melakukan

pengujian tentang kelekatan aspal (stripping test).

II-30
2.4.4.3 Tes Standar Bahan Aspal

Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga

sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa di laboratorium dan aspal yang

memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dapat digunakan sebagai

bahan bahan pengikat perkerasan lentur.

a. Penetrasi

Penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi ukuran tertentu, beban

tertentu dan waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian

penetrasi dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal.

Berdasarkan nilai penetrasinya, semen aspal dibagi menjadi lima

kelompok jenis aspal, yaitu aspal 40-50, aspal 60-70, aspal 80-100, aspal

120-150, dan aspal 200-300. Di indonesia, aspal yang umum digunakan

untuk perkerasan jalan adalah aspal pen 60/70 dan aspal pen 80/100.

b. Titik Lembek

Titik lembek adalah suhu dimana suatu lapisan aspal dalam cincin

yang diletakkan horisontal didalam larutan air atau gliserin yang

dipanaskan secara teratur menjadi lembek karena beban bola baja.

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan suhu/angka titik

lembek aspal yang berkisar antara 30oC sampai 200oC dengan cara ring

dan ball. Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan untuk

menentukan kepekaan aspal terhadap suhu. Adapun hasil yang

dilaporkan adalah temperatur setiap bola menyentuh pela dasar.

II-31
c. Titik Nyala

Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat kurang dari 5

detik pada suatu titik diatas permukaan aspal. Tujuan dari pengujian titik

nyala aspal adalah untuk menentukan batas temperatur tertinggi dimana

aspal mulai menyala sehingga menjaga keselamatan agar pada waktu

pemanasan aspal tidak mudah terjadi kebakaran.

d. Daktilitas

Daktilitas aspal adalah nilai keelastisitasan aspal, yang diukur dari

jarak terpanjang, apabila diantara dua cetakan berisi bitumen keras yang

ditarik sebelum putus pada suhu 25oC dan dengan kecepatan 50

mm/menit (SNI 06-2432-1991). Jarak minimal benang aspal hasil tarikan

adalah minimal 100 cm.

Maksud pengujian ini adalah untuk mengukur jarak terpanjang yang

dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus

pada temperatur dan kecepatan tarik tertentu. Pengujian ini juga dilakukan

untuk mengetahui bahan aspal mengandung bahan lain yang tidak

menyatu dengan aspal, karena bila ada bahan asing yang lain maka

benang aspal hasil tarikan mesin tidak akan mencapai panjang 100 cm.

Pendapat lain mengatakan bahwa tes dakilitas dimaksudkan untuk melihat

kekuatan kohesi aspal, bila tarikan tidak mencapai 100 cm maka

dikhawatirkan bahan tidak punya kelenturan cukup dan akan cenderung

putus dan retak.

II-32
e. Berat Jenis Aspal

Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat jenis aspal padat

dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu 25 oC atau 15,6oC.

Pengujian ini ditujukan untuk memperoleh nilai berat jenis aspal keras

denga menggunakan rumus berat jenis hasil pengujian. Batasan minimal

yang dicantumkan dalam spesifikasi ini mensyaratkan berat jenis diatas

1,0 gram/cc, kalau terlalu ringan berarti bahan aspal tersebut kekurangan

asphaltene dan terlalu banyak minyak ringan yang mudah menguap dan

kehilangan daya lengketnya.

f. Kehilangan Berat

Kehilangan berat adalah selisih sebelum dan sesudah pemanasan

pada tebal tertentu pada suhu terentu. Maksud dari pemeriksaan ini untuk

mencegah pasokan bahan aspal yang terlalu banyak mengandung

minyak-minyak ringan yang kalau dipanaskan lama (pada tes ini sampel

dipanaskan 163oC selama 5 jam sebagai simulasi) terlalu banyak yang

menguap sehingga aspal akan kering dan sulit dikerjakan (kental dan

getas).

Aspal yang dipakai dalam konstruksi jalan mempunyai sifat yang

penting, yaitu : kepekatan ( consistency), ketahanan lama atau ketahanan

terhadap pelapukan dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut :

II-33
Tabel 2.6 Ketentuan Aspal Keras

Tipe 1
No Metode
Jenis pengujian Aspal pen.
. pengujian
60/70

Penetrasi pada 25̊ C


1 SNI 2456:2011 60-70
(0,1mm)

Temperatur yang

menghasilkan G eser

2 Dinamis (G*/sinδ ) pada SNI 06-6442-2000 -

osilasi 10rad/detik > 1,0 kPa,

(°C)

3 Viskositas 135̊ C (cSt)(3) ASTM D 2170-10 ≥ 300

4 Titik Lembek (̊C) SNI 2434:2011 ≥ 48

5 Daktilitas pada 25̊ C, (cm) SNI 2432:2011 ≥ 100

6 Titik nyala ( C
̊ ) SNI 06-2433-1991 >232

Larutan dlm
7 AASHTO T44-14 ≥ 99
Trichloroethylene (%)

8 Berat jenis SNI 2441:2011 ≥ 1,0

ASTM D 5976-00
Stabilitas Penyimpanan:
9 Part 6.1 dan SNI _
Perbedaan Titik Lembek (°C)
2434:2011

10 Kadar Parafin Lilin (%) SNI 03-3639-2002 ≥2

Pengujian R esidu hasil TFOT (SNI-06-2440-1991) atau

II-34
Tipe 1
No Metode
Jenis pengujian Aspal pen.
. pengujian
60/70

RTFOT(SNI-03-6835-2002)

11 Berat yang hilang (%) SNI 06-2441-1991 ≤ 0.82

Temperatur yang

menghasilkan Geser

12 Dinamis (G*/sinδ ) pada SNI 06-6442-2000 -

osilasi 10 rad/detik > 2,2

kPa, (°C)

13 Penetrasi pada 25̊C (%) SNI 2456:2011 ≥54

14 Daktilitas pada 25̊C (cm) SNI 2432:2011 ≥ 50

Residu aspal segar setelah PAV (SNI 03-6837-2002) pada

temperatur 100oC dan tekanan 2,1 MPa

Temperatur yang

menghasilkan Geser

15 Dinamis (G*sinδ ) pada SNI 06-6442-2000 -

osilasi 10 rad/detik < 5000

kPa, (°C)

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum 2018.

2.4.4.4 Jenis – Jenis Aspal

Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan atas aspal

buatan dan aspal alam :

II-35
a. Aspal buatan

Aspal buatan dari hasil distilasi merupakan proses penyulingan

minyak mentah. Proses ini merupakan proses dimana terjadinya

pemisahan berbagai macam fraksi dari minyak mentah tersebut. Pada

setiap tingkat temperature tertentu dari proses distilasi akan dihasilkan

berbagai macam produk berbasis minyak.

Beberapa jenis aspal yang dihasilkan dari proses distilasi antara lain:

1. Aspal cair

Produksi jenis aspal cair didapat dari melarutkan aspal keras dengan

pelarut berbasis minyak yang didapat dari proses distilasi. Aspal cair

dibedakan menjadi aspal cair cepat mantap (rapid curing) yang bahan

pelarutnya cepat menguap, aspal cair mantap sedang (medium curing)

yang pelarutnya tidak begitu cepat menguap, dan aspal cair lambat

mantap (slow curing) yang bahan pelarutnya lambat menguap dengan

bahan pelarut solar.

