TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jalan
rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
dibatasi.
II-1
d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
II-2
3) Menyediakan permukaaan yang mempunyai karakteristik yang
II-3
e) Sebagai lapisan separator yang mencegah butiran halus dari tanah
mempunyai fungsi:
perkerasan
hampar dan dipadatkan diatas tanah dasar. Perkerasan jalan raya adalah
bagian jalan raya yang diperkeras dengan lapis konstruksi tertentu, yang
II-4
kepada sarana transportasi dan selama masa pelayanannya diharapkan
tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai
3. Keadaan lingkungan,
yang ada,
berikut :
II-5
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan
tidak berlubang.
matahari.
2. Syarat-Syarat Kekuatan/Struktural
berikut:
di bawahnya.
dan perkerasan lentur yang dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
II-6
Tabel 2.1 Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku
roda)
dasar) perletakan
terbang. ( - )
II-7
No Perkerasan kaku Perkerasan Lentur
2. Job mix lebih mudah Kendali kualitas untuk job
4. Umur
) rencana dapat mencapai Umur
-) rencana relative
lalu lintasnya. ( - )
II-8
No Perkerasan kaku Perkerasan Lentur
7. Pada umumnya biaya awal Pada umumnya biaya awal
8. rendah. (-)
Biaya pemeliharaan relatif tidak ada. Biaya pemeliharaan yang
pelat beton sendiri (tanah dasar tidak oleh tebal setiap lapisan dan
11 Tebal konstruksi perkerasan kaku Tebal konstruksi
begitu menentukan) . ( + ) daya dukung tanah dasar. ( - )
. adalah tebal pelat beton tidak perkerasan lentur adalah
kembali. ( + )
Sumber, dikutip dari http://bebas-unik.blogspot.co.id
II-9
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat
antara lain adalah batu pecah, batu belah, batu kali, dan hasil samping
peleburan baja. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain adalah
atas : bahan ikat (aspal, tanah liat) dan batu. Perkerasan ini umumnya
terdiri atas tiga lapis yaitu lapisan tanah dasar (subgrade), lapisan
pondasi bawah (sub- base), lapis pondasi (base) dan lapisan penutup
bawah maka tebal lapisan menjadi semakin besar, hal ini seiring
ke lapisan di bawahnya.
II-10
Gambar 2 Lapisan perkerasan jalan lentur
tersebut dapat dilapisi aspal agregat atau aspal pasir yang tipis atau
tidak. ada lapisan sama sekali. Bagian dari perkerasan kaku terdiri dari :
(concrete slab), dan lapisan aspal agregat/aspal pasir yang bisa ada bisa
1. Lapis Permukaan
II-11
a. Lapisan perkerasan yang ikut mendukung dan menyebarkan beban
cukup.
antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah
apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah :
b. Lapis peresapan.
II-12
c. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi.
perkerasan lainnya.
Bahan lapis perkerasan jalan terdiri dari agregat dan bahan ikat aspal
yang diikat menjadi suatu campuran aspal yang solid dan biasanya
2.4.1. Agregat
mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun hasil buatan. Agregat
II-13
Menurut Silvia Sukirman (2003), agregat merupakan butir-butir batu
pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun
atau fragmen-fragmen.
memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca adalah sifat
fisik dari material. Dalam hal ini yang perlu untuk dilakukan pemeriksaan
a. Agregat kasar
II-14
Agregat kasar adalah material yang tertahan pada saringan no.8
(2,36 mm). Agregat kasar untuk campuran aspal harus terdiri dari batu
pecah yang bersih, kuat, kering, awet, bersudut, bebas dari kotoran
yang kasardan tidak bulat agar dapat dapat memberikan sifat interlocking
yang baik yang baik dengan material yang lain. Tingginya kandungan
telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang ada, sepeeti tertera pada
Tabel Dibawah :
Metoda
II-15
Metoda
SMA
Semua jenis 100 Putaran Maks.8 %
campuran
Maks.40 %
Angeles beraspal
500 Putaran
bergradasi
lainnya
Lainnya :5 Maks.10 %
SNI ASTM
Material lolos Ayakan No.200 Maks.1 %
C117:2012
b. Agregat Halus
II-16
Agregat halus pasir alam merupakan hasil desintegrasi alami batuan
atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu. Agregat halus
adalah material yang lolos saringan no.8 (2,36 mm). Agregat dapat
Selain itu agregat halus juga mengisi ruang antara butir Bahan ini dapat
terdiri dari butir-butiran batu pecah atau pasir alam atau campuran dari
yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang ada, seperti tertera
SNI 03 – 4428 –
Nilai setara pasir Min 50%
1997
Tabel 6.3.2.2
d. Ukuran Agregat
II-17
maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam
campuran tersebut.
