Anda di halaman 1dari 42

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Jalan dalam konteks pembangunan wilayah memiliki peranan cukup

penting sebagai prasarana perhubungan antar wilayah atau daerah. Jika

diibaratkan sistem komunikasi, jalan adalah kabel yang memungkinkan stasiun

satu dapat berkomunikasi dengan stasiun yang lain. Jalan juga dapat

mengkomunikasikan wilayah yang satu dengan wilayah yang lain melalui

keterhubungan pergerakan antar wilayah tersebut. Dengan demikian, jalan

adalah kabel dalam sistem wilayah yang peranannya cukup vital.

Menurut Shirley L. Hendarsin dalam bukunya “Penuntun Praktis

Perencanaan Teknik Jalan Raya” pada halaman 208 dan 209 menguraikan:

Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar

(subgrade) yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi

perkerasan jalan pada umumnya ada dua jenis, yaitu:

1. Perkerasan lentur (flexible pavement) dan

2. Perkerasan kaku (rigid pavement)

Konstruksi jalan aspal atau disebut juga perkerasan fleksibel (flexible

pavement) merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan ikat

pada lapisan permukaan dan atau lapisan pondasi atas atau ATB (asphalt

treated base). Nilai modulus elastisitas untuk konstruksi aspal umunya sekitar

9
10

4.000 Mpa, suatu angka yang cukup kecil yang menyebabkan konstruksi aspal

bersifat cukup lentur.

Konstruksi jalan beton atau disebut juga perkerasan beton semen

merupakan perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan ikat

sehingga tingkat kekakuan yang relatif cukup tinggi khususnya bila

dibandingkan dengan perkerasan aspal (Aly, M. A., 2004). Nilai modulus

elastisitas untuk konstruksi beton sekitar 10 kali lipat dibanding dengan

modulus elastisitas perkerasan aspal (Apriyanto,2008).

Perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya

bersifat memikul dan menyebabkan beban lalu lintas pada tanah dasar. Suatu

struktur perkerasan lentur biasanya terdiri atas beberapa lapisan bahan, di mana

setiap lapisan akan menerima beban dari lapisan diatasnya, meneruskan dan

menyebarkan beban tersebut ke lapisan di bawahnya. Dalam proses perencanaan

dan pembangunannya perkerasan lentur dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya adalah prediksi pertumbuhan lalu lintas, anggaran biaya konstruksi

dan periode penganggaran pembangunan (Adriansyah, 2016)

Sistem perkerasan lentur merupakan sistem perkerasan yang

menggunakan bahan jenis agregat pada bagian pondasi bawah dan pondasi, serta

aspal untuk lapisan permukaannya. Sifat dari jenis perkerasan ini adalah

kelenturan yang dihasilkan jika dilewati oleh kendaraan. Sedangkan jenis

perkerasan kaku adalah menggunakan bahan beton sebagai pendukung beban lalu
11

lintas. Jika dilewati oleh kendaraan akan terasa kaku dan kurang nyaman jika

dibandingkan dengan yang sistem lentur.

Pada sistem lentur ini, beban roda kendaraan akan ditahan oleh material

yang berlapis-lapis, dari atas sampai ke tanah dasar. Lapisan yang dekat dengan

permukaan adalah merupakan jenis yang paling kuat, yakni memiliki modulus

elastisitas yang tertinggi dengan sudut penyebaran beban roda yang paling besar.

Semakin ke bawah, bahan yang digunakan semakin kecil modulus elastisitasnya

sehingga sudut penyebaran beban roda juga semakin kecil. Lapisan yang paling

bawah dari sistem perkerasan lentur adalah tanah dasar, yang merupakan material

yang paling kecil modulus elastisitasnya. Prosedur perhitungan perkerasan jalan

dengan sistem lentur pada dasarnya dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan

pada kondisi exisiting jalannya. Jenis yang pertama adalah jika exisitingnya

berupa perkersan beraspal, dan jenis yang kedua adalah jika existingnya berupa

tanah dasar atau perkerasan berbutir. Pada jenis yang pertama, kekuatan sisa dari

perkerasan aspal exisiting diperhitungkan kekuatannya. Pengujian Benkelman

Beam merupakan metode pengujian untuk mengetahui nilai dari perkerasan sisa.

Sedangkan untuk jenis yang kedua, perhitungan perkerasan didasarkan pada

kekuatan tanah dasar yang dihitung sebagai CBR tanah dasar (MDPJ BM,2013).

Tanah saja biasanya tidak cukup kuat dan tahan, tanpa adanya deformasi yang
berarti, terhadap beban roda berula ng. Untuk itu perlu lapis tambahan yang

terletak antara tanah dan roda, atau lapis paling atas dari badan jalan. Lapis

tambahan ini dapat dibuat dari bahan khusus yang terpilih (yang lebih baik),

yang selanjutnya disebut lapis keras/ perkerasan/ pavement. Mengingat volume


12

perkerasan jalan,_ pada umumya diinginkan perkerasan yang murah, baik yang

berkaitan dengan bahan maupun biaya pelaksanaan, namun · masih dapat

memenuhi tuntutan lalu lintasnya (Silvanus,2008).

Kendaraan pada posisi diam di atas struktur yang diperkeras menimbulkan

beban langsung (tegangan statis) pada perkerasan yang terkonsentrasi pada

bidang kontak yang kecil antara roda dan perkerasan. Ketika kendaraan bergerak,

timbul tambahan tegangan dinamis akibat · pergerakan kendaraan ke atas dan ke

bawah karena ketidakrataan perkerasan, beban angin, dan lain sebagainya. Hal

ini akan menimbulkan efek 'pukulan' tambahan pada permukaan jalan ketika

kendaraan berjalan.

Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar terjadi di permukaan

perkerasan dan terdistribusi dengan bentuk piramid dalam arah vertikal pada

seluruh ketebalan struktur perkerasan. Peningkatan distribusi tegangan tersebut

mengakibatkan tegangan semakin kecil sampai permukaan lapis tanah dasar,

tegangan itu cukup kecil sehingga tidak akan mengakibatkan lapis tanah dasar

mengalami distorsi atau rusak.

Untuk menyederhanakan masalah, distribusi beban berbentuk piramid dapat

diasumsikan mempunyai sudut 45° terhadap bidang horizontal dan memberikan

perkiraan angka yang tepat. Dalam kenyataannya, distribusi itu terjadi sedikit

lebih besar pada bagian atas lapisan perkerasan jalan tersebut.

Perkerasan lentur jalan raya telah dirancang untuk bertahan sampai 20

tahun, dengan memperhitungkan pertumbuhan lalu lintas tiap tahun (asumsi

pertumbuhan lalu lintas sebesar 2% adalah umum dilakukan (Wignali,2003).


13

Perencanaan konstruksi atau tebal perkerasan jalan, dapat dilakukan dengan

banyak cara (metoda), antara lain : AASHTO dan The Asphalt Institute

(Amerika), Road Note (Inggris), NAASRA (Australia) dan Bina Marga

(Indonesia).

2.2. Dasar Teori

2.3. Jenis Konstruksi Perkerasan

Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat

dibedakan atas:

2.3.1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Perkerasan lentur adalah konstruksi perkerasan yang terdiri dari lapisan-

lapisan perkerasan yang dihampar diatas tanah dasar yang dipadatkan.

Lapisan tersebut dapat menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Kekuatan

konstruksi perkerasan ini ditentukan oleh kemampuan penyebaran tegangan tiap

lapisan, yang ditentukan oleh tebal lapisan tersebut dan kekuatan tanah dasar yang

diharapkan.

Sesuai dengan namanya, perkerasan lentur ini bila diberikan beban maka

perkerasan akan melendut/melentur. Struktur perkerasan lentur ini terdiri atas

beberapa lapisan dengan material tertentu. Pada lapisan struktur perkerasan

dibawahnya akan menerima/mendukung beban yang lebih ringan, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.1. Penyebaran beban relatif lebih kecil pada

perkerasan lentur sehingga lapis pondasi dan lapis pondasi bawah memberi

sumbangan yang besar dalam memikul beban.


14

Gambar 2.1. Distribusi Beban Pada Perkerasan Lentur


Sumber: DPU, 2005

Menurut Silvia Sukirman (1999) agar konstruksi perkerasan jalan dapat

memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan, maka perkerasan

jalan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu :

1. Fungsional.

Perkerasan tersebut mampu melaksanakan fungsi yang baik bagi pengguna jalan.

Fungsi tersebut mencakup keamanan, dan kenyamanan dalam berkendaraan.

Persyaratan tersebut adalah meliputi antara lain:

a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang/melendut dan tidak berlubang.

b. Permukaan cukup kuat kesat sehingga permukaan perkerasan tidak licin/tidak

mudah selip.

c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh

diatasnya dapat dengan cepat dialirkan ke saluran samping.


15

2. Struktural.

Perkerasan mampu memikul dan menyalurkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi adalah antara lain:

a. Mempunyai ketebalan yang cukup, sehingga dapat menyebarkan

beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar.

b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan

dibawahnya.

c. Perkerasan mampu menahan tegangan dan regangan akibat beban lalu

lintas.

d. Permukaan yang cukup kaku sehingga tidak mudah

berubah bentuk/deformasi.

2.3.1.1. Struktur Perkerasan Lentur

Struktur perkerasan beraspal pada umumnya terdiri atas: Lapisan

Tanah Dasar (subgrade), Lapis Pondasi Bawah (Subbase), Lapis Pondasi

Atas (Base) dan Lapis Permukaan (Surface). Struktur perkerasan aspal dapat

dilihat pada Gambar 2.2.


16

Gambar 2.2 Komponen Struktur Perkerasan Lentur (Lalu Lintas Berat)


Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan (Bina Marga),2013.

1. Tanah Dasar

Sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar sangat mempengaruhi kekuatan dan

keawetan konstruksi perkerasan jalan. Dalam Pedoman Perencanaan Tebal

Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai

parameter tanah dasar untuk perencanaan. Modulus resilien (MR) tanah dasar

dapat ditentukan dari nilai CBR standar atau hasil tes soil index. MR dapat

dihitung dengan rumus di bawah ini :

MR (psi) = 1.500 x CBR ........................................................................ (2.1)

Keterangan:

MR : Modulus Resilien tanah dasar

CBR : California Bearing Ratio


17

2. Lapis Pondasi Bawah

Lapis pondasi bawah (base) merupakan bagian dari struktur perkerasan

lentur yang terletak di atas tanah dasar dan di bawah lapis pondasi. Pada

umumnya merupakan lapisan dari material berbutir (granular material) yang

dipadatkan, distabilisasi atau lapisan tanah yang tidak distabilisasi. Fungsi lapis

pondasi bawah adalah :

a. Sebagai bagian dari perkerasan untuk mendukung lapisan di atasnya dan

menyebar beban lalu lintas.

b. Penggunaan material yang relatif murah sehingga lapisan di atasnya dapat

dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi).

c. Mencegah masuknya tanah dasar ke dalam lapis pondasi.

d. Sebagai lapisan pertama yang menunjang agar pelaksanaan konstruksi berjalan

lancar.