2. Aspal keras

Merupakan hasil residu dari proses destilasi sederhana dari fraksi

ringan yang terkandung dalam minyak bumi. Residu ini dihasilkan dari

destilasi hampa pada suhu 480oC atau bervariasi, tergantung dari sumber

minyak mentah yang digunakan.

3. Aspal emulsi

Aspal jenis ini dihasilkan dari proses emulsi aspal keras dimana

proses tersebut merupakan proses pemisahan dan pendispersian partikel

II-36
aspal keras didalam air yang sudah mengandung emulsifier. Jenis

emulsifier yang digunakan akan mempengaruhi jenis dan kecepatan

pengikatan aspal emulsi yang nantinya akan dihasilkan. Hasil dari aspal

emulsi tersebut terdapat tiga jenis, antara lain aspal emulsi non ionic

(bersifat netral), aspal emulsi kationik (memiliki ion positif) dan aspal

emulsi aionic (memiliki ion negatif).

b. Aspal Alam

Aspal alam adalah aspal yang secara alamiah terjadi di alam.

Berdasarkan depositnya aspal alam ini dikelompokan menjadi 2

kelompok, yaitu :

1. Aspal Danau (Lake Asphalt)

Aspal ini secara alamiah terdapat di danau trinided Venezuella dan

Lawele. Aspal ini terdiri dari bitumen, mineral dan bahan organik lainnya.

Angka penetrasi dari aspal ini sangat rendah dan titik lembeknya sangat

tinggi.Karena aspal ini sangat keras, dalam pemakaiannya aspal ini

dicampur dengan aspal keras yang mempunyai angka penetrasi yang

tinggi.

2. Aspal Batu (Rock Asphalt)

Aspal batu Kentucky dan Buton adalah aspal yang secara

terdeposit di pulau Buton, Indonesia dan di daerah Kentucky, USA.

Aspal dari deposit ini terbentuk dalam celah-celah batuan kapur dan

batuan pasir. Aspal yang terkandung dalam batuan ini berkisar antara 12

– 35 % dari masa batu tersebut dan memiliki tingkat penetrasi antara 0 –

II-37
40. Untuk pemakaiannya, deposit ini harus ditimbang terlebih dahulu, lalu

aspalnya diekstraksi dan dicampur dengan minyak pelunak atau aspal

keras dengan angka penetrasi yang lebih tinggi agar didapat suatu

campuran aspal yang memiliki angka penetrasi sesuai dengan yang

diinginkan. Pada saat ini aspal batu telah dikembangkan lebih lanjut,

sehingga menghasilkan aspal batu dalam bentuk butiran partikel yang

berukuran lebih kecil dari 1 mm dan dalam bentuk mastik.

Akibatnya tingkat keamanan dan kenyamanan berkendaraan

berkurang karena kondisi bentuk dan hasil pemeliharaan rutin maupun

peningkatan jalan tidak memenuhi spesifikasi yang isyaratkan. Oleh sebab

itu dilakukan evaluasi dengan cara mengontrol kualitas perkerasan

konstruksi pada spesifikasi yang ditetapkan pada pekerjaan jalan. Aspal

pada umumnya harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan

sesuai dengan ketentuan yang ada.

2.5. Aspal Buton

2.5.1. Pengertian Aspal Buton

Aspal batu buton atau biasa disebut asbuton ditemukan tahun 1924

di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Asbuton mulai digunakan dalam

pengaspalan jalan sejak tahun 1926. Berdasarkan data yang ada, asbuton

memiliki deposit sekitar 677 juta ton atau setara dengan 170 juta ton aspal

minyak. Asbuton merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia.

Terdapat dua jenis unsur utama dalam Asbuton, yaitu aspal

(bitumen) dan mineral. Pemanfaatan unsur ini dalam pekerjaan

II-38
pengaspalan akan mempengaruhi kinerja perkerasan aspal yang

direncanakan.

2.5.2. Lokasi Sumber Daya Asbuton

Lokasi sumber daya aspal terletak di Pulau Buton, secara

administratif termasuk ke dalam Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi

Tenggara. (Gambar 2.5). Sumber daya aspal alam di Pulau Buton,

Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan satu-satunya endapan aspal alam

di Indonesia. Aspal alam di Pulau Buton ini telah diketahui sejak awal

abad ke-20. Penyelidikan pertama kali dilakukan oleh Elbert tahun 1909.

Kemudian tahun 1922-1930 oleh Departemen Tambang Pemerintahan

Belanda di Hindia Timur. Pada Tahun 1926 aspal Buton dikerjakan oleh

N.V. Meijnbouwen Cultuur Maatscappij Boeton sampai terjadinya perang

Pasific atas dasar kerja borongan untuk pemerintah sampai tahun 1954.

Gambar 5 Zona sebaran endapan Aspal di Pulau Buton

2.5.3. Kondisi Geologi

II-39
Secara regional daerah kegiatan termasuk bagian dari Anjungan

Tukang Besi – Buton. Pada Trias Akhir hingga Jura Akhir berturut-turut

diendapkan batuan sedimen Formasi Winto, Formasi Ogena dan Formasi

Rumu. Selanjutnya antara Kapur Akhir hingga Paleosen diendapkan

sedimen laut dalam Formasi Tobelo tidak selaras diatas Formasi-Formasi

yang lebih tua. Pada Zaman Tersier kedalam cekungan Miosen

diendapkan batuan sedimen dari Anggota Batugamping Formasi Tondo

dan Formasi Sampolakosa. Kedua Formasi ini diduga menjemari dan

berumur Miosen. Pada Akhir Tersier diendapkan Formasi Sampolakosa

dalam lingkungan pengendapan neritik batial.

Peristiwa tektonik yang terjadi pada anjungan Buton – Tukangbesi

setidaknya terjadi sebanyak tiga kali. Ketiganya turut berperan dalam

pembentukan tatanan stratigrafi dan struktur di daerah ini. Struktur geologi

yang berkembang terdiri dari antiklin, sinklin, sesar anjak, sesar normal

dan sesar geser mendatar. Sesar-sesar utama yang terjadi umumnya

mempunyai arah sejajar dengan arah memanjangnya tubuh batuan Pra

Tersier dan sumbu cekungan sedimen Miosen. Kegiatan tektonik pada

Plio-Plistosen mengakibatkan terlipatnya kembali batuan yang lebih tua

(Pra Pliosen) dan menggiatkan kembali sesar-sesar yang telah terbentuk

sebelumnya (Sikumbang dkk, 1995).

II-40
Gambar 6 Aspal (hitam) berada pada batuan induk batu gamping

Daerah penambangan Kabungka merupakan zona antiklinal yang

disebut Winto Antiklinal, di bagian atas telah terkikis atau tererosi. Pada

umumnya aspal buton ditemukan di puncak atau lereng antiklinal tersebut.

Batuan penyusun Daerah Kabungka terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan

Winto berumur Trias Atas; lapisan Ogene berumur Yura Bawah, lapisan

Tobelo berumur Kapur, lapisan Tondo berumur Neogen Bawah, lapisan

Sampolakosa berumur Neogen Atas. Dari kelima lapisan ini, aspal hanya

didapatkan pada batuan gamping dan napal Sampolakosa yang

mempunyai kadar bitumen lebih tinggi karena batuan tersebut mempunyai

banyak pori.