e. Gradasi Agregat
ukuran besar ke ukuran kecil dan menimbang berat material yang tertahan
butir kasar sampai dengan butir halus. Dalam hal ini lapis aspal beton
Agregat
Ukuran ayakan
Lataston
Laston ( AC )
(HRS)
1” 25 - - - 100 90-100
II-18
% Berat Yang Lolos Terhadap Total
Agregat
Ukuran ayakan
Lataston
Laston ( AC )
(HRS)
3
” 19 100 100 100 90-100 76 – 90
4
1
” 12,5 90-100 90-100 90-100 75 - 90 60 – 78
2
3
” 9,5 75 - 85 65 - 90 77 - 90 66 - 82 52 – 71
8
No.4 4,75 - - 53 - 69 46 - 64 35 – 54
No.8 2,36 50 - 72 35 - 55 33 - 53 30 - 49 23 – 41
No.16 1,18 - - 21 - 40 18 - 38 13 – 30
No.30 0,600 35 - 60 15 - 35 14 - 30 12 - 28 10 – 22
No.50 0,300 - - 9 – 22 7 - 20 6 – 15
No.100 0,150 - - 6 – 15 5 - 13 4 – 10
pemeriksaan terhadap sifat-sifat fisik agregat. Untuk tujuan ini sifat pada
II-19
kekerasan, bentuk partikel, tekstur permukaan, penyerapan dan kelekatan
terhadap aspal.
a. Ukuran Butir
tersebut.
Mineral pengisi dan mineral abu dapat terjadi secara almiah atau
padat, berdaya tahan dan kedap air. Perubahan sifat dari campuran ini
bisa terjadi hanya karena sedikit perubahan dalam jumlah atau sifat dari
bahan pengisi atau mineral debu yang digunakan. Oleh karena itu jenis
dan jumlah mineral pengisi atau debu yang di gunakan dalam campuran
b. Kebersihan Agregat
dengan memberikan suatu batasan jenis dan jumlah material yang tidak
II-20
c. Kekerasan
lebih keras (lebih tahan) dari agregat yang digunakan pada lapisan
menerima dan menahan tekanan dan benturan dari beban lalu lintas
paling besar.
atau bulat saja tidak akan menghasilkan campuran beraspal yang baik.
juga akan memberikan tahanan gesek yang kuat pada roda kendaraan
II-21
Agregat dengan permukaan yang kasar memiliki koefisien gesek
yang tinggi yang membuat agregat tersebut sulit untuk berpindah tempat
film aspal lebih mudah merekat pada permukaan yang kasar sehingga
agregat ini akan terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah
(AMP). Hal ini akan menyebabkan aspal yang berada pada permukaan
sedikit sehingga akan menghasilkan film aspal yang tipis. Oleh karena itu,
porus.
tidak digunakan, tetapi untuk tujuan tertentu pemakaian agregat ini masih
II-22
seperti batu apung yang memiliki keporusan tinggi yang digunakan karena
(tidak menyukai air) adalah agregat yang memiliki sifat kelekatan terhadap
aspal yang tinggi, contoh dari agregat ini adalah batu gamping dan
jenis ini cenderung terpisah dari film aspal bila terkena air. Kuarsit dan
aspal kedalam air, lalu diamati secara visual. Tes lainnya adalah dengan
campuran, satu direndam dalam air dan diberikan energi mekanik dengan
cara pengadukan, dan satunya lagi tidak. Kemudian kedua contoh ini diuji
pengelupasan.
II-23
2.4.3 Bahan Pengisi (Filler)
(0,075 mm) campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada
akan berkurang.
2. Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang
partikel, hal ini akan mengurangi jumlah aspal yang akan mengisi rongga-
halus, filler dan aspal didalam mortar, selanjutnya sifat-sifat mortar ini
tergantung pada sifat asli dari pasir, jumlah takaran dalam campuran
II-24
Menurut Sukirman (2003), bahan pengisi (filler) juga harus memenuhi
2.4.4 Aspal
asphaltenese resins dan oils. Aspal pada lapisan keras jalan berfungsi
yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan yang lebih besar dari
II-25
PB = 0,035 ( % CA ) + 0,045 ( % FA ) + 0,18 ( % Filler ) + konstanta
CA = Agregat kasar
FA = Agregat halus
organik yang telah berumur ribuan tahun dibawah tekanan dan variasi
berat aspal)oleh unsur karbon dan hidrogen. Oleh sebab itu, senyawa
sisanya (5-10%), dari dua jenis atom, yaitu: heteroatom dan logam.
molekul aspal dalam dua grup, yaitu aspalten dan malten. Selanjutnya
begitu pembagian ini tidak dapat didefinisikan secara jelas karena adanya
II-26
a. Aspalten
Aspalten adalah unsur kimia aspal yang padat yang tidak larut dalam
deanggap sebagai material yang bersifat polar danmemiliki bau yang khas
dengan berat molekul yang cukup berat. Molekul aspalten ini memiliki
lebih keras dengan nilai penetrasi yang rendah, titik lembek yang tinggi
b. Malten
a) Resin
Resin secara dominan terdiri dari hidrogen dan karbon, dan sedikit
hidrogen terhadap karbn di dalam resin berkisar antara 1,3 – 1,4. Resin ini
padat, bersifar sangat polar dan memberikan sifat adesif pada aspal.
aspal, SOL (larutan) atau GEL (jeli) sangat ditentukan oleh proporsi
II-27
kandungan resin terhadap kandungan aspalten yang terdapat pada aspal
tersebut.
b) Aromatik
dalam aspal. Aromatik berbentuk cairan kental yang berwarna cokelat tua
dan kandungan di dalam aspal bersifat antara 40% - 60% terhadap berat
aspal. Aromatik terdiri dari rantai karbon yang bersifat non polar yang
didominasi oleh unsur tak jenuh ( un saturated) dan memiliki daya larut
c) Saturated
polar. Saturated terdiri dari parafin ( wax) dan non parafin, kandungannya
II-28
a. Durabilitas
menjadi berdakhtilitas rendah atau dengna kata lain aspal telah mngalami
durabilitas aspal.
mengikat agregat. Sifat adesi dan kohesi aspal sangat penting diketahui
II-29
d. Pengerasan dan penuaan aspal
utama, yaitu: penguapan fraksi minyak yang terkandung dalam aspal dan
sebagai:
sendiri.
Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal itu dengan baik, maka
aspal haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat
dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah
II-30
2.4.4.3 Tes Standar Bahan Aspal
a. Penetrasi
tertentu dan waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian
kelompok jenis aspal, yaitu aspal 40-50, aspal 60-70, aspal 80-100, aspal
untuk perkerasan jalan adalah aspal pen 60/70 dan aspal pen 80/100.
b. Titik Lembek
Titik lembek adalah suhu dimana suatu lapisan aspal dalam cincin
lembek aspal yang berkisar antara 30oC sampai 200oC dengan cara ring
II-31
c. Titik Nyala
Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat kurang dari 5
detik pada suatu titik diatas permukaan aspal. Tujuan dari pengujian titik
d. Daktilitas
jarak terpanjang, apabila diantara dua cetakan berisi bitumen keras yang
dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus
pada temperatur dan kecepatan tarik tertentu. Pengujian ini juga dilakukan
menyatu dengan aspal, karena bila ada bahan asing yang lain maka
benang aspal hasil tarikan mesin tidak akan mencapai panjang 100 cm.
II-32
e. Berat Jenis Aspal
Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat jenis aspal padat
dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu 25 oC atau 15,6oC.
Pengujian ini ditujukan untuk memperoleh nilai berat jenis aspal keras
1,0 gram/cc, kalau terlalu ringan berarti bahan aspal tersebut kekurangan
asphaltene dan terlalu banyak minyak ringan yang mudah menguap dan
f. Kehilangan Berat
pada tebal tertentu pada suhu terentu. Maksud dari pemeriksaan ini untuk
minyak-minyak ringan yang kalau dipanaskan lama (pada tes ini sampel
menguap sehingga aspal akan kering dan sulit dikerjakan (kental dan
getas).
II-33
Tabel 2.6 Ketentuan Aspal Keras
Tipe 1
No Metode
Jenis pengujian Aspal pen.
. pengujian
60/70
Temperatur yang
menghasilkan G eser
(°C)
6 Titik nyala ( C
̊ ) SNI 06-2433-1991 >232
Larutan dlm
7 AASHTO T44-14 ≥ 99
Trichloroethylene (%)
ASTM D 5976-00
Stabilitas Penyimpanan:
9 Part 6.1 dan SNI _
Perbedaan Titik Lembek (°C)
2434:2011
II-34
Tipe 1
No Metode
Jenis pengujian Aspal pen.