3. Lapis Pondasi

Lapis pondasi (subbase) merupakan bagian dari struktur perkerasan lentur yang

terletak di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dapat dihampar di atas lapis

pondasi bawah atau dihampar langsung di atas tanah dasar. Fungsi lapis

pondasi antara lain :

a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan jalan yang menahan dan

menyalurkan beban lalu lintas.

b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

Bahan-bahan yang digunakan untuk lapis pondasi harus memiliki kekuatan dan

keawetan yang cukup sehingga dapat menahan beban lalu lintas.


18

4. Lapis Permukaan

Lapis permukaan (surface) merupakan bagian struktur pekerasan

lentur terdiri dari campuran agregat dan bahan pengikat (aspal) yang dihamparkan

pada lapisan paling atas dan pada umumnya terletak di atas lapis pondasi. Fungsi

lapis permukaan antara lain :

a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan jalan untuk menahan dan

menyalurkan beban lalu lintas.

b. Sebagai lapisan yang tidak tembus air untuk melindungi perkerasan jalan dari

kerusakan akibat cuaca.

c. Sebagai lapisan aus (wearing course).

2.3.1.2. Kriteria Perencanaan Perkerasan Lentur.

Didalam Manual Desain Perkerasan Jalan 02/M/BM/2013, dijelaskan

tentang kriteria yang digunakan dalam penentuan tebal perkerasan lentur antara

lain :

1. Umur Rencana (UR)

Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 umur rencana

digunakan untuk menentukan jenis perkerasan dengan mempertimbangkan

elemen perkerasan berdasarkan análisis discounted whole of life cost terendah.

Berikut ini merupakan tabel ketentuan umur rencana dengan mempertimbangkan

elemen perkerasan yang disajikan didalam Manual Desain Perkerasan Jalan

Nomor 02/M.BM/2013:
19

Umur rencana perkerasan baru seperti yang ditulis di dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)

Jenis Umur
Perkerasa Elemen Perkerasan Rencana
n
Perkerasan Lapisan aspal dan lapisan berbutir 20(
lentur t
Pondasi jalan a
Semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak h
diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan u
ulang, misal : jalan perkotaan, underpass, jembatan, 40n
)
terowongan.
Cement Treated Base
Perkerasan Lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis
Kaku beton semen, dan pondasi jalan.
Jalan Semua elemen Minimum 10
tanpa penutup
Catatan :
1. Jika dianggap sulit untuk menggunakan umur rencana diatas, maka dapat digunakan umur
rencana berbeda, namun sebelumnya harus dilakukan analisis dengan discounted whole of life cost,
dimana ditunjukkan bahwa umur rencana tersebut dapat memberikan discounted whole of life cost
terendah. Nilai bunga diambil dari nilai bunga rata-rata dari Bank Indonesia, yang dapat diperoleh dari
http://www.bi.go.id/web/en/Moneter/BI+Rate/Data+BI+Rate/.
2. Kapasitas jalan selama umur rencana harus mencukupi
Sumber : MDPJ Bina Marga,2013

2. Volume Lalu Lintas

Perhitungan volume lalu lintas berdasarkan pada survey faktual. Untuk

keperluan desain perkerasan jalan, volume lalu lintas bisa didapatkan dari :

1. Survey lalu lintas, dilakukan dengan durasi minimal 7 x 24 jam. Survey

mengacu pada Pedoman Survey Pencacahan Lalu Lintas dengan cara

Manual Pd T-19-2004-B atau menggunakan peralatan dengan pendekatan yang

sama.

2. Hasil survey lalu lintas sebelumnya.

3. Untuk jalan yang memiliki lalu lintas rendah dapat menggunakan

perkiraan volume lalu lintas dari tabel 2.2.


20

Tabel 2.2 Perkiraan Lalu Lintas Untuk Jalan Dengan Lalu Lintas Rendah.

Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Bina Marga 02/M/BM/2013.

3. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas.

Faktor pertumbuhan lalu lintas diperoleh dari data-data pertumbuhan lalu

lintas sebelumnya atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lalu lintas

lain yang valid, bila tidak ada data pertumbuhan lalu lintas maka digunakan nilai

minimum pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk Desain

Sumber : MDPJ Bina Marga, 2013

...........................................................................(2.2)

Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Bina Marga 02/M/BM/2013.


21

4. Faktor Distribusi Lajur (DL).

Beban lalu lintas rencana pada setiap lajur tidak boleh melebihi kapasitas lajur
pada setiap tahun selama umur rencana. Kapasitas lajur berdasarkan kepada
Permen PU No.19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
Perencanaan Teknis Jalan berkaitan Rasio Volume Kapasitas (RVK). Kapasitas
lajur maksimum berdasarkan pada MKJI. Faktor Distribusi Lajur dapat dilihat
pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Faktor Distribusi Lajur (DL)

Sumber : MDPJ Bina Marga,2013.