Gambar 7 Peta geologi Daerah Lembar Buton

II-41
Mekanisme terjadinya aspal alam hingga kini belum diketahui dengan

pasti, beberapa teori cara terbentuknya aspal alam, antara lain menurut

Abdul Rosyid, 1996 sebagai berikut :

a. Cara aliran (overflow) terjadi dalam tiga bentuk :

• Spring, cairan aspal yang terbentuk dalam bumi muncul ke

permukaan melalui celah, rekahan dan patahan.

• Lake, aspal cair mengalir ke permukaan bumi melalui celah atau

patahan kemudian mengendap dalam cekungan.

• Seepage, aspal yang terdapat dalam batuan, kemudian mengalir

ke bagian yang lebih rendah disebabkan tekanan material di

sekitarnya atau karena panas matahari.

b. Impregnasi aspal dalam batuan (impregnating rock), aspal yang cair

mengalir dan masuk pada pori-pori batuan yang dilaluinya, sehingga

bersatu dengan batuan di mana aspal itu mengalir.

c. Filling vein, aspal yang cair mengalir melalui patahan dan akhirnya

mengisi patahan tersebut hingga berbentuk seperti urat (vein).

Berdasarkan pengamatan dan pendapat beberapa pakar, terjadinya

aspal yang berada di daerah Kabungka diperkirakan merupakan hasil dari

impregnasi aspal cair ke dalam batuan di sekelilingnya atau yang

dilaluinya. Impregnasi tersebut berkisar antara 1% sampai 40%. Batuan

yang berkadar bitumen antara 10% hingga 40% pada umumnya

membentuk sheet structure, yaitu lapisan aspal dengan ketebalan kecil

menyebar luas ke seluruh batuan sampingnya (country rock) namun

II-42
belum diketahui hubungan lapisan aspal yang terdapat pada masing-

masing lapangan. Terjadinya aspal di Buton Selatan dibatasi zone

patahan sepanjang bagian timur sisi Lawele graben, sedangkan lainnya

mengarah ke timur laut – barat daya. Patahan juga ditemukan di timur

graben Lawele dan pegunungan Lawele (patahan Kamaru dan patahan

Ondola).

2.5.4. Jenis – Jenis Asbuton

Jenis Asbuton yang telah diproduksi secara fabrikasi dan manual

dalam tahun-tahun belakangan ini adalah:

1. Asbuton Butir

Jenis Asbuton berdasarkan besar butir dan kadar aspal yang

dikandungnya dapat dibedakan seperti tertera pada tabel 2.3.

Gambar 8 Asbuton Butir

Tabel 2.7 Jenis Abuton

Uraian Jenis Asbuton/Merk Produksi Satuan

Konv.* Halus.*) Mikro.*) BR BGA LGA

II-43
) A

Kadar 20- 20-


13-20 20 25 20 %
aspal 25 40

Kadar air >6 6 2 <2 <2 <2 %

Ukuran
12.5 4.75 2.36 1.18 1.18 9 Mm
butir maks.

Kemasan Curah Ktg Ktg krng krg krg -

2. Asbuton Pra Campur (pre-blended)

Asbuton pra campur merupakan gabungan antara Asbuton butir hasil

refine Asbuton dengan kadar bitumen 60% sampai 90% dengan aspal

minyak pen 60 dalam komposisi tertentu. Asbuton jenis ini dapat

dikatakan sebagai aspal minyak yang dimodifikasi, sehingga dalam

campuran dapat langsung digunakan untuk dicampur dengan agregat.

2.5.5. Karakteristik Asbuton

Aspal buton terdiri dari kandungan aspal dan mineral. Pada

prinsipnya, bitumen mengandung tiga komponen penting yang

mempengaruhi karakterisitk bitumen tersebut, yaitu asphaltene, resin dan

minyak. Kandungan aspal di dalam pal buton mampu menggantikan aspal

minyak karena kualitasnya lebih baik daipada aspal minyak. Kandungan

aspal dalam aspal buton tersebut mencapai 40,9 %. Pengujian lainnya

juga dilakukan oleh pusat penelitian jalan dan jembatan departemen

II-44
pekerjaan umum dan hasilnya dituangkan dalam sertifikat uji kelayakan

teknis No. 06.1.02.485701.33.11.002 dimana penggunaan aspal buton

dalam pembangunan dan pemeliharaan jalan sudah sangat layak dan

dapat segera dilaksanakan di Indoensia, bahkan di dunia. Berbagai tes

yang dilakukan menghasilkan kriteria yang sesuai dengan british standard

dalam penggunaannya sebagai hot rolled asphalt mix untuk jalan padat

lalu lintas.

Gambar 9 Aspal buton dalam bentuk bongkahan

Partikel aspal alam yang berasal dari kabungka umumnya keras

dengan kandungan asphaltene tinggi dan kandungan maltene lebih

rendah dibandingkan dengan aspal minyak. Semakin tinggi kandungan

asphaltene, maka bitumen semakin keras, makin kental, makin tinggi titik

lembeknya dan makin rendah harga penetrasinya. Tingginya kandungan

asphaltene ini yang membuat kualitas asbuton 15 lebih baik dibandingkan

aspal minyak karena sifatnya yang kuat dan panas

2.5.6. Ekstraksi Asbuton

Estraksi merupakan suatu cara yang digunakan untuk operasi yang

melibatkan perpindahan senyawa dari suatu padatan atau cairan ke cairan

II-45
lain yang berfungsi sebagai pelarut. Prinsip dasar ekstraksi adalah

berdasarkan kelarutan. Untuk memisahkan zat terlarut yang diinginkan

dari fase padat, maka fasa padat dikontakkan dengan fasa cair. Pada

kontak dua fasa tersebut, zat yang terlarut terdifusi dari fasa padat ke fasa

cair sehingga terjadi pemisahan komponen padat. Model dari proses

ekstraksi padat-cair dapat diandalkan dengan sebuah biji yang ditutupi

dengan lapisan impermmiable organik. Berdasarkan model kinetika

Pawliszyn, senyawa yang berada di permukaan inti, diekstrak dalam

beberapa langkah, yaitu desorpsi dari permukaan matriks, difusi ke

lapisan poros impermeable organik menuju larutan dan solubilisasi

senyawa ke dalam pelarut (Letellier dan Budzinski, 1999), lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar 2.10 di bawah ini :

Gambar 10 Skema tahapan dalam proses ekstraksi padat-cair

Ekstraksi aspal buton merupakan ekstraksi padat cair (leaching)

dimana terjadi transfer difusi komponen terlarut (bitumen Asbuton) dari

padatan kecil (batuan Asbuton) ke dalam pelarut. Pada proses leaching

aspal buton, dilakukan penghancuran dan penggilingan batuan aspal

buton sesuai ukuran tertentu sebelum ekstraksi untuk meningkatkan laju

II-46
leaching karena pelarut lebih mudah berdifusi (Letellier dan Budzinski,

1999). Peristiwa ekstraksi bitumen dari aspal buton menurut Letellier dan

Budzinski, (1999), dapat dianggap sebagai rangkaian peristiwa

perpindahan massa yang meliputi:

a. Difusi bitumen dari dalam padatan aspal buton ke permukaan

padatan;

b. Perpindahan massa bitumen dari permukaan padatan ke cairan

pelarut dalam poripori padatan;

c. Difusi bitumen di dalam cairan pelarut.