. pengujian
60/70
RTFOT(SNI-03-6835-2002)
Temperatur yang
menghasilkan Geser
kPa, (°C)
Temperatur yang
menghasilkan Geser
kPa, (°C)
II-35
a. Aspal buatan
Beberapa jenis aspal yang dihasilkan dari proses distilasi antara lain:
1. Aspal cair
Produksi jenis aspal cair didapat dari melarutkan aspal keras dengan
pelarut berbasis minyak yang didapat dari proses distilasi. Aspal cair
dibedakan menjadi aspal cair cepat mantap (rapid curing) yang bahan
yang pelarutnya tidak begitu cepat menguap, dan aspal cair lambat
2. Aspal keras
ringan yang terkandung dalam minyak bumi. Residu ini dihasilkan dari
destilasi hampa pada suhu 480oC atau bervariasi, tergantung dari sumber
3. Aspal emulsi
Aspal jenis ini dihasilkan dari proses emulsi aspal keras dimana
II-36
aspal keras didalam air yang sudah mengandung emulsifier. Jenis
pengikatan aspal emulsi yang nantinya akan dihasilkan. Hasil dari aspal
emulsi tersebut terdapat tiga jenis, antara lain aspal emulsi non ionic
(bersifat netral), aspal emulsi kationik (memiliki ion positif) dan aspal
b. Aspal Alam
kelompok, yaitu :
Lawele. Aspal ini terdiri dari bitumen, mineral dan bahan organik lainnya.
Angka penetrasi dari aspal ini sangat rendah dan titik lembeknya sangat
tinggi.
Aspal dari deposit ini terbentuk dalam celah-celah batuan kapur dan
batuan pasir. Aspal yang terkandung dalam batuan ini berkisar antara 12
II-37
40. Untuk pemakaiannya, deposit ini harus ditimbang terlebih dahulu, lalu
keras dengan angka penetrasi yang lebih tinggi agar didapat suatu
diinginkan. Pada saat ini aspal batu telah dikembangkan lebih lanjut,
Aspal batu buton atau biasa disebut asbuton ditemukan tahun 1924
pengaspalan jalan sejak tahun 1926. Berdasarkan data yang ada, asbuton
memiliki deposit sekitar 677 juta ton atau setara dengan 170 juta ton aspal
II-38
pengaspalan akan mempengaruhi kinerja perkerasan aspal yang
direncanakan.
di Indonesia. Aspal alam di Pulau Buton ini telah diketahui sejak awal
abad ke-20. Penyelidikan pertama kali dilakukan oleh Elbert tahun 1909.
Belanda di Hindia Timur. Pada Tahun 1926 aspal Buton dikerjakan oleh
Pasific atas dasar kerja borongan untuk pemerintah sampai tahun 1954.
II-39
Secara regional daerah kegiatan termasuk bagian dari Anjungan
Tukang Besi – Buton. Pada Trias Akhir hingga Jura Akhir berturut-turut
yang berkembang terdiri dari antiklin, sinklin, sesar anjak, sesar normal
II-40
Gambar 6 Aspal (hitam) berada pada batuan induk batu gamping
disebut Winto Antiklinal, di bagian atas telah terkikis atau tererosi. Pada
Batuan penyusun Daerah Kabungka terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan
Winto berumur Trias Atas; lapisan Ogene berumur Yura Bawah, lapisan
Sampolakosa berumur Neogen Atas. Dari kelima lapisan ini, aspal hanya
banyak pori.
II-41
Mekanisme terjadinya aspal alam hingga kini belum diketahui dengan
pasti, beberapa teori cara terbentuknya aspal alam, antara lain menurut
c. Filling vein, aspal yang cair mengalir melalui patahan dan akhirnya
II-42
belum diketahui hubungan lapisan aspal yang terdapat pada masing-
Ondola).