5. Faktor Regional
Kondisi lapangan mencakup permeabilitas tanah, drainase, kelandaian serta

persentase kendaraan berat dan kendaraan yang berhenti, sedangkan kondisi

iklim mencakup rata-rata curah hujan per tahun. Untuk melihat faktor regional

dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Gambar 2.3. Zona Iklim di Indonesia

Sumber: MDPJ Bina Marga,2013


22

Tabel 2.5 Zona Iklim untuk Indonesia

Sumber: MDPJ Bina Marga,2013

6. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan upaya untuk memperhitungkan derajat kepastian

kedalam perencanaan untuk mendapatkan bermacam-macam alternatif

perencanaan selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana). Reliabilitas

memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan adanya variasi perkiraan lalu-lintas

(W18) dan memberikan tingkat reliabilitas (R) di mana perkerasan jalan akan

bertahan selama umur rencana. Pada umumnya, meningkatnya volume lalu

lintas dan kesulitan untuk mengalihkan lalu lintas, resiko kinerja yang tidak

diharapkan harus ditekan. Masalah ini dapat diselesaikan dengan mengambil

tingkat reliabilitas yang lebih tinggi. Tabel 2.6 menunjukkan rekomendasi tingkat

reliabilitas untuk beberapa klasifikasi jalan.


23

Tabel 2.6. Rekomendasi Tingkat Reliabilitas untuk Berbagai Klasifikasi Jalan

Rekomendasi Tingkat Reabilitas (%)


Klasifikasi Jalan
Perkotaan Antar Kota
Bebas hambatan 85 – 99.9 80 – 99,9
Arteri 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 – 80 50 – 80
Sumber : MDPJ Bina Marga,2013

Konsep reliabilitas harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :


1. Mendefinisikan kelas fungsional jalan dan menententukan apakah

merupakan jalan perkotaan atau jalan antar kota.

2. Memilih tingkat reliabilitas yang ditunjukkan pada Tabel 2.6.

3. Standar deviasi (S0) harus dipilih berdasarkan kondisi setempat. Rentang

nilai S0 adalah 0,4 – 0,5.

7. Faktor Ekivalen Beban


Faktor ekivalen beban sumbu kendaraan menyatakan tingkat kerusakan yang

ditimbulkan oleh suatu lintasan beban kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang

ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton.

Perhitungan beban lalu lintas sangatlah penting. Beban lalu lintas dapat diperoleh

dari :

a. Jembatan timbang khusus untuk ruas jalan yang didesain.

b. Studi jembatan timbang yang telah pernah dilakukan sebelumnya.

c. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Marga.

d. Apabila tidak ada data Vehicle Damage Factor (VDF), maka dapat digunakan

nilai VDF pada Tabel 2.7.


24

Tabel 2.7. Nilai VDF Standar


VDF VDF
No Klas Jenis Sumbu Pangkat Pangkat
4 5
1 1 Sepeda Motor 1,1 0,00 0,00
2 2.3.4 Sedan/Angkot/pickup/station wagon 1,1 0,00 0,00
3 5.a Bus Kecil 1,2 0,30 0,20
4 5.b Bus Besar 1,2 1,00 1,00
5 6,1 Truk 2 Sumbu Cargo Ringan 1,1 0,30 0,20
6 6,2 Truk 2 Sumbu Ringan 1,2 0,80 0,80
7 7,1 Truk 2 Sumbu Cargo Sedang 1,2 0,70 0,70
8 7,2 Truk 2 Sumbu Sedang 1,2 1,60 1,70
9 8,1 Truk 2 Sumbu Berat 1,2 0,90 0,80
10 8,2 Truk 2 Sumbu Berat 1,2 7,30 11,20
11 9,1 Truk 3 Sumbu Ringan 1,22 7,60 11,20
12 9,2 Truk 3 Sumbu Sedang 1,22 28,10 64,40
13 9,3 Truk 3 Sumbu Berat 1.1.2 28,90 62,20
14 10 Truk 2 Sumbu dan Trailer Penarik 2 Sumbu 1.2-2.2 36,90 90,40
15 11 Truk 4 Sumbu-Trailer 1.2 - 22 13,60 24,00
16 12 Truk 5 Sumbu-Trailer 1.22-22 19,00 33,20
17 13 Truk 5 Sumbu-Trailer 1.2-222 30,30 69,70
18 14 Truk 6 Sumbu-Trailer 1.22-222 41,60 93,70
Sumber:MDPJ Bina Marga, 2013.

8. Pemilihan Jenis Perkerasan.

Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 juga mengatur

dan memberi pertimbangan kepada pihak desainer dalam hal kemampuan

mendesain suatu struktur perkerasan.

Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai perkiraan lalu lintas, umur

rencana, dan kondisi pondasi jalan. Batasan di dalam Tabel 2.8 tidak absolut.

Desainer juga harus mempertimbangkan biaya selama umur pelayanan terendah,

batasan dan kepraktisan konstruksi.

Solusi alternatif diluar solusi desain awal berdasarkan manual ini harus didasarkan

pada biaya umur pelayanan discounted terendah.


25

Tabel 2.8. Ketentuan Pertimbangan Desain Perkerasan

Sumber : MDPJ Bina Marga, 2013

9. Bagan Desain Perkerasan.

Solusi pekerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan dan

pertimbangan biaya terkecil diberikan dalam Bagan Desain 3 Perkerasan Lentur.

Tabel 2.9 Bagan Desain 3: Desain Perkerasan Lentur


Opsi Biaya Minimum(CTB)

Sumber : MDPJ Bina Marga,2013


26

Catatan 3:

1. Ketentuan-ketentuan struktur Pondasi Bagan Desain 2 juga berlaku.

2. Ukuran Gradasi LPA nominal maksimum harus 20 mm untuk tebal lapisan 100

– 150 mm atau 25 mm untuk tebal lapisan 125 – 150 mm

3. Pilih Bagan 4 untuk solusi perkerasan kaku untuk life cycle cost yang rendah.

4. Hanya kontraktor yang cukup berkualitas dan memiliki akses terhadap

peralatan yang sesuai dan keahlian yang diijinkan melaksanakan pekerjaan

CTB. LMC dapat digunakan sebagai pengganti CTB untuk pekerjaan di area

sempit atau jika disebabkan oleh ketersediaan alat.