Ekstraksi aspal buton dilakukan secara total hingga mendapatkan

bitumen aspal buton murni. Ekstraksi dilakukan hingga mencapai kadar

bitumen tertentu. Produk ekstraksi asbuton dalam campuran beraspal

dapat digunakan sebagai bahan tambah (additive) atau sebagai bahan

pengikat sebagaimana halnya aspal standar siap pakai atau setara aspal

keras.

Dalam pemenuhan standar pasaran aspal Buton yang diinginkan

para konsumen, pihak manajemen perusahaan menetapkan standar

bitumen aspal Buton yaitu 18-24 %.

2.5.7. Asbuton Hasil Ekstraksi

Ekstraksi aspal buton dapat dilakukan secara total sehingga

mendapatkan bitumen aspal murni atau untuk memanfaatkan keunggulan

mineral aspal buton sebagai filler, ekstraksi dilakukan hingga mencapai

kadar bitumen tertentu. Produk ekstraksi aspal buton dalam campuran

II-47
beraspal dapat digunakan sebagai bahan tambah (additive) aspal atau

sebagai bahan pengikat sebagaimana halnya aspal standar siap pakai

atau setara aspal keras (Prativi S.,1998).

Bahan baku membuat aspal hasil ekstraksi aspal buton ini dapat

diambil dari aspal buton dengan nilai penetrasi rendah (asbuton

Kabungka) atau aspal buton dengan nilai penetrasi tinggi (asbuton

Lawele).

2.5.8. Prinsip Kerja Asbuton

Pada pekerjaan pengaspalan, secara garis besar pemasokan

Asbuton ke dalam lapisan beraspal dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Dicampur dengan agregat dan aspal menggunakan unit pencampur

aspal mekanis, yaitu Asphalt Mixing Plant (AMP) untuk menghasilkan

campuran yang sifatnya panas atau memakai alat semi mekanis

seperti beton molen atau paddle mixer untuk campuran dingin.

Langkah berikutnya adalah menghamparkannya menggunakan cara

mekanis (finisher), sedangkan untuk campuran dingin digunakan cara

manual, selanjutnya dipadatkan menggunakan alat pemadat baku,

sehingga diperoleh kepadatan yang disyaratkan dalam spesifikasi.

2. Ditebarkan di atas lapis agregat pada pekerjaan lapis penetrasi

macadam dengan satu atau dua lapis. Setelah itu dipadatkan

menggunakan pemadatbaku, sehingga diperoleh kepadatan sesuai

spesifikasi.

II-48
Asbuton di dalam lapisan beraspal akan berfungsi sebagai berikut :

1. Bahan tambah yang akan meningkatkan kemampuan lapisan beraspal

saat beban lalu lintas bertambah. Umumnya Asbuton yang digunakan

adalah jenis butir dengan penetrasi bitumen rendah;

2. Pengganti aspal keras. Asbuton yang umumya digunakan adalah jenis

murni hasil ekstraksi atau Asbuton butir jenis LGA pada pekerjaan

lapis macadam;

3. Bahan tambah dan pengganti (substitusi) sebagian dari aspal keras

yang digunakan. Asbuton yang umumnya dipakai adalah jenis butir

dengan penetrasi bitumen tinggi, seperti LGA atau jenis pra campur.

2.5.9. Penggunaan Asbuton

Pada dasarnya Asbuton dapat digunakan pada setiap jenis lapisan

beraspal. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kekakuan dengan batas

fleksibilitas yang cukup untuk menahan beban lalu lintas tanpa mengalami

kerusakan di luar rencana. Oleh karena itu, penggunaan Asbuton pada

pekerjaan pengaspalan adalah sebagai berikut:

a) Campuran beraspal panas digunakan untuk lapis aus, antara, dan

pondasi.

b) Campuran beraspal hangat digunakan untuk lapis aus, antara, dan

pondasi.

c) Campuran beraspal dingin digunakan untuk lapis antara aus dan

pondasi.

d) Lapis tipis Asbuton pasir.

II-49
e) Lapis tipis Asbuton.

f) Lapis penetrasi macadam Asbuton.

2.5.10. Keunggulan Asbuton

Deposit Asbuton dalam jumlah besar dapat menjamin pasokan

kebutuhan akan aspal. Dari pengujian yang telah dilakukan, didapat hasil

campuran beraspal yang ditambah asbuton menghasilkan campuran

beraspal yang bermutu baik dengan kecenderungan sebagai berikut:

a) Stabilitas Marshall campuran beraspal yang lebih tinggi

b) Stabilitas dinamis campuran beraspal yang lebih tinggi

c) Meningkatkan umur konstruksi (dari hasil uji fatigue)

d) Lebih tahan terhadap perubahan temperatur

e) Nilai modulus yang meningkat

Kecenderungan tersebut terjadi karena Asbuton mengandung bahan

aromatik dan resin yang tinggi, sehingga di dalam campuran Asbuton

mempunyai:

a) Daya lekat yang lebih tinggi (anti stripping)

b) Kelenturan yang tinggi (fatigue life tinggi)

Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, penentu kebijakan

memberikan pernyataan bahwa Asbuton:

a) Cocok digunakan untuk lokasi temperatur tinggi (tropis)

b) Cocok digunakan untuk heavy loaded highway.

2.5.11. Kelemahan Asbuton

Meskipun telah melewati proses fabrikasi, Asbuton masih memiliki

II-50
beberapa titik kelemahan sebagai berikut:

a) Inkonsistensi kualitas produksi Asbuton

b) Kandungan bitumen

c) Penetrasi bitumen

d) Kadar air Asbuton

e) Belum terjaminnya ketersediaan Asbuton pada saat pelaksanaan di

lapangan.

f) Ketidaksesuaian kemampuan supply oleh pabrik pengolah Asbuton

dengan demand proyek pengguna yang ditunjang oleh kebijakan

Ditjen Bina Marga.

g) Biaya transportasi pengiriman ke pengguna yang relatif mahal.

h) Pola kerjasama antara produsen dan konsumen yang belum

menemukan titik harmonis.

i) Pembagian wilayah kerja pemasaran dari produsen.

j) Harga yang wajar, dengan perincian analisa biaya terhadap:

k) Harga bahan baku Asbuton

l) Biaya transportasi

m) Biaya pengolahan asbuton butir.

Selain kelemahan yang sudah disebutkan sebelumnya, pada

beberapa kasus dijumpai kekurangpahaman pengguna Asbuton terhadap

teknologi yang akan diterapkan. Disamping permasalahan tersebut,

quality control dan quality assurance memang belum diimplementasikan

secara optimal. Hal ini mengakitbatkan Asbuton di dalam lapisan beraspal

II-51
”dituduh” sebagai penyebab kerusakan dini.