1. Asbuton Butir
II-43
) A
Ukuran
12.5 4.75 2.36 1.18 1.18 9 Mm
butir maks.
refine Asbuton dengan kadar bitumen 60% sampai 90% dengan aspal
II-44
pekerjaan umum dan hasilnya dituangkan dalam sertifikat uji kelayakan
dalam penggunaannya sebagai hot rolled asphalt mix untuk jalan padat
lalu lintas.
asphaltene, maka bitumen semakin keras, makin kental, makin tinggi titik
II-45
lain yang berfungsi sebagai pelarut. Prinsip dasar ekstraksi adalah
dari fase padat, maka fasa padat dikontakkan dengan fasa cair. Pada
kontak dua fasa tersebut, zat yang terlarut terdifusi dari fasa padat ke fasa
II-46
leaching karena pelarut lebih mudah berdifusi (Letellier dan Budzinski,
1999). Peristiwa ekstraksi bitumen dari aspal buton menurut Letellier dan
padatan;
pengikat sebagaimana halnya aspal standar siap pakai atau setara aspal
keras.
II-47
beraspal dapat digunakan sebagai bahan tambah (additive) aspal atau
Bahan baku membuat aspal hasil ekstraksi aspal buton ini dapat
Lawele).
sebagai berikut :
spesifikasi.
II-48
Asbuton di dalam lapisan beraspal akan berfungsi sebagai berikut :
murni hasil ekstraksi atau Asbuton butir jenis LGA pada pekerjaan
lapis macadam;
dengan penetrasi bitumen tinggi, seperti LGA atau jenis pra campur.
fleksibilitas yang cukup untuk menahan beban lalu lintas tanpa mengalami
pondasi.
pondasi.
pondasi.
II-49
e) Lapis tipis Asbuton.
kebutuhan akan aspal. Dari pengujian yang telah dilakukan, didapat hasil
mempunyai:
II-50
beberapa titik kelemahan sebagai berikut:
b) Kandungan bitumen
c) Penetrasi bitumen
lapangan.
l) Biaya transportasi
II-51
”dituduh” sebagai penyebab kerusakan dini.
Parameter Maltene yang relatif tinggi serta kandungan mineral kapur dan
silika. Pengaruh dari sifat tersebut maka secara teknik apabila Asbuton
II-52
Butir) maka Modulus Resilien (MR) campuran beraspal makin tinggi.
sebanyak 5%, Tipe 15/20 sebanyak 7%, Tipe 15/25 sebanyak 8,5% dan
campuran beraspal panas yang hanya menggunakan Aspal Pen 60, maka
1,5 kali dari Modulus Resilien (MR) campuran beraspal panas yang hanya
II-53
2.5.14. Kelebihan Penggunaan Asbuton Secara Finansial
8,1%
2.6. Modifier/Peremaja
pen 300, PP pen 400 diganti dengan jenis peremaja PH – 1000. Jenis
II-54
peremaja PH – 1000 diatur pada campuran aspal hangat dengan asbuton
butir (Ditjen Bina Marga, 2006b). Jenis peremaja PH – 1000 yang pernah
perbandingan 70% aspal + 30% MFO (Iriansyah, 2009). Bahan lain yang
Perkiraan (Pp), %
campuran)
2.7. CPHMA
II-55
CPHMA (Cold Paving Hot Mix Asbuton) adalah campuran beraspal
bahan peremaja, dan bahan tambah lain bila diperlukan, yang sudah
kurang atau sama dengan 500 SMP/hari) dengan ekivalen beban sumbu
12,5 mm 19 mm
II-56
1 1 in (25 mm) - 100
2 ¾
in (19 mm) 100 90-100
% Minimum 60
(VIM);%
II-57
udara; kg ASTM D
temperature udara ; %
1 SNI 03 – 3640
Kadar aspal dalam campuran; % 6-8
– 1994
SNI 2434:
- Titik lembek °c Minum 40
2011
; cm 2011 100
II-58
2.8 Pengukuran Suhu dan Waktu Pemadatan
1. Suhu Pemadatan
suatu campuran dengan panas tertentu. Karena hal tersebut maka kontrol
pori dapat menyebabkan masuknya udara dan air dengan adanya udara
hasil oksidasi akan terlarut dalam air yang masuk ke dalam pori-pori yang
II-59
ketinggian rata-rata riap periode penumbukan dari penelitian ini akan
2. Waktu Pemadatan
a. Pemadatan Awal
dapat dilakukan dengan mesin gilas roda baja statis atau bergetar dengan
kecepatan (3 – 4) km/jam
Posisi mesin gilas pada awal pergerakan harus arah mundur menuju
memperoleh gaya tekan kebawah dan bukan terdorong seperti halnya jika
b. Pemadatan Antara
II-60
yang berfungsi untuk mencapai kepadatan yang diinginkan, dengan
passing.
c. Pemadatan Akhir
II-61
bila bekas jejak roda pemadat roda karet sudah hilang atau bila
dilakukan dengan pemadat mesin gilas roda baja tandem statis, berat (5 –
10) ton,
aspal sampai terjadi kelelahan plastis atau dengan arti lain yaitu
kemampuan lapis keras untuk menahan deformasi akibat beban lalu lintas
campuran.