5. AC BC harus dihampar tebal padat minimum 60 mm dan maksimum 80 mm.

6. HRS tidak digunakan untuk kelandaian yang terjal atau daerah perkotaan

dengan lalu lintas melampaui 1 juta ESA. Lihat Bagan Desain 3A untuk

alternatif.

Tabel 2.10 Bagan Desain 3A : Desain Perkerasan Lentur Alternatif

Sumber : MDPJ Bina Marga, 2013.

Catatan : Bagan Desain 3A hanya digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk

dilaksanakan, namun untuk desain perkerasan lentur tetap lebih mengutamakan

desain menggunakan Bagan Desain 3.


27

Tabel 2.11 Alternate Bagan Desain 3A : Desain Perkerasan Lentur – Aspal


dengan Lapis Pondasi Berbutir (Solusi untuk Reliabilitas 80% Umur
Rencana 20 Tahun).

Sumber : MDPJ Bina Marga,2013

Catatan Bagan Desain 3A:

1. FF1 atau FF2 harus lebih diutamakan daripada solusi F1 dan F2 atau dalam

situasi jika HRS berpotensi rutting

2. FF3 akan lebih efektif biaya relatif terhadap solusi F4 pada kondisi tertentu

3. CTB dan pilihan perkerasan kaku (Bagan Desain 3) dapat lebih efektif biaya

tapi dapat menjadi tidak praktis jika sumber daya yang dibutuhkan tidak

tersedia. Solusi dari FF5-FF9 dapat lebih praktis daripada solusi Bagan Desain

3 atau 4 untuk situasi konstruksi tertentu. Contoh jika perkerasan kaku atau

CTB bisa menjadi tidak praktis : pelebaran perkerasan lentur eksisting atau

diatas tanah yang berpotensi konsolidasi atau pergerakan tidak seragam (pada

perkerasan kaku) atau jika sumber daya kontraktor tidak tersedia.

4. Faktor reliabilitas 80% digunakan untuk solusi ini.

5. Bagan Desain 3A digunakan jika HRS atau CTB sulit untuk

diimplementasikan. Untuk desain perkerasan lentur, lebih diutamakan

menggunakan Bagan Desain 3.


28

2.3.2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan kaku adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan

pengikat. Beton dengan tulangan atau tanpa tulangan diletakkan di atas lapis

pondasi bawah atau langsung di atas tanah dasar yang sudah disiapkan, dengan

atau tanpa lapisan aspal sebagai lapis permukaan.

Kekuatan perkerasan kaku ditentukan oleh kekuatan lapisan beton itu

sendiri, sedangkan kekuatan tanah dasar tidak begitu menentukan. Kekuatan plat

beton yang tinggi dapat memikul sebagian besar beban lalu lintas sehingga

pengaruh pada daya dukung tanah dasar kecil. Gambar distribusi beban pada

perkerasan kaku terdapat pada Gambar 2.3. Karena kekakuan pelat beton yang

relatif tinggi sehingga dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas. Tegangan

yang timbul pada lapis pondasi bawah relatif kecil karena beban telah disebarkan

oleh pelat beton.

Gambar 2.4. Distribusi Beban Pada Perkerasan Kaku


Sumber: DPU, 2005

Perkerasan beton mempunyai kekakuan atau modulus elastisitas yang

tinggi dari perkerasan lentur. Beban yang diterima akan disebarkan ke lapisan

dibawahnya sampai ke lapis tanah dasar. Dengan kekakuan beton yang tinggi,
29

maka beban yang disalurkan tersebut berkurang tekanannya karena makin luasnya

areal yang menampung tekanan beban sehingga mampu dipikul oleh lapisan

dibawah (tanah dasar) sesuai dengan kemampuan CBR.

2.3.2.1. Struktur Perkerasan Kaku (Rigid Pavement).

Dalam perkerasan kaku, tebal plat beton didesain agar mampu memikul tegangan

yang ditimbulkan oleh beban roda kendaraan, perubahan suhu dan kadar air, serta

perubahan volume yang terjadi pada lapisan dibawahnya. Untuk memikul

repetisi/pengulangan pembebanan lalu lintas sesuai dengan konfigurasi sumbu dan

bebannya, dalam perhitungan tebal plat beton diterapkan kelelahan (fatigue).

Pada prinsipnya, perkerasan kaku didesain atas dasar:

1. Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar (k).

2. Tebal dan jenis lapisan pondasi bawah yang salah satunya untuk

mendapatkan keseragaman daya dukung di bawah pelat.

3. Kekuatan beton yang dinyatakan dalam kekuatan lentur tarik mengingat

keruntuhan pada perkerasan beton berupa retakan oleh tegangan lentur

tarik yang berlebihan.


30

Gambar 2.5 Komponen Struktur Perkerasan Kaku


Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan (Bina Marga),2013

4. Perbandingan perkerasan lentur dan perkerasan kaku diberikan pada Tabel

2.12 Perbandingan Perkerasan Lentur dan Kaku.


31

Tabel 2.12 Perbandingan Perkerasan Lentur dan Kaku


No. Keterangan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

1. Komponen Konstruksi Multi Layer yaitu terdiri Single Layer yaitu


dari: terdiri atas:
a. Lapis Permukaan a. Plat Beton Mutu
Tinggi sebagai
b. Lapis PondasiAtas Surface/Base.
c. Lapis Pondasi Bawah b. Subbase tidak
berfungsi sebagai
d. Tanah Dasar lapisan struktural.
c. Tanah Dasar

2. Kemampuan penyebaran Kemampuan penyebaran beban plat beton lebih


besar karena modulus elastisitas plat beton lebih
Beban.
tinggi dibandingkan dengan perkerasan lentur.