2.5.12. Manfaat Asbuton Sebagai Bahan Campuran Beraspal

Asbuton memiliki kelebihan, yaitu: kandungan Nitrogen dan

Parameter Maltene yang relatif tinggi serta kandungan mineral kapur dan

silika. Pengaruh dari sifat tersebut maka secara teknik apabila Asbuton

digunakan sebagai bahan campuran beraspal, maka campuran beraspal

tersebut akan meningkat sifat tekniknya. Sejalan dengan naiknya

karakteristik campuran beraspal terbut, maka secara finansial pun untuk

wilayah-wilayah tertentu kemungkinan akan lebih ekonomis. Hal tersebut

sangat tergantung terhadap harga aspal keras pada suatu wilayah.

Di bawah ini diuraikan kelebihan secara teknik penggunaan Asbuton

sebagai bahan campuran beraspal panas dan diuraikan contoh

penggunaan Asbuton sebagai bahan campuran beraspal panas di daerah

Jawa Barat yang mana secara finansial masih kompetitif (cukup

ekonomis) bila dibandingkan dengan harga campuran beraspal yang

tanpa menggunakan Asbuton.

2.5.13. Kelebihan penggunaan Asbuton secara teknik

Berdasarkan hasil kajian dilaboratorium, diperoleh bahwa untuk

pembuatan campuran beraspal panas dengan menggunakan Asbuton

Butir, Aspal yang imodifikasi Asbuton dan Bitumen Asbuton modifikasi

memiliki kelebihan secara teknik yaitu sebagaimana ditunjukkan dengan

besaran mekanistik, yaitu Modulus Resilien (MR) atau Modulus Elastisitas

(E). Makin banyak penambahan Asbuton (khususnya untuk jenis Asbuton

II-52
Butir) maka Modulus Resilien (MR) campuran beraspal makin tinggi.

Apabila membatasi penggunaan Asbuton Butir sehingga Modulus Resilien

tidak terlampau tinggi yang dapat mengakibatkan campuran beraspal

mudah patah karena tebal nominalnya hanya 4 cm (misal untuk ACWC),

khususnya untuk lapis tambah (overlay). Untuk itu, Modulus Resilien

campuran beraspal yang menggunakan Asbuton ditetapkan maksimum

2,5 kali Modulus Resilien lapis permukaan beraspal jalan existing

(umumnya berkisar antara 1500 MPa). Jadi Modulus Resilien campuran

beraspal yang menggunakan Asbuton maksimum sebesar 3750 MPa.

Berdasarkan uraian di atas, maka pada Gambar 5.4 diperoleh bahwa

proporsi maksimum masing-masing tipe Asbuton Butir adalah Tipe 5/20

sebanyak 5%, Tipe 15/20 sebanyak 7%, Tipe 15/25 sebanyak 8,5% dan

Tipe 20/25 sebanyak 10,5%. Adapun untuk campuran beraspal panas

yang menggunakan Aspal yang dimodifikasi Asbuton atau yang

menggunakan Bitumen Asbuton Modifikasi apabila dibandingkan dengan

campuran beraspal panas yang hanya menggunakan Aspal Pen 60, maka

kedua campuran beraspal tersebut memiliki Modulus Resilien (MR) sekitar

1,5 kali dari Modulus Resilien (MR) campuran beraspal panas yang hanya

menggunakan Aspal Pen 60 (umumnya sebesar 2500 MPa). Untuk

seluruh campuran beraspal panas yang menggunakan Asbuton memiliki

ketahanan terhadap terjadinya alur dengan ditunjukkan dengan nilai

Stabilitas Dinamis hasil pengujian dengan alat Wheel Tracking Machine

dengan besaran > 2500 lintasan/mm.

II-53
2.5.14. Kelebihan Penggunaan Asbuton Secara Finansial

Besarnya reduksi Aspal Buton , Agregat dan biaya konstruksi

untuk masing-masing jenis campuran beraspal panas yang menggunakan

Asbuton adalah berturut-turut sebagai berikut:

a) AC-WC dengan Tipe 5/20: 16,7%; 4,3%; dan 13,5%

b) AC-WC dengan Tipe 15/20: 23,3%; 6,0%; dan 13,4% 70

c) AC-WC dengan Tipe 15/25: 35,4%; 6,8%; dan 14,0%

d) AC-WC dengan Tipe 20/25: 43,8%; 8,4%; dan 13,1%

e) AC-WC dengan Aspal Yang Dimodifikasi Asbuton: 20,0%; 0,3%; dan

8,1%

f) AC-WC dengan Bitumen Asbuton Modifikasi: 100%; 0%; dan 4%

2.6. Modifier/Peremaja

Modifier/peremaja adalah bahan yang digunakan untuk

meremajakan/melunakkan bitumen asbuton agar memiliki karakteristik

yang sesuai sebagai bahan pengikat pada suatu campuran beraspal

(Kementerian PU, 2013). Peremaja untuk campuran panas sebelumnya

diatur dalam dalam Pedoman Asbuton Campuran Panas Pd T – 07 – 2004

– B (Balitbang PU, 2004). Jenis peremaja yang digunakan dalam

campuran asbuton panas adalah PP 3000, PP pen 300, PP pen 400, PH –

1000, namun dengan dikeluarkannya surat edaran Menteri Pekerjaan

Umum nomor: 10/SE/M/2013 tentang Pedoman Spesifikasi Teknis

Campuran Beraspal dengan Asbuton, penggunaan peremaja PP 3000, PP

pen 300, PP pen 400 diganti dengan jenis peremaja PH – 1000. Jenis

II-54
peremaja PH – 1000 diatur pada campuran aspal hangat dengan asbuton

butir (Ditjen Bina Marga, 2006b). Jenis peremaja PH – 1000 yang pernah

dilakukan penelitian sebelumnya dapat berupa aspal Shell penetrasi 60-70

dengan marine flux oil (MFO) produksi pertamina Cilacap dengan

perbandingan 70% aspal + 30% MFO (Iriansyah, 2009). Bahan lain yang

dapat digunakan sebagai bahan peremaja dengan PH – 1000 adalah

dapat berupa solar dicampur dengan aspal pen 60/70 dengan

perbandingan 1:1 (Setiawan, 2011). Pengunaan perkiraan peremaja PH -

1000 di atur dalam Pedoman Pelaksanaan Campuran Beraspal Hangat

dengan Asbuton Butir (Ditjen Bina Marga, 2006) sesuai Tabel 2. 8.

Tabel 2. 8 Kadar Peremaja Perkiraan

No Uraian Kadar Asbuton dan Peremaja

1 Jenis Peremaja PH – PH - PH - PH – 1000

1000 1000 1000

2 Tipe Asbuton 5/20 15/20 15/25 20/25

3 Kadar Peremaja 5 4,5 4,5 4

Perkiraan (Pp), %

4 Kadar Asbuton (% 7 10 12,5 15

terhadap berat total

campuran)

Sumber: Ditjen Bina Marga (2006)

2.7. CPHMA

II-55
CPHMA (Cold Paving Hot Mix Asbuton) adalah campuran beraspal

panas yang mengandung agregat bergradasi tertentu, asbuton butir,

bahan peremaja, dan bahan tambah lain bila diperlukan, yang sudah

dicampur dengan baik sehingga siap hampar dan dipadatkan secara

dingin (temperatur udara 30 °C) untuk membuat perkerasan jalan beraspal

(Ditjen Bina Marga, 2015). Sebagai lapis permukaan, penghamparan

CPHMA harus dilaksanakan di atas permukaan jalan lama atau lapis

pondasi yang telah disiapkan.CPHMA yang dapat dipadatkan secara

dingin memungkinkan untuk CPHMA dapat disimpan dalam bentuk

kemasan 25 kg. Aplikasi CPHMA diperuntukkan untuk lapis permukaan

perkerasan untuk jalan bervolume lalulintas rendah (volume lalulintas

kurang atau sama dengan 500 SMP/hari) dengan ekivalen beban sumbu

kendaraan kurang dari atau sama dengan 1.000.000 ESA. Produk

CPHMA dapat digunakan sebagai lapis perata ataupun lapis permukaan

dan dapat dihampar lebih dari 1 lapis.