II-62
akan meningkat hingga batas maksimum. Penambahan aspal diatas
sendiri sehingga lapis perkerasan menjadi kaku dan bersifat getas. Nilai
dihasilkan.
menjadi kaku. Nilai stabilitas benda uji diperoleh dari pembacaan arloji
angka kalibrasi proving ring dengan satuan lbs atau kilogram, dan masih
harus dikoreksi dengan faktor koreksi yang dipengaruhi oleh tebal benda
uji. Nilai stabilitas sesungguhnya diperoleh dengan rumus (1) di bawah ini:
Keterangan :
II-63
2.9.2 Kelelahan (Flow)
kaitannya dengan sifat-sifat Marshall yang lain seperti stabilitas. VIM dan
campuran yang baik, aspal yang cukup dan stabilitas yang baik akan
Syarat nilai flow adalah minimal 3 mm. Nilai flow yang rendah akan
menjadi mudah retak, sedangkan campuran dengan nilai flow tinggi akan
II-64
mudah mengalami perubahan bentuk seperti gelombang (washboarding)
yang dimiliki nilai density yang rendah, karena butiran agregat mempunyai
bidang kotak yang luas sehingga gaya gesek (friction) antara butiran
g=c/f ............................................................(2)
II-65
f = Volume benda uji (cc)
Syarat dari nilai VIM adalah 3,5% - 5%. Nilai VIM yang terlalu rendah
aspal menurun sesuai sifat termoplastisnya. Pada saat itu apabila lapis
perkerasan menerima beban lalu lintas maka aspal akan terdesak keluar
penetrasi dalam lapis perkerasan. Nilai VIM yang lebih dari 5% akan
II-66
VIM adalah persentase antara rongga udara dengan volume total
ampuran setelah dipadatkan. Nilai VIM akan semakin kecil apabila kadar
kadar aspal semakin besar. VIM yang semakin tinggi akan menyebabkan
a
b= ×100
100+a .................................. (5)
b×g
i=
BJ . Agregat ....................................... (6)
(100−b )×g
j=
BJ . Agregat ................................... (7)
Keterangan :
II-67
pada sifat kekedapan campuran terhadap air dan udara serta sifat
campuran terhadap air dan udara juga akan semakin tinggi, tetap inilai
kurang kedap terhadap air dan udara karena lapisan film aspal akan
menjadi tipis dan akan mudah retak bila menerima penambahan beban
lapis perkerasan tidak tahan lama. Nilai VFA yang disyaratkan adalah
berisi aspal, nilainya akan naik berdasarkan naiknya kadar aspal sampai
campuran telah terisi penuh oleh aspal, maka persen kadar aspal yang
i = 100
VFA=100×
j ............................................ (8)
a
b= ×100
100+a .......................................... (5)
b×g
i=
BJ . Agregat .......................................... (6)
II-68
(100−b )×g
j=
BJ . Agregat .......................................... (7)
Keterangan :
agregat aspal padat, termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif, yang
dan jika VMA terlalu besar maka campuran bisa memperlihatkan masalah
temperatur pemadatan, gradasi agregat, dan kadar aspal. Nilai VMA ini
II-69
berpengaruh pada sifat kekedapan campuran terhadap air dan udara
serta sifat elastis campuran. Dapat juga dikatakan bahwa nilai VMA
Gmb × Ps
VMA = 100 × ( )..................................................................(2)
Gsb
Keterangan:
total, (%)
Gmb 100
VMA = 100 – ( × × 100)...........................................(3)
Gsb 100+ Pb
Keterangan:
total, (%)
II-70
2.9.7 Marshall Quotient (MQ)
Nilai Marshall Quotient dipengaruhi oleh nilai stabilitas dan flow. Nilai
Marshall Quotient yang disyaratkan adalah lebih besar dari 250 kg/mm.
menjadi kaku dan mudah mengalami retak. Nilai dari Marshall Quotient
MQ = S / (10)
Keterangan :
F ................................................
S = Nilai stabilitas
F = Nilai flow
Setelah
(kg/mm)dilakukan analisis dari pengujian Marshall, dan didapat nilai-
II-71