3. Ketahanan terhadap Konstruksi semen relatif lebih sedikit


mengandung bahan-bahan organik (C)
pelapukan/oksidasi.
dibandingkan aspal, sehingga perkerasan beton
lebih tahan terhadap oksidasi (penuaan/aging)
dari pada perkerasan aspal.

4. Kebutuhan pemeliharaan Pemeliharaan perkerasan kaku lebih


kecil/jarang dibandingkan perkerasan lentur.
Kegiatan pemeliharaan beton dilakukan dalam
rangka menghambat kerusakan yang diakibatkan
dari proses pelapukan (penuaan) dan proses
keausan karena pemakaian.

5. Biaya konstruksi Pada saat ini biaya kedua jenis perkerasan


tersebut relatif hampir sama, dengan
pertimbangan- pertimbangan sebagai berikut:
a. Dengan beban lalu lintas dan daya
dukung tanah dasar yang sama, maka
ketebalan konstruksi perkerasan kaku lebih
tipis dibandingkan perkerasan lentur.
b. Konstruksi perkerasan beton mempunyai
biaya investasi awal yang tinggi namun
biaya pemeliharaan lebih rendah
dibandingkan dengan perkerasan lentur.
32

2.3.2.2. Kriteria Perencanaan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement).


1. Umur Rencana (UR) Jalan Baru
• Perkerasan Kaku
– Semua jenis lapisan : 40 tahun Kapasitas Jalan harus mencukupi selama UR
• Alternatif Umur Rencana
– discounted whole of life cost yang terendah
2. Kelompok sumbu kendaraan niaga desain yang lewat selama umur rencana
• Distribusi Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga
– Untuk Perkerasan Kaku, Pd T-14-2003: Lampiran A
– Heavy Vehicle Axle Group (HVAG) & bukan CESA

Tabel 2.13 Perhitungan Jumlah Sumbu Berdasarkan Jenis dan Bebannya

Sumber : MDPJ Bina Marga, 2013


33

Tabel 2.14 Distribusi Beban Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga


untuk Jalan Lalu Lintas Berat (untuk desain perkerasan kaku).

Catatan : STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal, STRG: Sumbu Tunggal Roda Tunggal, STdRT:
Sumbu Tandem Roda Tunggal, STdRG: Sumbu Tandem Roda Ganda, STrRG: Sumbu Tridem
Roda Ganda

Sumber : MDPJ Bina Marga, 2013


34

Tabel 2.15 Distribusi Beban Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga


untuk Jalan Lalu Lintas Berat (untuk desain perkerasan kaku).
Beban Jenis Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga
kelompok
STRT STRG STdRT STdRG STrRG
Sumbu
(kN) Kelompok sumbu sebagai persen dari kendaraan niaga
340 - 350
350 - 360 0,4
360 - 370
370 - 380 0,9 0,13
380 - 390 0,4
390 - 400 0,26
400 - 410 0,26
410 - 420 0,13
420 - 430
430 - 440
440 - 450 0,40
450 - 460 0,13
460 - 470
470 - 480 0,13
480 - 490
490 - 500
500 - 510
510 - 520 0,13
520 - 530
530 - 540
540 - 550
550 - 560 0,13
Proporsi
55.8% 26.4% 4.3% 12.2% 1.3%
Sumbu
Catatan:
• Berlaku untuk perhitungan desain ketebalan pelat perkerasan kaku.
• Sumber data RSDP3 Activity #201 studi sumbu kendaraan niaga di Demak, Jawa Tengah
Tahun 2011 (PANTURA)
Sumber : MDPJ Bina Marga, 2013
3. Daya dukung efektif tanah dasar :

• Pondasi Perkerasan Kaku Diatas Tanah Lunak :

– Pengangkatan dan penggantian tanah lunak, atau Lapis penopang dengan

CBR desain tanah dasar < dari yg ditentukan dalam Gambar 2.4.

– Lapis penopang harus diberikan beban awal untuk membatasi pergerakan

tak seragam setelah konstruksi, atau ;


35

– Pondasi khusus seperti cakar ayam untuk mendukung lapis pondasi

• Daya Dukung Efektif Tanah Dasar :

– Metode-metode yang dipakai saat ini melibatkan :

▪ Penentuan daya dukung ekivalen bagi 1 m pertama tanah dasar atau ;

▪ Penentuan modulus reaksi tanah dasar dari plate bearing test.

Metode ketiga yang diajukan yaitu daya dukung ekivalen yg menghasilkan tingkat

tegangan maksimum yang sama pada dasar pelat perkerasan kaku di atas tanah

lunak yg diberi lapis penopang (capped) dibandingkan terhadap tanah dasar yg

seragam dengan kedalaman tak terbatas yg mempunyai daya dukung yang sama.

Analisa multilayer (CIRCLY) digunakan untuk memperoleh matriks solusi.

Gambar 2.6 menunjukkan solusi untuk struktur perkerasan umum yang

ditunjukkan dalam Gambar 2.7.