2.7.1. Bahan CPHMA

CPHMA memiliki gradasi campuran agregat yang diatur dalam

spesifikasi sesuai pada Tabel 2. 9.

Tabel 2. 9 Gradasi Agregat CPHMA

Persen Berat Lolos

No Ukuran ayakan Nominal maksimum Nominal maksimum

12,5 mm 19 mm

II-56
1 1 in (25 mm) - 100

2 ¾
in (19 mm) 100 90-100

3 ½ in (12,5 mm) 90-100 -

4 3/8 in (9,5 mm) - 60-80

5 No. 4 (4,76 mm) 45-70 35-65

6 No. 200 (0,075 mm) 2-9 2-8

Sumber: Ditjen Bina Marga (2015)

2.7.2. Sifat Campuran CPHMA

Sifat campuran CPHMA dipadatkan dengan alat pemadat Marshall

sebanyak 2x75 tumbukan pada temperatur udara (sekitar 30°C).

Persayaratan campuran CPHMA mengacu pada pedoman pelaksanaan

CPHMA (2015) yang tertuang pada tabel berikut:

Tabel 2. 10 Persyaratan Sifat Campuran CPHMA

No Sifat campuran Standar Persyaratan

1 Rongga di antara agregat (VMA) ; Minimum 16

% Minimum 60

2 Rongga terisi aspal, (VFB); % AASHTO M

3 Rongga udara dalam campuran 323 – 12 4-10

(VIM);%

4 Stabilitas Marshall pada temperatur Minimum 500

II-57
udara; kg ASTM D

5 Stabilitas sisa setelah perendaman 6927 – 06 Minimum 60

selama 2 x 24 jam pada

temperature udara ; %

Sumber: Ditjen Bina Marga (2015)

Pada campuran CPHMA persyaratan kadar dan sifat aspal dalam

campuran diatur seperti pada Tabel 2. 11.

Tabel 2. 11 Persyaratan Kadar dan Sifat Aspal dalam CPHMA

No Kadar dan sifat aspal dalam


Standar Persyaratan
campuran

1 SNI 03 – 3640
Kadar aspal dalam campuran; % 6-8
– 1994

2 Sifat aspal dalam campuran:

- Penetrasi aspal pada temperatur SNI 2456: Minimum

25°C, 100g, 5 detik: mm 2011 100

SNI 2434:
- Titik lembek °c Minum 40
2011

- Daktilitas pada 25°C, 5 cm/menit SNI 2432: Minimum

; cm 2011 100

II-58
2.8 Pengukuran Suhu dan Waktu Pemadatan

1. Suhu Pemadatan

Suhu pemadatan adalah suhu yang perlukan untuk memadatkan

suatu campuran dengan panas tertentu. Karena hal tersebut maka kontrol

terhadap suhu pemadatan dilakukan sejak campuran tersebut keluar dari

tempat pencampuran (AMP) sampai saat penghamparan dan pemadatan

merupakan factor yang harus diperhatikan mengingat selama

pelaksanaan di lapangan akan menentukan tingkat kepadatan dan

stabilitas Hot Rolled Sheet-Base (HRS-Base). Pemadatan awal di lakukan

0-10 menitdengan suhu 150oC dengan alat Tandem Roller.

Suhu pemadatan dimaksudkan untuk menghilangkan ruang kosong

(pori) dalam campuran perkerasan suatu proses reduksi rongga udara

dalam camouran dalam mempergunakan kekuatan tenaga dari luar yang

akanakan meningkatkan tingkat kepadatan dan campuran adanya pori-

pori dapat menyebabkan masuknya udara dan air dengan adanya udara

yang masuk dapat menyebabkan terjadinya proses oksidasi. Sedangkan

hasil oksidasi akan terlarut dalam air yang masuk ke dalam pori-pori yang

meyebebkan campuran menjadi getas (rapuh). Untuk variasi suhu

pemadatan adalah suhu 80oC, 110oC dan 140oC. pengujian workabilitas

campuran yaitu dengan pengukuran ketinggian campuran setelah

dilakukan penumbukan sejumlah 15 tumbukan sebanyak 5 periode untuk

tiap sisi. Pengukuran ketinggian dilakukanpada 4 titik tertentu dan dihitung

II-59
ketinggian rata-rata riap periode penumbukan dari penelitian ini akan

dipadatkan nilai indeks workabilitas campuran Hot Rolled Asphalt.

2. Waktu Pemadatan

a. Pemadatan Awal

Pemadatan awal adalah pemadatan yang dilakukan setelah

penghamparan berada dalam rentang temperatur yang disyaratkan sekitar

(0 – 10) menit setelah penghamparan. Pemadatan ini lebih banyak

berfungsi memberi pemadatan awal agar campuran beraspal menjadi

relatif stabil (diam) untuk dilewati pemadat berikutnya. Pemadatan awal

dapat dilakukan dengan mesin gilas roda baja statis atau bergetar dengan

berat (6 – 8) ton. Jumlah lintasan pada pemadatan ini biasanya berkisar

antara (2 – 3) passing (1 passing = 2 lintasan; pergi dan pulang), dengan

kecepatan (3 – 4) km/jam

Posisi mesin gilas pada awal pergerakan harus arah mundur menuju

ke arah mesin penghampar, agar campuran beraspal tidak terdorong,

tetapi langsung tergilas roda belakang, yang merupakan roda penggerak

mesin gilas. Dengan posisi tersebut maka campuran beraspal akan

memperoleh gaya tekan kebawah dan bukan terdorong seperti halnya jika

pergerakannya dibalik. memberikan ilustrasi dari pengaruh posisi roda

penggerak pada saat awal pemadatan. Dengan posisi roda penggerak di

belakang, maka campuran beraspal akan terdorong ke depan.

b. Pemadatan Antara

Pemadatan antara merupakan pemadatan utama (Main Rolling)

II-60
yang berfungsi untuk mencapai kepadatan yang diinginkan, dengan

jumlah lintasan dan selang temperatur campuran beraspal tertentu.

Pemadatan harus dilaksanakan segera setelah pemadatan awal selesai

dengan rentang waktu (5 – 15) menit. Pemadatan antara dilakukan

dengan menggunakan mesin gilas roda ban karet (pneumatic tyredd

roller), pemadatan ini ditentukan berdasarkan hasil dari percobaan

pemadatan dengan menggunakan alat pemadat yang akan digunakan

selama pekerjaan pengaspalan, biasanya berkisar antara (13 – 16)

passing.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pelaksanaannya, yaitu:

1. Seluruh ban harus dalam keadaan bersih, dan harus mempunyai

tekanan yang sama, yaitu 6 kg/cm² pada kondisi panas.

2. Tyredd roller harus dijalankan berdampingan dengan steel wheel roller,

agar terjadi hasil pemadatan yang sempurna.

3. Setiap lintasan pemadatan, bagian yang dipadatkan harus sedikit

overlap dengan bagian yang dipadatkan sebelumnya.

4. Pada akhir lintasan pemadatan, kecepatan alat harus dikurangi agar

alat dapat berjalan ke arah sebaliknya tanpa terjadi sentakan yang

dapat merusak lapisan aspal.

c. Pemadatan Akhir

Pemadatan terakhir/penyelesaian dilakukan untuk meningkatkan

penampakkan permukaan akibat roda pemadat roda karet. Pemadatan ini

harus dilakukan setelah pemadatan antara selesai dan harus dihentikan

II-61
bila bekas jejak roda pemadat roda karet sudah hilang atau bila

temperatur campuran beraspal yang dipadatkan sudah mencapai batas

minimumtemperatur pemadatan yang diizinkan dengan rentang waktu

tidak lebih dari 45 menit setelah penghamparan. Pemadatan ini umumnya

dilakukan dengan pemadat mesin gilas roda baja tandem statis, berat (5 –

10) ton,

2.9 Marshall Test

Karakteristik campuran aspal dapat diukur dari sifat-sifat

Marshall yang ditunjukkan pada nilai-nilai sebagai berikut :

2.9.1 Stabilitas (stability)

Stabilitas adalah beban yang dapat ditahan campuran beton

aspal sampai terjadi kelelahan plastis atau dengan arti lain yaitu

kemampuan lapis keras untuk menahan deformasi akibat beban lalu lintas

yang bekerja diatasnya tanpa mengalami perubahan bentuk tetap seperti

gelombang (washboarding) dan alur (rutting). Nilai stabilitas dipengaruhi

oleh bentuk, kualitas, tekstur permukaan dan gradasi agregat yaitu

gesekan antar butiran agregat (internal friction) dan penguncian antar

agregat (interlocking), daya lekat (cohesion), dan kadar aspal dalam

campuran.

Pemakaian aspal dalam campuran akan menentukan nilai stabilitas

campuran tersebut. Seiring dengan penambahan aspal, nilai stabilitas

II-62
akan meningkat hingga batas maksimum. Penambahan aspal diatas

batas maksimum justru akan menurunkan stabilitas campuran itu

sendiri sehingga lapis perkerasan menjadi kaku dan bersifat getas. Nilai

stabilitas berpengaruh pada fleksibilitas lapis perkerasan yang

dihasilkan.

Syarat nilai stabilitas adalah lebih dari 800 kg. Lapis

perkerasan dengan nilai stabilitas kurang dari 800 kg akan mudah

mengalami rutting , karena perkerasan bersifat lembek sehingga kurang

mampu mendukung beban. Sebaliknya jika stabilitas perkerasan terlalu

tinggi maka perkerasan akan mudah etak karena sifat perkerasan

menjadi kaku. Nilai stabilitas benda uji diperoleh dari pembacaan arloji

stabilitas pada saat pengujian Marshall. Hasil tersebut dicocokkan dengan

angka kalibrasi proving ring dengan satuan lbs atau kilogram, dan masih

harus dikoreksi dengan faktor koreksi yang dipengaruhi oleh tebal benda

uji. Nilai stabilitas sesungguhnya diperoleh dengan rumus (1) di bawah ini:

S=pxq ............................................................ (1)

Keterangan :

S = angka stabilitas sesungguhnya

P = pembacaan arloji stabilitas x kalibrasi alat

q = angka koreksi benda uji

q = angka koreksi benda uji

II-63
2.9.2  Kelelahan (Flow)

Flow adalah besarnya penurunan atau deformasi vertikal benda uji

yang terjadi pada awal pembebanan sehingga stabilitas menurun, yang

menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi pada lapis perkerasan

akibat menahan beban yang diterima. Deformasi yang terjadi erat

kaitannya dengan sifat-sifat Marshall yang lain seperti stabilitas. VIM dan

VFA, Nilai VIM yang besar menyebabkan berkurangnya

Interlocking resistance campuran dan dapat berakibat timbulnya

deformasi. Nilai VFA yang berlebihan juga menyebabkan aspal dalam

campuran berubah konsistensinya menjadi pelicin antar batuan. Nilai

flow dipengaruhi oleh kadar dan viskositas aspal, gradasi agregat,

jumlah dan temperatur pemadatan. Akan tetapi campuran yang

memiliki angka kelelahan rendah dengan stabilitas tinggi cenderung

menjadi kaku dan getas. Sedangkan campuran yang memiliki angka

kelelahan tinggi dan stabilitas rendah cenderung plastis dan mudah

berubah bentuk apabila mendapat beban lalu lintas. Kerapatan

campuran yang baik, aspal yang cukup dan stabilitas yang baik akan

memberikan pengaruh penurunan nilai flow.

Syarat nilai flow adalah minimal 3 mm. Nilai flow yang rendah akan

mengakibatkan campuran menjadi kaku sehingga lapis perkerasan

menjadi mudah retak, sedangkan campuran dengan nilai flow tinggi akan

menghasilkan lapis perkerasan yang plastis sehingga perkerasan akan

II-64
mudah mengalami perubahan bentuk seperti gelombang (washboarding)

dan alur (rutting).

2.9.3  Kerapatan (density)

Density merupakan tingkat kerapatan campuran setelah campuran

dipadatkan. Semakin tinggi nilai density suatu campuran menunjukan

bahwa kerapatannya semakin baik. Nilai density dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti : gradasi campuran, jenis dan kualitas bahan

susun, faktor pemadatan dan jumlah pemadatan maupun temperatur

pemadatan, penggunaan kadar aspal dan penambahan bahan additive

dalam campuran. Campuran dengan nilai density yang tinggi akan

mampu menahan beban yang lebih besar dibanding dengan campuran

yang dimiliki nilai density yang rendah, karena butiran agregat mempunyai

bidang kotak yang luas sehingga gaya gesek (friction) antara butiran

agregat menjadi besar. Selain itu density juga mempengaruhi kekedapan

campuran, semakin besar nilai density campuran, maka campuran

tersebut akan semakin kedap terhadap air dan udara. Nilai

kepadatan/density dihitung dengan rumus (2) dan (3) di bawah ini :

g=c/f ............................................................(2)

f=d−e ............................................................(3) Keterangan :

g = Nilai kepadatan (gr/cc)

c = Berat kering / sebelum direndam (gr)

d = Berat benda uji jenuh air (gr)

e = Berat benda uji dalam air (gr)

II-65
f = Volume benda uji (cc)

2.9.4 VIM (Void In The Mix)

VIM (Void In The Mix) merupakan persentase rongga yang terdapat

dalam total campuran. Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan lapis

perkerasan, semakin tinggi nilai VIM menunjukan semakin besar

rongga dalam campuran sehingga campuran bersifat pourous. Hal ini

mengakibatkan campuran menjadi kurang rapat sehingga air dan udara

mudah memasuki rongga-rongga dalam campuran yang menyebabkan

aspal mudah teroksidasi. Air akan melarutkan komponen-komponen yang

akan teroksidasi sehingga mengakibatkan terus berkurangnya kadar

aspal dalam campuran. Penurunan kadar aspal dalam campuran

menyebabkan lekatan antara butiran agregat berkurang sehingga terjadi

pelepasan butiran (revelling) dan pengelupasan permukaan (stripping)

pada lapis perkerasan.