CBR efektif tanah dasar


Untuk perkerasan kaku (%)
Asumsi umum
Solusi analisa mekanistik

Tinggi timbunan (mm)


Catatan :
1. Tinggi Timbunan ditentukan dari platform permukaan tanah lunak sampai dasar dari lapis pondasi Lean
Mix Concrete.
2. CBR efektif untuk desain perkerasan kaku ditentukan dari gambar 2.5 sangatlah sensitip terhadap tinggi
timbunan dan nilainya lebih rendah daripada nilai yang dihasilkandari sebagian besar metode –metode
lainnya untuk timbunan < 3m.
Gambar 2. 6 CBR Maksimum Tanah Dasar untuk Permukaan Tanah
Lunak yang diberi Lapis Penopang
Sumber : MDPJ Bina Marga,2013
36

Tinggi Timbunan
untuk masuk ke
Gambar 2.6

Gambar 2. 7 Struktur perkerasan kaku yang digunakan dalam analisa


Gambar 2.6 (kasus perkerasan kaku).
Sumber : MDPJ Bina Marga,2013

– Deformasi Plastis Tanah Dasar akibat Beban Dinamis

▪ Deformasi plastis di bawah sambungan perkerasan kaku bersamaan

dengan erosi material tanah dasar melalui sambungan, menyebabkan

rongga yg mungkin memerlukan undersealing/mud jacking.

▪ Besarnya deformasi plastis pada lapisan-lapisan tanpa pengikat (unbound)

di bawah sambungan dapat diestimasi. Gambar 2.6 menggambarkan

dampak tinggi timbunan terhadap jumlah repetisi beban yang

menyebabkan kegagalan sambungan.

▪ Timbunan rendah pada tanah lunak rentan mengalami kegagalan dini.

Pondasi beton sebaik-nya termasuk tulangan distribusi retak jika tinggi

timbunan < yang ditunjukkan Gambar 2.6. Untuk alinyemen baru, jika

dimungkinkan, timbunan dipasang > yang ditunjukkan Gambar 2.6.


37

Jumlah lintasan beban


sumbu per lajur per
arah (Kumulatif ESA
pangkat 4)

Tinggi permukaan akhir di atas permukaan tanah asli lunak (m)

Catatan :
1. Tinggi timbunan yang ditentukan dari gambar 2.5 dan 2.6 adalah nilai minimum. Level garis kontrol
harus dinaikan relatif terhadap nilai dari Gambar 2.5 atau 2.7 untuk membuat kemiringan melintang atau
super elevasi atau untuk variasi pelaksanaan.
2. Persyaratan deformasi plastis berlaku untuk pelat beton dengan sambungan. Kondisi ini tidak berlaku
bagi :
a. Beton Bertulang menerus
b. Beton pratekan pasca penegangan
c. Beton bersambungan yang diperkuat oleh micro pile atau cakar ayam
Gambar 2.8 Tinggi Minimum Dari Permukaan Akhir Sampai Batas
Deformasi Plastis Permukaan Tanah Lunak Asli Dibawah Sambungan Pelat
Sumber : MDPJ Bina Marga,2013

– Penurunan terkait Kegagalan pada Tanah Lunak

▪ Batas-batas lendutan akibat total settlement membantu memastikan bahwa

mutu pengendaraan (riding quality) perkerasan tetap memadai dan perkerasan

kaku tidak mengalami keretakan berlebihan.

▪ Pengurangan batas-batas ini diperbolehkan untuk jalan perkerasan lentur

dengan volume lalu lintas rendah.

▪ Batas-batas ini tidak berlaku bagi perkerasan tanpa penutup aspal (unsealed).

▪ Bila dilakukan konstruksi perkerasan bertahap dan tahap pertama adalah

perkerasan lentur, batas-batas ini dapat dikurangi namun harus dipenuhi pada

tahap konstruksi akhir dan umur rencana sisa. Jika ada pekerjaan overlay

yang terjadwal, batas-batas ini berlaku pada umur rencana antara overlay
38

▪ 2 bentuk penurunan yang berbahaya akibat konsolidasi tanah : perbedaan

penurunan pada semua daerah dan penurunan total dekat bangunan struktur.

▪ Penurunan total dekat bangunan struktur adalah yg paling kritis. Setiap jenis

penurunan dapat dikurangi dng pra pembebanan. Penurunan pasca konstruksi

yang cukup besar (penurunan setelah dimulainya pelaksanaan lapis

perkerasan) menyebabkan kerusakan struktural dan hilangnya kualitas

berkendara dan karena itu harus dipertimbangkan

▪ Batas - batas penurunan (settlement) bagi timbunan pada tanah lunak dalam

Tabel 2.16 berikut ini :

Tabel 2.16 Batas-Batas Penurunan (Settlement) Bagi Timbunan


Pada Tanah Lunak.

Sumber : MDPJ Bina Marga,2013


39

• PERHATIAN

– Beton bertulang hendaknya digunakan ketika salah satu dari kondisi berikut

ini tidak bisa dipenuhi: a) batas-batas perbedaan penurunan yg diuraikan

dalam Tabel 2.16, b) tinggi timbunan yang disyaratkan pada Gambar 2.8.

– Beton bertulang menerus hendaknya digunakan pada alinyemen baru ketika

kondisi-kondisi tsb di atas tidak dapat dipenuhi atau jika dinilai lebih murah.

JRCP (Perkerasan Beton Bertulang Dengan Sambungan) digunakan di lokasi

lainnya.

– Perkerasan kaku harus ditunjang oleh micro pile atau cakar ayam jika tinggi

minimal timbunan atau periode pra-pembebanan minimal tidak tercapai.