Syarat dari nilai VIM adalah 3,5% - 5%. Nilai VIM yang terlalu rendah

akan menyebabkan bleeding karena pada suhu yang tinggi viskositas

aspal menurun sesuai sifat termoplastisnya. Pada saat itu apabila lapis

perkerasan menerima beban lalu lintas maka aspal akan terdesak keluar

permukaan karena tidak cukupnya rongga bagi aspal untuk melakukan

penetrasi dalam lapis perkerasan. Nilai VIM yang lebih dari 5% akan

mengakibatkan berkurangnya keawetan lapis perkerasan, karena rongga

yang terlalu besar akan mudah terjadi oksidasi.

II-66
VIM adalah persentase antara rongga udara dengan volume total

ampuran setelah dipadatkan. Nilai VIM akan semakin kecil apabila kadar

kadar aspal semakin besar. VIM yang semakin tinggi akan menyebabkan

kelelahan yang semakin cepat, berupa alur dan retak

Nilai VIM dihitung dengan rumus (4) – (7) di bawah ini :

VIM=(100−i− j) .............................. (4)

a
b= ×100
100+a .................................. (5)

b×g
i=
BJ . Agregat ....................................... (6)

(100−b )×g
j=
BJ . Agregat ................................... (7)

Keterangan :

a = Persentase aspal terhadap batuan

b = Persentase aspal terhadap campuran

g = Persen rongga terisi aspal

i dan j = rumus subtitusi

2.9.5  VFA (Void Filled With Asphalt)

Void Filled With Asphalt (VFA) merupakan persentase rongga terisi

aspal pada campuran setelah mengalami proses pemadatan. Nilai VFA

dipengaruhi oleh faktor pemadatan, yaitu jumlah dan temperatur

pemadatan, gradasi agregat dan kadar aspal. Nilai VFA berpengaruh

II-67
pada sifat kekedapan campuran terhadap air dan udara serta sifat

elasitas campuran. Dengan kata lain VFA menentukan stabilitas,

fleksibilitas dan durabilitas. Semakin tinggi nilai VFA berarti semakin

banyak rongga dalam campuran yang terisi aspal sehingga kekedapan

campuran terhadap air dan udara juga akan semakin tinggi, tetap inilai

VFA yang terlalu tinggi akan menyebabkan bleeding.

Nilai VFA yang terlalu kecil akan menyebabkan campuran

kurang kedap terhadap air dan udara karena lapisan film aspal akan

menjadi tipis dan akan mudah retak bila menerima penambahan beban

sehingga campuran aspal mudah teroksidasi yang akhirnya menyebabkan

lapis perkerasan tidak tahan lama. Nilai VFA yang disyaratkan adalah

minimal 63%. Nilai ini menunjukkan persentase rongga campuran yang

berisi aspal, nilainya akan naik berdasarkan naiknya kadar aspal sampai

batas tertentu, dimana rongga telah penuh. Artinya rongga dalam

campuran telah terisi penuh oleh aspal, maka persen kadar aspal yang

mengisi rongga adalah persen kadar aspal maksimum.

Nilai VMA dihitung dengan rumus di bawah ini :

i = 100
VFA=100×
j ............................................ (8)

a
b= ×100
100+a .......................................... (5)

b×g
i=
BJ . Agregat .......................................... (6)

II-68
(100−b )×g
j=
BJ . Agregat .......................................... (7)

I=100− j .......................................... (9)

Keterangan :

a = Persentase aspal terhadap batuan

b = Persentase aspal terhadap campuran

g = Persen rongga terisi aspal

i dan j = rumus subtitusi

2.9.6  VMA (Void In Mineral Agregate)

Void In Mineral Agregate (VMA) adalah rongga udara antar butir

agregat aspal padat, termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif, yang

dinyatakan dalam persen terhadap total volume. Kuantitas terhadap

rongga udara berpengaruh terhadap kinerja suatu campuran karena jika

VMA terlalu kecil maka campuran bisa mengalami masalah durabilitas,

dan jika VMA terlalu besar maka campuran bisa memperlihatkan masalah

stabilitas dan tidak ekonomis untuk diproduksi.

Nilai VMA dipengaruhi oleh faktor pemadatan, yaitu jumlah dan

temperatur pemadatan, gradasi agregat, dan kadar aspal. Nilai VMA ini

II-69
berpengaruh pada sifat kekedapan campuran terhadap air dan udara

serta sifat elastis campuran. Dapat juga dikatakan bahwa nilai VMA

menentukan nilai stabilitas, fleksibilitas dan durabilitas. Nilai VMA

yang disyaratkan adalah 14%.

a. Terhadap Berat Campuran Total

Gmb × Ps
VMA = 100 × ( )..................................................................(2)
Gsb

Keterangan:

VMA : Rongga udara pada mineral agregat, presentase dari volume

total, (%)

Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan (gr/cc)

Gsb : Berat jenis bulk agregat, (gr/cc)

Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)

b. Terhadap Berat Agregat Total

Gmb 100
VMA = 100 – ( × × 100)...........................................(3)
Gsb 100+ Pb

Keterangan:

VMA : Rongga udara pada mineral agregat, presentase dari volume

total, (%)

Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan (gr/cc)

Gsb : Berat jenis bulk agregat, (gr/cc)

Pb : Kadar aspal, persen total campuran, (%)

II-70
2.9.7 Marshall Quotient (MQ)

Marshall Quotient adalah hasil bagi antara stabilitas dengan flow.

Nilai Marshall Quotient akan memberikan nilai fleksibilitas campuran.

Semakin besar nilai Marshall Quotient berarti campuran semakin kaku,

sebaliknya bila semakin kecil nilainya maka campuran semakin lentur.

Nilai Marshall Quotient dipengaruhi oleh nilai stabilitas dan flow. Nilai

Marshall Quotient yang disyaratkan adalah lebih besar dari 250 kg/mm.

Nilai Marshall Quotient di bawah 250 kg/mm mengakibatkan

perkerasan mudah mengalami washboarding, rutting dan bleeding,

sedangkan nilai Marshall Quotient yang tinggi mengakibatkan perkerasan

menjadi kaku dan mudah mengalami retak. Nilai dari Marshall Quotient

(MQ) diperoleh dengan rumus (10) di bawah ini :

MQ = S / (10)

Keterangan :
F ................................................

S = Nilai stabilitas

F = Nilai flow

MQ = Nilai Marshall Quotient

Setelah
(kg/mm)dilakukan analisis dari pengujian Marshall, dan didapat nilai-

nilai karakteristik Marshall, dibuat grafik hubungan antara kadar aspal

terhadap nilai karakteristik tersebut.

II-71

Anda mungkin juga menyukai