Kondisi ini terjadi pada pelebaran atau rekonstruksi pada alinyemen

perkerasan eksisting. Plat beton perlu diberi tulangan.

▪ Total Settlement pada Oprit Jembatan dan Berdampingan dengan Struktur

Tertanam

– Batasan penurunan didefinisikan dalam Tabel 2.16.

– Penanganan-penanganannya termasuk penggantian tanah, pemadatan

berenergi tinggi, kolom batu, pencampuran tanah dsb. Penggunaan perkerasan

lentur pada oprit jembatan hendaknya dipertimbangkan sekaligus dengan

penjadwalan overlay pada oprit, untuk mengurangi penanganan tanah lebih

lanjut yg diperlukan.

– Penanganan yang dibutuhkan seharusnya ditentukan oleh ahli geoteknik.


40

▪ Waktu Pra Pembebanan pada Tanah Lunak

- Timbunan pada tanah lunak harus dihampar dengan waktu > yang

ditentukan dalamTabel 2.17 sebelum perkerasan dihamparkan. Waktu aktual

ditentukan oleh ahli geoteknik menggunakan Panduan Geoteknik (Pt T-08-2002-

B). Waktu pra-pembebanan bisa dipersingkat dng pembe-banan sementara

(surcharging) atau dengan penggunaan drainase vertikal dng bahan strip (wick

drain). Untuk perkerasan lentur, waktunya bisa diubah dng konstruksi bertahap.

Kondisi pra-pembebanan agar diaplikasikan dengan seksama untuk konstruksi

perkerasan kaku.

Tabel 2. 17 Perkiraan Waktu Pra-pembebanan Timbunan


Diatas Tanah Lunak

Sumber : MDPJ Bina Marga,2013


Catatan :
1. Wick drain, surcharge, konsolidasi vakum atau penanganan lainnya agar

dipertimbangkan untuk mengurangi waktu pra-pembebanan sehubungan

dengan waktu yang tersedia untuk pra-pembebanan yang terbatas.

2. Penilaian geoteknik dibutuhkan untuk menentukan waktu pra-pembebanan

yang sebenarnya.
41

3. Timbunan > 3 m diatas tanah lunak membutuhkan penyelidikan geoteknik

menyeluruh terutama untuk stabilitas lereng.

▪ Tinggi Minimum Timbunan untuk Mendukung Perke-rasan Kaku diatas

Tanah Lunak Tanpa Perbaikan

– Setiap faktor berikut ini sebaiknya dipenuhi untuk timbunan diatas tanah

lunak pada permukaan tanah asli.

▪ Tinggi minimum keseluruhan timbunan untuk perkerasan kaku hendaknya

sesuai dengan Gambar 2.6 agar dapat menahan pergerakan berlebihan dari

pembebanan dinamis untuk umur desain pondasi 40 tahun.

▪ Tinggi minimum lapisan penopang untuk menahan alur (rutting) pada tanah

dasar akibat lalu lintas konstruksi hendaknya sesuai Bagan Desain 2.

▪ Penurunan pasca konstruksi.

Perbedaan superelevasi atau lereng melintang dari titik rendah ke garis kendali

alinemen vertikal, termasuk untuk desain pelebaran.

2.3.2.3. Desain Perkerasan Kaku (Rigid Pavement).

Tabel 2.18 Bagan Desain 4 : Perkerasan Kaku untuk Jalan dengan Beban
Lalu Lintas Berat

(Ketentuan desain untuk bagan solusi : perkerasan dengan sambungan dan dowel
serta tied shoulder, dengan atau tanpa tulangan distribusi retak).

Sumber : MDPJ Bina Marga,2013


42

Perlu dicatat bahwa bagan di dalam Pd T-14-2003 tidak boleh digunakan untuk

desain perkerasan kaku tersebut didasarkan pada ketentuan berat kelompok

kendaraan resmi yang tidak realistis dengan kondisi Indonesia. Para desainer

harus menggunakan pembebanan kelompok beban yang aktual. LAMPIRAN A

memberikan pembebanan kelompok sumbu yang mewakili untuk Indonesia.

Tabel 2.19 Bagan Desain 4A : Perkerasan Kaku untuk Jalan dengan Beban
Lalu Lintas Rendah.

(Perkerasan beton untuk Lalu lintas rendah, jalan untuk kendaraan niaga
dengan volume sebagaimana dalam Tabel 2.19)

Sumber : MDPJ Bina Marga,2013

Gambar 2.9 Sambungan Pelaksanaan yang Direncanakan dan yang


Tidak Direncanakan Untuk Pengecoran Per Lajur
Sumber : Pd T-14-2003
43

Gambar 2.10 Sambungan Pelaksanaan yang Direncanakan dan Tidak


Direncanakan untuk Pengecoran Seluruh Lebar Perkerasan
Sumber : Pd T-14-2003
• Sambungan Isolasi :
– Memisahkan perkerasan dengan bangunan pelengkap

Gambar 2.11 Contoh Persimpangan yang Membutuhkan Sambungan Isolasi


Sumber : Pd T-14-2003

Gambar 2.12 Sambungan Isolasi Ruji dan Penebalan Tepi


Sumber : Pd T-14-2003
44

Gambar 2.13 Sambungan Isolasi


Sumber : Pd T-14-2003

Gambar 2.14 Sambungan Isolasi Pada Manhole dan Lubang Masuk Saluran
Sumber : Pd T-14-2003

Tabel 2.20 PENULANGAN DOWEL


45
46
47
48
49

Anda mungkin juga menyukai